Sabtu, 30 Oktober 2021

Bersatulah Demi Bangsa Dan Negara!!! Itu Perintah Agama


United we stand devided we fall, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh,

 الجماعة رحمة والفرق عذاب

Ungkapan tersebut menggambarkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan. Karena tidak ada kemenangan tanpa kekuatan, dan tidak ada kekuatan tanpa persatuan dan persatuan. Demikian menurut almarhum Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Dengan demikian, untuk meningkatkan citra bangsa kita di mata dunia serta menyelesaikan berbagai problematika yang sekarang kita hadapi, syarat utama dan pertamanya yaitu dengan mempertahankan persatuan dan kesatuan yang selama ini kita bina. Nuansa perbedaan yang muncul dari keragaman dari negara kita ini  tidak mustahil memicu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan, gontok-gontokan, perpecahan, yang bisa meluluh lantahkan nilai persatuan dan kehancuran bangsa kita ini. Perpecahan itu ibarat lidi yang keluar dari ikatannya, maka hilang pula kekuatannya. Lalu bagaimana upaya kita dalam memperkokoh persatuan bangsa ini ? untuk itu persatuan dan kesatuan dalam islam adalah tema yang akan kita bicarakan pada kesempatan kali ini, dengan landasan Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat13 :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Allah Swt. menceritakan kepada manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari diri yang satu dan darinya Allah menciptakan istrinya, yaitu Adam dan Hawa, kemudian Dia menjadikan mereka berbangsa-bangsa. Pengertian bangsa dalam bahasa Arab adalah sya 'bun yang artinya lebih besar daripada kabilah, sesudah kabilah terdapat tingkatan-tingkatan lainnya yang lebih kecil seperti fasa-il (puak), 'asya-ir (Bani), 'ama-ir, Afkhad, dan lain sebagainya.

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan syu'ub ialah kabilah-kabilah yang non-Arab. Sedangkan yang dimaksud dengan kabilah-kabilah ialah khusus untuk bangsa Arab, seperti halnya kabilah Bani Israil disebut Asbat. Keterangan mengenai hal ini telah kami jabarkan dalam mukadimah terpisah yang sengaja kami himpun di dalam kitab Al-Asybah karya Abu Umar ibnu Abdul Bar, juga dalam mukadimah kitab yang berjudul Al-Qasdu wal Umam fi Ma'rifati Ansabil Arab wal 'Ajam.

Pada garis besarnya semua manusia bila ditinjau dari unsur kejadiannya —yaitu tanah liat— sampai dengan Adam dan Hawa a.s. sama saja. Sesungguhnya perbedaan keutamaan di antara mereka karena perkara agama, yaitu ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah sesudah melarang perbuatan menggunjing dan menghina orang lain, Allah Swt. berfirman mengingatkan mereka, bahwa mereka adalah manusia yang mempunyai martabat yang sama:

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا}

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurat: 13)

Agar mereka saling mengenal di antara sesamanya, masing-masing dinisbatkan kepada kabilah (suku atau bangsa)nya.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurat: 13) Seperti disebutkan si Fulan bin Fulan dari kabilah anu atau bangsa anu.

Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa orang-orang Himyar menisbatkan dirinya kepada sukunya masing-masing, dan orang-orang Arab Hijaz menisbatkan dirinya kepada kabilahnya masing-masing.

قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عِيسَى الثَّقَفِيِّ، عَنْ يَزِيدَ -مَوْلَى الْمُنْبَعِثِ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ؛ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ، مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ، مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ".

Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Abdul Malik ibnu Isa As-Saqafi, dari Yazid Mula Al-Munba'is, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahmi (hubungan keluarga)kalian, karena sesungguhnya silaturahmi itu menanamkan rasa cinta kepada kekeluargaan, memperbanyak harta, dan memperpanjang usia.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, ia tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13)

Yakni sesungguhnya kalian berbeda-beda dalam keutamaan di sisi Allah hanyalah dengan ketakwaan, bukan karena keturunan dan kedudukan. Sehubungan dengan hal ini banyak hadis Rasulullah Saw. yang menerangkannya.

قَالَ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ" قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id r.a., dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang paling mulia, siapakah dia sesungguhnya? Maka Rasulullah Saw. menjawab:Orang yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka mengatakan, "Bukan itu yang kami maksudkan." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia ialah Yusuf Nabi Allah, putra Nabi Allah dan juga cucu Nabi Allah, yaitu kekasih Allah. Mereka mengatakan, "Bukan itu yang kami maksudkan." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu maksudkan adalah tentang kemuliaan yang ada di kalangan orang-orang Arab?"Mereka menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Jahiliah adalah juga orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Islam jika mereka mendalami agamanya.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bukan hanya pada satu tempat melainkan melalui berbagai jalur dari Abdah ibnu Sulaiman. Imam Nasai meriwayatkannya di datem kitab tafsir, dari Ubaidah ibnu Umar Al-Umari dengan sanad yang sama.

Hadis lain.

قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا كَثِير بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ".

Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr An-Naqid, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian.

Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sinan, dari Kasir ibnu Hisyam dengan sanad yang sama.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ بَكْرٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: "انْظُرْ، فَإِنَّكَ لَسْتَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلَا أَسْوَدَ إِلَّا أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abu Hilal, dari Bakar, dari Abu Zarr.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Perhatikanlah, sesungguhnya kebaikanmu bukan karena kamu dari kulit merah dan tidak pula dari kulit hitam, melainkan kamu beroleh keutamaan karena takwa kepada Allah.

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.

Hadis lain.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلة، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ الطَّائِيُّ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ حَبِيبِ بْنِ خِرَاش العَصَرِيّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ، لَا فَضْلَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلَّا بِالتَّقْوَى

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Abdul Waris ibnu Ibrahim Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Ibnu Jabalah, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Hunain At-Ta'i bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Habib ibnu Khirasy Al-Asri menceritakan hadis berikut dari ayahnya yang pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang muslim itu bersaudara, tiada keutamaan bagi seseorang atas lainnya kecuali dengan takwa.

Hadis lain.

قَالَ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا قَيْسٌ -يَعْنِي ابْنَ الرَّبِيعِ-عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَة، عَنِ الْمُسْتَظِلِّ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّكُمْ بَنُو آدَمَ. وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ، وَلَيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَفْخَرُونَ بِآبَائِهِمْ، أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنَ الجِعْلان".

Al-Bazzar telah mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Qais (yakni Ibnur Rabi'), dari Syabib ibnu Urqudah, dari Al-Mustazil ibnu Husain, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kamu sekalian adalah anak-anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah; untuk itu hendaklah suatu kaum tidak lagi membangga-banggakan orang-orang tuanya, atau benar-benar mereka lebih rendah dari serangga tanah menurut Allah Swt.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya bersumberkan dari Huzaifah kecuali melalui jalur ini.

