Rabu, 27 Oktober 2021

Penjelasan Al-qur'an Tentang Hujan Meteor


Hujan bebatuan dari langit adalah hukuman yang masih akan berlangsung sampai masa mendatang. Allah SWT berfirman :

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ

‌Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian) kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya). (QS. Al-An’am [6]: 65)

Ketika Allah Swt. berfirman: kemudian kalian kembali mempersekutukan-Nya. (Al-An'am: 64) Maka Allah Swt. mengiringinya dengan firman selanjutnya yang mengatakan: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian.” (Al-An'am: 65) Yakni sesudah Dia menyelamatkan kalian.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Isra, yaitu;

{رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا * أَفَأَمِنْتُمْ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمْ جَانِبَ الْبَرِّ أَوْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ وَكِيلا * أَمْ أَمِنْتُمْ أَنْ يُعِيدَكُمْ فِيهِ تَارَةً أُخْرَى فَيُرْسِلَ عَلَيْكُمْ قَاصِفًا مِنَ الرِّيحِ فَيُغْرِقَكُمْ بِمَا كَفَرْتُمْ ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ عَلَيْنَا بِهِ تَبِيعًا}

Tuhan kalian adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untuk kalian, agar kalian mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadap kalian. Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia; maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu selalu tidak berterima kasih. Maka apakah kalian merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa)batu-batu kecil? Dan kalian tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kalian. Atau apakah kalian merasa aman dari dikembalikan-Nya kalian ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kalian angin topan(badai) dan ditenggelamkan-Nya kalian disebabkan kekafiran kalian. Dan kalian tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan)Kami. (Al-Isra: 66-69)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, di dalam suatu riwayat dari Muslim ibnu Ibrahim telah disebutkan bahwa Harun Al-A'war telah menceritakan kepada kami, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65) Bahwa hal ini ditujukan kepada orang-orang musyrik.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65) Ayat ini ditujukan kepada umat Nabi Muhammad Saw., tetapi Allah memaafkan mereka.
Dalam pembahasan berikut kami ketengahkan beberapa hadis dan asar yang menerangkan masalah ini, hanya kepada Allah-lah kami memohon pertolongan, hanya kepada Dialah kami bertawakal, dan hanya kepada Dialah kami berpegang teguh.
Imam Bukhari rahimahullah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian dan dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya). (Al-An'am: 65) Yalbisakum,mencampurkan kalian; berasal dari kata iltibas yang artinya campur aduk. Lafaz yalbasu artinya mereka bercampur. Syiya’an, golongan-golongan.

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعُوذُ بِوَجْهِكَ". {أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ} قَالَ: "أَعُوُذُ بِوَجْهِكَ". {أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذِهِ أَهْوَنُ -أَوْ قَالَ: هَذَا أَيْسَرُ".

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Amr ibnu Dinar, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Maka Rasulullah Saw. mengucapkan, "Aku berlindung kepada Zat-Mu. atau dari bawah kaki kalian." (Al-An'am: 65) Rasulullah Saw. mengucapkan, "Aku berlindung kepada Zat-Mu. atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan(yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain. (Al-An'am: 65) Rasulullah Saw. berkata, "Ini adalah yang paling ringan —atau— paling mudah."
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di dalam kitab Tauhid, dari Qutaibah, dari Hammad dengan lafaz yang sama. Imam Nasai telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Tafsir melalui Qutaibah dan Muhammad ibnun Nadr ibnu Musawir serta Yahya ibnu Habib ibnu Addi, keempat-empatnya dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama.
Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Jabir menceritakan hadis ini dari Nabi Saw. Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya telah meriwayatkannya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Abu Khaisamah, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Adam ibnu Abu Iyas dan Yahya ibnu Abdul Hamid serta Asim ibnu Ali, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama.  Said Ibnu Manshur meriwayatkannya dari Hammad ibnu Zaid dan Sufyan ibnu Uyaynah, keduanya dari Amr ibnu Dinar dengan lafaz yang sama.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مقدام ابن دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا بن لَهِيعَةَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ ذَلِكَ" {أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ ذَلِكَ" {أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا} قَالَ: "هَذَا أَيْسَرُ"، وَلَوِ اسْتَعَاذَهُ لَأَعَاذَهُ

Jalur lain, Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Miqdam ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Yazid, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan: Katakanlah, uDialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut." atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65) Maka Rasulullah Saw. berkata pula, "Aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut." atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang bertentangan). (Al-An'am: 65) Maka Nabi Saw. bersabda, "Ini lebih mudah."
Dengan kata lain, seandainya seseorang meminta perlindungan kepada Allah dari hal ini, niscaya Dia akan melindunginya.
Banyak hadis yang berkaitan dengan ayat ini, salah satunya ialah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya;

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ -عَنْ رَاشِدٍ -هُوَ ابْنُ سَعْدٍ الْمُقْرَئِيُّ -عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ} فَقَالَ: "أَمَا إِنَّهَا كَائِنَةٌ، وَلَمْ يَأْتِ تَأْوِيلُهَا بَعْدُ".

disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yakni Ibnu Abu Maryam), dari Rasyid (yaitu Ibnu Sa'd Al-Miqra’i), dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya:Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian." (Al-An'am: 65) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya hal tersebut pasti terjadi, tetapi masih belum tiba saat takwilnya(kejadiannya).
Imam Turmuzi mengetengahkannya dari Al-Hasan ibnu Arfah, dari Isma'il ibnu Ayyasy, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib.

حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْلَى -هُوَ ابْنُ عُبَيْدٍ -حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ، عَنْ عَامِرِ ابن سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: أَقْبَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى مَرَرْنَا عَلَى مَسْجِدِ بَنِي مُعَاوِيَةَ، فَدَخَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَصَلَّيْنَا مَعَهُ، فَنَاجَى رَبَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، طَوِيلًا قَالَ سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا "سَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالْغَرَقِ، فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالسَّنَةِ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ، فَمَنَعَنِيهَا".

Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la (yaitu Ibnu Ubaid), telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Hakim, dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari ayahnya yang menceritakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. hingga sampailah kami di masjid Bani Mu'awiyah. Lalu Nabi Saw. masuk dan salat dua rakaat, kami pun ikut salat bersamanya. Nabi Saw. bermunajat kepada Tuhannya cukup lama, kemudian beliau bersabda: 'Aku memohon kepada Tuhanku tiga perkara, yaitu aku memohon agar umatku tidak dibinasakan oleh tenggelam (banjir), maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar umatku tidak dibinasakan oleh paceklik, maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar Dia tidak menjadikan keganasan mereka ada di antara sesama mereka, tetapi Dia tidak mengabulkan permintaanku'.”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri. Imam Mus­lim meriwayatkannya di dalamKitabul Fitan, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair, keduanya dari Abdullah ibnu Numair; dan dari Muhammad ibnu Yahya ibnu Amr, dari Marwan ibnu Mu'awiyah, keduanya dari Usman ibnu Hakim dengan sanad yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.  Disebutkan bahwa Imam Ahmad telah mengatakan bahwa ia telah membaca dari Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Malik, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Jabir ibnu Atik, dari Jabir ibnu Atik yang mengatakan, "Pernah datang kepada kami Abdullah ibnu Umar di kampung Bani Mu'awiyah, yaitu suatu kampung di antara kampung-kampung orang-orang Ansar; lalu Ibnu Umar berkata, Tahukah kamu, di manakah Rasulullah Saw. pernah salat di masjid kalian ini?' Jabir ibnu Atik menjawab, 'Ya,' seraya mengisyaratkan ke arah suatu bagian dari masjid itu. Ibnu Umar bertanya lagi, 'Tahukah kalian, tiga perkara apakah yang didoakan oleh Nabi Saw. di tempat itu?' Aku (Jabir) menjawab, 'Ya.' Ibnu Umar berkata, 'Kalau demikian, ceritakanlah ketiga hal itu kepadaku.' Aku menjawab, 'Rasulullah Saw. berdoa agar mereka tidak dapat dikalahkan oleh musuh dari selain mereka sendiri, dan agar mereka jangan dibinasakan oleh paceklik, maka Allah memberikan keduanya itu kepada Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. berdoa semoga jangan dijadikan keganasan mereka ada di antara sesama mereka, tetapi Allah tidak memperkenankannya.' Ibnu Umar menjawab, 'Kamu benar, dan masih terus-menerus akan terjadi fitnah sampai hari kiamat'."
Tetapi hadis ini tidak terdapat di dalam suatu kitab hadis pun dari kitab Sittah, hanya sanadnya jayyid dan kuat.

حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حَكِيمٍ بْنِ عَبَّادٍ عَنْ حُنَيف عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَخْبَرَنِي حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى حَرَّةِ بَنِي مُعَاوِيَةَ، قَالَ: فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، فَأَطَالَ فِيهِنَّ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيَّ فَقَالَ: حَبَسْتُكَ؟ قَلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: إِنِّي سَأَلْتُ اللَّهَ ثَلَاثًا، فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُهُ أَلَّا يُسَلِّطَ عَلَى أُمَّتِي عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَعْطَانِي وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَهُمْ بِغَرَقٍ، فَأَعْطَانِي. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ، فَمَنَعَنِي".

Hadis yang lain, Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Hakim ibnu Abbad, dari Khasif, dari Ubadah ibnu Hanif, dari Ali ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Huzaifah ibnul Yaman, bahwa ia berangkat bersama dengan Rasulullah Saw. menuju perkampungan Bani Mu'awiyah. Lalu beliau Saw. Melakukan salat sebanyak delapan rakaat yang dilakukannya dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu beliau berpaling ke arahku, lalu bersabda, "Aku telah menahanmu, hai Huzaifah." Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui (mengapa kami tertahan)." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku telah memohon tiga perkara kepada Allah maka Dia memberiku dua perkara dan mencegahku satu perkara lainnya. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan dikuasai oleh musuh dari selain kalangan mereka sendiri, maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku meminta kepada-Nya agar janganlah mereka dibinasakan oleh tenggelam (banjir), maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah keganasan mereka dijadikan di antara sesama mereka, tetapi Dia menolak permintaanku ini.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq.

حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عُبَيْدَةُ بْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ الْأَعْمَشُ، عَنْ رَجَاءٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْلُبُهُ فَقِيلَ لِي: خَرَجَ قَبْلُ. قَالَ: فَجَعَلْتُ لَا أَمُرُّ بِأَحَدٍ إِلَّا قَالَ: مَرَّ قَبْلُ. حَتَّى مَرَرْتُ فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يُصَلِّي. قَالَ: فَجِئْتُ حَتَّى قُمْتُ خَلْفَهُ، قَالَ: فَأَطَالَ الصَّلَاةَ، فَلَمَّا قَضَى صلاته قلت: يا رسول الله، لقد صليت صَلَاةً طَوِيلَةً؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ، وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي غَرَقًا، فَأَعْطَانِي وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُظْهِر عَلَيْهِمْ عَدُوًّا لَيْسَ مِنْهُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ، فَرَدَّهَا عَلَيَّ".

