Senin, 25 Oktober 2021

Riwayat Sholawat Sulthon Mahmud Al-Ghoznawi


Dinasti Ghazni, mulanya hanyalah sebuah kerajaan kecil di wilayah kerajaan Bani Saman.  Dinasti ini didirikan oleh Alptgin, seorang budak dari dinasti Samaniah, pada permulaan paruh kedua abad X Masehi. Intrik dan pergantian kekuasaan terus terjadi hingga tiba masa pemerintahan Mahmud Ghaznawi, cicit Alptgin.

Sebagai penguasa terbesar dari dinasti ini, Mahmud Ghaznawi merupakan milestone bagi sejarah anak benua India di dalam hubungannya dengan dunia Islam. Ia menyatakan diri sebagai seorang penguasa merdeka dan untuk pertama kalinya memakai gelar Sultan. 

Sejak tahun 1000 M hingga 1026 M, Mahmud telah memimpin tujuh belas kali ekspedisi ke India dan selalu memperoleh kemenangan dalam setiap ekspedisi. Ekspedisi pertamanya terjadi tahun 1000 terhadap kota-kota garis depan Khyber Pass. Ia berhasil merebut benteng dan kota tersebut. Sementara, ekspedisi terakhirnya, tahun 1027 dilakukan di wilayah yang didiami suku Jat. 

Karena kejayaan perangnya, Khalifah di Baghdad sampai memberi Mahmud gelar Yamin al Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al Millah (orang kepercayaan agama). 

Keberhasilan Sultan Mahmud disebabkan oleh berbagai faktor. Kondisi masyarakat Hindu India secara kuantitas lebih banyak, tetapi mereka tidak bersatu padu. Orang Hindu juga mengikuti metode perang yang sudah kuno dengan mengandalkan gajah. Sementara itu, pasukan Islam memiliki organisasi, disiplin, dan ikatan yang lebih baik. Hal itu semakin dikuatkan dengan kepemimpinan Sultan Mahmud yang taktis dan diplomatis. 

Meskipun telah menaklukkan banyak tempat di India, Mahmud tidak menancapkan kekuasaannya di daerah-daerah taklukan tersebut kecuali Punjab. Para sejarawan lantas berbeda pendapat mengenai motif penaklukkan Mahmud Ghzanawi ini. Sebagian menekankan motif politik dan ekonomi, namun motif agama tetap yang utama. 

Berkat ekspedisinya yang terus menerus tersebut, hampir seluruh wilayah India utara jatuh ke tangan Mahmud. Secara politis, ekspedisi-ekspedisi ini membuka jalan bagi penaklukkan India di masa yang akan datang oleh pasukan Islam. 

Berawal dari sebuah kerajaan kecil, wilayah Dinasti Ghazni kemudian meluas dari pinggir laut Kaspi di sebelah utara sampai Sungai Gangga di India dan dari sungai Oxus di Asia Tengah sampai sungai Indus (Hind) di pesisir selatan. 

Selama 34 tahun masa pemerintahannya, Sultan Mahmud sangat memperhatikan masalah kebudayaan dan pengetahuan. Ia dikenal sebagai pelindung terbesar bagi perkembangan ilmiah abad ke-11. 

Sultan Mahmud membawa peradaban Hindu dan Islam ke arah hubungan yang dekat dan saling tukar ide. Al-Biruni juga pernah hidup bersama Sultan Ghaznawi dan menghasilkan karya Tahkik-i-Hind (Penelitian tentang India).
Riwayat shalawat tersebut :

Al-Habib Ali Bin Hasan al-Atthas Rahimahullah menyebutkan dalam kitab al-Qirthas Syarh Ratib al-Atthas: Ada seorang Sulthan (Raja) yang alim faqih Mujahid  bernama Sulthon Mahmud Al-Ghaznawi/Al Ghornawi. Sepanjang hidupnya Raja ini selalu menyibukkan dirinya dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Setiap selesai shalat subuh, sang raja membaca shalawat sebanyak 300.000 kali. Begitu asyiknya raja membaca shalawat sebanyak itu, seolah-olah beliau lupa akan tugasnya sebagai seorang raja, yang di pundaknya tertumpu berbagai tugas negara dan berbagai macam harapan rakyatnya yang bergantung padanya. Sehingga kalau pagi tiba, sudah banyak rakyatnya yang berkumpul di istana menunggu sang raja, untuk mengadukan persoalannya.

Namun sang raja yang ditunggu-tunggu tidak kunjung hadir. Sebab sang raja tidak akan keluar dari kamarnya, walau hari telah siang, jika belum menyelesaikan wirid shalawatnya. Setelah kejadian ini berlangsung agak lama, pada suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan RasulullaAh SAW.

Di dalam mimpinya, RasulullaAh SAW bertanya, “Mengapa kamu berlama-lama di dalam kamar..? Sedangkan rakyatmu selalu menunggu kehadiranmu untuk mengadukan berbagai persoalan mereka.” Raja menjawab, “Saya duduk berlama-lama begitu, tak lain karena saya membaca shalawat kepadamu sebanyak 300.000 kali, dan saya berjanji tidak akan keluar kamar sebelum bacaan shalawat saya selesai.”

Rasulullaah SAW lalu berkata, “Kalau begitu kasihan orang-orang yang punya keperluan dan orang-orang lemah yang memerlukan perhatianmu. Sekarang aku akan ajarkan kepadamu shalawat yang apabila kamu baca sekali saja, maka nilai pahalanya sama dengan bacaan 100.000 kali shalawat. Jadi kalau kamu baca tiga kali, pahalanya sama dengan 300.000 kali shalawat yang kamu baca.”  Rasulullah SAW lalu membacakan lafazh shalawat yang kemudian dikenal dengan nama shalawat sulthon.