Hadis lain.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعِ بْنِ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ عَلَى نَاقَتِهِ القَصْواء يَسْتَلِمُ الْأَرْكَانَ بِمِحْجَنٍ فِي يَدِهِ، فَمَا وَجَدَ لَهَا مُنَاخًا فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى نَزَلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَيْدِي الرِّجَالِ، فَخَرَجَ بِهَا إِلَى بَطْنِ الْمَسِيلِ فَأُنِيخَتْ. ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَهُمْ عَلَى رَاحِلَتِهِ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّية الْجَاهِلِيَّةِ وَتُعَظُّمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلَانِ: رَجُلٌ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ. إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} ثُمَّ قَالَ: "أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa di hari penaklukkan kota Mekah Rasulullah Saw. melakukan tawaf di Baitullah dengan mengendarai untanya yang bernama Qaswa, beliau mengusap rukun dengan tongkat yang dipegangnya. Maka beliau tidak menemukan ruangan bagi unta Qaswa di dalam Masjidil Haram itu (karena penuh sesak dengan orang-orang). Akhirnya beliau turun dari untanya dan menyerahkan untanya kepada seseorang yang membawanya ke luar masjid, lalu mengistirahatkannya di lembah tempat sa'i. Kemudian Rasulullah Saw. berkhotbah kepada mereka di atas unta kendaraannya itu, yang dimulainya dengan membaca hamdalah dan memuji-Nya dengan pujian yang pantas untuk-Nya. Setelah itu beliau bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah Swt. telah melenyapkan dari kalian keaiban masa Jahiliah dan tradisinya yang selalu membangga-banggakan orang-orang tua. Manusia itu hanya ada dua macam, yaitu orang yang berbakti, bertakwa, lagi mulia di sisi Allah Swt.; dan orang yang durhaka, celaka, lagi hina menurut Allah Swt. Kemudian Nabi Saw. membaca firman Allah Swt.: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13) Setelah itu beliau Saw. mengucapkan istigfar seperti berikut: Aku akhiri ucapan ini seraya memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan kalian.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid, dan Abu Asim Ad Dahhak, dari Makhlad, dari Musa ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَنْسَابَكُمْ هَذِهِ لَيْسَتْ بِمِسَبَّةٍ عَلَى أَحَدٍ، كُلُّكُمْ بنو آدم طَفَّ الصاع لم يملؤه، لَيْسَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلَّا بِدِينٍ وَتَقْوًى، وَكَفَى بِالرَّجُلِ أَنْ يَكُونَ بَذِيّا بَخِيلًا فَاحِشًا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kam, Ibnu Lahi’ah, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amr ra yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda. Sesungguhnya nasab kalian ini bukanlah (sarana) untuk merendahkan siapa pun. Kamu sekalian adalah anak-anak Adam yang mempunyai martabat yang sama tiada bagi seseorang keutamaan atas yang lainnya kecuali dengan agama dan takwa. Cukuplah (keburukan) bagi seseorang bila dia menjadi orang yang tercela, kikir, lagi buruk kata-katanya.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, yang bunyi teksnya seperti berikut:

"النَّاسُ لِآدَمَ وَحَوَّاءَ، طَفَّ الصَّاعُ لَمْ يَمْلَئُوه، إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْأَلُكُمْ عَنْ أَحِسَابِكُمْ وَلَا عَنْ أَنْسَابِكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عند الله أتقاكم".

Manusia itu berasal dari Adam dan Hawa mempunyai martabat yang sama. Sesungguhnya Allah tidak menanyai kedudukan kalian dan tidak pula nasab kalian di hari kiamat nanti. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Tetapi teks hadis ini tidak terdapat di dalam keenam kitab Sittah melalui jalur ini.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمِيرة زَوْجِ دُرَّةَ ابْنَةِ أَبِي لَهَبٍ، عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ، وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umrah (suami Durrah binti Abu Lahab),' dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan bahwa seorang lelaki berdiri, lalu berjalan menuju kepada Nabi Saw. Saat itu beliau berada di atas mimbar, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling baik itu?" Rasulullah Saw. menjawab:Sebaik-baik manusia ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an, paling bertakwa kepada Allah Swt., paling gencar memerintahkan kepada kebajikan dan paling tekun melarang perbuatan mungkar, serta paling gemar bersilaturahmi.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَسْوَدِ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَا أَعْجَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا، وَلَا أَعْجَبَهُ أَحَدٌ قَطُّ، إِلَّا ذُو تُقًى

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan. telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Aswad, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah r.a. yang mengatakan: Tiada sesuatu pun dari duniawi ini yang dikagumi oleh Rasulullah Saw. dan tiada seorang pun yang dikagumi oleh beliau kecuali orang yang mempunyai ketakwaan.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ}

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13)

Yakni Dia Maha Mengetahui kalian dan Maha Mengenal semua urusan kalian, maka Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, merahmati siapa yang dikehendaki-Nya dan mengazab siapa yang dikehendaki-Nya, serta mengutamakan siapa yang dikehendaki-Nya atas siapa yang dikehendakinya. Dia Mahabijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal dalam semuanya itu.

Ada sebagian ulama yang dengan berdasarkan ayat yang mulia ini berpendapat bahwa kafa'ah (sepadan) dalam masalah nikah bukan merupakan syarat, dan tiada syarat dalam pernikahan kecuali hanya agama, karena firman Allah Swt.:

{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13)

Sedangkan sebagian ulama lainnya berpegangan kepada dalil-dalil lain yang keterangannya secara rinci disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih, kami telah mengutarakan sebagian darinya di dalam Kitabul Ahkam.

Imam Tabrani telah meriwayatkan dari Abdur Rahman, bahwa ia telah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Hasyim mengatakan, "Aku adalah orang yang paling utama terhadap Rasulullah Saw." Maka orang lain mengatakan, "Aku lebih utama terhadapnya daripadamu, karena aku memiliki hubungan dengannya."

Saudara-saudara kalau kita kaji lebih dalam Sabab An–Nuzuul ayat ini menurut ibnu Asy-Syakir dalam kitab Mubhamat bersumber dari abu bakar bin abu daud, bahwa ayat ini berkenaan dengan keinginan Rasulullah SAW untuk menikahkan abi hindin dengan seorang wanita dari kalangan Baidhah. Bani Baidhah dengan sinis berkata pada Rasulullah ” ya Rasulullah pantaskah kami mengawinkan putri-putri kami kepada budak-budak kami ? Rasul belum sempat menjawab saat itu, jibril datang menyampaikan surat Al-Hujurat ayat 13 yang pada ayat itu terdapat kalimat :

لتعارف اى ليحصل بينكم التعارف والتألف

Agar kamu saling mengenal, yakni menjalin komunikasi yang harmoni dan menebarkan cinta kasih serta kasih sayang yang tiada pilih kasih.

Demikian penjelasan Ali Ash-Shobuni dalam kitab Shafwatut Tafaasir.

Dengan demikian, untuk membina persatuan dan kesatuan di negeri tercinta ini, langkah awalnya adalah harus saling mengenal, saling menghargai, dan bertoleransi di antara kita. Bukan saling menutup diri, melecehkan, menghina, membangga-banggakan kelompok, suku bangsa, maupun daerah masing-masing. Sebab sifat-sifat seperti itu hadhirin merupakan cikal bakal pecahan, pertikaian, dan tidak mustahil penyebab terjadinya disintegrasi bangsa hingga hancurnya negeri ini.

