Kamis, 28 Oktober 2021

TEMBOK DZULQORNAIN PENGHALANG YAKJUJ MAKJUj


Allah Swt. berfirman menceritakan tentang kisah Zulqarnain:

{ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا}

kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). (Al-Kahfi: 92)

Yakni dia menempuh jalan lain dari belahan timur bumi.

{حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ}

Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung. (Al-Kahfi: 93)

As-saddain artinya dua buah bendungan, makna yang dimaksud ialah dua buah gunung yang berdampingan, sedangkan di tengah-tengahnya terdapat celah yang memisahkan di antara keduanya. Dari celah itulah Ya-juj dan Mu-juj memasuki dunia manusia, menyerang negeri Turki serta menimbulkan banyak kerusakan padanya, hewan ternak, dan tanam-tanaman.

Ya-juj dan Ma-juj adalah keturunan Bani Adam, seperti yang disebutkan di dalam hadis kitab Sahihain:

"إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: يَا آدَمُ. فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. فَيَقُولُ: ابْعَثْ بَعْثَ النَّارِ. فَيَقُولُ: وَمَا بَعْثُ النَّارِ؟ فَيَقُولُ: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٌ وَتِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ إِلَى النَّارِ، وَوَاحِدٌ إِلَى الْجَنَّةِ؟ فَحِينَئِذٍ يَشِيبُ الصَّغِيرُ، وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا، فَيُقَالُ: إِنَّ فِيكُمْ أُمَّتَيْنِ، مَا كَانَتَا فِي شَيْءٍ إِلَّا كَثَّرَتَاهُ: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ"

Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, "Hai Adam!". Adam menjawab, "Labbaika wasa'daika.”Allah berfirman, "Kirimkanlah rombongan ke neraka!" Adam bertanya, "Berapa orangkah yang dikirimkan ke neraka?”Allah Swt. berfirman, "Dari setiap seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilannya ke neraka, sedangkan yang seorang dikirimkan ke surga.” Maka pada saat itulah anak kecil beruban (karena susah dan tekanan hari itu), dan setiap wanita yang mengandung mendadak melahirkan kandungannya(karena terkejut dengan peristiwa hari kiamat). Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya di antara kalian terdapat dua umat, tidak sekali-kali mereka berada pada sesuatu, melainkan menjadikannya golongan mayoritas, yaitu Ya-juj dan Ma-juj.”

Imam Nawawi rahimahullah telah meriwayatkan di dalam kitab Syarah Muslim-nya dari sebagian orang-orang, bahwa Ya-juj dan Ma-juj diciptakan dari air mani yang dikeluarkan oleh Nabi Adam, kemudian air mani itu bercampur dengan tanah (pasir), maka mereka diciptakan darinya.

Dengan demikian, berarti mereka diciptakan dari Adam saja, tanpa ibu Hawa; pendapat ini garib sekali. Kemudian tidak ada dalil yang menguatkannya, baik ditinjau dari rasio maupun dalil naqli. Tidak boleh dijadikan pegangan dalam hal ini apa yang diriwayatkan dari sebagian dari Ahli Kitab, karena di dalam kitab mereka banyak kisah yang telah dirubah dan dibuat-buat.

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan melalui Samurah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"وَلَدُ نُوحٌ ثَلَاثَةً: سَامٌ أَبُو الْعَرَبِ، وَحَامٌ أَبُو السُّودَانِ، وَيَافِثُ أَبُو التُّرْكِ"

Nuh melahirkan tiga orang anak, yaitu Sam kakek moyang bangsa Arab, Ham kakek moyang bangsa orang yang berkulit hitam, dan Yafis kakek moyang bangsa Turki.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Ya-juj dan Ma-juj berasal dari keturunan Yafis kakek moyangnya bangsa Turki. Disebutkan bahwa sesungguhnya sebutan nama Turki bagi mereka karena mereka ditinggalkan di belakang bendungan tersebut, yakni dikucilkan dari dunia ramai. Sebab pada kenyataannya Ya-juj dan Ma-juj masih serumpun dengan bangsa Turki, hanya saja Ya-juj dan Ma-juj berwatak angkara murka, suka merusak, dan mempunyai keberanian yang luar biasa.

Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan sebuah asar yang cukup panjang lagi aneh isinya. Di dalamnya disebutkan tentang perjalanan Zulqarnain dan pembangunan bendungan yang dilakukannya serta semua kejadian yang dialaminya, di dalamnya terkandung banyak hal yang aneh lagi tidak rasional menyangkut bentuk, sifat, tinggi, dan pendek kaum-kaum yang dijumpainya serta telinga mereka. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari ayahnya sehubungan dengan hal ini hadis-hadis yang garib, tidak sahih sanadnya.

Firman Allah Swt.:

{وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلا}

dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. (Al-Kahfi: 93)

karena bahasa mereka asing dan mereka jauh dari keramaian manusia.

{قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا}

Mereka berkata, "Hai Zulqarnain, sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu (upeti). (Al-Kahfi: 94)

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kharjan ialah imbalan yang besar. Mereka bermaksud akan menghimpun dana di antara sesama mereka dalam jumlah yang cukup besar untuk diberikan kepada Zulqarnain sebagai imbalan jasanya. Maka Zulqarnain menjawab dengan nada yang terhormat, menunjukkan pendalaman agamanya yang sempurna, saleh lagi menghendaki kebaikan:

{مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ}

Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik. (Al-Kahfi: 95)

Yaitu kerajaan dan kekuasaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadaku lebih baik bagiku daripada harta yang kalian himpunkan. Perihalnya sama dengan perkataan Sulaiman a.s. yang disitir oleh firman-Nya:

{أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ}

Apakah (patut) kalian menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan­Nya kepada kalian. (An-Naml: 36)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Zulqarnain, yaitu: "Apa yang ada padaku jauh lebih baik daripada apa yang kalian berikan itu, tetapi aku meminta kepada kalian agar membantuku dengan sekuat tenaga melalui jasa kerja kalian dan pengadaan bahan bangunan yang diperlukan."

{أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا * آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ}

agar aku membuatkan dinding antara kalian dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi. (Al-Kahfi: 95-96)

Az-zubur bentuk jamak dari zabrah, artinya potongan besi. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah, potongan besi itu akan dijadikan sebagai batanya. Menurut suatu riwayat, berat setiap potongan besinya adalah satu kuintal Damaskus atau lebih.

{حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ}

Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua(puncak) gunung itu. (Al-Kahfi: 96)

Yakni setelah potongan-potongan besi itu disusun mulai dari pondasinya, hingga ketinggiannya sama rata dengan puncak kedua bukit seraya menutup celah yang ada di antara keduanya; para ulama berbeda pendapat tentang tinggi dan lebar dinding tersebut, banyak pendapat mengenainya di kalangan mereka.

{قَالَ انْفُخُوا}

berkatalah Zulqarnain, "Tiuplah (api itu).” (Al-Kahfi: 96)

Maksudnya, nyalakanlah api untuk membakarnya, hingga manakala dinding besi itu telah menjadi api.

{قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا}

dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (yang mendidih)agar kutuangkan ke atas besi panas itu.” (Al-Kahfi: 96)

Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dituangkan itu adalah tembaga; sebagian dari mereka menambahkan tembaga yang telah dilebur, dengan berdalilkan firman Allah Swt.:

{وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ}

dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. (Saba: 12)

Karena itulah maka bendungan ini diserupakan dengan kain burdah yang berlurik (bergaris).

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ قَالَ: ذُكِرَ لَنَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ رَأَيْتَ سَدَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ، قَالَ: "انْعَتْهُ لِي" قَالَ: كَالْبُرْدِ الْمُحَبَّرِ، طَرِيقَةٌ سَوْدَاءُ. وَطَرِيقَةٌ حَمْرَاءُ. قَالَ: "قَدْ رَأَيْتُهُ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah yang mengatakan, "Pernah diceritakan kepada kami (para Tabi'in) bahwa seorang lelaki berkata kepada Rasullullah Saw.; "Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya saya telah melihat bendungan Ya-juj dan Ma-juj." Nabi Saw. bersabda, "Kalau begitu, gambarkanlah keadaannya kepadaku!". Lelaki itu berkata, "Dari kejauhan tampak bentuknya seperti kain burdah yang bergaris, yakni garis hitam dan garis merah." Nabi Saw. bersabda, "Kalau begitu, berarti kamu telah melihatnya." Hadis ini berpredikat mursal.

Khalifah Al-Wasiq di masa pemerintahannya pernah memerintahkan kepada salah seorang amir (pembantu)nya untuk membuat tim ekspedisi guna melihat bendungan tersebut, lalu bila mereka kembali nanti harus menceritakan kepadanya keadaan bendungan tersebut secara rinci. Tim yang tergabung dalam ekspedisi ini menjelajahi berbagai negeri dan keraja­an, hinga konon akhirnya mereka berhasil menemukan bendungan tersebut dan menyaksikan bangunannya yang terbuat dari besi dan tembaga.

Disebutkan bahwa mereka melihat sebuah pintu besar pada bendungan itu dan gembok yang sangat besar. Mereka sempat pula melihat adanya sisa-sisa batu bata dan pekerjaan di salah satu menaranya, dan bahwa bendungan tersebut dijaga ketat oleh penjaga-penjaga dari kerajaan-kerajaan yang berdekatan dengannya. Dikatakan pula bahwa bendungan tersebut sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada bukit-bukit yang ada di sekitarnya.

Kemudian tim ekspedisi ini kembali ke negeri mereka. Lama masa perjalanan mereka lebih dari dua tahun; dalam perjalanannya itu mereka menyaksikan berbagai kejadian yang mengerikan dan hal-hal yang aneh.