Hadis yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaidah ibnu Humaid, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnul A'masy, dari Raja Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Syaddad, dari Mu'az ibnu Jabal r.a. yang menceritakan, "Aku datang untuk menemui Rasulullah Saw. Maka dikatakan kepadaku bahwa beliau baru saja keluar. Tidak sekali-kali aku bersua dengan seseorang (dalam rangka menyusul beliau), melainkan dikatakan kepadaku bahwa beliau Saw. baru lewat. Hingga aku bersua dengannya dan kujumpai beliau sedang berdiri dalam salatnya. Maka aku datang dan berdiri di belakangnya (bermakmum), dan ternyata Nabi Saw. lama dalam melakukan salatnya. Setelah Nabi Saw. menyelesaikan salatnya, aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau telah mengerjakan salat yang cukup lama.' Maka Rasulullah Saw. menjawab: 'Sesungguhnya aku telah mengerjakan salat dengan penuh rasa harap dan takut(kepada-Nya). Sesungguhnya aku meminta kepada Allah Swt. tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan mencegahku dari yang satunya lagi. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan dibinasakan oleh banjir, dan Dia memberiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka tidak dikuasai oleh musuh selain dari kalangan mereka, maka Dia memberiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah keganasan mereka dijadikan di antara sesama mereka, tetapi Dia menolak permintaanku yang ini'.”
Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan", dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair dan Ali ibnu Muhammad, keduanya dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Abu Uwwanah, dari Abdullah ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Mu'az ibnu Jabal, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal atau mendekatinya.

حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْب، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ بُكَيْر بْنِ الْأَشَجِّ، أَنَّ الضَّحَّاكَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْقُرَشِيَّ حَدَّثَهُ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَة الضُّحَى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: "إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً: سَأَلْتُهُ أَلَّا يَبْتَلِيَ أُمَّتِي بِالسِّنِينَ، فَفَعَلَ. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُظْهِرَ عَلَيْهِمْ عَدُوَّهُمْ، فَفَعَلَ. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَلْبِسَهُم شِيَعًا، فَأَبَى عَلَيَّ".

Hadis yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Bukair ibnul Asyaj, bahwa Ad-Dahhak ibnu Abdullah Al-Qurasyi pernah menceritakan kepadanya dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan melakukan salat duha sebanyak delapan rakaat. Setelah selesai dari salatnya Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku telah mengerjakan salat ragbah dan rahbab (dengan penuh rasa harap dan takut kepada-Nya), dan aku memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan mencegahku dari satu perkara lainnya. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan diuji dengan paceklik, maka Dia memperkenankannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka jangan dikuasai oleh musuh mereka, maka Dia memperkenan­kannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka jangan berpecah-belah menjadi berbagai golongan yang bersengketa, maka Dia tidak memperkenankannya bagiku.
Imam Nasai telah meriwayatkannya di dalam Bab "Salat", dari Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu Wahb dengan sanad yang semisal.

حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ، قَالَ: قَالَ الزُّهْرِيُّ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ نَوْفَلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ، عَنْ أَبِيهِ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ -مَوْلَى بَنِي زُهْرَةَ، وَكَانَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -أَنَّهُ قَالَ: رَاقَبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةٍ صَلَّاهَا كُلَّهَا، حَتَّى كَانَ مَعَ الْفَجْرِ فَسَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ صِلَاتِهِ، قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَقَدْ صَلَّيْتَ اللَّيْلَةَ صَلَاةً مَا رَأَيْتُكَ صَلَّيْتَ مِثْلَهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَجَلْ، إِنَّهَا صَلَاةُ رَغَب ورَهَب. سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فِيهَا ثَلَاثَ خِصَالٍ، فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً: سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَلَّا يُهْلِكَنَا بِمَا أَهْلَكَ بِهِ الْأُمَمَ قَبْلَنَا، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَلَّا يُظْهِرَ عَلَيْنَا عَدُوًّا مِنْ غَيْرِنَا، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَلَّا يَلْبِسَنَا شِيَعًا، فَمَنَعَنِيهَا".