Rasululah SAW bersabda :

ليس منا من دعا على عصبيته وليس منا من مات على عصبيته

Bukan golongan kita, orang yang membangga-banggakan kesukuan dan bukan golongan kita orang yang mati karena membela, mempertahankan dan memperjuangkan kesukuan.

Allah SWT mengisyaratkan agar saya, saudara dan kita semua memperkokoh persatuan dan kesatuan dan melarang untuk bercerai berai.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara”. (QS Ali Imran:103)

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji Allah. Seperti yang disebutkan di dalam ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (ali Imran: 112)
Yakni janji dan jaminan.

Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah Al-Qur'an. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari sahabat Ali secara marfu' mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:

"هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَصِرَاطُهُ الْمُسْتَقِيمُ".

Al-Qur'an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.

Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis yang khusus membahas mengenai makna ini. Untuk itu Imam Al-Hafiz Abu Ja'far At-Tabari mengatakan:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ [أَبِي] سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كِتَابُ اللهِ، هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُودُ مِنَ السَّمَاءِ إلَى الأرْضِ"

telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kittabullah (Al-Qur'an) adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi.

وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويَه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَريّ، عَنْ أَبِي الأحْوَص، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ هَذَا الْقُرْآنَ هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَهُوَ النُّورُ الْمُبِينُ وهُوَ الشِّفَاءُ النَّافِعُ، عِصْمةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ، ونَجَاةٌ لِمَنِ اتَّبَعَهُ"

Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Abu Ahwas, dari Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah tali Allah yang kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti (petunjuk)Nya.

Telah diriwayatkan dari hadis Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal.

وَقَالَ وَكِيع: حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، يَا عَبْدَ اللَّهِ، بِهَذَا الطَّرِيقِ هَلُمَّ إِلَى الطَّرِيقِ، فَاعْتَصَمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ الْقُرْآنُ

Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya): Sesungguhnya jalan itu adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Hai Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Al-Qur'an.

Firman Allah Swt.:

وَلا تَفَرَّقُوا

Dan jangan kalian bercerai-berai. (Ali Imran: 103)

Allah memenntahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan melarang mereka bercerai-berai. Banyak hadis yang isinya melarang bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun.

Seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Muslim melalui hadis Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا، يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ»

Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian. Dan Allah murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta.

Bilamana mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan, niscaya terjaminlah mereka dari kekeliruan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis mengenai hal tersebut. Sangat dikhawatirkan bila mereka bercerai-berai dan bertentangan. Hal ini ternyata menimpa umat ini, hingga bercerai-berailah mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan. Di antaranya terdapat suatu golongan yang selamat masuk surga dan diselamatkan dari siksa neraka. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya.

Firman Allah Swt.:

وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً

dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat.

Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan, yaitu di masa Jahiliah. Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka. Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan.
Allah Swt. berfirman:

هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَلكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ

Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. (Al-Anfal: 62-63)

Sebelum itu mereka berada di tepi jurang neraka karena kekafiran mereka, lalu Allah menyelamatkan mereka darinya dengan memberi mereka petunjuk kepada iman.

Sesungguhnya hal tersebut disebut-sebut oleh Rasulullah Saw. pada hari beliau membagi-bagikan ganimah Hunain, lalu ada sebagian orang yang merasa kurang puas karena ada sebagian yang lain mendapat bagian yang lebih banyak daripada mereka. Nabi Saw. Sengaja melakukan demikian karena berdasarkah apa yang dianjurkan oleh Allah Swt. kepadanya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada mereka:

«يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ الله بي؟»

Hai orang-orang Ansar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan bercerai-berai, lalu Allah mempersatukan kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberi kecukupan kepada kalian melalui aku?

Setiap kalimat yang diucapkan Nabi Saw. hanya bisa mereka katakan dengan kalimat berikut sebagai pengakuan mereka, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami percaya."

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Demikian itu terjadi ketika ada seorang lelaki Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu merasa tidak senang dengan kesatuan dan kerukunan yang ada di antara mereka.

Lalu ia mengirimkan seorang lelaki kepercayaannya dan memerintahkan kepadanya duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka kepada peristiwa-peristiwa masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka, yaitu peperangan Bi'as dan peperangan-peperangan lainnya yang terjadi di antara sesama mereka. Kemudian lelaki utusan si Yahudi itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya; dengan tekunnya ia melakukan tugas tersebut secara rutin, hingga suasana kaum menjadi panas kembali dan bangkitlah amarah sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Lalu timbullah fanatisme mereka, dan masing-masing pihak menyerukan semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari tertentu.

Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau mendatangi mereka, lalu beliau meredakan dan melerai mereka serta bersabda:

«أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟»

Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan aku ada di antara kalian?

Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat ini kepada mereka. Akhirnya mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan, dan semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.

Ikrimah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menimpa mereka ketika mereka dalam keadaan emosi karena peristiwa berita bohong (hadis’ul ifki).

Makna Filosofi Dalam Bentuk Keris


Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dilihat dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanya disebut pakem dapur keris. Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, danpejetan, disebut keris dapur Tilam Upih.

Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan mana pun atau buatan siapa pun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (era/zaman pembuatan, atau gaya pembuatan), melihat gambaran bentuk pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.

Itulah sebabnya, keris berdapur Tilam Upih mungkin ada ratusan ribu jumlahnya, dan bahkan dapur Nagasasra yang terkenal itu ada puluhan ribuan pula jumlahnya. Bila dibandingkan dengan dunia otomotif, bentuk mobil juga dapat dibadakan antara jeep, truk, bis, sedan, pick-up, dsb. Jumlah jeep di dunia ini mungkin ada jutaan buah, tetapi masing-masing dapat dibedakan karena merknya berlainan, tahun pembuatannya ber-beda, warnanya berbeda, dan interior serta variasinya pun berlainan satu sama lain.

Demikian pula dengan keris. Walaupun ada ratusan keris yang dapurnya sama, antara satu dan lainnya selalu dapat dibedakan. Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal 145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam.

Serat Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem, memuat rincian jumlah dapur keris sebagai berikut: Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk 3 (tiga) ada 11 macam. Keris luk 5 (lima) ada 12 macam. Keris luk 7 (tujuh) ada 8 macam. Keris luk 9 (sembilan) ada 13 macam. Keris luk 11 (sebelas) ada 10 macam. Keris luk 13 (tigabelas) ada 11 macam. Keris luk 15 (limabelas) ada 3 macam. Keris luk 17 (tujuhbelas) ada 2 macam. Keris luk 19 (sembilan belas) sampai luk 29 (dua puluh sembilan) masing-masing ada semacam.

Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas adal 1 macam, luk limabelas ada 6 macam, luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam. Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi. Di Pulau Jawa pada umumnya, dan Jawa Tengah, Jawa Timur khususnya, serta Pulau Madura orang mengenal ragam bentuk dapur keris berbeda dengan orang Jawa.

Demikianlah pengertian dari istilah dapur keris semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan.