Akhirnya, raja Mahmud Al-Ghaznawi lalu mengikuti anjuran Rasulullaah SAW tersebut, yaitu membaca shalawat tadi sebanyak tiga kali. Dengan cara demikian,shalawat dapat beliau baca dan urusan negara dapat dijalankan dengan sempurna.

Setelah beberapa waktu mengamalkan shalawat itu, raja kembali bermimpi bertemu Rasulullah SAW. dan bertanya kepadanya :


ماذا فعلت حتى أتعبت الملائكة في كتابة ثوابك ؟

“Apa yang kau lakukan, sehingga malaikat kewalahan menulis pahala amalmu ? Raja menjawab :


ما عملت شيئا إلا الصلاة التي علمتني إياها

Saya tidak mengamalkan sesuatu, kecuali mengamalkan shalawat yang engkau ajarkan kepada saya itu. (Kitab Al-Qirthos Fi Manaqib Al Attas, Al-Habib Ali bin Hasan Al-Attas).

Berikut shalawatnya :

بسم الله الرحمن الرحيم

Bismillaahirrahmannirrahiim

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

اللهم صلّ وسلّم على سيّدنا محمد وَ عَلَى آل سيّدنا محمد بعدد رحمة الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi rohmatillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah rahmat Allah.

اللّهم صلّ و سلّم على سيّدنا محمّد وَ عَلَى آل سيّد نا محمّدٍ بِعَدَدِ فضلِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi fadhlillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah kebaikan Allah.

اَللّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ خَلقِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi kholqillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah ciptaan Allah.

اَللّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَا فِى عِلمِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi maa-fii ilmillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah ilmu Allah.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ كَلِمَاتِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi kalimatillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah kalimat Allah.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ كَرَمِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi karomillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah kemuliaan Allah.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ حُرُوفِ كَلاَمِ الله

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi huruufi kalamillah.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah huruf dalam kalam Allah (kitab-kitab Allah).

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ قَطرِ الأمْطَار

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi qothril amthoor.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah tetesan air hujan.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ وَرَقِ الأَشجَارِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi waroqil asyjaar.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah daun pepohonan.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ رَمْلِ القِفارِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi romlil qifaar.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah debu padang pasir.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ الحُبُوبِ وَالثِمَارِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii
sayyidinaa Muhammad bi-adadil hubuubi wats-tsimaar.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah biji-bijian/buah-buahan.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَا اَظلَم عَلَيهِ اللَّيلُ وَ اَشْرَقَ عَلَيْهِ النَّهَارِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi maa azhlama alaihil lailu wa asyroqo alaihin nahaar.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah pergantian siang dan malam.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi man sholla alaih.
            
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi man-lam yusholli alaih.

Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ اَنْفاسِ الْخَلا ئِقِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi anfaasil kholaa’iq.
            ‎
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah tarikan nafas makhluk-makhluk Allah.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ نُجُوْمِ السَّموَاتِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi nujuumis-samaawaat.
            ‎
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah bintang-bintang di langit.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ كُلِّ شَيْئٍ فِى الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ

Alloohumma sholli wa sallim alaa sayyidinaa Muhammadin Wa alaa aalii sayyidinaa Muhammad bi-adadi kulli syai’in fid-dunyaa wal akhiroh.
            ‎
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarganya junjungan kami Nabi Muhammad SAW dengan sebanyak jumlah kebaikan dunia dan akhirat.

وَصَلَوَاتُ اللهِ تَعَالى وَ مَلاَئِكَتِهِ وَأنْبِيَائِهِ وَرُسُلِهِ وَ جَمِيْعِ خَلْقِهِ عَلَى سَيِّدِالْمُرْسَلِيْن وَ إمَامِ المُتَّقِيْنَ وَ قَائِدِ الغُرِّ الْمُحَجَّلِيْنَ وَ شَفِيْعِ الْمُذ ْ نِبِيْنَ سَييِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَأزْوَاجِهِ وَ ذ ُ رِّيَّتِهِ وَ أهْلِ بَيْتِهِ وَالاَئِمَّةِ الْمَاضِيْنَ وَالْمَشَايِخ الْمُتَقَدِّمِيْنَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَأهْلِ طَاعَتِكَ أجْمَعِيْنَ مِنْ أهْلِ السَّموَاتِ وَالأرَضِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَاأكْرَمَالأكْرَمِيْنَ وَالْحَمْدُلِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن

Wa sholawaatullaahi ta'aalaa wa malaaikatihi wa anbiyaa-ihi wa rusulihi wa jamii'i kholqihi alaa sayyidil mursaliin, wa imaamil muttaqiin wa qoo-idil ghurril muhajjaliin wa syafii'il mudznibiina sayyidinaa Muhammadin wa alaa aalihi wa ashhaabihii wa azwaajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi wal a-immatil maadhina wal masyaayikhil mutaqoddimiin wasy-syuhadaa'i wash-shoolihiin wa ahli tho'atika ajma'iin min ahlis samaawaati wa ahlil ardhiina birohmatika yaa arhamaar-rohimiin, Yaa akromal akromiin walhamdulillaahi robbil aalamiin.