Hadis yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Hamzah yang mengatakan bahwa Az-Zuhri pernah berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal, dari Abdullah ibnu Khabbab, dari ayahnya — yaitu Khabbab ibnul Art maula Bani Zuhrah— yang pernah ikut dalam perang Badar bersama Rasulullah Saw. Khabbab ibnul Art mengatakan bahwa dia menjumpai Rasulullah Saw. di suatu malam, pada malam itu Rasulullah Saw. menghabiskan waktunya dengan salat hingga dekat waktu subuh. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari salatnya, maka ia menemuinya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mengerjakan suatu salat pada malam ini yang belum pernah aku melihatmu melakukan hal yang semisal sebelumnya." Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:Memang benar, sesungguhnya salat yang baru kulakukan itu adalah salat yang penuh dengan harap dan rasa takut kepada Allah. Aku telah memohon tiga perkara kepada Tuhanku dalam salat tersebut. Maka Dia hanya memberiku dua perkara, sedangkan yang satunya lagi tidak diberikan kepadaku. Aku memohon kepada-Nya agar janganlah Dia membinasakan kita dengan azab yang pernah ditimpakan kepada umat-umat sebelum kita, maka Dia memperkenankannya bagiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah kita dikalahkan oleh musuh dari luar golongan kita, maka Dia memperkenankannya bagiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah Dia mencampurkan kami dalam golongan-golongan yang saling bertentangan, maka Dia tidak memperkenankannya bagiku.
‌Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah dengan lafaz yang sama, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui jalur yang lainnya lagi, demikian pula Ibnu Hibban di dalam kitabSahih­nya berikut kedua sanadnya dari Saleh ibnu Kaisan. Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan" melalui hadis An-Nu'man ibnu Rasyid, keduanya dari Az-Zuhri dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ فِي تَفْسِيرِهِ: حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيُّ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَالِكٍ، حَدَّثَنِي نَافِعُ بْنُ خَالِدٍ الْخُزَاعِيُّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً تَامَّةَ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، فَقَالَ: "قَدْ كَانَتْ صَلَاةَ رَغْبَة ورَهْبَة، سَأَلْتُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، فِيهَا ثَلَاثًا، أَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يُصِيبَكُمْ بِعَذَابٍ أَصَابَ بِهِ مَنْ قَبْلَكُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يُسَلِّطَ عَلَيْكُمْ عَدُوًّا يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَكُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ فَمَنَعَنِيهَا".
‌Hadis yang lain. Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitabTafsir-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ziyad ibnu Abdullah Al-Muzanni, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Abu Malik, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i dari ayahnya, bahwa Nabi Saw. pernah melakukan suatu salat yang ringan dengan rukuk dan sujud yang sempurna. Kemudian beliau Saw. bersabda:Sesungguhnya salat tadi adalah salat yang penuh dengan rasa harap dan takut kepada-Nya. Aku memohon tiga perkara kepada Allah Swt. dalam salat itu. Dia memberiku dua perkara dan mencegahku dari satu perkara. Aku memohon kepada Allah agar kalian jangan ditimpa oleh azab seperti azab yang telah menimpa orang-orang sebelum kalian, maka Dia memperkenankannya bagiku Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah kalian dikuasai oleh musuh yang menghalalkan kehormatan kalian, maka Dia memperkenankannya bagiku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah kalian dijadikan berbagai golongan yang saling bertentangan, sebagian dari kalian merasakan keganasan sebagian yang lain, maka Dia tidak memperkenankannya bagiku.
‌Abu Malik mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i, "Apakah ayahmu benar-benar mendengarnya langsung dari mulut (lisan) Rasulullah Saw.?" Ia menjawab, "Ya, aku mendengar ayahku menceritakan hadis ini, bahwa dia mendengarnya langsung dari lisan Rasulullah Saw."
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ: قَالَ مَعْمَر، أَخْبَرَنِي أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ الرَّحْبي، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أوْس؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ مُلْك أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مَا زُوي لِي مِنْهَا، وَإِنِّي أُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَبْيَضَ وَالْأَحْمَرَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي بسنَة بِعَامَّةٍ وَأَلَّا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا فَيُهْلِكَهُمْ بِعَامَّةٍ، وَأَلَّا يلبسهم شيعا، وألا يذيق بعضهم بأس بعض. فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ. وَإِنِّي قَدْ أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ ألا أهلكتهم بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ، وَأَلَّا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِمَّنْ سِوَاهُمْ فَيُهْلِكَهُمْ بِعَامَّةٍ، حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَبَعْضُهُمْ يَقْتُلُ بَعْضًا، وَبَعْضُهُمْ يَسْبِي بَعْضًا". قَالَ: وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "وَإِنِّي لَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي إِلَّا الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ، فَإِذَا وُضِعَ السَّيْفُ فِي أُمَّتِي، لَمْ يُرْفَعْ عَنْهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
‌Hadis yang lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, bahwa Ma'mar mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Al-Asy'as As-San'ani, dari Abu Asma Ar-Rahbi, dari Syaddad ibnu Aus, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah melipatkan bumi untukku sehingga aku dapat melihat belahan timur dan belahan baratnya, dan sesungguhnya kerajaan umatku kelak akan mencapai sejauh apa yang dilipatkan darinya untukku. Dan sesungguhnya aku dianugerahi dua buah perbendaharaan, yaitu yang putih dan yang merah. Dan sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku agar janganlah umatku dibinasakan oleh paceklik yang umum, janganlah mereka dikuasai oleh musuh sehingga mereka semua dibinasakan secara menyeluruh, janganlah mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan yang bertentangan, dan jangan(pula) sebagian dari mereka merasakan keganasan sebagian yang lain. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, sesungguhnya Aku apabila telah memutuskan suatu keputusan, maka keputusan-Ku itu tidak dapat dicabut lagi. Dan sesungguhnya Aku memberimu untuk umatmu bahwa sama sekali Aku tidak akan membinasakan mereka dengan paceklik yang menyeluruh, dan Aku tidak akan membiarkan mereka dikuasai oleh musuh dari selain kalangan mereka sendiri yang akibatnya mereka akan dibinasakan oleh musuhnya secara menyeluruh, sehingga sebagian dari mereka membinasakan sebagian yang lain, dan sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain, dan sebagian dari mereka menahan sebagian yang lain.” Syaddad ibnu Aus melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi Saw. bersabda:Sesungguhnya aku tidak merasa khawatir terhadap umatku kecuali adanya imam-imam yang menyesatkan, karena apabila pedang (jihad) telah ditetapkan di antara umatku, maka ia tidak akan dihapuskan dari mereka sampai hari kiamat.
‌Hadis ini tidak terdapat di dalam suatu kitab Sittahpun, tetapi sanadnya jayyid dan kuat.
‌Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Zaid, Abbad ibnu Mansur, dan Qatadah; ketiga-tiganya dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma, dari Sauban, dari Rasulullah Saw. dengan lafaz yang semisal.
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْهَاشِمِيُّ وَمَيْمُونُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ الْحَسَنِ الْحَنَفِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ، عَنْ نَافِعِ بْنِ خَالِدٍ الْخُزَاعِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ -وَكَانَ أَبُوهُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ -: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى وَالنَّاسُ حَوْلَهُ، صَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً تَامَّةَ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ. قَالَ: فَجَلَسَ يَوْمًا فَأَطَالَ الْجُلُوسَ حَتَّى أَوْمَأَ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ: أَنِ اسْكُتُوا، إِنَّهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ لَهُ بَعْضُ الْقَوْمِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَقَدْ أَطَلْتَ الْجُلُوسَ حَتَّى أَوْمَأَ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ: إِنَّهُ يَنْزِلُ عَلَيْكَ. قَالَ: "لَا وَلَكِنَّهَا كَانَتْ صَلَاةَ رَغْبة وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ اللَّهَ فِيهَا ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ، وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يُعَذِّبَكُمْ بِعَذَابٍ عَذَّبَ بِهِ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. أَلَّا يُسَلِّطَ عَلَى أُمَّتِي عَدُوًّا يَسْتَبِيحُهَا، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَلْبسَكم شِيعًا وَأَلَّا يُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ، فَمَنَعَنِيهَا"
‌Hadis yang lain diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Isma'il ibnu Ibrahim Al-Hasyimi dan Maimun ibnu Ishaq ibnul Hasan Al-Hanafi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i, dari ayahnya yang berpredikat sebagai salah seorang sahabat Rasulullah Saw. dan termasuk salah seorang sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon. Ia menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila melakukan salat, sedangkan orang-orang berada di sekitarnya, maka beliau lakukan salatnya secara ringan dengan rukuk dan sujud yang sempurna. Maka pada suatu hari Rasulullah Saw. duduk (dalam salatnya) dalam waktu yang cukup lama sehingga sebagian dari para sahabat berisyarat kepada sebagian yang lain bahwa sebaiknya kita diam, karena sesungguhnya sedang turun suatu wahyu kepada Nabi Saw. Setelah Nabi Saw. menyelesaikannya, maka seseorang dari kaum yang hadir berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lama sekali dalam dudukmu, sehingga sebagian dari kami berisyarat kepada sebagian yang lain bahwa sesungguhnya sedang turun suatu wahyu kepadamu." Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, tetapi salat yang baru kulakukan itu adalah salat ragbah dan rahbah, aku telah memohon kepada Allah dalam salatku itu tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan tidak memberiku yang satunya lagi. Aku telah meminta kepada Allah agar Dia jangan mengazab kalian dengan suatu azab yang pernah Dia timpakan kepada orang-orang sebelum kalian, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah Dia menguasakan umatku kepada musuh yang berbuat seenak hatinya kepada mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya janganlah Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan yang saling bertentangan, dan janganlah Dia merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.
‌Perawi (Abu Malik Al-Asyja'i) berkata kepada Nafi' ibnu Khalid, "Apakah ayahmu memang mendengarnya dari Rasulullah Saw.?" Nafi' menjawab, "Ya, aku mendengar ayahku mengatakan bahwa dia mendengarnya dari Rasulullah Saw. sebanyak bilangan jari-jemariku yang sepuluh ini."
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ -هُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ الْمُؤَدِّبُ -حَدَّثَنَا لَيْثٌ -هُوَ ابْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِي وَهْبٍ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ رَجُلٍ قَدْ سَمَّاهُ، عَنْ أَبِي بَصْرَة الْغِفَارِيِّ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "سَأَلْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَرْبَعًا فَأَعْطَانِي ثَلَاثًا، وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يَجْمَعَ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يُظْهِرَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ اللَّهَ أَلَّا يُهْلِكَهُمْ بِالسِّنِينَ كَمَا أَهْلَكَ الْأُمَمَ قَبْلَهُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، أَلَّا يلبسهم شيعا وألا يذيق بعضهم بأس بعض، فَمَنَعَنِيهَا"
‌Hadis yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah mencerita­kan kepada kami Yunus (yaitu Ibnu Muhammad Al-Muaddib), telah menceritakan kepada kami Lais (yaitu Ibnu Sa'd), dari Abu Wahb Al-Khaulani, dari seorang lelaki yang ia sebutkan namanya, dari Abu Basrah Al-Gifari, seorang sahabat Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku pernah memohon kepada Tuhanku empat perkara, maka Dia memberiku tiga perkara dan mencegahku dari satu perkara lainnya. Aku memohon kepada Allah hendaknya Dia jangan menghimpunkan umatku dalam suatu kesesatan, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah Dia menguasakan mereka kepada musuh selain dari kalangan mereka sendiri, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah hendaknya Dia jangan membinasakan mereka dengan paceklik sebagaimana Dia telah membinasakan umat-umat sebelum mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah Swt. hendaknya Dia jangan menjadikan mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, dan janganlah Dia menimpakan keganasan sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.
‌Hadis ini tidak diketengahkan oleh seorang pun dari kalangan pemilik kitab sunnah yang enam.
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَابُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا أَبُو حُذَيْفَةَ الثَّعْلَبِيُّ، عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلاقة، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَة السَّوَائي، عَنْ عَلِيٍّ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثَ خِصَالٍ فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ، وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، لَا تُهْلِكْ أُمَّتِي جُوعًا فَقَالَ: هَذِهِ لَكَ. قُلْتُ: يَا رَبِّ، لَا تُسَلِّطْ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ -يَعْنِي أَهْلَ الشِّرْكِ -فَيَجْتَاحَهُمْ. قَالَ ذَلِكَ لَكَ قُلْتُ: يَا رَبِّ، لَا تَجْعَلْ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ". قَالَ: "فَمَنَعَنِي هَذِهِ"
‌Hadis yang lain, Imam Tabrani mengatakan bahwa telah mencerita­kan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah As-Sa'labi, dari Ziyad ibnu Ilaqah, dari Jabir ibnu Samurah As-Sawaf, dari Ali, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku pernah memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua di antaranya dan mencegahku dari yang satunya lagi. Aku berdoa, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau binasakan umatku dengan kelaparan.” Maka Dia menjawab, "Ini Kuberikan kepadamu.” Aku berdoa, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau kuasakan mereka kepada musuh selain dari mereka sendiri —yakni orang-orang musyrik—yang akibatnya mereka akan dibinasakan sampai ke akar-akarnya.”Dia menjawab, "Kuberikan hal itu kepadamu " Aku berdoa, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau jadikan keganasan mereka ada di antara sesama mereka.” Tetapi Dia tidak memberikan yang ini kepadaku.
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسَانَ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "دَعَوْتُ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَنْ يَرْفَعَ عَنْ أُمَّتِي أَرْبَعًا، فَرَفَعَ اللَّهُ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ، وَأَبَى عَلَيَّ أَنْ يَرْفَعَ عَنْهُمُ اثْنَتَيْنِ. دَعَوْتُ رَبِّي أَنْ يَرْفَعَ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ، وَالْغَرَقَ مِنَ الْأَرْضِ، وألا يلبسهم شيعا، وألا يذيق بعضهم بأس بَعْضٍ، فَرَفَعَ اللَّهُ عَنْهُمُ الرَّجْمَ مِنَ السَّمَاءِ، وَالْغَرَقَ مِنَ الْأَرْضِ، وَأَبَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَ اثْنَتَيْنِ: الْقَتْلَ، والهَرج".
‌Hadis yang lain, Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim,dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Abud Darda Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku pernah berdoa memohon kepada Tuhanku agar Dia menghapuskan dari umatku empat perkara, maka Allah menghapuskan dari mereka dua perkara dan menolak permintaanku yang duanya lagi, Dia tidak mau menghapuskan dari mereka kedua hal itu. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia menghapuskan azab hujan batu dari langit, kebanjiran dari bumi, janganlah Dia menjadikan mereka (umatku)berpecah-belah menjadi banyak golongan, dan janganlah Dia menimpakan keganasan sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain. Maka Allah menghapuskan dari mereka azab hujan batu dari langit dan kebanjiran dari bumi. Tetapi menolak tidak mau menghapuskan dua perkara lainnya, yaitu pembunuhan dan fitnah
‌طَرِيقٌ أُخْرَى عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَيْضًا: قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ أَبَانٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُنِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَدْرٍ شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ} قَالَ: فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ لَا تُرْسِلْ عَلَى أُمَّتِي عَذَابًا مِنْ فَوْقِهِمْ، وَلَا مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ، وَلَا تَلْبِسْهُمْ شِيَعًا، وَلَا تُذِقْ بَعْضَهُمْ بَأْسَ بَعْضٍ" قَالَ: فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ الله قد أجار أمتك أن يرسل عَلَيْهِمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِهِمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
‌Jalur yang lain dari Ibnu Abbas pula. Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Munir, telah menceritakan kepada kami Abu Badar (yaitu Syuja' ibnul Walid), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa ketika firman-Nya ini diturunkan: Katakanlah "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan)dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain.” (Al-An'am: 65) Ibnu Abbas mengatakan, "Lalu Nabi Saw. bangkit dan berwudu, kemudian berdoa: Ya Allah, janganlah Engkau timpakan kepada umatku suatu azab dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka, janganlah Engkau mencampurkan mereka dalam golongan-golongan(yang bertentangan), dan janganlah Engkau merasakan kepada sebagian mereka keganasan sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu datanglah Malaikat Jibril kepada Nabi Saw., lalu berkata, 'Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah melindungi umatmu, Dia tidak akan mengirimkan kepada mereka azab dari atas mereka atau dari bawah kaki mereka.’
‌حَدِيثٌ آخَرُ: قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مُوسَى، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ العَنْقَزِي، حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، عَنِ السُّدِّي، عَنْ أَبِي المِنْهَال، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَرْبَعَ خِصَالٍ، فَأَعْطَانِي ثَلَاثًا وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُهُ أَلَّا تَكْفُرَ أُمَّتِي وَاحِدَةً، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُعَذِّبَهُمْ بِمَا عَذَّبَ بِهِ الْأُمَمَ قَبْلَهُمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُظْهِرَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَعْطَانِيهَا. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ، فَمَنَعَنِيهَا".
‌Hadis yang lain, Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abdullah Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad Al-Anqazi, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari As-Saddi, dari Abul Minhal, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Aku pernah meminta kepada Tuhanku untuk umatku empat perkara, maka Dia memberiku tiga perkara darinya dan mencegahku dari yang satunya. Aku memohon kepada-Nya, semoga umatku tidak dilenyapkan oleh sekali azab, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya semoga Dia tidak mengazab mereka dengan azab yang pernah Dia timpakan kepada umat-umat sebelum mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya hendaknya Dia tidak menguasakan mereka kepada musuh yang selain dari kalangan mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya hendaknya Dia tidak menjadikan keganasan mereka berada di antara sesama mereka, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.
‌Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Sa'id ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Amr ibnu Muhammad Al-Anqazi dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
‌طَرِيقٌ أُخْرَى: وَقَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيب، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُباب، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ اللَّيْثِيُّ الْمَدَنِيُّ، حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ رَبَاحٍ مَوْلَى آلِ أَبِي ذُبَاب، سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا، فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُهُ أَلَّا يُسَلِّطَ عَلَى أُمَّتِي عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَعْطَانِي. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَهُمْ بِالسِّنِينَ، فَأَعْطَانِي. وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَلْبِسَهُمْ شِيَعًا وَأَلَّا يُذِيقَ بَعْضَهُمْ بَأْسَ بَعْضٍ، فَمَنَعَنِي".
‌Jalur yang lain, Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah men­ceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Zaid Al-Laisi Al-Madani, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Rabah maula keluarga Abu Ziab yang telah mendengar dari Abu Hurairah yang pernah mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Aku pernah memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan mencegahku dari yang satunya lagi. Aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia jangan menguasakan musuh atas umatku yang bukan dari kalangan mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia tidak membinasakan umatku dengan paceklik, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia jangan menjadikan mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, dan janganlah Dia merasakan kepada sebagian mereka keganasan sebagian yang lain, tetapi Dia tidak mem­berikannya kepadaku.
‌Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya berikut sanadnya dari Sa'd ibnu Sa'id, dari Abul Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
‌Al-Bazzar meriwayatkannya melalui jalur Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
‌Asar yang lain, Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada umat ini telah terjadi empat perkara; dua telah terjadi dan masih ada dua perkara lagi yang belum terjadi, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Yakni berupa rajam atau hujan batu (dari langit). atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65) Maksudnya, ditelan oleh bumi. atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain. (Al-An'am: 65) Menurut Sufyan As-Sauri, makna yang dimaksud ialah hujan batu dan ditelan oleh bumi.
‌Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain.” (Al-An'am: 65) Bahwa hal tersebut adalah empat perkara, dua di antaranya terjadi setelah selang dua puluh lima tahun sesudah Rasulullah Saw. wafat. Mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, sebagian dari mereka merasakan keganasan sebagian yang lain. Sedangkan yang dua perkara lagi pasti akan terjadi, yaitu hujan batu dan ditelan oleh bumi.
‌Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Abu Ja'far; dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan.(Al-An'am: 65), hingga akhir ayat. Siksaan atau azab itu telah diperhitungkan sesuai dengan dosa yang dilakukan. Apabila dosanya telah dilakukan, barulah dikirimkan siksaan yang setimpal dengannya.
‌Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Saddi, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. azab dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Yakni berupa rajam atau hujan batu. atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am; 65) Artinya, ditelan oleh bumi.
‌Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Jarir. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian." (Al-An'am: 65)
‌Bahwa dahulu Abdullah ibnu Mas'ud (ketika membaca ayat ini) menjerit, sedangkan ia berada di dalam masjid atau di atas mimbar, lalu ia berkata, "Ingatlah, hai manusia, sesungguhnya azab itu telah diturunkan atas kalian," karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Katakanlah "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Seandainya diturunkan azab dari langit kepada kalian, niscaya tidak akan tersisa seorang manusia pun dari kalian. atau dari bawah kaki kalian.(Al-An'am: 65) Seandainya bumi menelan kalian, niscaya binasalah kalian, dan tidak ada seorang pun dari kalian yang tersisa. atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain. (Al-An'am: 65)  Ingatlah, sesungguhnya telah diturunkan kepada kalian azab yang pa­ling buruk di antara ketiganya.
‌Pendapat yang kedua. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb; ia telah mendengar Khallad ibnu Sulaiman mengatakan bahwa ia pernah mendengar Amir ibnu Abdur Rahman mengatakan, sesungguhnya Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan kepada kalian azab dari atas kalian. (Al-An'am: 65) Yakni pemimpin-pemimpin yang jahat. atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65) Yakni pembantu-pembantu yang jahat.
‌Ali ibnu Abu Talhah mencerita­kan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: azab dari atas kalian.( Al-An'am: 65) Yakni para amir (penguasa kalian). atau dari bawah kaki kalian. (Al-An'am: 65) Yaitu datang dari budak-budak dan bawahan-bawahan kalian.
‌Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Abu Sinan dan Amr ibnu Hani' hal yang semisal. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini, sekalipun mempunyai segi yang sahih, tetapi pendapat yang pertama jauh lebih unggul dan lebih kuat; dan memang kenyataannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir. Kebenaran pendapatnya itu dibuktikan oleh firman Allah Swt.:
‌أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ * أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ *
‌Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang(berkuasa) di langit, bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit, bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku. (Al-Mulk: 16-17)
‌Di dalam sebuah hadis disebutkan:
‌"لِيَكُونَنَّ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَذْفٌ وخَسْفٌ ومَسْخٌ"
‌Sesungguhnya benar-benar akan ada pada umat ini(azab berupa) hujan batu, gempa bumi, dan kutukan.
‌Hadis ini disebutkan di antara hal-hal yang semisal mengenai pertanda dekatnya hari kiamat, persyaratannya, dan munculnya tanda-tanda yang mengawali hari kiamat; semuanya akan diterangkan pada bagian tersendiri, Insya Allah.