DHAPUR Keris dan Kekuatan Simboliknya

Orang Jawa menafsirkan bentuk dari bilah keris itu bukan sekedar untuk memberikan sajian tentang kekuatan (fisik) dan keindahan (artistik) belaka. Pada kehadiran simboliknya juga mengandung makna-makna yang mendalam, dengan pesan-pesan moral dan etika tertentu. Sebagian masyarakat memiliki keyakinan, justru dengan kandungan yang maknawiyah tersebut maka keris memiliki nilai-nilai pedagogis, dan secara terus menerus dianggap akan memiliki relevansi untuk diwariskan kepada generasi yang, lebih muda, meski keris tidak lagi menjadi senjata utama yang diperlukan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Makna yang mendalam dan pesan-pesan moral serta etika. tersebut, dianggap sebagai suatu bagian dari pemikiran orang Jawa terhadap kebudayaannya, yang dahulunya merupakan bagian dari wacana kebudayaan yang dikembangkan oleh para waliyullah di tanah Jawa, terutama Sunan Kalijaga di Kadilangu. Mengenai bentuk keris beserta tafsir kultural terhadap makna simboliknya, pada masa-masa yang lebih kemudian menjadi bagian dari pengajaran tentang dunia keris, yang sejak jaman Mataram selalu diajarkan kepada masyarakat oleh para pujangga atau lurahing empu.
Termasuk di antaranya tokoh semacam Ki Nom Mataram, Pangeran Wijil (II) di Kartasura, dan oleh tim keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, Hamengkunagara (III) (Susuhunan Pakoe Boewana V) sebagaimana dituliskan sebagai salah satu bahan pembahasan di dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini.

Di dalam pada itu, unsur-unsur yang melekat dan bagan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keris, dicandra dan ditafsirkan melalui kandungan pesan-pesannya yang bernuansa Moral dan Etik yang kuat, terutama di dalam kaitan dengan kesinambungan wilayah kehidupan mikrokosmos (jagad kecil) dan makrokosmos (jagad besar).

Filosofi Keris Lurus

Filosofi tuah khasiat spiritual dari bentuk keris lurus adalah sebagai lambang kelurusan hati, keteguhan hati pada tujuan dan sarana pemujaan kepada Tuhan sang pencipta alam, kekuatan mental yang kuat dan kepercayaan tinggi diri yang kuat sesuain sifat dan karakter kerisnya tersebut, bagi pemilik keris diharapkan untuk senantiasa menjaga keteguhan dan kelurusan hati, tekun beribadah, menjaga budi pekerti moral dan sikap kesatria

Dalam berbagai ritual persembahan, selain untuk peribadahan kepada sang pencipta, keris itu biasanya diberi sarana sesaji doa sebagai sarana menyelaraskan batin menjadi satu kesatuan supaya doa dan pengharapan pemilik keris bersama dengan pusakanya dapat sampai kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena selain sebagai pusaka ageman dan senjata keris juga menjadi sarana dalam dunia kerohanian

Jenis keris lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai lambang kelurusan hati, kepercayaan diri dan mental yang kuat, keteguhan hati pada tujuan dan sarana pemujaan kepada Sang Pencipta. Sesuai sifat kerisnya itu, si pemilik keris diharapkan selalu menjaga kelurusan dan keteguhan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria.

Keris lurus juga diidentikkan sebagai lambang ksatria, ketulusan hati dan sikap setia pada tanggung jawab, dan menjadi sarana doa untuk menundukkan keilmuan orang-orang jahat, untuk membela kebenaran dan orang-orang yang tertindas. Banyak ksatria jaman dulu yang lebih memilih keris lurus daripada keris ber-luk.

Dalam ritual-ritual pemujaan, selain si pemilik beribadah kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun diberi sesaji dan doa sebagai sarana menyatukan kebatinan, menjadi satu kesatuan kebatinan supaya doa-doa dan permohonan sang pemilik keris, bersama kerisnya, dapat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai senjata dan pusaka, juga menjadi sarana untuk membantu dalam kerohanian.

Pada masanya, keris bukan hanya menjadi senjata ataupun pusaka, tetapi juga dianggap sebagai 'berkah' (wahyu) dari dewa kepada sang pemilik keris, sesuai agama manusia pada masa itu. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan juga akan meng-"keramat"-kannya, lebih daripada sekedar senjata atau pun jimat.

Dalam ritual kerohanian, ada juga suatu jenis keris lurus yang dijadikan sarana pembersihan gaib dari mahluk halus yang mengganggu (keris sajen), seperti dalam ritual ruwatan sengkolo, ritual bersih desa, pemberkatan pembukaan lahan baru, dsb, yang biasanya kemudian keris itu akan dilarung.

Pada jaman sekarang ini, dibandingkan jenis keris ber-luk, biasanya jenis keris lurus masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap. Rangkaian kesatuan tuah yang lengkap ini jarang sekali didapatkan dari keris-keris ber-luk pada jaman sekarang ini. Dalam pemeliharaannya, dibandingkan keris ber-luk, biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk sering diberi sesaji.

Biasanya ketajaman energi gaib keris lurus dapat dirasakan ketika ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang. Secara umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit  dibandingkan keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa kegaibannya yang kuat,

Filosofi Keris Luk 1

Dalam pembuatannya, keris ber-luk 1 memiliki makna sebagai sarana untuk membantu pemiliknya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan membantu supaya keinginan-keinginan si pemilik dapat lebih cepat tercapai, misalnya keinginan dalam hal kekuasaan, kepangkatan dan derajat.

Angka 1 merupakan lambang harapan dan karunia kesejahteraan, kemakmuran dan kemuliaan. Dibandingkan keris lurus, keris ber-luk 1 lebih menandakan kekuatan hasrat duniawi manusia yang ingin dicapai.

Biasanya keris ber-luk 1 mengeluarkan hawa aura yang agak panas dan sifat energi yang tajam. Kebanyakan dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.

Filosofi Keris Luk 3

Salah satu filosofi dari dapur keris luk 3 jangkung adalah dijadikan pepeling atau pengingat atas tugas utama manusia sebagai khalifah atau pemimpin didunia Sehingga, tugas dan kewajiban guna memberikan perlindungan dan pengayoman bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan berada pada pundak manusia sebagai khalifah didunia

Akan tetapi yang kerap terjadi ialah manusia menjadi terlalu mendominasi atas segala kerusakan kehidupan di alam semesta seolah olah manusia adalah makhluk tunggal yang berdiri sendiri. Perhatian dan fokus utama mereka hanya pada kebutuhan dan ego manusia itu sendiri tanpa memikirkan bahwa alam semesta dan dunia ini sebenarnya adalah sebuah rangkaian kehidupan antar makhluk ciptaan Tuhan yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya pergeseran fungsi manusia sebagai pelindung dan pengayom makhluk menjadi penguasa sehingga cenderung sewenang wenang tanpa memandang keseimbangan kehidupan

Adapun Filosofi Makna spiritual dalam pembuatan keris luk 3, yaitu sebagai lambang kedekatan manusia dengan Tuhan  dan juga sebagai sarana membantu mempercepat tercapainya harapan  sang pemilik pusaka. keris ber-luk 3 lebih menonjolkan keseimbangan antara kehidupan kerohanian / batin dan duniawi/raga manusia, keseimbangan antara sisi spiritual dan jasmani, kemapanan duniawi dan batin dalam menjalani kehidupan di dunia. kegaiban di dalam keris ber-luk 3 lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis si manusia pemilik keris. Hawa aura energinya juga biasanya lebih halus dan lebih lembut.