Allah Swt. menceritakan tentang Ya-juj dan Ma-juj, bahwa sesungguhnya mereka tidak mampu naik ke atas bendungan (dinding) itu, tidak mampu pula melubangi bawahnya, maka masing-masing diungkapkan dengan bahasa yang sesuai dengan maknanya. Lalu disebutkanlah oleh firman-Nya:

{فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا}

Maka mereka tidak dapat mendakinya dan mereka tidak dapat (pula) melubanginya. (Al-Kahfi: 97)

Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu melubangi dan tidak dapat berbuat sesuatu pun terhadap dinding itu.

Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa:

حَدَّثَنَا رُوحٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَة، عَنْ قَتَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ لَيَحْفِرُونَ السَّدَّ كُلَّ يَوْمٍ، حَتَّى إِذَا كَادُوا يَرَوْنَ شُعَاعَ الشَّمْسِ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَحْفِرُونَهُ غَدًا فَيَعُودُونَ إِلَيْهِ كَأَشَدِّ مَا كَانَ، حَتَّى إِذَا بَلَّغَتْ مُدَّتُهُمْ وَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَهُمْ عَلَى النَّاسِ [حَفَرُوا حَتَّى إِذَا كَادُوا يَرَوْنَ شُعَاعَ الشَّمْسِ] قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَتَحْفِرُونَهُ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ. وَيَسْتَثْنِي، فَيَعُودُونَ إِلَيْهِ وَهُوَ كَهَيْئَتِهِ حِينَ تَرَكُوهُ، فَيَحْفِرُونَهُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى النَّاسِ، فَيُنَشِّفُونَ الْمِيَاهَ، وَيَتَحَصَّنُ النَّاسُ مِنْهُمْ فِي حُصُونِهِمْ، فَيَرْمُونَ بِسِهَامِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ، [فَتَرْجِعُ وَعَلَيْهَا هَيْئَةُ الدَّمِ، فَيَقُولُونَ: قَهَرْنَا أَهْلَ الْأَرْضِ وَعَلَوْنَا أَهْلَ السَّمَاءِ]. فَيَبْعَثُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ نَغَفًا فِي أَقْفَائِهِمْ، فَيَقْتُلُهُمْ بِهَا. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ دَوَابَّ الْأَرْضِ لَتَسْمَنُ، وَتَشْكُرُ شُكْرًا مِنْ لُحُومِهِمْ وَدِمَائِهِمْ"

telah menceritakan kepada kami Ruh, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Rafi', dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang mengatakan: bahwa sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj benar-benar menggali bendungan itu setiap malam, manakala mereka hampir menembusnya, terbitlahlah sinar matahari, pemimpin mereka berkata, "Marilah kita pulang, besok kita lanjutkan lagi galian ini." Akan tetapi, pada malam berikutnya bendungan itu utuh kembali dan lebih kuat daripada semula. Mereka terus melakukan hal itu, dan apabila Allah berkehendak mengeluarkan mereka ke masyarakat manusia, dan mereka melihat sinar matahari, maka pemimpin mereka berkata.”Marilah kita pulang, besok kita lanjutkan galian ini. Insya Allah.'' Ternyata mereka mengucapkan kalimat 'Insya Allah. Maka pada malam berikutnya saat mereka kembali, ternyata mereka menjumpai hasil galiannya tetap ada seperti saat mereka meninggalkannya. Lalu mereka menggalinya dan berhasil menjebol bendungan itu, kemudian mereka menuju ke khalayak ramai manusia. Mereka menghirup air sehingga kering, dan manusia berlindung dari serangan mereka di benteng-bentengnya. Kemudian Ya-juj dan Ma-juj membidikkan anak-anak panah mereka ke arah langit, lalu anak-anak panah mereka jatuh kembali dengan membawa cairan seperti darah. Maka mereka berkata, "Kita berhasil mengalahkan bumi dan menang atas penduduk langit." Maka Allah menimpakan penyakit di leher-leher mereka berupa ulat, sehingga ulat-ulat itu membunuh mereka semua. Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya hewan-hewan di bumi benar-benar menjadi gemuk-gemuk dan hidup senang karena daging dan darah bangkai Ya-uij dan Ma-juj.

Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Hasan Ibnu Musa Al-Asyhab, dari Sufyan, dari Qatadah dengan sanad yang sama.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Azhar ibnu Marwan, dari Abdul A'la, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah yang menceritakan bahwa Abu Rafi' pernah menceritakan hadis ini.

Imam Turmuzi mengetengahkannya melalui hadis Abu Uwwanah, dari Qatadah. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini garib, tidak dikenal melainkan hanya dari jalur ini, sanadnya jayyid lagi kuat. Akan tetapi, matan (teks) hadis mengandung keganjilan dalam predikat marfu'-nya, karena makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa Ya-juj dan Ma-juj tidak mampu menaikinya dan tidak mampu pula melubanginya, mengingat kerasnya bendungan itu serta kekuatan dan kekokohannya.

Akan tetapi, hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ka'bul Ahbar, bahwa Ya-juj dan Ma-juj sebelum keluarnya mendatangi bendungan itu lalu menggerogotinya hingga tiada yang tersisa dari tembok bendungan itu kecuali hanya sedikit. Kemudian mereka berkata, "Besok kita buka bendungan ini." Pada keesokan harinya mereka datang ke bendungan itu yang ternyata telah kembali seperti sediakala dalam keadaan utuh. Kemudian mereka menggerogotinya lagi, hingga tiada yang tersisa kecuali hanya sedikit, lalu mereka mengatakan hal yang sama. Dan pada keesokan harinya mereka menjumpai bendungan itu seperti sediakala. Maka mereka kembali menggerogotinya dan mengatakan, "Besok kita lanjutkan lagi pekerjaan ini." Hanya kali ini mereka sadar dan akhirnya mereka mengucapkan kalimat 'Insya Allah'. Ternyata pada keesokan harinya mereka menjumpai bendungan itu dalam keadaan seperti yang mereka tinggalkan. Akhirnya mereka berhasil membukanya.

Ini merupakan suatu bukti dan barangkali Abu Hurairah menerima kisah ini dari Ka'b karena dia sering duduk bersamanya dan mendengarkan kisah-kisahnya. Lalu Abu Hurairah mengetengahkan kisah ini, sehingga sebagian perawi menduga bahwa hadis ini berpredikat marfu’. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya.

Bukti yang memperkuat pendapat kita yang menyatakan bahwa Ya-juj dan Ma-juj tidak dapat menjebol bendungan itu dan tidak dapat pula melubangi suatu bagian pun darinya, dan bahwa hadis tadi diragukan predikat marfu'-nya, adalah adanya ucapan Imam Ahmad dalam hadis lainnya.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Zainab binti Abu Salamah, dari Habibah binti Ummu Habibah binti Abu Sufyan dari ibunya (Ummu Habibah), dari Zainab binti Jahsy (istri Nabi Saw.). Sufyan mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh empat orang wanita. Zainab binti Jahsy menceritakan bahwa Nabi Saw. bangun dari tidurnya dalam keadaan berwajah merah, lalu bersabda:

"لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ! وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ! فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذَا". وحَلَّق. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: "نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ"

"Tidakada Tuhan selain Allah, celakalah orang-orang Arab, karena keburukan yang sudah dekat. Pada hari ini telah terbuka sebagian dari bendungan (yang menyekap) Ya-juj dan Ma-juj selebar ini, "seraya memperagakannya. Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita binasa, sedangkan di kalangan kita terdapat orang-orang yang saleh?” Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bila telah banyak kekacauan.”

Hadis ini sahih, Imam Bukhari dan Imam Muslim telah sepakat dengan hadis ini dalam pengetengahannya melalui riwayat Az-Zuhri. Akan tetapi, di dalam riwayat Imam Bukhari tidak disebutkan Habibah, dan hanya di dalam riwayat Imam Muslim yang disebutkan. Di dalam hadis ini terdapat banyak hal yang jarang terjadi dalam isnad-nya. Antara lain ialah riwayat Az-Zuhri dari Urwah, padahal kedua-duanya adalah Tabi'in. Hal yang jarang lainnya ialah di dalam sanad hadis ini terdapat empat orang wanita yang sebagian darinya meriwayatkan hadis ini dari sebagian yang lainnya, kemudian mereka semua adalah sahabat. Dua orang wanita di antaranya adalah anak tiri Nabi Saw., sedangkan dua wanita lainnya adalah istri-istri Nabi Saw.

Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abu Hurairah pula.

فَقَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا مُؤمَّل بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "فُتِح الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذَا" وَعَقَدَ التِّسْعِينَ.

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wahb, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Pada hari ini telah dibuka sebagian dari bendungan Ya-juj dan Ma-juj selebar ini. Lalu Nabi Saw. mengisyaratkan dengan (jari-jari) tangannya menunjukkan bilangan sembilan puluh sembilan.'

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Wahb dengan sanad yang sama.

Firman Allah Swt.:

{قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي}

Zulqarnain berkata, "(bendungan) ini adalah rahmat dari Tuhanku.” (Al-Kahfi: 98)

Zulqarnain setelah membangun bendungan (dinding) itu berkata: (bendungan) ini adalah rahmat Tuhanku.(Al-Kahfi: 98) buat umat manusia, karena bendungan tersebut mendindingi antara mereka (manusia) dengan Ya-juj dan Ma-juj, sehingga Ya-juj dan Ma-juj tidak dapat mengacau dan merusak bumi (tempat manusia tinggal).

{فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي}

maka bila telah datang janji Tuhanku. (Al-Kahfi: 98)

maksudnya apabila telah dekat janji yang benar, yakni hari kiamat.

{جَعَلَهُ دَكَّاءَ}

Dia akan menjadikannya hancur luluh. (Al-Kahfi: 98)

Yakni rata dengan tanah. Orang-orang Arab mengatakan sehubungan dengan makna dakka,bahwa naqatun dakka' artinya unta yang tidak ada punuk pada punggungnya sehingga punggungnya rata. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:

{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا}

Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikan­nya gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143)

Yaitu rata dengan tanah.

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka apabila sudah datang janji Tuhanku. Dia akan menjadikannya hancur luluh. (Al-Kahfi: 98) Maksudnya, menjadi jalan seperti semula sebelum dibangun dinding itu. dan janji Tuhanku adalah benar. (Al-Kahfi: 98) Yakni pasti terjadi.

Firman Allah Swt.:

وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ

Kami biarkan sebagian dari mereka. (Al-Kahfi: 99)

Yaitu sebagian dari manusia.

يَوْمَئِذٍ

di hari itu. (Al-Kahfi: 99)

Yakni pada hari hancurnya bendungan itu, lalu Ya-juj dan Ma-juj keluar dari dinding itu menuju ke dunia manusia, maka Ya-juj dan Ma-juj datang bergelombang menyerang manusia dengan menimbulkan kerusakan pada harta benda dan menghancurkan segala sesuatu yang dimiliki manusia.

Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain. (Al-Kahfi: 99) Demikian itu terjadi ketika Ya-juj dan Ma-juj keluar menuju ke dunia manusia. Hal ini terjadi sebelum hari kiamat dan sesudah peristiwa Dajjal, seperti yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir firman Allah Swt. yang mengatakan:

{حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ * وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ}

Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit). (Al-Anbiya: 96-97)

Dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:

{وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ}

Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain. (Al-Kahfi: 99)

Bahwa hal ini merupakan permulaan hari kiamat,

{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ}

kemudian ditiup lagi sangkakala. (Al-Kahfi: 99)

Yakni sesudah peristiwa itu.

{فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا}

lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya. (Al-Kahfi: 99)

Ulama lainnya berpendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lainnya. (Al-Kahfi: 99) Bahwa hal ini menceritakan tentang jin dan manusia pada hari kiamat nanti, mereka bercampur aduk dengan yang lainnya menjadi satu.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Humaid, dari Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antrah, dari seorang guru dari kalangan Bani Fazzarah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain. (Al-Kahfi: 99) Bahwa apabila jin dan manusia bercampur aduk menjadi satu, iblis berkata, "Aku akan mencari berita tentang perkara ini buat kalian." Maka iblis pergi ke arah timur, ia menjumpai para malaikat telah menghadangnya. Kemudian iblis pergi ke arah barat, maka ia menjumpai para malaikat yang telah menjaga bumi kawasan itu. Iblis berkata, "Tidak ada jalan." Lalu ia pergi ke arah kanan dan kiri sampai ke ujung dunia, maka ia menjumpai para malaikat menjaganya, hingga iblis berkata, "Tidak ada jalan bagiku." Ketika iblis dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba di tengah jalan muncul sesuatu seperti jaring, maka jaring itu menangkap iblis dan keturunannya. Ketika iblis dan keturunannya telah masuk ke dalam perangkap itu, tiba­-tiba neraka bergejolak, dari dalamnya Allah mengeluarkan salah seorang malaikat penjaganya. Malaikat itu berkata.”Hai iblis, bukankah dahulu kamu mempunyai kedudukan di sisi Tuhanmu, bukankah kamu dahulu tinggal di dalam surga?" Iblis menjawab, "'Hari ini bukanlah hari celaan. Seandainya Allah memfardukan kepada diriku suatu kewajiban, niscaya aku akan menyembah-Nya dalam menunaikan kewajiban itu dengan amal ibadah yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun semisalnya dari kalangan makhluk-Nya." Malaikat penjaga neraka itu berkata, "Sesungguhnya Allah telah memfardukan kepadamu suatu kewajiban' Iblis bertanya, "kewajiban apakah itu?" Malaikat menjawab, "Allah memerintahkan kepadamu agar masuk neraka." Maka malaikat itu mengibaskan sayapnya kepada iblis dan keturunannya, sehingga iblis dan keturunannya terlempar ke dalam neraka. Saat itu neraka bergemuruh menggelegar dengan suara yang dahsyat; tiada seorang malaikat terdekat, dan tiada seorang nabi yang diutus pun melainkan terduduk bersideku di atas lututnya (karena ketakutan).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ya'qub Al-Qummi dengan sanad yang sama. Kemudian ia meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Ya'qub, dari Harun, dari Antrah, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain. (Al-Kahfi: 99) Bahwa makna yang dimaksud ialah jin dan manusia bercampur aduk antara satu dengan yang lainnya, menjadi satu.

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْعَبَّاسِ الْأَصْفَهَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَسْعُودٍ أَحْمَدُ بْنُ الْفُرَاتِ، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ وَهْبِ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِنْ وَلَدِ آدَمَ، وَلَوْ أُرْسِلُوا لَأَفْسَدُوا عَلَى النَّاسِ مَعَايِشَهُمْ، وَلَنْ يَمُوتَ مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا تَرَكَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَلْفًا فَصَاعِدًا، وَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِمْ ثَلَاثَ أُمَمٍ: تَاوِيلَ، وَتَايَسَ وَمَنْسَكَ"

Imam Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnul Abbas Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud Ahmad ibnul Furat, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Muslim, dari Abu Ishaq, dari Wahb ibnu Jabir, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj dari keturunan Adam. Seandainya mereka dilepas, tentulah mereka akan membuat kerusakan di kalangan manusia terhadap penghidupannya. Tiada seorang pun dari mereka mati melainkan meninggalkan keturunannya dalam jumlah seribu atau lebih. Dan sesungguhnya di belakang mereka terdapat tiga umat (golongan), yaitu Tawil, Tayis, dan Mansak.

Hadis ini berpredikat garib, bahkan munkar lagi daif.

Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim, dari Amr ibnu Aus, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Aus ibnu Abu Aus) secara marfu':

"إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ لَهُمْ نِسَاءٌ، يُجَامِعُونَ مَا شاؤوا، وشجر يلقحون ما شاؤوا، وَلَا يَمُوتُ مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا تَرَكَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَلْفًا فَصَاعِدًا"

Sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj mempunyai kaum wanita yang mereka setubuhi sesukanya, dan mempunyai pepohonan yang mereka cangkokkan menurut apa yang mereka sukai. Tidaklah mati seseorang dari mereka melainkan meninggalkan keturunannya sebanyak seribu lebih.

Firman Allah Swt.:

{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ}

Kemudian ditiup lagi sangkakala. (Al-Kahfi: 99)

As-Sur atau sangkakala seperti apa yang disebutkan di dalam hadis berupa terompet yang berbentuk tanduk, dan yang ditugaskan untuk meniupnya ialah Malaikat Israfil a.s. hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak, sebagian darinya telah disebutkan, antara lain ialah sebuah hadis dari Atiyyah, dari Ibnu Abbas dari Abu Sa'id secara marfu' Menyebutkan:

"كَيْفَ أَنْعَمُ، وَصَاحِبُ القَرْن قَدِ الْتَقَمَ القَرْن، وَحَنَى جَبْهَتَهُ وَاسْتَمَعَ مَتَى يُؤْمَرُ". قَالُوا: كَيْفَ نَقُولُ؟ قَالَ: "قُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا"

Mana mungkin saya merasa senang, sedangkan malaikat pemegang sangkakala telah meletakkan sangkakalanya ke dalam mulutnya seraya mengernyitkan dahinya menunggu perintah yang didengarnya. Lalu para sahabat bertanya," Maka apakah yang harus kami ucapkan?". Rasulullah Saw. bersabda: Cukuplah Allah (Penolong) bagi kita, Dia sebaik-baik Pelindung, hanya kepada Allah-lah kita bertawakal.

Firman Allah Swt.:

{فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا}

lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya. (Al-Kahfi: 99)

Yakni Kami hadirkan semuanya untuk perhitungan amal perbuatan. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ}

Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (Al-Waqi'ah: 49-50)

{وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا}

dan Kami kumpulkan seluruh manusia dan tidak Kami tinggalkan seseorang pun dari mereka. (Al-Kahfi: 47)

DI MANAKAH TEMBOK ZULKARNAIN?

Persoalan ini pun telah mendapat perhatian dari para sarjana Islam. Ramai yang telah mengkajinya dengan terperinci. Malah ada ekspedisi-ekspedisi silam yang telah dilakukan untuk mencari di mana letaknya tembok tersebut. Untuk mengelakkan dari menulis terlalu panjang, saya ringkaskan di sini bahawa setakat ini seolah-olah terdapat satu persetujuan bahawa lokasi Tembok Zulkarnain sudah ditemui. Saya telah melakukan carian demi carian untuk mendapatkan foto Tembok Zulkarnain tetapi masih gagal. Namun begitu, dalam artikel ini saya paparkan kawasan lokasi Tembok Zulkarnain untuk kita sama-sama renungkan.