Allah SWT berfirman:
أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ

Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (QS. Saba’ [34]: 9)

Ayat ini mengaitkan jatuhnya meteor dari langit dengan kehendak Allah SWT. Isyaratnya menunjukkan pada masa yang akan datang. Al-Kisaf adalah potongan-potongan (benda langit) yang jatuh dari langit. Isyarat akan terjadinya Al-Kisaf dalam ayat ini berbeda dengan isyarat akan terjadinya al-hashib. Sebab, al-kisaf adalah potongan-potongan besar yang lebih menyerupai meteor. Adapun al-hashib adalah bebatuan kecil.

Setelah menjelaskan kemungkinan terjadinya hujan meteor, ayat di atas mengingatkan bahwa tidak ada yang bisa mengambil manfaat dan pelajaran dari tanda-tanda atau peringatan keras tersebut kecuali hamba yang bertaubat kepada Allah SWT, atau orang yang berilmu yang memahami kekuasaan dan sunah Allah SWT dalam mengatur alam semesta.

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Akan terjadi pada umat ini – atau umatku: perawi ragu-ragu lafal mana yang lebih benar – gempa dahsyat, atau pengubahan bentuk, atau pelemparan (batu-batu dari langit) atas para pengingkar takdir.”

Allah Swt. menceritakan tentang keadaan jin ketika Dia mengutus Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw. dan menurunkan kepadanya Al-Qur'an. Dan tersebutlah bahwa di antara pemeliharaan (penjagaan) Allah kepada Al-Qur'an ialah Dia memenuhi langit dengan penjagaan yang ketat di semua penjuru dan kawasannya, dan semua setan diusir dari tempat-tempat pengintaiannya, yang sebelumnya mereka selalu menduduki pos-posnya di langit. Agar setan-setan itu tidak mencuri-curi dengar dari Al-Qur'an, yang akibatnya mereka akan menyampaikannya kepada para tukang tenung yang menjadi teman-teman mereka, sehingga perkara Al-Qur'an menjadi samar dan campur aduk dengan yang lainnya, serta tidak diketahui mana yang benar. Ini merupakan belas kasihan Allah Swt. kepada makhluk-Nya, juga merupakan rahmat dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan sebagai pemeliharaan-Nya terhadap Kitab-Nya yang mulia. Allah, yang menjelaskan kebiasaan jin mencuri berita dari langit

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا * وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا

“Sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. Al-Jin: 8 – 9)

Yaitu barang siapa di antara kami yang berani mencoba mencuri-curi dengar sekarang, niscaya ia akan menjumpai panah berapi yang mengintainya yang tidak akan Iuput dan tidak akan meleset darinya, bahkan pasti akan mengganyangnya dan membinasakannya.

{وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا}

Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. (Al-Jin: 10)

Yakni kami tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi di langit, apakah keburukan yang dikehendaki bagi penduduk bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka? Ini merupakan ungkapan etis kaum jin karena mereka menyandarkan keburukan kepada yang bukan pelakunya, sedangkan kebaikan mereka sandarkan kepada pelakunya, yaitu Allah Swt. Di dalam sebuah hadis sahih diungkapkan:

"وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ"

Keburukan itu bukanlah dinisbatkan kepada Engkau.

Sebelum itu memang pernah juga terjadi pelemparan bintang-bintang yang menyala-nyala (meteor), tetapi tidak banyak terjadi, melainkan hanya sesekali saja dan jarang terjadi, seperti yang disebutkan di dalam hadis Al-Abbas, yang menceritakan bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba ada bintang yang dilemparkan (di langit) sehingga bintang itu menyala dengan terang. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang peristiwa ini?" Kami menjawab, "Kami beranggapan bahwa ada seorang yang besar dilahirkan, atau ada orang besar yang meninggal dunia." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Bukan demikian, tetapi apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit," hingga akhir hadis. Kami telah mengemukakannya dengan lengkap dalam tafsir surat Saba'.

Peristiwa penjagaan langit dengan penjagaan yang ketat itulah yang menggerakkan jin untuk mencari penyebabnya. Lalu mereka menyebar ke arah timur dan arah barat belahan bumi untuk mencari berita penyebabnya. Akhirnya mereka menjumpai Rasulullah Saw. sedang membaca Al-Qur'an dengan para sahabatnya dalam salat. Maka mereka mengetahui bahwa karena orang inilah langit dijaga ketat, lalu berimanlah kepadanya jin yang mau beriman, dan jin yang lainnya tetap pada kedurhakaan dan kekafirannya. Hal ini disebutkan di dalam hadis Ibnu Abbas pada tafsir surat Al-Ahqaf, tepatnya pada firman-Nya:

وَإِذْ صَرَفْنا إِلَيْكَ نَفَراً مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an. (Al-Ahqaf: 29), hingga akhir ayat.

Dan memang tidak diragukan lagi bahwa ketika peristiwa itu terjadi, yaitu banyaknya bintang yang menyala di langit dan selalu siap untuk dilemparkan bagi siapa yang akan mendekatinya, hal ini menyebabkan kegemparan di kalangan manusia dan jin; mereka kaget dan merasa takut dengan peristiwa tersebut. Mereka mengira bahwa alam ini akan hancur, sebagaimana yang dikatakan oleh As-Saddi berikut ini.

Bahwa sebelumnya langit tidak dijaga, melainkan bila di bumi terdapat seorang nabi atau agama Allah akan memperoleh kemenangan. Tersebutlah pula bahwa setan-setan sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus mempunyai pos-posnya tersendiri di langit yang terdekat untuk mendengar-dengarkan berita dari langit menyangkut peristiwa yang akan terjadi di bumi. Dan setelah Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul, setan-setan itu dilempari dengan panah-panah berapi di suatu malam, maka kagetlah penduduk Taif dengan peristiwa tersebut. Mereka mengatakan, "Penduduk langit telah binasa." Mereka mengatakan demikian karena melihat hebatnya api yang menyala di langit dan bintang-bintang meteor di malam itu simpang siur di langit menjadikan langit terang benderang.

Maka mereka memerdekakan budak-budaknya dan melepaskan ternak mereka, lalu Abdu Yalil ibnu Amr ibnu Umair berkata kepada mereka, "Celakalah kalian, hai orang-orang Taif, tahanlah harta benda kalian. Dan lihatlah dengan baik olehmu tempat-tempat bintang-bintang itu. Jika bintang-bintang itu masih tetap pada tempatnya masing-masing, berarti penduduk langit tidak binasa. Sesungguhnya kejadian ini tiada Lain karena Ibnu Abu Kabsyah, yakni Nabi Muhammad Saw. Dan jika kalian lihat bintang-bintang tersebut tidak lagi berada di tempatnya masing-masing, berarti penduduk langit telah binasa." Maka mereka memandang langit dengan pandangan yang teliti, dan ternyata mereka melihat bintang-bintang itu masih ada di tempatnya, akhirnya mereka menahan harta mereka dan tidak dilepaskannya lagi.

Setan-setan merasa terkejut dengan peristiwa tersebut di malam itu, maka mereka menghadap kepada iblis pemimpin mereka dan menceritakan kepadanya peristiwa pelemparan yang dialaminya. Iblis memerintahkan kepada mereka, "Datangkanlah kepadaku dari tiap-tiap kawasan bumi segenggam tanah, aku akan menciumnya." Lalu. iblis menciumnya dan berkata, "Ini gara-gara teman kalian yang ada di Mekah." Maka iblis mengirimkan tujuh jin dari Nasibin. dan mereka datang ke Mekah, maka mereka menjumpai Nabi Allah sedang berdiri mengerjakan salatnya di Masjidil Haram dalam keadaan membaca Al-Qur'an. Mereka makin mendekatinya karena ingin mendengarkan bacaan Al-Qur:an, dan hampir saja bagian yang menonjol dari tenggorokan mereka menyentuh Nabi Saw. Kemudian mereka masuk Islam, maka Allah Swt. menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi-Nya yang menceritakan perihal mereka. Kami telah menerangkan bagian ini secara rinci di permulaan pembahasan kebangkitan Rasul dari kitab kami yang berjudul Kitabus Sirah, dengan keterangan yang panjang lebar.
Firman Allah menjelaskan fungsi bintang

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.(QS. Al-Mulk: 5)

Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang ini diciptakan untuk tiga hal, yaitu Allah menciptakannya untuk perhiasan bagi langit, dan sebagai pelempar setan, serta sebagai tanda-tanda untuk dijadikan petunjuk arah. Maka barang siapa yang mempunyai takwilan lain selain dari yang telah disebutkan, berarti dia mengemukakan pendapatnya sendiri, memasuki bagian yang bukan bagiannya, keliru dalam berpendapat, serta rnemaksakan dirinya terhadap apa yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.