Dan segenap shalawat dari Allah beserta para malaikat-Nya, dan para Nabi-Nya, dan para Rasul-Nya, dan seluruh ciptaan-Nya, semoga tercurah atas junjungan para Rasul, pemimpin orang-orang yang bertaqwa, pemuka para ahli surga, pemberi syafa’at orang-orang yang berdosa, Nabi Muhammad dan juga atas keluarganya, para sahabatnya, istri-istrinya, keturunannya, ahli baitnya, para pemimpin yang telah lampau, para guru yang terdahulu, para syuhada dan orang-orang soleh, dan yang senantiasa taat kepada Allah seluruhnya, dari penghuni bumi dan langit, dengan rahmat-Mu, wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan Engkau Yang Maha Mulia dari semua yang mulia, segala pujian bagi Allah Tuhan alam semesta”.

Al-faqir ijazahkan shalawat sulthon ini bagi siapa saja yang mau mengamalkannya,..

Sultan Mahmud Bin Sabaktekin Al Ghaznawiy adalah tokoh besar dalam Islam, penakluk hebat yang pasukan berkudanya berhasil mencapai India, dan menegakkan panji-panji Islam di sana. Konon luas wilayah yang berhasil ditundukkannya setara dengan jumlah seluruh penaklukkan yang terjadi di masa Amirul Mukminin Umar bin Khatthab radhiyallahu anhu. Sultan Mahmud dilahirkan pada tahun 971 Masehi / 361 Hijriyah. Wafat pada tahun 1030 Masehi / 421 Hijriyah. Penyebutan Ghaznawi dihubungan kepada kota tempat kelahiran dan wafat beliau, Ghaznah, Khurasan.

Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’

Sultan Mahmud al-Ghaznawiy pada mulanya berafiliasi dengan mazhab Imam Abu Hanifah, kemudian setelah banyakbelajar dengan para ulama mazahab Imam Syafii, beliau pindah haluan ke mazhab Imam Syafii. Di antara ulama yang pernah belajar kepada Sulthan Mahmud al-Ghaznawiy, adalah Syekhul Islam Abu Ismail al-Harawiy al-Hambaliy rahimahullah.

Abu Ismail Abdullah Bin Muhammad Bin Ali Al Harawi. Dilahirkan pada tahun 396 Hijriyah/ 1006 Masehi. wafat pada tahun 481 Hijriyah/ 1089 Masehi. Nama Al Harawi berasal dari nama tempat lahirnya yaitu di Herrat, Khurasan, dan terkenal juga dengan nama Abdullah  Al Anshari, karena ia merupakan keturunan dari Abu Ayyub Al Anshari, seorang sahabat Nabi.

Al Harawi adalah seorang pemegang teguh ajaran Islam, sebagaimana penganut madzhab hambali, ia selalu menyandarkan argumen pada Al Qur’an dan Sunnah. Ia kritik dan kecam ahli-ahli sufi yang dinilainya banyak bertentangan dengan ajaran islam. Hal ini membuat banyak yang tersinggung, sehingga ia ditangkap dan dipenjarakan. Dan ketika dibebaskan dari penjara, ia mengembara ke berbagai negeri untuk mengajarkan ilmu-ilmunya.
   ‎
Karyanya:

 @ Manazilus Sairin, kitab yang berisi tentang pendakian spiritual (tasauf). Kitab ini sangat terkenal, sehingga banyak ulama yang datang kemudian mensyarahkan (memberi ulasan / penjelasan) tentang kitab ini, diantaranya Ibnul Qayyim Al Jauziyah, dengan kitabnya Madarijus Salikin.

 @ Thabaqat Shufiyah, kitab yang berisi kisah kehidupan ahli-ahli tasauf.
  @ Al Mufaja’at
 @ Kiyab Zam Ilm Al kalam Wa Ahlih
@  Sirat Al Imam Ahmad Bin Hambal
Adapun sanad muttashil kepada Sultan Mahmud Bin Sabaktekin Al Ghaznawiy, al-Faqir riwayatkan sebagai berikut:
ابو الاسني احمد الحسني عن العلامة السيد عبد الرحمن الكتاني عن والده الحافظ محمد بن عبد الحي الكتاني عن شيخه عبد الله السكري الدمشقي عن عبد الرحمن الكزبري الدمشقي عن مصطفى الرحمتي الأيوبي الدمشقي عن صالح بن إبراهيم الجنيني الدمشقي عن محمد بن سليمان الرداني عن المعمر بقية المسندين محمد بن بدر الدين البلباني الصالحي الدمشقي عن الشهابين أحمد بن عليّ المفلحي الوفائي وأحمد بن يونس العيتاوي، كلاهما عن مسند دمشق ابن طولون الدمشقي عن أبي البقاء محمد بن العماد العمري عن عائشة بنت إبراهيم ابن الشرائحي عن أبي حفص عمر بن أميلة عن الفخر ابن البخاري عن يوسف بن المبارك الخفاف عن عبد الملك بن ابي سهل الكروخي عن شيخ الاسلام ابي اسماعيل عبد الله بن محمد الهروي عن السلطان ابي القاسم محمود بن سبكتكين الغزنوي رحمه الله .‎


Imam Ala'uddin Al-Kasani

 

Nama asli Ibn Mas’ud al-Kasani adalah Abu Bakar Alauddin bin Mas’ud bin Ahmad bin Alauddin al-Kasani. Sebutan al-Kasani diambil dari istilah kasan, sebuah daerah di sekitar Syasy. Dalam kitab Misytabihun Nisbah karya ad-Dzahabi disebutkan, bahwa daerah kasan merupakan daerah yang luas di Turkistan dan penduduk aslinya sering menyebut daerah tersebut dengan kasan yang berarti sebuah yang indah dan memilki benteng yang kokoh.