Kawasan yang dipercayai terletaknya tembok Zulkarnain berada di Utara Georgia, selatan Rusia, iaitu di banjaran Gunung Caucasus (bahagian tengah Greater Caucasus Mountains), iaitu di kaki Gunung Kazbek. Kawasan ini dikenali sebagai Lorong Dariel atau Daryal (Dariel Pass, ketinggiannya ialah 3,950 kaki atau 1,204 meter dari aras laut). Kedudukannya berhampiran dengan Sungai Terek. Terdapat satu jalan tentera Georgia yang merentasi lorong ini (ini baru saja dibina oleh Rusia tahun 1850′an) dan sejak zaman silam ianya terkenal sebagai lorong yang dilalui untuk tujuan menjajah. Pada zaman silam, Lorong Dariel ini juga dikenali sebagai Gerbang Alan, atau Gerbang Caucasia, atau Gerbang Iberia.

Al-Marhum Abul Kalam Azad pun menyatakan begitu. Beliau mengakui bahawa di Georgia terdapat satu timbunan besar tembok yang dibuat daripada besi bercampur tembaga di Bukit Qawqaz (Caucasian Mountain) di suatu kawasan yang sempit iaitu antara dua bukit Darial (Dariel). Keadaan bukit itu curam memanjang dari Laut Hitam hingga Laut Qazwain. Ianya menghubungkan antara dua laut ini. Panjangnya 1,200 kilometer. Bukit Darial ini secara umumnya masih tidak terusik, masih teguh, mempunyai bentuk berlapis-lapis. Di sana ada suatu timbunan yang tinggi daripada besi tulen bercampur tembaga tulen di Tembok Darial. Ia adalah merupakan suatu hasil kerja menyumbat satu lubang yang ada di situ. Penduduk-penduduk tempatan takut untuk mengusik atau mengubahnya. Hanya perubahan semulajadi saja yang berlaku di situ. Terdapat proses penerokaan tanah berlaku di sebelah-menyebelah tembok itu, tapi tidak menjejaskan tembok itu sendiri. Ini menyebabkan wujudnya ruang-ruang kosong antara batu-batu bukit dan Tembok Zulkarnain, yang masih kukuh hingga sekarang. Nampaknya manusia di atas muka bumi pun tidak mampu untuk melubanginya mahupun mendakinya.

Banjaran Gunung Caucasia merupakan satu rekahan (fracture, sebagaimana “geological fault-line”), dan ia adalah pembahagi bukan saja dari sudut geografi dan budaya etnik, malah juga dari sudut geopolitik. Terdapatnya kaum yang ganas dan membuat kerosakan (bangsa Monggol) di sebelah utara menyebabkan Tembok Besar China telah dibina, begitu juga Tembok Hadrian (Roman Limes). Ada yang berpendapat bahawa Gerbang Caucasia dibina untuk melindungi Timur Tengah (dari kaum nomad bangsa Eurasia).

Gerbang Caucasia juga sering disebut sebagai “Pillars, Stronghold” atau “Iron Gate of Alexander The Great” oleh penulis-penulis klasik. Barat juga menganggap bahawa Tembok Zulkarnain (Gerbang Caucasia) ini dibina untuk mengepung Gog dan Magog dari melakukan keganasan dan kerosakan yang lebih banyak. Pada hari ini, lambang Georgia (matahari, bulan dan lima bintang) kononnya adalah sempena lambang Iskandar (Zulkarnain).

Kawasan pergunungan Caucasus ini agak unik. Di sini terdapat 62 bahasa yang dituturkan oleh 5 keluarga besar, budayanya juga berbagai. Kawasan ini juga terkenal sebagai kawasan yang selalu berlaku peperangan antara kaum, pertumpahan darah dan peperangan kolonial sejak zaman berzaman. Lorong Dariel (tempat Tembok Zulkarnain) berada di kaki Gunung Kazbek (5033m/16,800′) dan Elbrus (5642m/18,800′). Kedua-dua gunung ini adalah gunung berapi yang aktif tapi sudah tidak meletup sejak 500 tahun lampau, menyebabkan penduduk tempatan menganggap ianya gunung berapi yang sudah mati.

Saya telah membuat beberapa siri carian di Internet, dan telah terjumpa antara bukti-bukti bahawa penduduk silam di kawasan ini mempunyai teknologi yang tinggi. Di kawasan Caucasia ini banyak ditemui batu-batu besar yang disusun (megaliths) yang dipercayai merupakan kepuk kubur (dolmens). Batu-batu ini telah dipotong rapi (high-precision) dan di batu tengahnya telah ditebuk satu lubang bulat. Kehalusan ukiran pada batu adalah amat tinggi, dianggap sehalus kemahiran pengukir permata (jeweller).

Kesombongan Ya`juj dan Ma`juj

Ya`juj dan Ma`juj ketika keluar tidaklah melalui sesuatu kecuali dirosaknya. Tidaklah melalui danau kecuali meminumnya hingga habis. Tidaklah mendapati manusia kecuali dibunuhnya sampai ketika mereka merasa menang membantai seluruh penduduk bumi, mereka menentang penduduk langit. Inilah kesombongan yang luar biasa dari Ya`juj wa Ma`juj.

ثُمَّ يَسِيرُونَ حَتَّى يَنْتَهُوا إِلَى جَبَلِ الْـخُمَرِ وَهُوَ جَبَلُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَيَقُولُونَ: لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي اْلأَرْضِ هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي السَّمَاءِ. فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَرُدُّ اللهُ عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوبَةً دَمًا

“Kemudian mereka berjalan dan berakhir di gunung Khumar, iaitu salah satu gunung di Baitul Maqdis. Kemudian mereka berkata: “Kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai penduduk langit.” Maka mereka melemparkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala kembalikan panah dan tombak-tombak mereka dalam keadaan berlumuran darah.” (HR. Muslim dalam kitab Al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah)

Yakni mereka mengira bahawa darah tersebut bukti kemenangan mereka melawan penduduk langit. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala binasakan seluruhnya pada ketika kemuncak kesombongan mereka dalam waktu yang hampir bersamaan.

Binasanya Ya'juj dan Ma'juj dengan doa Nabi Isa ‘alaihissalam

Diriwayatkan dari An-Nawwas Ibni Sam’an radhiyallahu ‘anhu dalam hadis yang panjang. Di antaranya sebagai berikut:

إِذْ أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لاَ يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اْلأَرْضِ فَلاَ يَجِدُونَ فِي اْلأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلاَّ مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللهِ فَيُرْسِلُ اللهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللهُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا لاَ يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ فَيَغْسِلُ اْلأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ…

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Isa ‘alaihissalam: Sesungguhnya aku mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tidak ada kemampuan bagi seorang pun untuk memeranginya. Maka biarkanlah mereka hamba-hamba-Ku menuju Thuur. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala keluarkan Ya’juj dan Ma’juj dan mereka mengalir dari tiap-tiap tempat yang tinggi. Kemudian mereka melewati danau Thabariyah, dan meminum seluruh air yang ada padanya. Hingga ketika barisan paling belakang mereka sampai di danau tersebut mereka berkata: “Sungguh dahulu di sini masih ada airnya.” Ketika itu dikepunglah Nabiyullah Isa ‘alaihissalam dan para sahabatnya. Hingga kepala sapi ketika itu lebih berharga untuk mereka daripada seratus dinar kamu sekarang ini. Maka Isa dan para sahabatnya berharap (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengirim sejenis ulat yang menyerang leher mereka. Maka pagi harinya mereka seluruhnya binasa menjadi bangkai-bangkai dalam waktu yang hampir bersamaan. Kemudian turunlah (dari gunung Thuur) Nabiyullah Isa dan para sahabatnya, maka tidak didapati satu jengkal pun tempat kecuali dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk mereka. Maka Nabi Isa ‘alaihissalam pun berharap (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan burung-burung yang lehernya seperti unta, membawa bangkai-bangkai mereka dan kemudian dilemparkan di tempat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Kemudian Allah kirimkan hujan yang tidak meninggalkan satu pun rumah mahupun kemah, lalu membasahi bumi hingga menjadi licin. Kemudian dikatakan kepada bumi itu: ‘Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalilah berkatmu...” (HR. Muslim)

Wajib Beriman dengan berita Ya`juj wa Ma`juj

Berita tentang Ya`juj wa Ma`juj adalah berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sehingga seorang muslim yang beriman wajib menerimanya. Bukankah ciri-ciri orang yang bertakwa adalah beriman kepada hal ghaib yang dikhabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya? Dan termasuk hal yang ghaib adalah apa yang akan terjadi pada akhir zaman, termasuk berita akan keluarnya Ya`juj wa Ma`juj?

Namun sebahagian kaum muslimin, khususnya kaum Mu’tazilah dan para rasionalis atau orang-orang yang terpengaruh oleh mereka, menolak berita-berita hadis yang -menurut anggapan mereka- tidak masuk akal. Mereka menganggap hadis-hadis tersebut hanya akan membuat orang lari dari Islam.

Ketika mereka mendengarkan hadis-hadis tentang diangkatnya Nabi Isa ‘alaihissalam dalam keadaan hidup, akan turunnya baginda pada akhir zaman, berita tentang Dajjal -yang sudah ada wujudnya dalam keadaan terbelenggu- atau tentang Ya`juj wa Ma`juj yang masih beranak-pinak dan terus menerus berupaya untuk keluar dari benteng yang dibuat oleh Dzulqarnain, dan lain-lainnya. Mereka benar-benar gelisah, panas dadanya seraya berkata: “Untuk apa hadis-hadis seperti ini disampaikan. Hadis-hadis ini akan menjadikan manusia semakin jauh dari Islam.” Mereka melontarkan olok-olok, celaan, dan berbagai macam ucapan penolakan terhadap hadis-hadis tersebut.