HILANGNYA KETAJAMAN MATA HATI


Asy-Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan

اِجْتِهَادُكَ فِيمَا ضُمِنَ لَكَ، وَ تـَقْصِيْرُكَ فِيمَا طُلِبَ مِنْكَ، دَ لِيلٌ عَلَى انـــْطِمَاسِ الْــبَصِيْرةِ مِنْكَ

"Kesungguhanmu pada apa-apa yang telah Dia Ta’ala jamin bagimu, dan kelalaianmu pada apa-apa yang Dia Ta’ala tuntut darimu, merupakan bukti atas lenyapnya bashirah darimu!"


Bashirah adalah istilah teknis agama untuk "mata hati" yang memiliki fungsi spesifik. Di dalam Al-Quran terdapat banyak kata tentang "bashirah", misalkan dalam Surah Al-Israa' [17]: 72 dikatakan,"Dan barangsiapa yang buta (a'maa) di dunia, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta dan lebih tersesat jalannya". Atau dalam ayat lain disebutkan:

خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Allah telah mengunci-mati qalb-qalb mereka dan telinga-telinga mereka, dan bashirah-basirah mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. —Q.S. Al-Baqarah [2]: 6

Meski seseorang bisa melihat hingga ke ujung dunia atau dapat menembus langit yang tujuh, namun bila masih bingung dengan kehidupan, maka itu sebuah penanda bahwa bashirah kita masih tertutup.

Karena bashirah itu bukan untuk melihat hal-hal di luar diri, tetapi untuk melihat kebenaran hakikat. Bashirah adalah untuk melihat Al-Haqq dalam segala sesuatu, dalam segenap ufuk dan dalam dirinya. Sebagaimana firman-Nya:

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap ufuk dan pada nafs-nafs mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa semua itu adalah Al-Haqq. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? —Q.S. Fushshilat [41]: 53

Akan tampak bagi mereka bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu benar diturunkan dari sisi Allah kepada rasul-Nya, melalui bukti-bukti yang di luar itu yang terdapat di segenap ufuk, seperti kemenangan-kemenangan yang diperoleh Islam sehingga Islam muncul dan syiar di seluruh belahan bumi dan berada di atas agama lainnya.

Mujahid, Al-Hasan, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada pada diri mereka sendiri ialah kejadian Perang Badar, jatuhnya kota Mekah ke tangan kaum muslim, dan kejadian-kejadian lainnya yang menimpa mereka (orang-orang kafir) membuktikan pertolongan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya, dan terhinanya kebatilan bersama bala tentaranya pada kejadian-kejadian tersebut.

Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di dalam diri manusia, misalnya bentuk tubuhnya, organ-organ tubuhnya, dan segala sesuatu yang ada dalam diri manusia seperti yang dijelaskan dalam ilmu bedah tubuh. Semuanya itu menunjukkan kepada kebijaksanaan Penciptanya. Demikian pula tanda-tanda kekuasaan Allah dapat dilihat melalui watak yang diciptakan-Nya di dalam dirinya, seperti akhlak yang berbeda-beda —ada yang baik dan ada yang buruk— dan lain sebagainya. Juga melalui sepak terjang yang dialaminya, yang semuanya itu berjalan di bawah garis takdir Allah Swt. yang tidak dapat dilampaui dan tidak dapat pula dilanggar atau diwaspadai.

‌Hal tersebut diungkapkan oleh Ibnu Abiddunya di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, dari gurunya Abu Ja'far Al-Qurasyi yang telah mengatakan dalam bait-bait syair gubahannya:

وَإذَا نَظَرْتَ تُريدُ مُعْتَبَرا ... فَانظُرْ إليْكَ فَفِيكَ مُعْتَبَرُ ...

أنتَ الَّذِي يُمْسِي وَيُصْبحُ فِي ... الدُّنْيَا وكُلّ أمُوره عبَرُ ...

أنتَ المصرّفُ كانَ فِي صِغَرٍ ... ثُمّ استَقَلَّ بِشَخْصِكَ الكِبَرُ ...

أنتَ الَّذِي تَنْعَاه خلْقَتُه ... يَنْعاه مِنْهُ الشَّعْرُ والبَشَرُ ...

أنتَ الَّذِي تُعْطَى وَتُسْلَب لَا ... يُنْجيه مِنْ أنْ يُسْلَبَ الحَذَرُ ...

أنْتَ الَّذِي لَا شَيءَ منْه لَهُ ... وَأحَقُّ منْه بِمَاله القَدَرُ ...

Jika engkau memandang dengan tujuan mengambil pelajaran, maka pandanglah dirimu sendiri di dalam dirimu banyak terkandung pelajaran.

Engkau jalani kehidupan di dunia pagi dan petang, semua urusan pribadimu mengandung pelajaran.

Engkau adalah seorang pelaku yang dahulunya dalam keadaan kecil, kemudian berdiri sendiri membawa dirimu setelah dewasa.

Engkau adalah orang yang dibelasungkawa oleh kejadiannya, rambut dan kulitnya berbelasungkawa terhadapnya.

Engkau adalah orang yang diberi dan dirampas, tiada seorang pun yang hati-hati dapat menyelamatkannya dari perampasan.

Engkau adalah orang yang tidak memiliki sesuatu pun yang diperolehnya, dan yang lebih berhak untuk memiliki apa yang dipunyainya adalah takdir.

Adapun firman Allah Swt.:

{حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ}

sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Fushshilat: 53)

Yakni cukuplah Allah sebagai saksi terhadap segala perbuatan dan ucapan hamba-hamba-Nya. Dia bersaksi bahwa Muhammad Saw. benar dalam menyampaikan apa yang dia terima dari-Nya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman:Nya:

{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ}

‌(mereka tidak mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa: 166), hingga akhir ayat.

Firman Allah Swt.:

{أَلا إِنَّهُمْ فِي مِرْيَةٍ مِنْ لِقَاءِ رَبِّهِمْ}

Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka.(Fushshilat: 54)

Maksudnya, dalam kebimbangan tentang terjadinya hari kiamat. Karena itu, mereka tidak memikirkannya dan tidak mengetahuinya serta tidak bersikap waspada terhadapnya. Bahkan masalah hari kiamat tidak terlintas sekali dalam pikiran mereka, dan mereka sama sekali tidak mempedulikannya; padahal hari kiamat pasti terjadi, tiada keraguan padanya.

Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Tamim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sa'id Al-Ansari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz r.a. menaiki mimbarnya, lalu memuji dan menyanjung Allah Swt., kemudian mengatakan,"Amma Ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku mengumpulkan kalian di majelis ini bukan karena suatu peristiwa yang akan kuceritakan kepadamu. Tetapi aku sedang merenungkan urusan ini (hari kiamat) yang kelak akan menjadi tempat kembali kalian. Maka aku menyimpulkan bahwa orang yang membenarkan urusan ini di mulutnya saja adalah orang yang dungu, dan orang yang mendustakannya adalah orang yang binasa." Setelah itu Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz turun dari mimbarnya.

Yang dimaksud dengan ucapan orang yang membenarkannya adalah 'orang yang dungu' ialah karena orang yang bersangkutan tidak mau beramal untuk menyambut kedatangannya, tidak bersikap mawas diri, serta tidak merasa takut dengan kengerian dan kedahsyatan peristiwa yang terjadi padanya. Ironisnya dengan sikap yang demikian dia membenarkan­nya dan meyakini akan kejadiannya. Tetapi dalam waktu yang sama dia tenggelam di dalam permainan, kelalaian, nafsu syahwat, dan dosa-dosanya; hal ini menunjukkan bahwa dia adalah orang yang dungu. Menurut terminologi bahasa, ahmaqartinya lemah akal. Adapun yang dimaksud dengan ucapan bahwa orang yang mendustakannya akan binasa, sudah jelas pengertiannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Dalam firman selanjutnya Allah Swt. menetapkan bahwa Dia Mahakuasa atas segala sesuatu dan Maha Meliputi segalanya. Untuk menjadikan hari kiamat bagi Allah Swt. merupakan urusan yang teramat mudah.

Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. (Fushshilat: 54)

Yakni semua makhluk berada di bawah pengaturan dan genggaman kekuasaan-Nya serta berada di bawah liputan pengetahuan-Nya. Dia­lah yang mengatur kesemuanya dengan keputusan-Nya. Maka apa yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia.

DENGAN MENINGGALKAN PERBUATAN DOSA MAMPU TAJAMKAN MATA BATIN


Di antara hukuman akibat dosa adalah tertutupnya hati, pendengaran, dan kaburnya penglihatan sehingga hati menjadi terkunci, tertutup, dan berkarat. Hati juga akan menjadi tidak teguh, tidak tajam pandangannya, dan suka bersiasat terhadap diri sendiri.

Dosa juga mengakibatkan hati lupa kepada Tuhan, lupa pada diri sendiri, dan meninggalkan keinginan menuju-Nya. Kemudian, hati menjadi sempit dan terluka seakan-akan ia membumbung tinjui di langit. Namun, semakin lupa akan kebenaran dan sakit itu pun semakin bertambah parah dan keras.

Para pembaca yang budiman, satu lagi diantara perkara yang akan membuat hati seseorang membatu adalah banyak melakukan dosa. Dosa yang dilakukan oleh seseorang (apalagi jika ia dosa besar) akan menyebabkan hati kita akan tertutupi oleh noda-noda maksiat dan dosa tersebut. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya,

كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”.(QS. Al-Muthoffifin:14 ).

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيْئَةً نُكِتَتْ فِيْ قَلْبِهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ, فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيْهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ

“Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya.” [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]

Hati yang ada pada diri setiap orang, ibarat tubuh seseorang. Tubuh itu kalau tidak mengenakan apa-apa, maka akan terasa ringan. Demikian pula hati, kalau sedikit kesalahannya, dan mudah tersentuh sehingga mudah meneteskan air mata.

Dosa yang dikerjakan oleh seseorang akan mematikan hati, sedang ketagihan dengannya akan membuat diri seorang hamba menjadi hina dina. Jika anda menginginkan hati ini hidup, maka hendaknya meninggalkan dosa, sebab itulah kehidupan hati. Oleh karena itu, setiap orang menginginkan hatinya hidup hendaknya ia menjauhi maksiat dengan sejauh-jauhnya, karena maksiat dan dosa itu seperti api yang akan membakar hati dan membinasakannya.
Waspadailah perbuatan dosa dan maksiat, karena akan merusak hati dan akan menutupnya sedikit demi sedikit. Sehingga semakin lama akan memadamkan cahaya hati, akalnya mati, dan berbalik semua keadaannya. Ia akan melihat kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan. Ini semua sebagai hukuman dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu, banyak dari kaum muslimin pada zaman sekarang yang kacau amaliahnya dan bertindak tanpa petunjuk yang benar dalam urusan sehari-hari mereka. Itu semua disebabkan dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Sungguh, sangat benar yang difirmankan Allah ta’ala.