Tahun kelahiran al-Kasani tidak disebutkan dengan jelas, sedangkan waktu wafatnya adalah pada tanggal 10 Rajab 587 H. Ibn ‘Adim berkata, saya mendapatkan Dhiyya ad-Din berkata: saya mendatangi al-Kasani pada hari kematiannya dan dia membaca surah Ibrahim.
Al-Kasani merupakan salah satu ulama madhab Hanafi yang tinggal di Damaskus pada masa kekuasaan sultan Nuruddin Mahmud dan di masa ini pula al-Kasani menjadi gubenur daerah Halawiyah di Alippo
Di antara guru-guru al-Kasani adalah sebagai berikut:
Alaudin Mahmud bin Ahmad al-S amarqondi, al-Kasani belajar fiqh dengan beliau, beliau adalah pengarang kitab fiqh at-Thuhfah, al-Kasani membaca sebagian besar karangan-karangannya.
Sadr al-Islam Abi al-Yasar al-Badawi
Abu al-Mu’min Maemun al-Khahuli
Majidul Aimah Imam al-Ridlo al-Syarkasi.
Di antara murid-murid al-Kasani adalah sebagai berikut:
Mahmud yaitu putra al-Kasani.
Ahmad bin Mahmud al-Ghoznawi, yaitu pengarang kitab al-Muqodimah al-Ghoznawiyah al-Fiqh al-Hanafi.
Di antara karya-karya al-Kasani adalah sebagai berikut:
Badai’ ash-Shanai’fi Tartib al-Sharai’. Kitab Badai’ ash-Shanai’fi Tartib al-Sharai’, adalah syarah kitab Tukhfah al-Fuquha karya al-Samarqondi.
al-Kasani dinikahkan dengan putrid al-Samarqandi yaitu Fatimah. Dikatakan bahwa sebab perkawinan al-Kasani dengan Fatimah adalah karena Fatimah perempuan yang cantik yang hafal kitab at-Thuhfah karya ayahnya. Banyak raja-raja dari negeri Ruum yang melamarnya, ketika al-Kasani mengarang kitab Badai’ dan memperlihatkan pada gurunya, beliau sangat senang. Kemudian al-Samarqondi menikahkan al-Kasani dengan putrinya, dimana sebagian maharnya adalah kitab al-Kasani.
Karya terbesar al-Kasani yaitu kitab fiqh yang berjudul Badai’ ash-Shanai fi Tartib al-Sharai. Kitab ini merupakan salah satu rujukan bagi orang yang bermadhab Hanafi, selain kitab al-Mabsut karangan Imam Kamal Ibn Humam. Kitab Badai’ ash-Shanai fi Tartib al-Sharai’ merupakan penjelasan dari kitab tuhfah fuqoha yang ditulis oleh as-Samarqondi.
Dalam kitab Badai’ ash-Shanai fi Tartib al-Sharai yang terdiri dari 8 (delapan) jilid ini, al-Kasani juga membicarakan segala persoalan mulai dari ibadah, sosial dan politik.

ANALISIS PENDAPAT IMAM ALA’U AL-DIN AL-KASANI KAITANNYA DENGAN HUKUM DAN PELAKSANAAN QASHAR 
BAGI MUSAFIR

Tujuan dari sholat tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah dan itu akan terealisir secara nyata. dalam pengamalan sholat minimal lima kali dalam sehari semalam. Dalam pengamalan sholat seseorang dengan sendirinya menyembah dan mengingat Allah (berdzikir kepada-Nya), apalagi jika pengamalannya dilakukan dengan kaifiyat yang baik serta diberi bobot dengan khusyu’ dan ikhlas, seperti terlihat dalam QS. Al-Mu’minun 1-2.

قد أفلح المؤمنون الّذ ين هم في صلوتهم خاشعون (المؤمنون : 1-2)

Artinya :    “Sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman (yaitu) oang-orang yang khusu’ dalam sholatnya” (QS. Al-Mu’minum : 1-2).

Dengan mengerjakan  dengan khusu’ dan penuh keikhlasan, maka akan timbul dalam diri seseorang itu baik langsung atau tidak akan menumbuhkan disiplin waktu yang akan membuat diri seseorang selalu ingat akan kewajibannya tanpa menunda-nunda, dan yang terpenting adalah disiplin moral yang akan menghindarkannya dari perbuatan rendah, karena sholatnya itu akan senantiasa membentenginya dari segala perbuatan keji dan mungkar.

Sementara orang yang sering meninggalkan sholat baik karena malas atau karena kesibukan. Kesibukan yang tidak terhitung kendala secara syar’i, maka orang tersebut dianggap kafir dan harus dipenuhi. Seperti hadits yang berbunyi :

عن ابن عمر أن النبيّ صلىالله عليه وسلم قال : أمرت أن أقاتل النّاس حتّى يشهد وا أن لا اله الا الله وان محمدارسول الله ويقيمواالصّلاة ويؤتواالزّكاة فاذا فعلوا ذلك عصموا منّى دماؤهم واموالهم الاّ بحقّ للا سلام (رواه البخارى مسلم وعنه عمر). 

Artinya :    “Dari Ibn Umar, bahwasanya Nabi SAW berkata : aku diperintahykan untuk memerangi manusia sampai dengan mereka mengucap syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan mereka mendirikan sholat serta membayar zakat. Jika mereka melaksanakan semua yang tiga itu, maka terpeliharalah darah mereka (dari ancaman bunuh) dan harta-harta mereka kecuali dengan ketentuan Islam” (HR. Bukhari Muslim dan Ibn Umar).