KESIMPULAN

Pada hemat saya kaum Yakjuj dan Makjuj ini mempunyai teknologi yang tinggi (mungkin yang diwarisi dari kaum yang telah musnah ketika taufan Nuh a.s.) dan masih membangunkan teknologinya hingga saat ini. Mengenai siapakah mereka ini sebenarnya, sama ada Mongol atau Tartar atau dari keturunan Yahudi adalah pendapat-pendapat yang hingga kini belum dapat disahkan. Mengenai di manakah Yakjuj dan Makjuj sekarang ini, saya berpendapat bahawa mereka ini terkepung di bawah bumi, bukan di atas bumi dan bukan pula di dimensi yang lain. Bolehlah diputuskan bahawa mereka ini adalah anak-anak Adam dan ciri-ciri mereka adalah sebagaimana manusia di atas muka bumi juga. Para sarjana Islam telah menolak kemungkinan bahawa mereka ini berupa seperti binatang atau berbentuk ganjil dan hodoh.

Satu perkara yang elok dicatat ialah ada sarjana berpendapat bahawa pada akhir zaman nanti kaum Yakjuj dan Makjuj ini keluar dari banyak tempat, bukan hanya dari Tembok Zulkarnain yang telah ditebuk. Keadaan mereka keluar itu ialah secara pantas, berpusu-pusu atau berlumba-lumba, iaitu suatu keadaan keluar dari tempat yang sempit. Saya berpendapat bahawa pada akhir zaman mereka ini akan meluru keluar dari tempat yang tinggi mungkin bermaksud bahawa mereka keluar dari kawasan pergunungan, bukan saja dari pergunungan Caucasus (Tembok Zulkarnain) tapi kawasan-kawasan tinggi yang lain seperti Himalaya. Kemungkinan mereka juga menebuk bekas kawah gunung berapi yang telah mati juga tidak mustahil. Apa pun, ini hanyalah pendapat saya yang serba tidak tahu. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui agaimanakah keadaan Yakjuj Makjuj kini dan ketika ia keluar nanti.

Berita kaum Yakjuj dan Makjuj dan berita Zulkarnain wajib dipercayai oleh seluruh umat Islam kerana ianya secara jelas termaktub dalam Al-Qur’an. Kerana itu jugalah ulama Islam bukan saja telah meneliti berbagai sumber hadis, malah telah menghujahkan pendapat mereka dengan panjang lebar. Kajian demi kajian yang telah dilakukan sebelumnya telah dikaji semula oleh sarjana yang kemudian dengan teliti sekali. Begitulah sikap pengkaji Muslim sejak dari zaman kegemilangan Islam lagi. Sepatutnya sikap ini dapat diteruskan oleh sarjana Muslim zaman ini dan seterusnya zaman berzaman. Walaupun identiti Zulkarnain dan juga identiti Yakjuj dan Makjuj belum lagi bertemu kata putus, sebenarnya usaha-usaha para pengkaji mempunyai hikmah yang amat besar. Mereka telah menyingkap kembali sejarah kegemilangan banyak empayar silam dan ini telah didokumenkan untuk tatapan generasi kemudian. Pada hemat saya, kisah Yakjuj Makjuj dan Zulkarnain dalam Al-Qur’an adalah salah satu dari mukjizat Al-Qur’an itu sendiri. Ianya satu berita misteri besar yang mendorong banyak pengkaji untuk melakukan kajian demi kajian, secara berterusan zaman-berzaman selagi jawapan yang pasti belum ditemui. Umat Islam perlu memperhatikan, menyelidik dan mengkaji untuk menjadi umat yang hebat dan kaya dengan ilmu pengetahuan. Dan jangan lupa, itu semua pun adalah atas rahmat Allah Yang Maha Bijaksana.

SATU BANDING SERIBU , AHLI SYURGA DAN NERAKA


Mari kita cermati hadis berikut ini :

أُبَشِّرُكُمْ بِالْمَهْدِيِّ يُبْعَثُ فِي أُمَّتِي عَلَى اخْتِلَافٍ مِنْ النَّاسِ وَزَلَازِلَ فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا

 “Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa.  Maka ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad)

Kondisi saat ini, kita saksikan tiap hari kondisi Dunia ini makin kacau saja, tetapi menurut hadis di atas itu justru merupakan kabar gembira. Ya itu merupakan kabar gembira karena dengan semakin kacaunya keadaan dunia itu, itu berarti semakin dekatnya kemunculan Imam Mahdi, yang dengan kemunculannya akan membalikkan keadaan Dunia ini dari kacau balau menjadi dipenuhinya bumi ini dengan keadilan dan kejujuran.

Jadi dalam kondisi sekarang ini kita tidak perlu berusaha untuk menghentikan kekacauan ini, karena itu sudah merupakan skenario Allah menjelang kemunculan Imam Mahdi, yang perlu kita lakukan adalah mempersiapkan diri, agar nanti saat munculnya Imam Mahdi kita siap berjuang di barisan Imam Mahdi, bukan malah terkecoh oleh pesona dajjal atau sistim buatan yang dibuat oleh yahudi yang tidak lain merupakan pendukung dajjal.

Ada satu pesona dajjal yang  memuat begitu banyak manusia dan juga dari kalangan ummat yang mengaku sebagai Muslim tertipu adalah sistim pemerintahan yang diterapkan dihampir semua negara yang ada di dunia ini. Sistim pemerintahan itu tidaklah menjadikan hukum Allah sebagai landasan hukumnya, tapi menggunakan hukum buatan manusia. Bagaimana mungkin hukum buatan manusia dianggap lebih baik dari pada hukum buatan Allah, tapi itulah realitas yang terjadi sekarang ini. Itu sama artinya menganggap Allah lebih rendah dari manusia. Itu adalah Syirik Akbar dan ini adalah kezaliman yang paling besar.Tapi banyak ummat Islam tidak menyadarinya. Sangat sedikit ummat Islam yang menyadarinya itu berarti sangat sedikit ummat Islam yang tidak musyrik. Dengan kata lain banyak Ummat Islam yang musyrik tanpa sadar

Mari kita simak hadis kutsi berikut ini :

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: يقول الله تعالى: يا آدم, فيقول: لبيك وسعديك والخير في يديك, فيقول: أخرج بعث النار, قال: وما بعث النار؟ قال: من كل ألف تسع مائة وتسعة وتسعين, فعنده يشيب الصغير وتضع كل ذات حمل حملها

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah azza wa jalla berfirman, ‘Hai Adam!’. Adam menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu’. Allah berfirman, ‘Bangkitlah pada hari kebangkitan neraka!’. Adam pun bertanya, ‘Apakah hari kebangkitan neraka itu ya Allah?’. Allah berfirman, ‘Dari setiap seribu, yang sembilan ratus sembilan puluh sembilan itu ke neraka. Sedangkan yang masuk surga hanya satu. Pada hari itu, anak-anak kecil menjadi beruban dan orang-orang hamilpun melahirkan janinnya’. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menjelaskan bahwa tak sembarang orang dapat masuk dan menikmati kebahagiaan di surga. Sangat sulit untuk mendapatkan surga-Nya. Kita harus memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah secara kuat agar Allah melindungi kita dari siksa api neraka.


Salah satu alasan mengapa manusia mudah tergelincir dan masuk ke dalam lubang dosa adalah godaan setan. Seperti yang kita tahu bahwa setan dan sekutunya memiliki tujuan untuk senantiasa menggoda manusia agar melakukan perbuatan dosa. Banyak hal dan cara yang mereka lakukan untuk bisa menjerumuskan manusia ke lembah maksiat. Bagi orang yang tidak memiliki keimanan yang kuat maka mereka akan lebih mudah terkena godaan setan. Sedangkan, orang yang memilki keimaman kuat maka Allah akan menjaganya dari godaan setan terkutuk.

Meskipun demikian, kita tidak bisa menyalahkan setan begitu saja. Allah menciptakan manusia dengan kelebihan di akal pikiran yang seharusnya bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun, tak semua manusia dapat melakukannya karena mereka tidak berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan hadits sebagai panduan dalam menjalani hidup. Oleh karena itu, sebagai manusia seharusnya kita bisa melihat kebenaran bahwa segala perbuatan dosa akan mendatangkan keburukan.

Selama kita hidup di dunia, kita harus mempertanggungjawabkan segala yang diperbuat ataupun diucapkan di akhirat kelak. Namun, masih banyak orang yang belum menyadarinya. Jadi tak heran jika lebih banyak orang yang melakukan kemaksiatan daripada mereka yang beramal shaleh. Inilah yang membuat perbandingan jumlah penduduk surga dan neraka adalah 1 banding 999.

Beberapa orang mengatakan bahwa hal-hal yang dilarang merupakan hal-hal yang menyenangkan. Sedangkan, sesuatu yang dihalalkan dan diperintahkan adalah sesuatu yang membosankan. Oleh karena itu, jika ia tidak memiliki iman dan cinta pada-Nya maka ia akan memilih melakukan kemaksiatan asal mereka bisa bersenang-senang di dunia. Padahal, kesenangan di dunia hanyalah semu semata dan akan berakhir sesuai ketetapan Allah.

Berdasarkan penjelasan di atas, kita diminta untuk instropeksi diri apakah yang telah kita lakukan selama ini sudah sesuai dengan ajaran Islam. Ingatlah ganjaran yang akan kita dapatkan saat hendak melakukan perbuatan dosa. Bacalah istighfar dan ingatlah Allah agar godaan setan bisa langsung hilang sehingga kita tidak jadi melakukan dosa itu. Keinginan menjadi satu orang yang masuk surga dapat dijadikan sebagai motivasi untuk kita terus beramal dan ingat bahwa 999 dari 1.000 orang akan masuk neraka.