Firman Allah Swt.:

{إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ}

yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata, "Itu adalah dongengan-dongengan orang-orang yang dahulu.” (Al-Muthaffifin: 13)

Yakni apabila dia mendengar Kalamullah dari Rasul Saw., maka dia mendustakannya dan menuduhnya dengan prasangka yang buruk, maka dia meyakininya sebagai buat-buatan yang dihimpun dari kitab-kitab orang-orang yang terdahulu. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya:

وَإِذا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu.” (An-Nahl: 24)

Dan firman-Nya:

وَقالُوا أَساطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَها فَهِيَ تُمْلى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al-Furqan: 5)

Maka disangggah oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam surat ini:

{كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)

‌Yakni keadaannya tidaklah seperti apa yang mereka dugakan, dan tidak pula seperti apa yang dikatakan oleh mereka bahwa Al-Qur'an ini adalah dongengan orang-orang dahulu, bahkan Al-Qur'an itu adalah Kalamullah, dan wahyu-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dan sesungguhnya hati mereka terhalang dari beriman kepada Al-Qur'an, tiada lain karena hati mereka telah dipenuhi dan tertutup oleh noda-noda dosa yang banyak mereka kerjakan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Al-Muthaffifin:14)

Ar-rain menutupi hati orang-orang kafir, dan al-gaimmenyelimuti hati orang-orang yang berbakti, sedangkan al-gain meliputi hati orang-orang yang terdekat (dengan Allah).

Ibnu Jarir, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ مِنْهَا صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ، فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sesungguhnya seorang hamba itu apabila melakukan suatu dosa, maka terjadilah noktah hitam di hatinya; dan apabila ia bertobat darinya, maka noktah itu lenyap dari hatinya dan menjadi cemerlang; dan apabila ia menambah dosanya lagi, maka bertambah pulalah noktahnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya; "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan, sahih. Menurut lafaz yang ada pada Imam Nasai disebutkan seperti berikut:

"إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِت فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَهُوَ الرَّانُ الَّذِي قال الله: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Sesungguhnya seorang hamba itu apabila berbuat suatu dosa, maka terjadilah suatu noktah hitam pada hatinya. Dan apabila dia menghentikan perbuatan dosanya, lalu memohon ampun kepada Allah dan bertobat, maka hatinya menjadi mengkilap lagi (bersih). Dan jika dia mengulangi perbuatan dosanya, noktah itu kembali lagi menutupi hatinya, hingga noktah itu menutupi seluruh hatinya (jika ia terus-menerus melakukannya). Itulah yang dimaksud dengan ar-ran yang terdapat di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

قَالَ أَحْمَدُ:حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ عَجْلان، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِل قَلْبُهُ، فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَذَاكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ فِي الْقُرْآنِ: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} "

‌Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin itu apabila melakukan perbuatan dosa, terjadilah noktah hitam pada hatinya; dan jika ia bertobat dan kapok serta memohon ampun kepada Allah, maka hatinya kembali bersih mengkilap.Dan apabila dia menambah dosanya, maka bertambah pula noktah hitam itu hingga menutupi seluruh hatinya. Itulah yang dimaksud denganar-ran (kotoran) yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ar-ran ialah dosa di atas dosa sehingga membutakan hatinya dan hatinya mati. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya.

‌Maksiat merupakan sebab hancumya manusia di dunia maupun di akhirat. Hati seseorang yang bermaksiat akan menjadi keras serta akan merasakan sempit di dalam dadanya, dan ini madharatnya lebih parah bagi hati daripada racun bagi badan. Maka ketahuilah, bahwa semua penyakit dan kejelekan, sebab utamanya adalah dosa dan maksiat yang mengeluarkan seseorang dari kebahagiaan serta kenikmatan menuju kesedihan dan kesempitan.

Bukankah kejadian yang ada di muka bumi dari gempa bumi, gunung meletus, angin topan, tsunami, dan fenomena gerhana merupakan sebab perbuatan manusia sendiri dari maksiat dan dosa?! Dan tidaklah Allah mengirimkan tanda-tanda kebesaran-Nya melainkan untuk menakut-nakuti para hamba agar segera bertaubat.

Abdullah bin al-Mubarak mengatakan:

رَأَيْتُ الذنُوْبَ تُمِيْتُ القلُوبَ … وَقَدْ يُوْرِثُ الذلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذنُوْبَ حَيَاةُ القلُوْبِ … وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهاَ

– Sungguh aku melihat dosa-dosa dapat mematikan hati
– Terus-menerus melakukannya akan mewariskan kehinaan
– Meninggalkan dosa adalah kehidupan hati
– Dan lebih baik bagi dirimu meninggalkannya

Dan apabila dosa sudah menutupi hati, ia akan menolak kebenaran dari manapun datangnya. Kemudian, semakin hari akan bertambah jauh dari Allah ta’ala. Dan apabila sudah jauh dari Allah, Allahta’ala akan menjauhinya. Karena seseorang bila jauh dari Allah, hatinya gelap penuh dengan kemurungan dan kerisauan. Ini semua disebabkan banyaknya dosa dan maksiat. Karena dosa akan menjerumuskan kepada dosa yang lain, sebagaimana amal shalih akan membawa amal shalih yang lain. Oleh karena itu, orang yang bermaksiat tidak selayaknya melihat seberapa besar dosa dan maksiat yang dikerjakannya saja, tetapi hendaknya melihat kepada siapa dia bermaksiat. Allah, yang memiliki alam semesta.

Banyak Berdzikir Kepada Allah ‘Azza wa Jalla

Ini merupakan suatu hal yang memperlambangkan kuatnya hubungan antara hati si hamba dengan Allah ‘azza wa jalla. Ini merupakan rangkaian terapi yang agung dalam mengupayakan bersihnya hati; yaitu banyak berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla. Ibnu Taimiyyah pernah ditanya mengenai amalan yang paling utama; beliau berkata: “Adapun amalan yang utama adalah dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla; ini seperti sudah menjadi ijmak di antara umat ini. ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa beliau bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ تَعَاطِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ غَدًا فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Maukah kalian aku beritahukan amalan kalian yang terbaik, amalan yang paling harum di sisi Allah ‘azza wa jalla Penguasa kalian, dan yang paling tinggi untuk derajat kalian, juga lebih baik bagi kalian dari pada memiliki emas dan perak, juga lebih baik daripada kalian berjumpa dengan musuh esok lalu kalian pun menebas leher mereka dan merekapun menebas leher kalian? Mereka menjawab: Mau wahai Rosulallah. Beliau bersabda: Yaitu dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla Azza Wa Jalla.” (HR. Ahmad dan lainnya).

Dan cukuplah kiranya bahwa hati yang bersih nan suci penuh dengan denyut kehidupan yang positif, tidak sama dengan orang yang tidak suka berdzikir, di mana hatinya pun bagaikan orang mati saja. Seperti dalam hadits:

مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِى يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ وَالْبَيْتِ الَّذِى لاَ يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ مَثَلُ الْحَىِّ وَالْمَيِّتِ

“Perumpamaan rumah yang disebut Allah ‘azza wa jalla di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah ‘azza wa jalla di dalamnya, seperti halnya perumpaan orang yang hidup dan mati”. (HR. Muslim)

Namun secara psikis, qalbdimaknai sebagai sifat atau kualitas dalam diri manusia yang cenderung berubah-ubah, tidak tetap dan tidak konsisten. Qalbdapat memberi pertimbangan dan pengambilan keputusan yang baik atau yang buruk. Karena itulah, salah satu do'a yang sering dibaca oleh Nabi Muhammad saw. selepas shalat adalah sebagai berikut:

          اللهمّ يا مقلب القلوب ثبّت قلبي على دينك. اللهمّ مصرّف القلوب صرّف قلوبنا على طاعتك  رواه مسلم عن عمرو بن العاص.

            Artinya: "Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah kami untuk tetap (mengikuti) agama-Mu. Ya Allah, Dzat yang membuat hati berpaling, kokohkanlah hati kami untuk senantiasa taat kepada-Mu." (HR. Muslim).

Ma’rifat adalah tingkat penyerahan diri kepada Allah secara berjenjang, secara tingkat demi setingkat sehingga sampai kepada tingkat keyakinan yang kuat. Orang yang memiliki ilmu ma’rifat dianggap sebagai orang yang “ARIF” karena ia selalu senantiasa memikirkan dalam-dalam tentang segala macam liku-liku kehidupan di dunia ini.

Oleh karena itu jika kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu ma’rifat, maka akan meraih suatu nilai plus dari allah swt.yaitu ” KAROMAH”

Karomah adalah keistimewaan yang tidak dimiliki orang awam. Bentuk karomah tersebut adalah mata hati kita menjadi mawas dan indra keenam kita menjadi tajam. Jika indra keenam menjadi tajam, maka kita akan di anugrahi sebuah keistimewaan oleh allah yang dapat mengetahui sesuatu yang tersembunyi di balik peristiwa.

Orang yang mata hatinya dan indra keenamnya tajam, maka ia dapat masuk ke dalam hal-hal yang dianggap ghaib (tersembunyi). Orang yang arif (memiliki ilmu ma’rifat), suka memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dengan mata kepalanya, kemudian ia merenungkan dengan mata hatinya.

Orang ma’rifat jika melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu menggunakan nuraninya daripada hawa nafsunya.

Ia tahu betul, apakah hawa nafsu yang mempengaruhi dirinya atau nuraninya yang berkata. Oleh karena itu, orang yang sudah menduduki tingkat ini, selalu tajam indera keenamnya. Ia tahu sesuatu yang merugikan bagi dirinya meskipun tampak seakan-akan menguntungkan. Ia pun tahu apa yang menguntungkan, meskipun seakan-akan nampak seperti merugikan.

Maka, jangan heran, kadang-kadang orang awam memandang sesuatu itu baik dan menguntungkan, namun bagi orang yang ma’rifat (orang yang tajam indera keenamnya), dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan.

Melihat kebaikan dan keburukan dengan mata kepala saja tidak akan dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya. Sesuatu yang baik/elok dipandang mata kadang-kadang hanyalah tipuan belaka.

Begitupun juga sebaliknya,Sesuatu yang buruk dipandang mata, kadang-kadang tersimpan sesuatu yang menguntungkan. Maka betapa pentingnya jika kita berlatih (mentarbiyah) untuk mempertajam mata hati dan indera keenam.

Buta mata belum tentu membahayakan bagi kehidupan kita. Karena banyak orang yang buta penglihatannya (matanya), tetapi masih mampu melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Bahkan ia mempunyai keistimewaan, yakni lebih mawas dari pada kita yang memiliki mata normal. Namun jika mata hati telah buta, maka pertanda hancurlah kehidupan kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Orang yang buta hatinya, seringkali merasa kecewa dalam menghadapi liku-liku kehidupannya, karena ia sering gagal dalam mengambil keputusan. Keputusannya lebih banyak meleset. Sebab, yang digunakan untuk mengambil keputusan lebih didasarkan pada penglihatan mata dan akal yang dipenuhi hawa nafsu. Jadinya, ia kurang cermat dan kurang hati-hati. Ia mudah terkecoh dengan fatamorgana serta khayalan-khayalannya sendiri.

“Dan barang siapa yang buta mata hatinya di dunia ini, maka buta pula di akhirat, jauh tersesat jalannya.”

“Sesungguhnya, bukan matanya yang buta, tetapi mata hatinyalah yang buta, yang berada di rongga dadanya.”
Oleh karena itu, betapa pentingnya kita mempelajari ilmu ma’rifat. Dengan ilmu ma’rifat, hati dan alam bawah sadar kita terhindar dari ”kebutaan”. Hati kita menjadi jernih sehingga setiap af’al dan aqual kita selaras dengan tatanan dan tuntunan.