Pendapat-pendapat Ala’u Al-Din Al-Kasani yang berbeda adalah berupaya menyelaraskan pendapat dan ijtihadnya dengan ajaran-ajaran dan sistem hukum dalam Islam sehingga tidak terdapat salah pengertiandalam memberlakukan hukum Islam secara keseluruhan dan walaupun ada karena dipengaruhi oleh perbedaan pemahaman saja dikalangan ulama.

Dalam menggali dan menetapkan suatu hukum selain berdasarkan sumber hukum yakni Al-Qur'an dan Al-sunnah imam Ala’u Al-Din Al-Kasani menggunakan metode analogi deduksi yang memberikan kebebasan berijtihad.

Bagaimana juga suatu hukum dalam  (aturannya) dapat berbeda karena adanya perbedaan kultur dan masyarakat sudut ini terlihat jelas bahwa Islam adalah universal, dinamis, dengan daya adaptasi yang tinggi.

A. Penggunaan Hukum Qashar bagi Musafir

Diantara pendapat imam Ala’u Al-Din Al-Kasani yang berbeda tersebut dibutuhkan suatu ketetapan hukum manakah yang harus dipakai dalam menjawab suatu permasalahan yang terjadi diantara pera ulama tentang hukum qoshar apakah rukhsah atau azimah yang dipengaruhi adanya sumber hukum azazi (mutlak dari sumber) Al-Qur'an dan sunnah Rasul baik kedudukan suatu hadits maupun sanadnya yang menyangkut keabsahan periwayatannya.

Hal tersebut penulis anggap ajaran hakikatnya pemahaman dan pemaknaan tentang peringatan  hadits ditentukan dari situasi dan keadaan masyarakat yang menjadi subyek dan sangat berpegang pada hadits dan berfikir rasional, sehingga problem yang terjadi di masyarakat diatasi dengan petunjuk dari Al-Qur'an dan Hadits serta dengan musyawarah dan kesepakatan bersama yang antara tokoh-tokoh (ulama-ulama) yang hidup dimasa itu.

Untuk mencari jawaban di atas penulis juga mencoba membahas otoritas hadits yang dipakai sebagai sandaran sumber hukum yang dapat yang dapat dijadikan hujjah dan tidak menyimpang dengan pernyataan imam Ala’u Al-Din Al-Kasani yang menyatakan bahwa qashar  itu adalah azimah (wajib) berpijak pada Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 101 dan sesuai hadits yang diriwayatkan oleh umil mukminin Aisyah ra dan juga hadits Harits bin Wahab Al-Khuzai berkata :

حد يث حارثه بن وهب الحزعب رضي الله عنه قال صلى بناالنبىّ صلىالله عليه وسلم, ونحن اكثر ما كنّا قطّ وامته بمنى ركعتين.

Artinya : “Harits bin Wahab Al-Khuzai ra. berkata : Nabi Muhammad Saw. Telah  bersama kami dimana sedang kami dalam keadaan aman hanya dua rekaat (yakni Qoshar)”. (HR.Bukhari-Muslim)

Hadits ini menerangkan bahwa pelaksanaan qashar tidak terbatas pada waktu (keadaan) dalam bahaya tetapi juga waktu aman (tidak dalam bahaya) dan ini dilaksanakan pada saat dalam safar (bepergian). Hadits-hadits di atas membuktikan bahwasanya qashar dikakukan pada saat bepergian yang menimbulkan keadaaan yang tidak dapat ditentukan kapan kembali dari bepergian.

Dalam hal ini sebenarnya adalah bermula dari permasalahan pemaknaan ayat yang tertuang dalam surat An-Nisa’ 101 yaitu “Laisu Alaikum junatun an  naqshuru minash i” yang artinya “tak ada dosa baginmu mengqashorkan  sholatmu”. Bagi ulama yang menganggap rukhsah(keringanan dan tidak mewajibkan mengerjakan qashar  dengan catatan  itu  tammam (sempurna empat rekaat) Sementara dari pihak yang mewaajibkan memberi argumentasi bahwa ayat ini mengenai qashar  dikala pelaksanaan  khauf dan ayat ini berkemudian dari adanya aturan mengqasharkan bilangan rakaat.
Kemudian Ibnu Qayyim dalam “Zadul Ma’ad” berkata ayat di atas menghendaki qashar yang melengkapi qashar dengan meringankannya dan dan melengkapi qashar bilangan rakaat dengan mengurangai dua rekaat. Qashar ini berkaitan keadaan safar atau keadaan khauf.

Sementara imam Ala’u Al-Din Al-Kasani berpendapat wajib dengan beberapa tendensi bahwasanya hadits Aisyah ra yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim jelas bahwa  safar difardhukan dua-dua rekaat terkecuali Magrib dan Subuh yang tidak boleh diqasharkan, dengan demikian tidaklah boleh ditambah sebagaimana tidak boleh menambah terhadap empat rekaat di dalam hadhar.

Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani menganggap dispensasi (rukhsah) merupakan penyebaran atas atas berubahnya atas hukum asal karena adanya suatu alasan yang menuntut perubahan itu yaitu dari yang semula berat menjadi ringan dalam mengerjakannya (mencari alat hukum dan penyebab di ringankannya suatu perbuatan).

Sebagaimana ketentuan dalam ushul fiqh sedangkan dua rekaat bagi musafir, tidak dikemukakan adanya perubahan hukum sebab pada dasarnya  sebagaimana disyaratkan memang terdiri atas dua rekaat bagi penduduk atau orang yang menetap sekaligus tetap berlaku bagi para musafir, hanya saja ada pembaharuan rekaat bagi para muqimin yang semula dua rekaat menjadi empat rekaat.