Allah Swt. berfiiman memberitakan bahwa Dia tidak menganiaya seorang makhluk pun di hari kiamat nanti barang sebesar biji sawi, tidak pula barang seberat zarrah, melainkan Dia pasti menunaikannya dan melipatgandakannya jika hal itu merupakan amal kebaikan. Seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

وَنَضَعُ الْمَوازِينَ الْقِسْطَ

Kami akan memasang timbangan yang tepat. (Al-Anbiya: 47)

Allah Swt. telah berfirman pula menceritakan perihal Luqman, bahwa ia pernah mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

يَا بُنَيَّ إِنَّها إِنْ تَكُ مِثْقالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّماواتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ

Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya. (Luqman: 16)

Dan dalam ayat yang lain Allah Swt. telah berfirman:

{يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ. فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}

Pada hari itu manusia keluar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az-Zalzalah: 6-8)
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan hadis syafaat yang cukup panjang. Di dalamnya antara lain disebutkan hal berikut:

«فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ، فَأَخْرِجُوهُ مِنَ النَّارِ»

Maka Allah Swt. berfirman, "Kembalilah kalian. Maka barang siapa yang kalian jumpai dalam kalbunya iman sebesar biji sawi, keluarkanlah dia oleh kalian dari neraka.'"

Dalam lafaz yang lain disebutkan:

«أَدْنَى أَدْنَى أَدْنَى مِثْقَالِ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ، فَأَخْرِجُوهُ مِنَ النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا»

"Kadar iman yang jauh lebih kecil, jauh lebih kecil, jauh lebih kecil dari zarrah, maka keluarkanlah dia oleh kalian dari neraka. Lalu keluarlah dari neraka manusia yang jumlahnya banyak."

Kemudian Abu Sa'id mengatakan, "Bacalah oleh kalian jika kalian suka firman Allah Swt. berikut," yaitu:Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah. (An-Nisa: 40)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Harun ibnu Antarah, dari Abdullah ibnus Saib, dari Zazan, bahwa sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud pernah mengatakan hal berikut: Kelak di hari kiamat seorang hamba laki-laki atau seorang hamba perempuan didatangkan, lalu ada juru penyeru menyerukan di kalangan semua makhluk, baik yang terdahulu maupun yang terkemudian, "Ini adalah Fulan bin Fulan. Barang siapa yang mempunyai hak terhadapnya, hendaklah ia datang mengambil haknya." Maka hamba wanita merasa gembira bila ia mempunyai hak atas ayahnya atau ibunya atau saudaranya atau suaminya. Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101); Lalu Allah memberikan ampunan dari haknya menurut apa yang dikehendakinya, tetapi Dia tidak memberikan ampunan barang sedikit pun yang bertalian dengan hak-hak orang lain. Lalu hamba yang dipanggil dihadapkan di muka orang-orang (yang bersangkutan dengannya), dan Allah Swt. berfirman kepadanya, "Berikanlah kepada orang-orang itu hak-hak mereka!" Hamba yang bersangkutan menjawab, "Ya Tuhanku, dunia telah lenyap. Dari manakah aku dapat memenuhi hak-hak mereka?" Allah Swt. berfirman, "Ambillah oleh kalian dari amal-amal salehnya!" Lalu para malaikat memberikan kepada orang-orang itu haknya masing-masing sesuai dengan perbuatan aniaya si hamba (terhadap dirinya). Jika si hamba yang bersangkutan adalah kekasih Allah, dan masih ada tersisa sebesar zarrah dari amal salehnya, maka Allah melipatgandakannya untuk si hamba hingga si hamba masuk surga karenanya. Selanjutnya Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya kepada kami, yaitu: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya. (An-Nisa: 40); Jika si hamba yang bersangkutan adalah orang yang celaka, maka malaikat yang ditugaskan berkata melapor, "Ya Tuhanku, semua kebaikannya telah habis, sedangkan orang-orang yang menuntutnya masih banyak." Lalu Allah Swt. berfirman, "Ambillah dari amal keburukan mereka, kemudian tambahkanlah kepada amal keburukan si hamba itu." Kemudian si hamba yang bersangkutan dibelenggu dan dimasukkan ke dalam neraka.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir melalui jalur lain dari Zazan dengan lafaz yang semisal. Sebagian dari kandungan asar ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya dari hadis yang sahih.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Fudail (yakni Ibnu Marzuq), dari Atiyah Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Arab Badui, yaitu firman-Nya:Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160); Seorang lelaki bertanya, "Hai Abu Abdur Rahman, lalu apakah buat orang-orang Muhajirin?" Abdullah ibnu Umar menjawab, "Bagi mereka ada pahala yang lebih utama dari itu, yakni yang disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar' (An-Nisa: 40)."

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya. (An-Nisa: 40) Adapun orang musyrik, diringankan darinya azab di hari kiamat, tetapi ia tidak dapat keluar dari neraka selama-lamanya.

Ia mengatakan demikian atas dasar dalil hadis sahih yang menyebutkan bahwa Al-Abbas pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu Abu Talib dahulu selalu melindungimu dan menolongmu, apakah engkau dapat memberikan sesuatu manfaat untuknya?" Nabi Saw. menjawab:

"نَعَمْ هُوَ فِي ضَحْضَاح مِنْ نَارٍ، وَلَوْلَا أنا لكان في الدَّرْك الأسفل مِنَ النَّارِ"

Ya, dia berada di bagian pinggir (atas) dari neraka. Seandainya tidak ada aku, niscaya dia berada di bagian paling bawah dari neraka.

Tetapi barangkali hal ini hanya khusus bagi Abu Talib, bukan untuk orang-orang kafir. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi di dalam kitab musnadnya:

حَدَّثَنَا عِمْرَانُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً، يُثَابُ عَلَيْهَا الرِّزْقَ فِي الدُّنْيَا ويُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ"

telah menceritakan kepada kami Imran, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya orang mukmin walaupun suatu kebaikan, Allah memberinya pahala rezeki di dunia, dan memberinya balasan pahala di akhirat nanti. Adapun orang kafir, maka Allah hanya memberinya di dunia; dan apabila hari kiamat, maka dia tidak memiliki suatu kebaikan pun.

Abu Hurairah, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Yakni berupa surga; kami memohon rida Allah dan surga.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus-Samad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnul Mugirah), dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Usman yang menceritakan, "Telah sampai kepadaku dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Allah Swt. membalas satu kebaikan seorang hamba yang mukmin dengan sejuta kebaikan." Ali ibnu Zaid melanjutkan kisahnya, bahwa ia mendapat kesempatan untuk berangkat melakukan haji atau umrah, lalu ia menjumpai Abu Usman. Ia bertanya, "Sesungguhnya telah sampai kepadaku sebuah hadis darimu bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, 'Suatu kebaikan seorang hamba mendapat balasan sejuta kebaikan'." Aku (Abu Usman) berkata, "Kasihan kamu. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak belajar dari Abu Hurairah selain diriku, tetapi aku belum pernah mendengar hadis ini darinya." Maka aku berangkat dengan tujuan untuk menemui Abu Hurairah, tetapi aku tidak menjumpainya karena ia telah berangkat menunaikan haji. Aku pun berangkat pula menunaikan haji untuk mencari hadis ini. Ketika aku menjumpainya, aku langsung bertanya, "Wahai Abu Hurairah, hadis apakah yang pernah kudengar engkau memberikannya kepada penduduk Basrah?" Abu Hurairah balik bertanya, "Hadis apakah yang kamu maksudkan?" Aku menjawab, "Mereka menduga bahwa engkau telah mengatakan, 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan suatu kebaikan menjadi sejuta kebaikan'." Abu Hurairah mengatakan, "Wahai Abu Usman, apakah yang membuatmu heran dengan masalah ini? Bukankah Allah Swt. telah berfirman:'Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatganda yang banyak' (Al-Baqarah: 245). Allah Swt. telah berfirman pula: 'Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit' (At-Taubah: 38). Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku benar-benar telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لِيُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ»

'Sesungguhnya Allah melipatgandakan satu kebaikan menjadi duajuta (pahala) kebaikan'."

Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini garib, dan Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an ini mempunyai banyak hadis yang munkar.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudailah dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada sahabat Abu Hurairah, lalu bertanya kepadanya, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau pernah mengatakan, 'Sesungguhnya pahala suatu kebaikan itu benar-benar dilipatgandakan menjadi sejuta pahala kebaikan'." Abu Hurairah r.a. bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu merasa heran dari hal tersebut? Sesungguhnya aku, demi Allah, pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لِيُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ»

'Sesungguhnya Allah benar-benar melipatgandakan pahala suatu kebaikan (hingga) menjadi duajuta pahala kebaikan'."