Filosofi Keris Luk 5

Dapur keris Luk 5 (lima) adalah keris yang memiliki bentuk dengan jumlah luk (lekuk) sebanyak lima lekukan (luk) Biasanya jenis keris luk 5 dibuat dengan harapan memberikan yoni (khasiat) yang berkaitan denagn kekuasaan dan wibawa sehingga pemilik dari pusaka tersebut dihormati dan disegani oleh banyak orang. Jenis keris ini diciptakan oleh empu untuk menjaga karisma dan wibawa keagungan, kebangsawanan , keningratan dihormati dan dicintai rakyat atau bawahan.

Pada jaman kerajaan dulu di jawa, keris luk 5 hanya boleh dimiliki oleh golongan bangsawan seperti raja, pangeran dan keluarga raja, para bangsawan yang memiliki kekerabatan atau memiliki garis keturunan raja, dan adipati / bupati saja. Orang-orang ningrat. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5.

Demikianlah aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan jaman dulu. Keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang-orang keturunan raja dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat.  Dengan kata lain, keris ber-luk 5 disebut juga Keris Keningratan.

Biasanya keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaan dan supaya dicintai / dihormati banyak orang. Keris-keris jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan / keningratan, dihormati dan dicintai rakyat dan bawahan, dan menyediakan kesaktian yang diperlukan untuk menjaga wibawa kebangsawanan itu.

Biasanya keris-keris ber-luk 5 lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji dibandingkan keris lurus dan keris ber-luk lainnya.

Selain keris-keris ber luk 5, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah pusaka-pusaka yang dahulu menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten / kabupaten, yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja, adipati, dan bupati jaman dulu atau keturunan mereka yang masih membawa sifat-sifat dan derajat leluhurnya itu.Selain itu, yang tergolong dalam jenis keris ini adalah juga keris-keris yang dahulu diperuntukkan untuk keningratan dan kebangsawanan, seperti keris-keris berdapur nagasasra dan singa barong.

Pada jaman sekarang jenis keris keningratan ini masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap, yaitu tuah kesaktian dan wibawa kekuasaan, jika, dan hanya jika, keris-keris itu dimiliki oleh orang-orang yang sesuai dengan tuntutan kerisnya.

Keris-keris yang bertuah keningratan dan kebangsawanan, misalnyakeris-keris ber-luk 5 atau keris-keris singa barong, menginginkan seorang pemilik yang juga memiliki garis keturunan ningrat / bangsawan.

Filosofi Keris Luk 7

Angka 7 merupakan lambang kesempurnaan illahi.

Keris ber-luk 7 terutama diperuntukkan bagi orang-orang yang menganggap hidup keduniawiannya sudah sempurna, sudah cukup, sudah tidak lagi mengejar keduniawian untuk lebih menekuni hidup kerohanian.

Keris ber-luk 7 dibuat untuk raja dan keluarga raja yang sudah mandito  dan untuk tujuan kemapanan kerohanian / kesepuhan, dimaksudkan untuk dimiliki oleh raja atau keluarga raja yang sudah matang dalam usia dan psikologis atau yang sudah mandito.

Dalam filosofi jawa luk tujuh disebut “pitu” yang dalam jarwo dosok bisa berarti pitutur, piwulang, dan pitulungan, yaitu ajaran yang baik, petunjuk atau pertolongan. Angka tujuh bagi penduduk Nusantara, terutama masyarakat Jawa, merupakan angka keramat yang memiliki makna ketentraman, kebahagiaan, kewibawaan dan kesuksesan. Angka tujuh dapat dipersamakan dengan jumlah lapisan langit (sap) hingga seluruhnya ada tujuh, demikian pula dengan hari dalam seminggu yang terdiri dari 7 hari. Atau kesempurnaan dan selamatan anak dalam kandungan dilakukan hitungan bulan ke-7 (pitonan), dalam upacara kematianpun dilakukan peringatan pada hari ke-7 (pitung dinanan).

Filosofi Keris Luk 9

Keris ber-luk 9 juga dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk dimiliki oleh para pandita atau panembahan dan para sesepuh masyarakat.

Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian, keilmuan dan perbawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya mengeluarkan hawa aura yang sejuk.

Angka 9 dalam masyarakat Jawa Kuno

Borobudur, candi terbesar yang didirikan oleh dinasti Syailendra yang menganut ajaran Budha Gautama, sesungguhnya memiliki 9 tingkatan pada tataran “Manusia dan Bumi”, sedangkan tingkatan terakhir yang ke 10 adalah merupakan tingkatan puncak seseorang untuk menjadi Budha dan juga melambangkan Nirwana dimana Budha bersemayam.

Pendapat lain menyatakan bahwa dalam pandangan masyarakat Jawa Kuno, angka 9 (sembilan) yang dijabarkan kembali dalam olah kebathinan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IX dinyatakan bahwa babakan howo songo adalah kunci pengaturan dan pengendalian menuju kesempurnaan hidup. Jika lubang 9 (seperti mata, hidung, telinga, mulut, dsb) dapat dikendalikan, maka manusia akan menemukan keselamatan hidup di dunia dan akherat.

Dalam primbon, angka 9 (sembilan) melambangkan Mars, dipandangan sebagai angka puncak, dengan makna khusus bahkan dianggap paling suci. Bila dikalikan angka berapapun, penjumlahan angka tersebut kembali sebagai angka sembilan. (contoh 3×9=27;2+7=9, dst)

Jika menilik pada jumlah angka dasar yang ada 0-9, maka angka 9 (sembilan) memiliki nilai yang paling tinggi. Tak heran bila angka tersebut sering disebut sebagai simbol kesempurnaan sekaligus dimaknai dengan kerahasiaan. 9 (sembilan) adalah batas kemampuan dan penalaran pikiran manusia, sebab setelah sembilan akan kembali 0 (kosong), lalu mulai lagi dengan hitungan awal pertama atau satu (1). Dengan semikian keris yang memiliki luk berjumlah 9 (sembilan) adalah merupakan pengejawantahan dari sebuah kesempurnaan hidup (kasampurnaning urip) bagi masyarakat Jawa jaman dahulu.

Filosofi Keris Luk 11

Dapur Keris Luk 11 (sebelas) adalah jenis keris dengan jumlah luk sejumlah 11, filosofi Keris dengan luk 11, pada awalnya dibuat untuk meningkatkan kemapanan / pakem pembuatan keris pada jamannya, mengingat angka 11 tidak memiliki  makna khusus dalam tradisi budaya jawa.