Tidak ditemukannya makna perubahan bagi para muqimin sebenarnya kurang tepat, tetapi perubahan itu bermula pada pemberatan jumlah rekaat bagi para muqimin bukan menggampangkan, kemudian mengenai rukhsah bagi sebagian ulama’ Hanafiah mengatakan mengembalikan pada pemahaman karena bagi mereka (ulama) Hanafiah kata rukhsah berarti (kiasan makna majazi) (lafal) yaitu “berubah”.

Iman Ala’u Al-Din Al-Kasani mengatakan wajib  qashar dalam perjalanan safar (bepergian) bukan tidak memperhatikan saat orang dalam keadaan payah (terjadi masaqat) tapi masaqatbagi imam Ala’u Al-Din Al-Kasani adalah penyebutan atas perubahannya suatu hukum karena ada alasan yang membuat perubahan itu menjadi berat dilaksanakan dengan alasan perbuatan itu memberatkan suatu orang (kesepakatan banyak orang) bukan berat itu dilaksanakan oleh pribadi (individu) yang mengalaminya, karena sesungguhnya Allah tidak memberikan suatu yang berat terkecuali sesuai dengan kemampuan umatnya. Sesuai dengan firman Allah yang tertuang dalan surat Al- Baqarah ayat 286 yang berbunyi :

لا يكلّف الله نفسا الاّ وسعها لهاماكسبت وعليهامااكتسبت ربّنا لا تؤا خذ نا ان نّسينااواخطأنا ربّنا ولا تحمل علينا اصراكما حملته علىالذ ين من قبلنا ربّنا ولا تحمّلنا مالا طا قة لنابه وعف عنّا واغفرلنا وارحمنا انت مولنا فانصرنا على القوم الكفرين (البقرة : 286)

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatannya yang dikerjakannya mereka berdo’a “Ya Tuhan kami janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau salah, Ya Tuhan kami janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami, Ya Tuhan kami jangan engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampuni kami dan rahmatilah kami, engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah : 286).

Mengenai “mesafatul qshar” imam Ala’u Al-Din Al-Kasani menetapkan masafatnya 15 farsakhdngan ketentuan setiap sehari lima farskh, akan tetapi pendapat ini tidaklah bisa dikatakan sempurna sebab sebagian ulama tidak pernah menemukan berupa lama (jarak) yang diperbolehkan mengqashar dalam hadits riwayat Nabi atau yang diriwayatkan para sahabat tidak ditentukan secara jelas tentang masafatul qashar dan menegaskan segala perjalanan yang dipandang safar baik singkat maupun lama.
                
B.  Masalah hukum Qashar  Beserta Alasan-alasannya
1.   Kelebihan dan kekurangan dari pendapat imam Ala’u Al-Din Al-Kasani
Beliau menetapkan hukum bukan hanya memandang dari fatwa-fatwa sahabat tapi mengkajinya juga dilihat dari (bersandar) pada Al-Qur’an dan Assunah sesuai permasalahan bahwasanya perbedaan di kalangan ulama-ulama pada penetapan hukum tapi juga penetapan masafat juga penetapan tentang dimulainya qashar.
Ini terjadi karena ada beberapa pemahaman yang berbeda yang terjadi di kalangan ulama mengenai ayat yang tertulis di surat An-Nisa’ ayat 101, ada yang mengatakan azimah dan rukhsah sebagaimana ulama Syafi’iyah dan Hanabillah dan sebagian ulama lain terutama imam Ala’u Al-Din Al-Kasani dengan beberapa tendensi yang menguatkan pendapatnya.
Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani memberi hukum qashar adalah azimah (kewajiban) sesuai riwayat umil mu’minin yaitu Aisyah yang mengatakan bahwasanya “Rasulullah dalam setiap keluar dari tempat tinggalnya hanya mengerjakan dua rekaat. Berdasar itulah Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani menetapkan qashar adalah azimah.
Mengenai masafat ada beberapa pendapat tapi hanya riwayat Syu’bah yang menyebutkan hanya 3 mill atau 1 farsyah. Dan itu kekurangan pendapat Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani yang menetapkan satu hari 5 farsyah yang tidak bisa dicari di hadits manapun.
Kelebihan pendapat Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani adalah ketika beliau menetapkan qashar  tidak boleh dilakukan pada qashar yang maksiat. Sementara sebagian ulama Hanafiyah tetap mewajibkan qashar dalam keadaan apapun karena itu adalah azimah.
Dalam menetapkan masyaqat beliau mencari sebab dibolehkannya illat atau sebab masyaqat bisa dikaji dan ditentukan hukumnya bukan karena kepentingan pribadi tapi kesepakatan semua ulama dan demi kemasalahatan.
Tujuan dari pelaksanaan dari  qashar diantaranya adalah memberikan keringanan (rukhsah) lantaran ada masyarakat, dalam hal ini mengenai halnya keringanan Allah dalam kebolehan berbuka puasa bagi musafir juga perbuatan lainya. Sesuai hadits riwayat dalam shahih Bukhari.
أنه (رجل من بن عامر) انّى النبى صلىالله عليه وسلم فقال له النبي صلىالله عليه وسلم ان الله وضع عن المسافر الصوم وشعطر الصّلاة. ‎

Artinya : “Seseorang datang pada Nabi kemudian Nabi bersabda padanya: :sesungguhnya Allah telah membebaskan dari musafir. Itu puasa (shaum) dan setengah dari”. (HR Bukhri).

Hadits di atas menunjukkan adanya kemurahan di samping membebeskan dari masaqat dan tidak menunjukkan qashar itu wajib.