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khallad dan Sulaiman ibnu Khallad Al-Mu-addib, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ar-Rifa'i, dari Ziyad ibnul Jassas, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan, "Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak duduk (belajar) kepada Abu Hurairah selain diriku. Abu Hurairah datang berhaji lebih awal dariku, sedangkan aku datang sesudahnya. Tiba-tiba orang-orang dari Basrah mengklaim adanya sebuah hadis darinya yang menyebutkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala suatu kebaikan menjadi sejuta pahala kebaikan'." Lalu aku berkata, "Kasihan kalian ini. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak belajar dari Abu Hurairah selain diriku sendiri, tetapi aku tidak pernah mendengar hadis ini darinya."  Lalu aku bertekad menemuinya, tetapi kujumpai dia telah berangkat menunaikan haji. Kemudian aku pun berangkat menunaikan haji untuk menemuinya sehubungan dengan hadis ini.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid Az-Zahabi, dari Ziyad Al-Jassas, dari Abu Usman yang menceritakan hadis berikut: Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Hai Abu Hurairah, aku mendengar saudara-saudaraku di Basrah menduga engkau pernah meriwayatkan bahwa engkau pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas pahala suatu kebaikan dengan sejuta pahala kebaikan'." Abu Hurairah menjawab, "Demi Allah, bahkan aku mendengar Nabi Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas pahala suatu kebaikan dengan dua juta pahala kebaikan'." Kemudian Abu Hurairah membacakan firman-Nya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)

Firman Allah Swt.:

فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنا بِكَ عَلى هؤُلاءِ شَهِيداً

Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41)

Allah Swt. berfirman, menceritakan kengerian yang terjadi pada hari kiamat dan perkara serta keadaannya yang sangat keras; maka bagaimanakah perkara dan keadaan hari kiamat nanti ketika didatangkan seorang saksi dari tiap-tiap umat, yang dimaksud ialah para nabi. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّها وَوُضِعَ الْكِتابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَداءِ

Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69), hingga akhir ayat.

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri. (An-Nahl: 89), hingga akhir ayat.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سفيانُ، عَنِ الأعْمَشِ، عَنْ إبراهيمَ، عَنْ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اقْرَأْ عَلَيَّ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنزلَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، إِنِّي أُحِبُّ أَنَّ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي" فَقَرَأْتُ سُورَةَ النِّسَاءِ، حَتَّى أَتَيْتُ إِلَى هَذِهِ الْآيَةِ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا} قَالَ: "حَسْبُكَ الْآنَ" فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَان.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: "Bacakanlah (Al-Qur'an) untukku!" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, apakah aku membacakan Al-Qur'an untukmu. padahal Al-Qur'an diturunkan kepadamu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, sesungguhnya aku- suka bila mendengarnya dari orang lain." Lalu aku membaca surat An-Nisa. Ketika bacaanku sampai kepada firman-Nya: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Maka Nabi Saw. bersabda: Cukuplah sekarang! Ternyata kedua mata beliau berlinangan air mata.

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama. Telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud; hal ini membuktikan bahwa hadis ini benar-benar dari Ibnu Mas'ud. Imam Ahmad meriwayatkan melalui jalur Abu Hayyan dan Abu Razin, dari Ibnu Mas"ud.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا، حَدَّثَنَا الصَّلْتُ بنُ مَسْعُود الجَحْدَري، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا يونُس بنُ مُحَمَّدِ بْنِ فضَالَة الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ -وَكَانَ أَبِي مِمَّنْ صَحِبَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُمْ فِي بَنِي ظَفَر، فَجَلَسَ عَلَى الصَّخْرَةِ الَّتِي فِي بَنِي ظَفَرٍ الْيَوْمَ، وَمَعَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَنَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَأَمْرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَارِئًا فَقَرَأَ، فَأَتَى عَلَى هَذِهِ الْآيَةِ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا} فَبَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى اضْطَرَبَ لِحْيَاهُ وَجَنْبَاهُ، فَقَالَ: "يَا رَبُّ هَذَا شهدتُ عَلَى مَنْ أَنَا بَيْنَ ظَهْرَيْهِ، فَكَيْفَ بِمَنْ لَمْ أَرَهُ؟ "

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abud Dunia, telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Mas'ud Al-Juhdari, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad ibnu Fudalah Al-Ansari, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ayahnya termasuk salah seorang yang menjadi sahabat Nabi Saw. ia pernah menceritakan bahwa Nabi Saw. datang mengunjungi mereka di Bani Zafar, lalu beliau duduk di atas sebuah batu besar yang ada di tempat Bani Zafar. Saat itu Nabi Saw. ditemani oleh Ibnu Mas'ud, Mu'az ibnu Jabal dan sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabatnya. Lalu Nabi Saw. memerintahkan kepada seorang qari’ untuk membaca Al-Qur'an. Manakala bacaan si qari' sampai pada firman-Nya: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Maka Rasulullah Saw. menangis hingga air matanya membasahi kedua pipi dan janggutnya. Lalu beliau Saw. berkata: Ya Tuhanku, sekarang aku bersaksi atas orang-orang yang aku berada di antara mereka, bagaimanakah dengan orang yang belum aku lihat (yakni sesudahku)?

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Mas'udi, dari Ja'far ibnu Amr ibnu Harb, dari ayahnya, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud) sehubungan dengan ayat ini. ia menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«شَهِيدٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتُ فِيهِمْ، فَإِذَا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ»

Aku orang yang menyaksikan lagi mengetahui selagi aku berada di antara mereka; tetapi apabila Engkau mewafatkan diriku, maka hanya Engkaulah yang mengawasi mereka.

Adapun mengenai apa yang diceritakan oleh Abu Abdullah Al-Qurtubi di dalam kitab Tazkirah, ia mengatakan dalam bab "Hal yang Menyebutkan Kesaksian Nabi Saw. atas Umatnya", telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki dari kalangan Ansar, dari Al-Minhal ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Tiada suatu hari pun yang terlewatkan melainkan ditampilkan kepada Nabi Saw. perihal umatnya di pagi dan sore harinya. Maka Nabi Saw. mengenal nama dan amal perbuatan mereka. Karena itulah Nabi Saw. mempersaksikan atas perbuatan mereka. Allah Swt. telah berfirman: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41)

Maka sesungguhnya hal ini adalah asar (bukan hadis), di dalam sanadnya terdapat inqita'. Di dalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya. Hal ini merupakan periwayatan Sa'id ibnul Musayyab sendiri, dan dia tidak me-rafa'-kannya (sampai kepada Rasulullah Saw.)

Ternyata Al-Qurtubi menerima kenyataan ini. Lalu sesudah mengetengahkan asar ini ia mengatakan dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa semua amal perbuatan dilaporkan kepada Allah pada tiap hari Senin dan Kamis; kepada para nabi, para ayah, dan para ibu pada hari Jumat. Al-Qurtubi mengatakan, tidak ada pertentangan mengingat barangkali hal ini khusus bagi Nabi kita saja, sehingga ditampilkan kepadanya semua amal perbuatan setiap hari, juga pada hari Jumat yang bersama-sama para nabi lainnya.

BERBELASUNGKAWA TERHADAP NON MUSLIM


Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. ia memerlukan bergaul dengan orang lain. Ini merupakan fitrah. Tidak mungkin ada yang bisa menghindarinya, terlebih lagi pada era global sekarang ini, dunia layaknya sebuah kampung kecil saja. Berhubungan dengan orang lain, meski terkadang berefek negatif, manakala berlangsung tanpa kendali, tetapi ia juga merupakan peluang yang bisa mendatangkan beragam kemaslahatan, sekaligus ladang amal untuk memproleh pahala.

Islam sangat responsif terhadap fenomena ini. Bukan sekedar komunikasi yang bertema dan berskala besar saja yang diperhatikannya, tetapi hubungan yang sangat kecil pun tak luput dari pantauannya. Ini tiada lain karena demi kemaslahatan manusia, sebagai makhluk yang berkepribadian mulia. Islam telah memberikan peraturan dalam masalah mu’amalah semacam ini, agar dalam pergaulan, manusia tidak melampui batas-batas koridor yang telah ditentukan syariat. Sehingga pergaulan tersebut tidak merugikan salah satu pihak.
Salah satu dari bentuk mu’amalah tersebut adalah ta’ziyah. Atau biasa disebut melayat.

Islam tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan bermuamalah yang baik kepada orang-orang kafir selama mereka tidak memerangi kita dan tidak mengusir kita dari negeri kita.

Allah ta’ala berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.الممتحنة:8

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. 60:8)

Berkata Syeikh Abdurrahman As-Sa’dy:

لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, dari keluarga kalian dan yang lain selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” (Tafsir As-Sa’dy hal 856-857)

Namun disana ada aturan-aturan yang harus kita perhatikan dalam bermuamalah dengan orang-orang kafir. Diantaranya kita tidak diperbolehkan mengorbankan agama untuk mencari ridha mereka.

Pertama:
Para ulama telah berselisih pendapat tentang hukum ta’ziyah muslim terhadap orang kafir, ada yang mengatakan boleh secara mutlak, dan ada yang mengatakan haram. Dan yang kuat wallahu a’lamu: ta’ziyah ahlul kitab adalah boleh dengan syarat-syarat, diantara syarat-syarat tersebut:

Mereka (orang kafir) tersebut tidak menganggap bahwa ta’ziyah yang kita lakukan adalah penghormatan untuk mereka.
Di dalamnya ada mashlahat, seperti mengharapkan keislaman keluarganya atau menghindari gangguan mereka terhadap dirinya atau kaum muslimin.
Tidak mengikuti upacara keagamaan mereka atau mendengarkan ceramah mereka, karena Allah berfirman:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ.الأنعام:68

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (maka larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang. orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Qs. 6:68)

Tidak ada dalil khusus tentang apa yang kita ucapkan ketika berta’ziyah kepada orang kafir, yang penting ucapan yang tidak ada larangan syar’i seperti mendoakan rahmat dan ampunan untuk orang kafir.