Keris dengan luk 11 biasanya mempunyai pembawaan yang sejuk/teduh, tidak angker, tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap merobek pertahanan perisai energi gaib lawan.

Salah satu Contoh keris dengan luk 11 adalah Keris Sabuk Inten yang terkenal sakti dan banyak dibuat tiruannya. Keris tersebut memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker. Tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap menembus pertahanan perisai gaib lawan, apalagi bila ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang.

Pada awalnya Keris Sabuk inten luk 11 memang membingungkan banyak orang karena tidak sesuai dengan kebiasaan / pakem keris yang umum. Selain karena jumlah luk-nya yang 11, keris itu juga berwarna hitam gelap, tidak mengkilat dan tidak berpamor (keleng). Namun karena kesaktiannya yang sangat tinggi, keris itu kemudian banyak dibuat turunannya / tiruannya (tetiron), yaitu yang disebut keris-keris berdapur sabuk inten.

Filosofi Keris Luk 13

Angka 13 dalam budaya jawa mempunyai makna yang jelek, yaitu kesialan, musibah atau malapetaka. Pembuatan keris ber-luk 13 dimaksudkan dengan kesaktian dan wibawa kekuasaannya, keris ini menjadi penangkal kesialan atau musibah. Keris ber-luk 13 biasanya dibuat untuk tujuan kesaktian dan wibawa kekuasaan.

Contoh keris ber-luk 13 yang terkenal adalah keris Nagasasra yang bersifat penguasa, pengayom dan pelindung. Aura wibawa keris ini sangat kuat. Aura wibawanya menunjang kewibawaan pemiliknya supaya disujuti banyak orang dan wataknya sebagai pengayom dan pelindung akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepadanya.

Demikianlah diantara makna simbolik dalam bentuk bilahan keris sebagai ajaran filsafat dari para sesepuh tanah Jawa yang Adiluhung.  Semoga kita semua bisa pertahankan keagungan budaya dan ajaran filsafat para pendahulu kita.  Amiin

Filsafat Tahapan Manusia Dalam Tembang Mocopat


Sebagai mana banyak kebiasaan dan adat jawa yang mengandung filosofi,.. maka macapat juga banyak mengandung filosofi kehidupan,… yang kalau kita renungi mengandung nilai yang amat dalam serta sarat akan  khasanah-khasanah kearifan. Di tengah gempuran budaya barat dan timur yang menggempur kita tak henti-henti, barat yang menawarkan liberalis dan hidup tanpa aturan serta unggah ungguh, dan budaya timur yang tak menerima perbedaan, yang selalu mengajak kekerasan untuk menentang perbedaan, ada baiknya kita kembali ke filosofi budaya sendiri yang amat luhur dan jelas sesuai dengan kehidupan kita yang beragam, yang mengajarkan kearifan dan kehalusan budi, tatakrama yang agung, serta keharmonisan di tengah perbedaan.

Tanah Jawa kaya akan budaya adiluhung, budaya yang mengajarkan budi pekerti tinggi, yang luhur. Budaya Jawa seperti pertunjukan wayang kulit, ular-ular, cerita-cerita kuno, lagu-lagu atau tembang Jawa sebenarnya sarat dengan filsafat hidup, misalnya mengenai filsafat ilmu politik, filsafat kepemimpinan, dan juga filsafat perjalanan hidup manusia. Tulisan ini akan membahas mengenai tembang Macapat sebagai filsafat perjalanan hidup manusia.

Tembang Macapat memiliki arti yang luas dan beragam. Semuanya merupakan hasil penafsiran yang berbeda-beda, yang kemungkinan besar tergantung dari kemampuan daya tafsir dari masing-masing penafsirnya. Wallahu a’lam.

Berdasarkan sumber-sumber referensi yang penulis baca, berbagai penafsiran mengenai tembang Macapat dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Macapat konon berasal dari kata “mocone papat-papat”(membacanya empat-empat)

2. Buku Baoesastra (Bausastra: ejaan sekarang)

a. Macapat berarti kiblat papat (empat kiblat)

b. Macapat rekaan dari kata “moco–mat” (membaca nikmat), enak didengar saat dilantunkan/ ditembangkan

c. Macapat berarti membaca dengan irama, netrum.

d. Macapat berdasarkan etimologinya “ma+capat”, ada kaitannya dengan lupa-lupa ingat, karena kadang hafal kadang tidak, sehingga “capat” berarti “cepat”

3. Buku Poezie in Indonesia (Slamet Mulyana)

Macapat berasal dari kata “macakepan” (membaca lontar), berdasarkan buku Kalangwan (Zoct Mulder), lontar disebut cakepan (Bali). Macapat identik dengan kata “ma–capak”, “capak” menjadi “cakep”, sehingga “macakepan” berarti “membaca rontal”.

Menurut Wikipedia (2008), tembang Macapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: tembang alit (kecil), tembangtengahan (sedang), dan tembang ageng/ gedhe (besar). Tembang alit terdiri dari Mijil, Sinom, Dhandhanggula, Kinanthi, Asmarandhana, Durma, Pangkur, Maskumambang, dan Pucung. Tembang tengahan terdiri dari Jurudemung, Wirangrong, Balabak, Gambuh, dan Megatruh. Tembang yang termasuk tembang ageng/ gedhe adalah Girisa.

Ada pula yang berpendapat bahwa tembang Macapat terdiri dari 11 tembang, yaitu: Mijil, Maskumambang, Kinanthi, Sinom, Dhandhanggula, Asmarandhana, Durma, Gambuh, Pangkur, Megatruh, dan Pucung. Tembang-tembang selain yang termasuk tembang Macapat (yaitu Wirangrong, Jurudemung, Balabak, dan Girisa), termasuk ke dalam kelompok tembang tengahan dan tembang ageng/ gedhe. Pendapat lainnya adalah bahwa tembang tengahan dan tembang ageng/ gedhedi masukkan ke dalam kelompok tembang Macapat. Mengenai adanya perbedaan ini, penulis cenderung lebih setuju pada pendapat kedua, tanpa mengabaikan pendapat lainnya tentu saja.

Dengan demikian, tembang-tembang yang termasuk kategori tembang Macapat ada 11, yang jika diurutkan akan menggambarkan perjalanan hidup seorang manusia, yaitu: Mijil, Maskumambang, Kinanthi, Sinom, Dhandhanggula, Asmarandhana, Durma, Gambuh, Pangkur, Megatruh, dan Pucung.

Salah satunya Macapat,.. yang kandungan filosofi amat dalam, bisa dijelaskan sbb:

1. Maskumambang

Gambarke jabang bayi kang isih ana ning rahim ibu. Durung bisa dimangerteni lanang utawa wadon. “Mas” ateges urung weruh lanang utawa wadon. “kumambang” ateges uripe jabang bayi mau ngambang sakjroning wetenge ibu.

[mendiskripsikan atau menggambarkan keadaan bayi yang masih ada di dalam rahim ibu. Belum bisa ditebak pria atau wanita (jenis kelaminnya). “Mas” maknanya belum diketahui pria atau wanita (jenis kelaminnya). “kumambang” maknanya hidupnya bayi itu mengambang dalam perut ibunya.]

Adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garba ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh ini Allah SWT telah bertanya pada ruh-ruh kita: “Alastu Bi Robbikum”, “Bukankah AKU ini Tuhanmu”, dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya: “Qoolu Balaa Sahidna”, “Benar (Yaa Allah Engkau adalah Tuhan kami) dan kami semua menjadi saksinya”.

Maskumambang mempunyai beberapa penafsiran baik secara etimologi maupun maknanya.

a. Maskumambang berasal dari kata mas dankumambang. Mas dari kata premas yaitu punggawa dalam upacara Shaministis. Kumambang dari katakambang dengan sisipan – um. Kambang dari kata ka- dan ambang. Kambang selain berarti “terapung”, juga berarti “kamwang” atau “kembang”. Ambang berkaitan dengan ambangse yang berarti “menembang”. Dengan demikian, Maskumambang berarti “punggawa yang melaksanakan upacara Shamanistis, mengucap mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga”. Dalam Serat Purwaukara, Maskumambang diartikan sebagai Ulam Toya yang berarti “ikan air tawar”, sehingga kadang-kadang diisyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.

b. Maskumambang artinya “emas yang mengapung diatas air”, ditafsirkan sebagai “air mata”. Air mata dapat keluar karena suka ataupun duka sehingga dapat dikatakan bahwa irama tembang Maskumambang itu mengharukan.

2. Mijil

Ateges wis lair lan jelas priya utawa wanita

[bermakna sudah lahir dan jelas jenis kelaminnya pria atau wanita. “mijil” berarti sudah lahir atau keluar.]

Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia. Ada yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di Amerika dst. Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di Somalia, Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya.

3. Kinanthi

Asalae saka tembung “kanthi” utawa tuntun kang mengku ateges dituntun supaya bisa mlaku. Dadi pralambang uripe bocah cilik utawa bayi kang perlu tuntunan lair lan bathine supaya bisa lumaku ana ing samudra urip ngalam donya.

[Berasal dari kata “kanthi” atau tuntun yang maksudnya dituntun supaya bisa berjalan. Menjadi lamban hidupnya anak kecil atau bayi yang perlu tuntunan lahir dan batin supaya bisa berjalan di dalam samudra alam dunia.]

Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh.”Apa yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”.

4.Sinom

Duweni ateges kanoman. Sinom bisa dijabarke dadi tembung “sinoman” kang mengku teges wong kang isih enom. Manungsa kang isih anom iku penting ana ing babakan uripe, amarga perlu akeh ngangsu kawruh kanggo nyiapake lelumbayan bebrayan, yaiku duweni sisihan.

[memiliki makna pemuda. “sinom” bisa dijabarkan menjadi “sinoman” yang berarti orang yang berusia muda. Manusia yang masih muda itu memiliki arti penting dalam babak kehidupannya. Karena itu perlu banyak belajar untuk mempersiapkan diri hidup berumah tangga.]

Sinom mempunyai beberapa penafsiran:

a. Sinom berasal dari kata asal kata si dan enom sehingga Sinom berarti “muda/ remaja”.

b. Sinom berasal dari kata kanoman yang berarti “kemudaan/ usia muda” sehingga Sinom menggambarkan bahwa waktu luang pada masa muda adalah untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya.

c. Sinom berhubungan dengan kata sinoman, yaitu perkumpulan para pemuda untuk membantu orang punya hajat.

d. Sinom berkaitan dengan upacara-upacara bagi anak-anak muda zaman dahulu. Dalam Serat Purwaukara, Sinom berarti “seskaring rambut” yang berarti “anak rambut”. Sinom juga dapat diartikan “daun muda” sehingga kadang diberi isyarat dengan lukisan daun muda.

5. Asmarandana

Tegese rasa tresna. Kang dimaksud tresna ana ing kene duweni rasa tresna marang liyan. Kabeh wus dadi kodrating Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Rasa tresna kiwi njalari kanggo mbangun balewisma.

[Bermakna rasa saling mencintai. Maksud mencintai di sini memiliki rasa suka pada lain jenis. Semua itu sudah menjadi kehendak Sang Khalik. Tumbuhnya rasa mencintai itu menjadi awal untuk membangun kehidupan rumah tangga.]

Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati.
Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda keAgungan-Nya.

Asmarandhana mempunyai beberapa penafsiran:

a. Asmarandhana berasal dari kata asmara dan dahana.Asmara berarti “cinta” dan dahana berarti “api”. Dengan demikian, Asmarandhana berarti “api cinta” sehingga dapat juga berarti perasaan asmara/ cinta, perasaan saling menyukai (perasaan lelaki dan perempuan) yang sudah menjadi kodrat Illahi.

b. Asmarandhana berasal dari kata asmara dan dhana.Asmara adalah nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang berarti “api”. Nama Asmarandhana berkaitan dengan peristiwa hangusnya dewa Asmara oleh sorot mata ketiga dewa Siwa seperti disebutkan dalam kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja. Dalam Serat Purwaukara, Smarandhana berarti “remen ing paweweh” (suka memberi).

6. Gambuh

Saka tembung “jumbuh” kang ateges cocok. Yen wis jumbuh utawa pada cocoke antara pria kalawan wanita sing didasari tresna sak dhurunge, diteruske mbangun keluwarga.

[berasal dari kata “jumbuh” yang bermakna cocok. Jika sudah cocok antara pria dan wanita yang didasari cinta sebelumnya, dilanjutkan membangun kehidupan keluarga.]

Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu adalah saling melengkapi dan bersinergi secara harmonis.

Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin.Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.

Gambuh mempunyai beberapa penafsiran:

a. Gambuh berarti “ronggeng, tahu, terbiasa”. Oleh karena itu, tembang Gambuh berwatak atau biasa digunakan dalam suasana tidak ragu-ragu.

b. Gambuh berasal dari kata jumbuh/ sarujuk yang berarti“cocok” sehingga Gambuh menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sudah cocok kemudian dipertemukanlah keduanya yang sudah memiliki perasaan asmara agar menuju ke sebuah pernikahan.

c. Gambuh berasal dari kata gampang nambuh yang berarti “cuek atau acuh tak acuh”.

7. Dhandhanggula

Nggambarake uripe wong kang lagi seneng amarga apa kang dadi panggayuh katurutan. Kelakon duwe sisihan, duwe anak, duwe papan panggonan, ora kurang sandang lan pangan. Iku mau ndadekke rasa bungah.

[menggambarkan hidupnya orang yang sedang senang karena apa yang menjadi keinggunannya terkabul. Terlaksana punya istri, punya anak, punya rumah, tidak kurang sandang dan pangan. Itu semua menjadikan rasa bahagia.]

Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang). Kurangi Keinginan Agar Terjauh dari hutang. Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.