Sebagai sebab persilangan pendapat dari kalangan fuqaha karena adanya perbedaan maksud oleh kata safar, karena pengaruhsafar dalam hal qashar itu lantaran adanya berbagai kesukaran dalam safar seperti halnya pengaruh safar bagi kewajiban puasa, jika demikian halnya mak berarti qashar itu baru boleh di laksanakan setelah adanya masyaqaqt. Para ulama yang memperhatikan kata safar seperti sebagian ulama Hanafiah termasuk iman Ala’u Al-Din Al-Kasani di perkuat pendapatnya menggunakan sabda Nabi SAW :

انّ الله وضع عن المسافر الصوم وشطرالصلاة . 

Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan (kewajiban) puasa dan setengah dari  musafir”.

Dengan demikian orang yang berstatus musafir dibolehkan mengqashar  dan tidak berpuasa. Dengan menggunakan pendapatnya dengan riwayat Muslim dari Umar bin Khatab.

ان النبي صلىالله عليه وسلم كان يقتصر فى نحو السبعة عشر ميلا. 

Artinya : “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Mengqashar dalam jarak tempuh sekitar 17 mil”.

Seperti pemulis kemukakan di atas bahwa diantara pendapat-pendapat yang berbeda itu ada perselisihan pendapat tentang berlakunya hukum qashar, hal tersebut bisa terjadi karena adanya bahan kejadian terhadap perbedaan pendapat itu adil. Karena kekuatan hadits yang dipakai sebagai hujjah dari dasar istishab. Hukum mana yang lebih shahih dalam perkawinan seperti alasan ditetapkannya hukum tersebut.

Dari keterangan hadits di atas dapat diambil keterangan bahwa para sahabat bersafar bersama Nabi Muhammad SAW, mereka ada yang mengqasharkan, ada yang menyempurnakan, ada yang berpuasa dan ada yang berbuka. Demikian bunyi hadits menurut Anrawani dalam sarah Muslim tapi ini juga mengetahui dan banyak kontroversi karena sahabat Ustman pernah menyempurnakan nya di Mina karena beliau beranggapan karena mempunyai istri di Mina jadi mengerjakan  secara sempurna (tidak mengqasharnya).

Di kalangan ulama lainnya ada juga yang mengatakan hadits-hadits Aisyah ra tidak dapat dijadikan hujjah, karena di tolak oleh ahli-ahli yang terkenal, tapi pendapat ini juga lemah.

Kenyataan bahwasanya menyempurnakan dalam safar lebih utama dengan sendirinya tertolak. Nabi Muhammad SAW terus menerus mengerjakan qashar. Maka dapatlah dipahami bahwa keadaan itu sekurang-kurangnya menunjukkan keutamaannya, tidaklah dapat diterima akal bahwasanya Nabi Muhammad SAW sepanjang hayatnya selalu mengerjakan  secara penuh.

Dalam perjalanannya perbedaan pendapat tentang qashar  di kalangan ulama bukan karena hukum qashar, masafat dan lamanya bermukim katika dalam perjalanan, tetapi terlebih di sini adalah masalah masyaqat, jika terjadi kepayahan di dalam perjalanan saat sedang safar, apakah tetap mengerjakan  secara qashar, atau mengambil rukhsah (keringanan) atau bahkan tidak mengerjakan  karena kepayahan. Hal ini dapat dilihat dengan beberapa cara yaitu mengetahui bagaimana ‎masyaqat dan yang menjadi illat masyaqatdan ini juga mempengaruhi definisi illat itu sendiri.

Bila didefinisikan adalah sifat hukum ashal yang dijadikan dasar hukum dan dengan itu diketahui hukum tersebut dalam berbagai cabang. Diantara yang telah disepakati oleh jumhur ulama Islam yaitu bahwasanya Allah SWT tidak membentuk hukum kecuali untuk kemaslahatan hambanya dan sesungguhnya kemasalahatan itu adakalanya menarik keuntungan bagi mereka dan adakalanya menolak bahaya dari mereka.

Maka yang mendorong pembentukan hukum sebagai tujuan syara’ ialah menarik manfaat bagi manusia atau menolak bahaya dari padanya. Inilah motiv pembentukan hukum sebagai tujuan terakhir dari pada yang disebut sebagai hikmah hukum. Seperti diperkenankan berbuka bagi orang yang sakit ketika bulan Ramadlan, hikmahnya ialah menghilangkan masyaqat dari padanya.

Adapun illat hukum yaitu yang nyata dan pasti yang dijadikan dasar hukum dan yang dijadikan hubungan dalam ada dan tidaknya, karena tujuan pembentukan hukum adalah mewujudkan hikmah pembentukan hukum itu sendiri.

Jadi miringkas  (qashar)  empat rakaat menjadi dua rakaat bagi musafir hikmahnya ini adalah berupa meringankan dan menolak masyaqat. Hukum ini adalah hal perkiraan yang tidak bisa (pasti) dijadikan dasar hukum dalam ada dan tidaknya. Maka oleh syara’ pergi dianggap sebagai hubungan hukum yaitu hal yang nyata dan pasti dan dijadikannya hubungan hukum adalah tempat dugaan mewujudkan hikmahnya. Oleh karena itu di dalam bepergian itu terdapat kesulitan, maka hikmahnya qashar  empat rekaat bagi musafir adalah menghilangkan kesulitan, sedangkan illatnya adalah safat (bepergian).