Allah berfirman:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.التوبة:113

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (Qs. 9:113)

Sebagian ulama menyebutkan bahwa diantara doa yang bisa kita ucapkan ketika berta’ziyah kepada orang kafir adalah:

أخلف الله عليك ولا نقص عددك

“Semoga Allah menggantinya untukmu dan tidak mengurangi jumlahmu (yaitu supaya tetap banyak jizyahnya).” (Lihat Al-Majmu’, Imam An-Nawawy 5/275, dan Al-Mughny, Ibnu Qudamah 2/487)

Kedua:

Diperbolehkan memenuhi undangan makan orang kafir selama untuk menarik hatinya kepada islam. Namun kalau ditakutkan justru kita yang terpengaruh atau justru nanti kita merasa berhutang jasa maka tidak diperbolehkan.

Rasulullah dahulu pernah menerima undangan seorang yahudi sebagaimana dalam hadist Anas:

عن أنس : أن يهوديا دعا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى خبز شعير وأهالة سنخة فأجابه

Dari Anas bahwasanya seorang yahudi mengundang Nabi shalallallahu alaihi wa sallam untuk makan roti dan ahalah (sejenis lauk) yang berubah baunya, maka beliau menerima undangan tersebut. (HR. Ahmad 3/270, berkata Syu’aib Al-Arnauth: Isnadnya shahih atas syarat Muslim)

Adapun memenuhi undangan pernikahan maka sebagian ulama memandang tidak diperbolehkan karena acara pernikahan orang kafir tidak terlepas dari perkara-perkara yang haram seperti: ikhtilath (campur laki-laki perempuan), musik, minuman keras, dihidangkannya makanan haram (daging babi, anjing dll)

Ketiga:

Mengucapkan selamat pada acara-acara yang bukan syiar agama mereka (seperti pernikahan, kelahiran, kedatangan) maka diperbolehkan tapi harus menghindari ucapan-ucapan yang menunjukkan keridhaan kita dengan agamanya, seperti: Semoga Allah membahagiakanmu dengan agamamu dll.

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah kebolehan bertakziyah (melayat) orang kafir (non muslim). Imam Syafi’i sebagaimana di isyaratkan oleh Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 5/275, juga Imam Abu Hanifah dalam satu riwayat beliau sebagaimana di isyaratkan dalam kitab Hasyiyah Ibnu Abidin 3/140 menyatakan bolehnya seorang muslim bertakziyah pada orang kafir, demikian pula sebaliknya.

Dalil-dalil ulama yang memperbolehkan berta’ziah kepada orang-orang kafir :

Firman Allah ta’ala :

لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah : 8 )

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْمُنْذِرِ، عَنْ أَسْمَاءَ -هِيَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-قَالَتْ: قَدَمت أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدُوا، فأتيتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمِّي قَدِمَتْ وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُهَا؟ قَالَ: "نَعَمْ، صِلِي أُمَّكَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari Fatimah bintil Munzir, dari Asma binti Abu Bakar r.a. yang menceritakan, "Ibuku datang, sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa terjadinya perjanjian perdamaian dengan orang-orang Quraisy. Maka aku datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku datang, ingin berhubungan dengan diriku, bolehkah aku berhubungan dengannya?' Nabi Saw. bersabda, "Ya, bersilaturahmilah kepada ibumu'."

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadis ini.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnuSabit, telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Qatilah datang menemui anak perempuannya (yaitu Asma binti Abu Bakar) dengan membawa hadiah-hadiah berupa keju, obat penyamak kulit, dan minyak samin, sedangkan ibunya masih dalam keadaan musyrik. Maka Asma pada mulanya menolak menerima kedatangan ibunya, dan masuk ke dalam rumahnya, lalu bertanya kepada Aisyah r.a. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Allah tiada melarangmu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama. (Al-Mumtahanah: 8), hingga akhit ayat. Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada Asma agar menerima hadiah ibunya itu dan mempersilakan ibunya masuk ke dalam rumahnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadis Mus'ab Ibnu Sabit dengan sanad yang sama.

Menurut riwayat lain, Imam Ahmad dan Ibnu Jarir, disebutkan bahwa ibu Asma bernama Qatilah binti Abdul Uzza ibnu Sa'd ibnu Bani Malik ibnu Hasal.

Ibnu Abu Hatim menambahkan pula bahwa hal itu terjadi di masa gencatan senjata antara orang-orang Quraisy dan Rasulullah Saw.

Abu Bakar alias Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah Al-Adawi, dari keponakan Az-Zuhri, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah dan Asma, bahwa keduanya pernah menceritakan, "Ibu kami datang kepada kami ke Madinah, sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa gencatan senjata yang ada antara Rasulullah Saw. dan orang-orang Quraisy. Maka kami bertanya, 'Wahai Rasulullah sesungguhnya ibu kami datang ke Madinah untuk menemui kami, bolehkah kami menghubungkan silaturahmi dengannya?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ya, bersilaturahmilah kamu berdua kepadanya'."

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini kami tidak mengenalnya diriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah kecuali hanya melalui jalur ini.

Menurut hemat kami, hadis ini munkar dengan teks yang berbunyi demikian, karena sesungguhnya ibu Siti Aisyah adalah Ummu Ruman, ia seorang muslimah dan ikut berhijrah. Sedangkan ibunya Asma adalah lainnya, sebagaimana yang disebutkan namanya dalam hadis-hadis sebelumnya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Dan juga hadits Anas bin Malik Rhadiyallahu ‘anhu :

كان غلام يهودي يخدم النبي -صلى الله عليه وسلم- فمرض، فأتاه النبي -صلى الله عليه وسلم- يعوده ، فقعد عند رأسه، فقال له : ( أسلم ) ، فنظر إلى أبيه وهو عنده، فقال له : أطع أبا القاسم -صلى الله عليه وسلم- فأسلم ، فخرج النبي –صلى الله عليه وسلم- وهو يقول : ( الحمد لله الذي أنقذه من النار

“Ada seorang anak Yahudi yang selalu membantu Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam datang menengoknya, lalu duduk di dekat kepalanya, seraya mengatakan, ‘Masuk Islam-lah!’ Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang berada di sampingnya, maka ayahnya berkata, ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam).’ Maka anak itu akhirnya masuk Islam. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar seraya mengatakan, ‘Segala puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkannya dari siksa Neraka.’” [Shahih Bukhari, No. 1356, 5657]

Adapun imam Ahmad maka Ibnu Qudamah Al Maqdisi Al Hanbali dalam kitab beliau Al Mughni 3/486 mengatakan tentang pendapat beliau (Imam Ahmad) ;

وتوقف أحمد عن تعزية أهل الذمة وهي تُخرَّج على عيادتهم وفيها روايتان إحداهما: لا نعودهم؛ فكذلك لا نعزيهم، لقول النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ :” لا تبدؤوهم بالسلام”، وهذا في معناه؛ والثانية: نعودهم لما ورد من حديث أنس ـ رضي الله عنه ـ قال: كان غلام يهودي يخدم النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فمرض فأتاه النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ يعوده فقعد عند رأسه فقال له:” أسلم”، فنظر إلى أبيه وهو عنده فقال له: أطع أبا القاسم ـ صلى الله عليه وسلم ـ فأسلم فخرج النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ وهو يقول:”الحمد لله الذي أنقذه من النار فعلى هذا نعزيهم

“Imam Ahmad “bertawaquf” dalam masalah hukum takziah kepada ahli dzimmah (orang kafir yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin (negara Islam) yang membayar jizyah), namun itu bisa di simpulkan dari hukum menjenguk orang kafir yang sakit menurut beliau, ada dua riwayat dalam hal ini (dari Imam Ahmad) ; pertama ; kita tidak boleh menjenguk mereka, maka berarti kita juga tidak boleh bertakziyah kepada mereka, dan ini di dasarkan pada sabda Rasululloh Shalallohu ‘alaihi wa Sallam ;

لا تبدأوا بالسلام

“Janganlah kalian memulai salam kepada mereka (orang kafir)”

Dan riwayat yang kedua ; kita boleh menjenguk mereka, ini berdasarkan hadis Anas Radhiyallohu anhu beliau mengatakan ; Ada anak kecil yang beragama Yahudi biasa membantu Nabi Shalallohu alaihi wa Sallam sakit, lalu Nabi shalallohu alaihi wa salam pun menjenguknya, beliau duduk di samping kepala anak kecil tadi, dan berkata kepadanya ; “Masuklah kamu ke dalam agama Islam,.”, lantas anak kecil tadi memandang bapaknya yang berada di sampingnya, lalu berkatalah bapaknya ; “Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad Shalallohu alaihi wa salam)”, lantas anak kecil tadi masuk Islam, dan nabi pun berkata ; “Segala puji bagi Alloh yang telah menyelamatkannya dari api neraka”. Berdasarkan hal ini maka BOLEH bagi kita untuk bertakziyah kepada mereka (orang kafir).”

Imam Nawawi dalam Raudhatu At Thalibin 2/145 mengatakan ;

ويجوز للمسلم أن يعزي الذمي بقريبه الذمي، فيقول أخلف الله عليك ولا نقص عددك

“Boleh bagi seorang Muslim bertakziyah kepada orang kafir dzimmi tetangga dekatnya, maka yang dia ucapkan adalah ; “Semoga Alloh mengganti untukmu serta tidak berkurang jumlahmu”.”

Dan sehubungan dengan hal ini kami ketengahkan sebuah hadis sahih yang menyebutkan:

"الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الْعَرْشِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ، وَأَهَالِيهِمْ، وَمَا وَلُوا"

Orang-orang yang berlaku adil (kelak) berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya berada di sebelah kanan 'Arasy; (yaitu) orang­ orang yang berlaku adil dalam keputusan hukum mereka, berlaku adil terhadap keluarga dan apa yang dikuasakan kepada mereka. 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...