Dhandhanggula mempunyai beberapa penafsiran:

a. Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang dan gula .Dhandhang berarti “angan-angan” dan gula berarti “manis”. Dengan demikian, Dhandhanggula berarti “angan-angan yang manis”.

b. Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri, Prabu Dhandhanggendis yang terkenal sesudah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti “ngajeng-ajeng kasaean” (menanti-nanti kebaikan) sehingga Dhandhanggula menggambarkan hidup orang tersebut sedang merasa senang-senangnya, apa yang dicita-citakan bisa tercapai, bisa memiliki keluarga, mempunyai keturunan, hidup berkecukupan untuk sekeluarga.

8. Durma

Asale saka tembung “darma” utawa berbakti. Manungsa kang wis kacukupan uripe kudu mulat sak kiwa tengene utawa nonton kahanan sedelure lan tanggane kang ora duweni urip kepenak. Banjur sih pitulungan marang sapadha-padha.

[berasal dari kata “darma” atau berbakti. Manusia jika sudah hidup kecukupan harus melihat kanan kirinya, melihat keadaan saudaranya dan tetangga yang masih dalam kesengsaraan. Lalu member pertolongan pada sesamanya.]

Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma, durma berasal dari kata darma / sedekah berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita.
“Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak”.

Durma mempunyai beberapa penafsiran:

a. Durma berasal dari kata nundur tata krama yang berarti “tidak beretika, kurang mengenal sopan santun”.

b. Durma berasal dari kata Jawa Klasik yang berarti “harimau” sehingga sesuai artinya, tembang Durma berwatak atau biasa digunakan dalam suasana seram.

c. Durma berasal dari kata darma/ weweh yang berarti “berdarma/ memberikan sumbangan”. Bila seseorang sudah merasa berkecukupan maka akan timbul rasa kasih sayang kepada sesama yang sedang tertimpa masalah/ musibah, karena pada dasarnya manusia ingin selalu berderma yang mencerminkan rasa kasih sayang di hatinya.

9. Pangkur

Saka tembung “mungkur” kang ateges nyingkiri hawa nepsu angkara murka. Kang dipikir tansah kepengin weweh  marang sapadha-padha.

Dari kata “mungkur” yang artinya menghindari sifat angkara murka. Selalu memikirkan dan melaksanakan niat berbuat baik untuk sesama.]

Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah / upaya yang sungguh-sungguh, dan khususnya di bulan Ramadhan ini mari kita gembleng hati kita agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding kalbu kita.

Pangkur mempunyai beberapa penafsiran:

a. Pangkur berasal dari kata mungkur atau mundur yang berarti sudah memundurkan semua hawa nafsunya, yang dipikirkan hanya berdarma kepada sesama makhluk.

b. Pangkur berasal dari pengertian ngepange pikir arep mangkur yang berarti “pikiran yang bercabang karena usia tua”.

c. Pangkur berasal dari nama punggawa dalam kalangan kependetaan seperti tercantum dalam piagam-piagam berbahasa Jawa Kuno. Dalam Serat Purwaukara, Pangkur berarti “buntut atau ekor”. Oleh karena itu, Pangkur kadang-kadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti “mengekor” dan tut wuntat yang berarti “mengikuti”.


10. Megatruh

Saka tembung “megat ruh” utawa pisah ruhe saka raga. Yen wis titi wancine manungsa ora bisa ngelak saka takdire Pangeran ya kuwi mati.

[dari kata “megat-ruh” atau berpisahnya ruh dengan jasad. Jika sudah waktunya manusia tidak bisa mengelak dari takdir Tuhan, yaitu kematian.

Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya Ruh / Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).
“ Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut “, “ Setiap Jiwa Pasti Akan Mati “.
“ Kullu Man Alaiha Faan “, “ Setiap Manusia Pasti Binasa “.
Akankah kita akan menjumpai Kematian Yang Indah (Husnul Qootimah) ataukah sebaliknya ?

Megatruh mempunyai beberapa penafsiran:

a. Megatruh berasal dari kata megat dan ruh. Megat berarti “memisahkan” dan ruh berarti “sukma, roh” sehingga Megatruh berarti berpisahnya sukma dan raga (yaitu meninggal). Dengan demikian, nyawa sudah lepas dari jasadnya sebab sudah waktunya kembali ke tempat yang telah digariskan oleh Tuhan.

b. Megatruh berasal dari awalan am-, kata pegat dan ruh.Pegat berarti “putus, tamat, pisah, cerai” dan ruh berarti “roh”. Dalam Serat Purwaukara, Megatruh berarti mbucal kan sarwa ala yang berarti “membuang yang serba jelek”. Pegat ada hubungannya dengan pegetyang berarti “istana, tempat tinggal”. Pameget atau pamegat yang berarti “jabatan”.  Samgat atau samgetberarti “jabatan ahli, guru agama”. Dengan demikian, Megatruh berarti petugas yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.

11. Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih)

Manungsa iku yen wis mati dibungkus mori putih utawa diistilahake dipocung.

[manusia jika sudah mati dibungkus kain mori putih atau istilahnya dipocung –tentu saja cara ini berdasarkan syariat Islam.]

Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia.
“ Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna “, “ Sesungguhnya kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati”.

Pucung mempunyai beberapa penafsiran:

a. Pucung adalah nama biji kepayang, yang dalam bahasa latin disebut Pengium edule. Dalam Serat Purwaukara, Pucung berarti kudhuping gegodhongan (kuncup dedaunan) yang biasanya tampak segar. Ucapan cungdalam Pucung cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat lucu yang menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung sehingga tembang Pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.

b. Pucung diartikan pocong yaitu orang meninggal dibungkus kain putih, mengandung pengertian jikasudah menjadi lelayon/ mayat maka jasad dipocong kemudian dikubur.

Jika kita lihat falsafah hidup yang secara tersirat dalam tembang-tembang macapat, maka kita sendiri dapat mengira-ngira kita ini sampai pada tahap yang mana. Namun demikian bukan berarti mutlak bahwa jalan hidup manusia mesti seperti itu karena tentunya setiap pribadi memiliki kesadaran hidup sendiri-sendiri. Kita bisa melihat bahwa tarikan bumi lebih dominan sampai manusia berkeluarga dan kecukupan (dandanggula). Lantas setelah itu tahap kesadaran mengenai hal kelangitan baru menjadi inti selepasnya. Ya, normalnya memang demikian.

Akan tetapi ironisnya dewasa ini tidaklah demikian yang terjadi. Walau umur sudah tua, banyak dari kita masih didominasi oleh tarikan bumi (nafsu harta, tahta, wanita, kekuasaan dll.) Alhasil apa yang dialami bangsa kita sekarang ini adalah buah dari perbuatan kita sendiri. Selepas dandanggula kesadarannya tak meningkat malah makin sekarat. Hm….. hm…. Hm….

Demikian luhurnya filososfi yang terkandung dalam setiap tembang Macapat,.. dimulai dari kita berbentuk roh sampai kita berpisah dengan roh kita, itulah tingkat kehidupan dan pencapaian2 yang ingin digambarkan dalam setiap tembang macapat. Bahwa kehidupan ini tak ada yang instan, untuk sampai pada tujuan tertentu selalu ada tahapan atau tingkatan yang dilalui untuk jadi pribadi yang sempurna. Dan setiap tahapan pasti mengajarkan nilai kehidupan.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...