Orang yang ma’rifat, selalu berprasangka baik kepada siapapun. Ia juga selalu berprasangka baik kepada Allah swt. Tidak pernah berkeluh kesah dalam hidupnya. Ia selalu merasa dekat kepada Allah. Selalu merasa cinta, penuh harapan dan hatinya terasa senantiasa tenteram.

Ilmu ma’rifat mengantarkan kita kepada suasana hati ikhlas dalam berbuat apa saja, lebih-lebih beribadah kepada Allah. Ibadahnya dilakukan tanpa mengharap pahala/ganjaran dan tanpa keinginan dipuji orang lain.

Orang-orang ma’rifat menganggap jika perbuatan dilakukan tidak dengan ikhlas, tetapi dengan mengharapkan pahala/ganjaran, maka akan mengotori jiwanya. Jika jiwa kotor, hati akan berdebu. Bila hati berdebu berarti mata batin dan indera keenam telah buta.

Golongan orang-orang ini selalu menjaga hatinya dan alam bawah sadarnya agar tidak tercemar oleh debu-debu yang dapat membutakan. Karena itu, suasana hati orang-orang ma’rifat selalu tenteram karena selalu berprasangka baik (husnuddzon) kepada siapa pun, tidak membenci, tidak dendam-tidak iri hati- tidak sombong dan tidak riyak.

Sebab, sederetan penyakit semisal sombong, benci, dendam, iri hati dan sebagainya merupakan letupan emosi, bukan nurani yang berbicara, melainkan nafsu keserakahan.

MATA BATIN VS INDRA


Banyak yang terjebak dengan kata-kata dan istilah... Mata Ketiga senantiasa dikaitkan dengan kemampuan untuk melihat secara visual atau gambar. Padahal sebenarnya tidak demikian. Mata Ketiga sebenarnya merupakan salah satu Organ Intuisi atau Indra Ke-enam manusia yang terletak di otak yang di sebut dengan God Spot atau Kelenjar Pineal Gland.

Manusia sebenarnya memiliki enam indera. yang lima indera disebut sebagai panca indera, sedangkan yang keenam disebut sebagai indera ke enam. Panca indera terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit.
‌Mata digunakan untuk melihat. Dan hanya bisa melihat ketika ada pantulan cahaya dari benda yang ingin dilihat ke mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun ada benda di depan kita, benda tersebut tidak bisa kita. lihat. Misalnya dalam kegelapan yang sangat, kita pun tidak mampu melihat tangan kita sendiri.
‌Indera penglihatan ini memiliki berbagai keterbatasannya. la hanya mampu melihat jika ada pantulan 'cahaya Tampak' pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Ia tidak bisa melihat benda yang terlalu jauh. la juga tidak bisa melihat benda yang terlalu kecil seperti atom atau elektron. Juga tidak bisa melihat benda-benda di balik tembok.
‌Bahkan mata kita gampang tertipu dengan berbagai kejadian, misalnya fatamorgana. Atau juga pembiasan benda lurus di dalam air, sehingga kelihatan bengkok. Dan lain sebagainya.
‌Penglihatan oleh mata kita sangatlah kondisional, dan tidak 'menceritakan' fakta yang sesungguhnya kepada otak kita. Ambillah contoh, gunung kelihatan biru bila kita lihat dari jauh. Padahal fakta yang sesungguhnya : pepohonan di gunung itu berwarna hijau. Contoh lain, bintang-bintang di langit kelihatan sangat kecil dan berkedip-kedip. Padahal sesungguhnya ia sangatlah besar, ratusan sampai ribuan kali lebih besar dibanding bumi yang kita tempati dan tidak berkedip-kedip.
‌Juga jika kita menganggap bahwa besi adalah benda padat yang massif dan diam. Pada kenyataannya, besi itu berisi jutaan elektron yang bergerak berputar-putar dan penuh dengan lubang. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang membuktikan bahwa penglihatan kita ini mengalami distrorsi alias penyimpangan yang sangat besar.
‌Namun demikian mata inilah yang kita gunakan untuk memahami dunia kita. Ya, dunia di luar diri kita. Mata tidak bisa kita gunakan untuk 'melihat' dunia di dalam diri kita, seperti pikiran dan kehendak.
‌Keterbatasan penglihatan kita ini sebenarnya karunia dari Allah. Bayangkan jika penglihatan kita tidak terbatas. Kita pasti bisa melihat jin, bisa melihat manusia lain di balik tembok, atau melihat elektron-elektron pada air yang mau kita minum, atau melihat molekul-molekul udara yang mau kita hirup untuk bernafas. Hidup kita akan sangat kacau dan menakutkan...
‌Telinga, demikian pula adanya. Telinga adalah alat kelengkapan kita untuk memahami suara yang berasal dari dunia di luar diri kita. Telinga juga memliki berbagai keterbatasannya. la hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi 20 s/d 20.000 Hertz (getaran per detik). Suara yang memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Maka, hasilnya kita bisa 'mendengar' frekuensi suara yang berasal dari dunia luar kita itu.
‌Jika ada suara-suara yang getarannya di luar frekuensi tersebut (lebih tinggi atau pun lebih rendah) maka kita tidak akan bisa mendengarnya. Misalnya suara kelelawar dengan frekuensinya yang sangat tinggi. Atau juga suara belalang. Dan beberapa jenis suara lainnya.
‌Kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu lemah intensitasnya, seperti orang yang berbisik. Atau, kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu jauh sumbernya dari kita. Juga tidak mungkin kita mampu menangkap suara-suara pada frekuensi sangat tinggi, seperti pada gelombang radio, dan lain sebagainya.
‌Pada intinya, telinga kita memiliki keterbatasannya. Sebagaimana mata, juga sering mengalami distorsi alias penyimpangan. Di tempat yang riuh misalnya, telinga kita tidak mampu menangkap pembicaraan dengan volume normal. Dan jika digunakan untuk mendengar suara yang terlalu keras, gendang telinga kita bisa mengalami kerusakan.
‌Allah memberikan batas pendengaran kita sebagai karunia dan rahmat. Bayangkan jika pendengaran kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara berbagai binatang malam. Juga kita bisa mendengarkan suara jin, dan lain sebagainya. sehingga kita pasti tidak akan bisa tidur karenanya...
‌Indera yang ketiga adalah hidung. Indera ini digunakan untuk memahami bau. Gas yang mengandung partikel-partikel bau menyentuh ujung-ujung saraf pembau di lubang hidung kita bagian dalam. Maka, dikatakan kita bisa membaui benda atau masakan tertentu, karena rangsangan yang ditangkap oleh saraf pembau itu akan diteruskan ke otak kita, dan kemudian memberikan 'kesan' bau tertentu kepada kita.
‌Namun ini juga memiliki berbagai keterbatasannya, serta memberikan distorsi yang beragam. Jika kita membaui aroma yang terlalu 'pedas' misalnya, maka hidung kita akan bersin-bersin. Demikian pula jika kita membaui aroma busuk terlalu lama, maka hidung kita akan beradaptasi dan kemudian memberikan kesan bahwa aroma tersebut tidaklah busuk lagi. Dan sebagainya.
‌Dan kemudian indera pengecap dan peraba, yaitu lidah dan Kulit. Lidah digunakan untuk mengecap rasa, sedangkan kulit digunakan untuk merasakan kasar halusnya sebuah benda. Sebagaimana indera indera sebelumnya, maka kedua indera ini juga memiliki banyak keterbatasan dalam memahami fakta yang ada di luar dirinya.
‌Kalau kulit kita dibiasakan dengan benda kasar terus dalam kurun waktu yang panjang, maka kepekaan kulit kita untuk memahami benda yang halus juga akan berkurang. Kalau kulit dibiasakan dengan suhu panas dalam kurun waktu yang lama, maka ia juga tidak mampu mendeteksi suhu dingin dengan baik. Begitu juga dengan kemampuan lidah kita. Dalam kondisi terlalu pedas, misalnya, kepekaan lidah kita akan sangat berkurang. Dan lain sebagainya.
‌Dengan berbagai penjelasan di atas, saya hanya ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa indera kita bekerja dalam keadaan yang sangat kondisional, dan kurang bisa dipercaya. Juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yang sangat sempit dalam memahami fakta yang sesungguhnya. terjadi. Panca indera hanya bisa digunakan untuk melihat 'Dunia Luar' dalam kondisi yang sangat terbatas!
‌Sebenarnya, manusia memiliki indera yang jauh lebih hebat dibandingkan dengan panca inderanya. Itulah Indera ke enam. Setiap orang memiliki indera ke enam yang bisa berfungsi melihat, mendengar, meraba, merasakan, dan membaui sekaligus.
‌Jadi MATA KETIGA = INDRA KE ENAM.

‌Dan itu tidak melulu soal melihat secara gambar atau visual, tetapi bisa juga bersifat mendengar, meraba, merasakan, dan membaui sekaligus. Dan potensi ketajaman Indra Keenam tiap orang tidak sama.
‌Ada yang Dominan Potensi Melihat, atau Indra keenamnya berbakat di bidang penglihatan gaib.Ada yang Dominan Potensi Mendengar, atau Indra keenamnya berbakat di bidang pendengaran gaib.DLL.Dengan memahami ini, maka kita tidak akan iri dengan kemampuan orang lain. Tetapi kita akan lebih fokus memaksimalkan ketajaman indra keenam yang kita miliki...
‌Tumbuhkan Kesadaran untuk mensyukuri setiap anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Maka potensi diri kita akan semakin ditingkatkan oleh Allah swt...
‌Kenapa tidak semua kita bisa menggunakan Indra keenamnya? ya, karena kita tidak melatihnya. Sejak kecil, setiap manusia memiliki indera ke enamnya, dan berfungsi dengan baik. Karena itu, seorang bayi bisa melihat dunia Dalamnya. la menangis dan tertawa sendiri, karena melihat ada 'Dunia Lain', selain yang bisa 'dilihat' oleh panca indera orang dewasa. Seorang anak sampai usia balita bisa melihat dunia jin.
‌Akan tetapi seiring dengan pertambahan waktu, kemampuan indera ke enam kita itu menurun drastis. Sebabnya adalah orang tua kita tidak melatih indera ke enam kita itu. Mereka lebih melatih panca indera kita untuk memahami 'Dunia Luar'. Orang tua kita lebih risau jika kita tidak bisa memfungsikan panca indera ketimbang indera yang ke enam. Padahal kemampuan indera ke enam ini jauh lebih dahsyat.
‌Kita bisa membuktikannya pada beberapa orang yang mengalami masalah dengan penglihatannya, tetapi ia memiliki 'perasaan' (feeling) yang lebih kuat dibandingkan dengan orang normal.
‌MATA HATI

‌Sasaran penggarapan peribadatan dalam Islam adalah Hati. Sebelumnya juga telah dijelaskan bagaimana cara melembutkan hati agar bisa memunculkan aura jernih, yang menjadi ciri khas ahli Surga nantinya.

Disisi lain Allah juga memberikan gambaran bahwa hati ternyata menjadi indera utama kita ketika hidup di akhirat nanti. Hal tersebut dikemukakan oleh Allah di dalam ayat berikut,

‌وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا (72)
‌ "Dan barangsiapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta,dan lebih sesat lagi jalannya." QS. Al Israa:72

‌Sangat jelas Allah memberikan gambaran dalam ayat di atas bahwa kalau hati kita buta di dunia ini, maka nanti di akhirat kita tidak akan bisa melihat, dan kemudian hidup kita menjadi sangat susah di sana karena tidak tahu jalan. Tersesatlah kita. Kenapa bisa demikian? Bagaimana menjelaskannya?

Dan yang menarik, Allah mengatakan di dalam ayat di atas bahwa kehidupan akhirat nanti akan sangat dipengaruhi oleh kemampuanMATA HATI. Barang siapa buta hatinya di dunia, maka di akhirat nanti akan buta juga, bahkan lebih sesat lagi jalannya. Kenapa demikian? Karena memang panca indera kita itu tidaklah bisa diandalkan untuk memahami kenyataan. Apalagi untuk 'bertemu' Allah.

Apa yang kita lihat sekarang ini, bukanlah fakta yang sebenarnya dari kehidupan ini. Apa yang kita dengar, juga bukanlah fakta yang sebenarnya dari alam sekitar ini. Semua yang kita pahami lewat panca indera kita di dunia ini sebenarnya bukanlah fakta yang sesungguhnya. Fakta yang sesungguhnya akan terungkap ketika kita hidup di akhirat.

Allah berfirman : "Pada hari terbongkar segala rahasia...." (QS. At Thaariq : 9)

يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ (42)

"Pada hari mereka mendengar suara dengan sebenarnya. Itulah hari keluar dari kubur" (QS. Qaaf:42)

قَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ (22)

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam"(QS. Qaaf:22)

Ketiga ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa pendengaran dan penglihatan yang sebenarnya itu adalah ketika, kita berada di alam akhirat. Pendengaran dan penglihatan di dunia ini serba menipu. Pada saatnya nanti, yang tidak nampak kini, akan dinampakkan oleh Allah.

Kenapa demikian? Karena alam akhirat adalah alam berdimensi 9 di langit yang ketujuh yang memungkinkan kita untuk melihat alam berdimensi lebih rendah langit 1 sampai dengan langit 6 dengan lebih gamblang.

Kita, manusia, hidup di langit pertama yang berdimensi 3. Sedangkan bangsa jin, menempati langit kedua yang berdimensi 4. Dan malaikat adalah makhluk Allah yang bisa bergerak lintas dimensi, sampai ke langit yang ketujuh.

Akan tetapi secara ringkas, saya ingin mengatakan bahwa di alam akhirat yang berdimensi 9 itu kita, tidak bisa menggunakan panca indera kita. Seperti halnya, kita tidak bisa melihat jin dan malaikat dengan mata kita. Bisanya hanya dengan indera ke enam. Apalagi untuk 'melihat' Allah. Mata kita tidak berfungsi. Allah hanya bisa 'dilihat' dengan mata batin, alias Hati.

Karena itu, orang yang tidak melatih hatinya saat hidup di dunia sehingga hatinya tertutup maka mereka akan dibangkitkan Allah di akhirat nanti dalam keadaan buta. Hal ini diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut.

‌وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124)

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thahaa:124)

‌وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِهِ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا (97)
"Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam, itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya." (QS. Israa:97)
Bagaimana cara melatih hati kita agar terbuka? Banyak banyaklah melakukan berbagai peribadatan yang diajarkan Rasulullah kepada kita, seperti shalat yang khusyuk, puasa, dzikir, berhaji, dan lain sebagainya dengan tulus dan ikhlas

MATA KETIGA VS MATA HATI

Mata Ketiga berpusat di kelenjar Pineal Gland di otak kita. Sedangkan Mata Hati berpusat di Qolbu (Jantung) kita. Mata ketiga yg berpusat Di Pineal Gland mempunyai saluran yg terhubung dg Lathoif Qalbu yg ada di titik kepala jantung. Spiritualis non muslim menyatakan bahwa yg menjadi kepalanya (intinya) adalah pineal gland, sedangkan yg menjadi ekornya ada di jantung. Tapi menurut saya justru kebalikannya, yg berada di pineal gland itulah yg ekor, sedangkan pusatnya yg berada di Qalbu.

Pengalaman membuktikan, Bagi siswa NAQS yg sdh berlatih kultivasi dalam pelajaran Kuantum Makrifat. Walaupun dia tdk berlatih meditasi mata ketiga. Namun ternyata mata ketiganya juga menjadi aktif secara otomatis. Cakra-cakra spiritual yang berada di daerah kepalanya juga secara otomatis menjadi meningkat aktifitasnya. Indra ke enam, intuisi, dan juga kecerdasan laduninya juga ikut berkembang...

Maknanya, orang yg berlatih hanya meditasi mata ketiga belum tentu mampu mengaktifkan Lathoif Qolbunya, makanya mereka bilang Qalbu itu hanya ekor atau potensinya kecil. Itu karena mereka tidak mampu untuk mengolah lathoif qolbu. Sehingga menjadi wajarlah bila mereka tidak mampu menangkap kebenaran Tauhid dalam Islam.

Sedangkan bagi orang yg melatih Qolbunya, secara otomatis mata ketiganya atau Kelenjar Pineal Gland teraktivasi, jadi kesimpulannya mata ketiga itulah yg mengekor kepada Qalbu...

Sedangkan titik Lathoif Qolbu itu sendiri adalah titik ujung terluar dari jembatan penghubung yg menghubungkan alam Materi dengan Alam Maha Kosmos (Arsy/Alam Ketuhanan), yg rahasianya hanya diketahui oleh para pewaris Rasulullah Muhammad SAW. Dengan mengolah Mata Hati ini, maka tidak hanya indra keenam kita yang semakin tajam. Tetapi hati kita juga akan menjadi semakin jernih sehingga dapat menangkap kebenaran Tauhid dalam Islam. Memahami kebenaran Dua Kalimah Syahadat secara Hakiki. Tidak hanya bersaksi atas ke-esaan Tuhan, tetapi juga bersaksi atas kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Makanya, tdk heran perbedaan konsep ini juga berpengaruh pd perbedaan filosofi. Yang mana terkait dg ketauhidan yg terbagi menjadi dua filosofi, yaitu Beriman kpd Allah sebagai Dzat Pencipta alam semesta. Dan ini sesuai dg Al Quran. Dan beriman kpd Tuhan dlm konsep emanasi, yaitu makhluk dlm derajat Ruh (Sejatinya Diri/Higher Self) adalah merupakan emanasi dari Dzat Tuhan. Dan filosofi ini sgt dipengaruhi oleh konsep agama Hindu Budha dan faham Manunggaling Kawulo Gusti.

Jadi walupun agamanya islam, bila metode spiritualnya menjadikan cakra ajna & cakra mahkota ataupun pineal gland sbg pusat spiritulitasnya. Maka bs dipastikan secara ruhaniah dia akan tercetak utk mempunyai mindset faham emanasi, wihdatul wujud. Karena dia merasa diri sebagai bagian instrinsik dari Dzat Tuhan yang dalam hal ini Tuhan itu identik dengan Alam semesta.

Dari sini pulalah Konsep Nur Muhammad terpecah menjadi dua. Yaitu Nur Muhammad adalah semata-mata sebagai Inti & Ibu dari Energi Alam Semesta. Oleh karenanya siapapun saja tanpa memandang agamanya apa, akan dapat terhubung dengan Nur Muhammad ini. Asal dia sudah cukup mumpuni dalam melatih spiritualnya.

Sedangkan Konsep kedua memandang bahwa tidak semua manusia secara otomatis dapat mengakses Nur Muhammad, walaupun dia sudah sangat hebat dalam mengolah spiritualnya. Bila tidak mewarisi Nur Muhammad yang diwarisi dari Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Sebagai wasilah atau frekwensi pembawa ruhaninya untuk terhubung dengan Nur Muhammad. Serta sebagai wasilah untuk mendewasakan Ruhaninya mencapai derajat keseimbangan yang sempurna dalam Hakekat Muhammadiyah atau Insan Kamil. Jadi dalam konsep kedua ini Nur Muhammad mempunyai dua definisi, yaitu sebagai Inti & Ibu dari Energi Alam Semesta dan sebagai Al-Wasilah. Dan yang pasti konsep kedua ini menyatakan bahwa Nur Muhammad bukanlah Dzat Tuhan, Jadi Nur Muhammad hanyalah sekedar Makhluk Ciptaan Allah yang paling awal dan paling sempurna. That's all....

Sebagai penutup mari kita renungkan syair Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili [1366M - 1430M], berikut ini :

Qalbu adalah Singgasana Allah
Pusat kendali diri setiap manusia
Landasan penampakkan Al Haq
Ranah hamparan kasih rahmatNya

Ia adalah cerminan hakikatNya
Mikroskop nilai keluhuranNya
Wadah penampung kalamNya
Jaring penangkap isyarat-isyaratNya

Ia dianalogikan dengan cahaya
Diurai dengan huruf-huruf Qur’ani
Ia laksana, minyak dan lampu
Dalam Misykat serta kaca menyala

Ia mudah terbalik dan pongah,
Qalbu yang ingat mulia, yang lalai nista,
Ia kadang bersinar, kadang gelap,
Ia menyinari jagad diri dan kehidupan,

Qalbu didatangi DutaNya untuk
Dipersiapkan menerima tugas ketuhanan
Qalb suci bermoral malaikatNya
Qalbu kotor berkarakteri setan terlaknat

Qalbu adalah penanda setiap insan
Adakah ia manusia baik atau buruk
Ia merupakan pundit rahasia batin
Samudera pengetahuan setiap manusia
Ia kunci pembuka keagunganNya
Pintu pembentang rahasia-rahasiaNya

Itulah wajah hakiki qalbumu yang sesungguhnya
Simpanlah rahasia batinmu, kau akan melihat rahasiaNya

Kebahagiaan dunia bisa diraih dengan jejak kaki
Kebahagiaan hakiki akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu

Penyingkapan Agung dan tirai Makrifat terbuka oleh “laku“ qalbu
Rapor kebaikan dan keburukan setiap insani berdasar “laku“ qalbu

Manusia yang membiarkan kalbunya penuh noda hati
Selamanya tidak akan merasakan penyingkapan rahasia AgungNya

Qalbu adalah perbendaharaan agung
Modal utama setiap manusia menujuNya
Insan yang tidak memuliakan kalbunya
Akan menuai keburukan abadi di sisiNya

Qalbu adalah landasan pacu hakikat
Nilai hakiki tidak akan landing di qalbu yang kotor
Qalbu yang tidak suci berlumur hijab
Qalbu yang terhijab tidak akan Makrifatullah

Qalbu adalah media Wushul da Qurb
Keintiman denganNya juga dengan “laku“ qalbu
Hakikat kebaikan bersendikan qalbu
Kebaikan yang tidak bernurani, adalah busuk

Ilham suciNya turun di qalbu suci
Qalbu buruk adalah landasan bisikan jahat setan
Muara “laku“ qalbu adalah ridhaNya
KerelaanNya hanya berdasarkan “laku“ qalbu jernih
KemurkaanNya akibat “ulah“ qalbu
Siksa pedih akhirat juga akibat “ulah“ busuk qalbu

Qalbu adalah sentra penentu nasib
Kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki akibat qalbu
Qalbu yang taat beroleh ridhaNya
Qalbu yang kufur, akan menuai kemurkaanNya
Qalbu yang pongah dan tersesat
Adalah qalbu yang lupa mendzikir padaNya
Wajah kebaikan qalbu adalah lurus
Wajah kesesatan qalbu, tindak kemaksiatannya

Tajamkan mata Qalbu dan pikir
Akan tersingkap keagungan rahasia ayat-ayatNya
Qalbu adalah pengantin jasad dan ruh
Hanya Qalbu Sakinah yang sambung dengan DiriNya

Lihatlah kepada “laku“ baik qalbumu
Itulah rahasia batinmu, dan modal utamamu menujuNya
Pandanglah kebaikan-kebaikanNya
Akan ditampakkan untukmu segala makna hakiki

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...