Atas dasar uraian di atas, maka semua hukum syara’ didasarkan pada illatnya, artinya hubungan dengan wujud ada dan tidaknya bukan atas hikmahnya ini juga berarti bahwa hukum syara’ itu didapati memakai didapati illatnya sekalipun tertinggal hikmahnya, dan lenyaplah hukum itu ketika lenyap illatnya meskipun masih terdapat hikmahnya, karena hikmah itu tersebumbunyi dalam sebagian hukum dan karena tidak ada kepastian, maka tidak menjadi tanda wujud hukum atau ketiadaannya, dan tidak dapat tegak pula ukuran (timbangan) beban manusia (taklif) dan pengamalan hukum itu dihubungkan dengan hikmah.

Jadi dengan demikian pendapat imam Ala’du Al-Din Al-Kasani dalam menetapkan qashar sebagai azimah bukan tidak melihat bila terjadi masyaqat, akan tetapi hukum azimah dengan sendirinya akan dilakukan seseorang imam manakala sedang bepergian (safar) bukan karena adanya ‎masyaqat, tapi karena adanya keterangan bahwasanya seseorang yang sedang dalam keadaan safar diperbolehkan mengurangi jumlah rakaat dalam  wajib menjadi dua rakaat terkecuali maghrib dan subuh seperti dalam keadaan jama’.

Seperti hadits yang diriwayatkan imam bin Husain :

روي عن عمران بن حصين رضي الله عنه قال : ماسفر رسول الله صلىالله عليه وسلم الا وصلى ركعتين الا المغرب ولو كان القصر رخصة والا كمال, هوالعزيمة لما ترك العزيمة الا أحيانا اذاالعزيمة أفصل. 

Artinya : “Bahwa pada setiap perjalanan Nabi selalu menjalankan  dua rekaat kecuali  maghrib. Kalau qashar itu rukhsah sedang ikmal adalah azimah. Sebab Nabi meninggalkannya sesekali waktu. Maka dengan demikian qashar  adalah azimah (kewajiban, ketetapan) sesekali Nabi meninggalkan amal-amal yang bernilai fadillah dan menjalankan dispensasi karena ingin memberi pengertian pada umatnya”.

Sesekali memang Rasulullah SAW melakukan secara ikmal di Mekkah, sedang beliau waktu itu musafir karena ada beberapa tendensi yaitu untuk mempergunakan nilai keutamaan di tanah haram (Mekkah) sebab di situ amaliyah-amaliyahnya menjadi berlipat ganda, kedua pada waktu itu beliau sedang berjamaah sedang diantaranya makmumnya ada penduduk ahli Mekkah. ‎Sehingga beliau berinisiatif  secara ikmal agar ahli Mekkah tetap mendapatkan keutamaan  berjamaah.

Dari apa yang dilakukan Nabi itu cukuplah menjadi hujjah syar’iyah atas nya musafir merupakan azimah yang berdasarkan hadits dan ijma’nya para sahabat. (diriwayatkan ulama Hanafiyah)

Dari semua keterangan yang tertulis dari awal sampai akhir, bahwasanya  2 rakaat yang dilaksanakan oleh musafir pada setiap perjalanannya seperti yang dijelaskan dalam hadits riwayat Aisyah, Nasa’i dan sebagian perowinya yang lain yang dikemukakan oleh imam Ala’u Al-Din Al-Kasani serta hadits riwayat Ahmad yang berbunyi :
عن ابن عمر رضىالله عنه قال : قال رسول الله صلىالله عليه وسلم انّ الله يحبّ ان تؤتى رخصه كما يحبّ ان تؤتى عزائمه (رواه احمد). 

Artinya :     “Dari Ibn Umar ra. Berkata “bersabda Rasulullah SAW : Sesungguhnya Allah menyukai kita kerjakan segala kelapangan-kelapangannya (hukum-hukum yang dimudahkan) sebagaimanha Dia menyukai kita mengerjakan azimahnya” (HR. Ahmad).

Imam Ala’u Al-Din Al-Kasani dalam memberi batasan qashar sebagai sholat yang dihukum azimah, bukan karena tidak mempertimbangkan keadaan (sewaktu-waktu terjadi masyaqat), tetapi berdasar itu pula beliau menetapkan illat masyaqatnya, seperti para ulama yang menyatakan bahwasanya  qashar itu ‎rukhsah juga dengan beberapa kepatutan yang akan dialami dalam masa perjalanan seorang sesuai dengan arti ayat Al-Qur’an “tidak ada dosa bagimu mengqasharkan mu” dari semua pendapat yang menjadikan perbedaan hukum batasaan (masafat) serta batas qashar  adalah terletak pada illat masyaqatnya.

Yakni perbedaan hikmah dan illatnya, karena sifat dari illat yang dhohir yaitu bisa didefinitifnya yang sesuai di mana hukum itu pantas disyari’atkan karena sifatnya, atau mencari masalahat (manfaat) di balik disyari’atkannya sebuah hukum (hikmah).

Tapi dalam illat masyaqat tidak bisa dipakai karena tidak bisa didefinisikan, akan tetapi illat bisa dipakai pada kata safar karana bisa didefinisikan “Alhukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa’adman” yang artinya : “Hukum itu beredar berdasar pada illatnya”

Kemudian sebagian ulama yang menyutujui adanya rukhsah, berketetapan bahwasanya mengerjakan  qashar itu setelah terjadinya masyaqat. Dan ini bisa diperoleh melalui sebab-sebab yang dapat menghilangkan ‎masyaqat yang diantaranya “karena takut tidak dapat menyelesaikan dengan sempurna diwaktu menghadapi banyak tugas yang harus dikerjakan untuk diri dan keluarganya, mungkin kalau kita terlalu mementingkan sesuatu pekerjaan akan ketinggalan yang lain”.

Sesungguhnya segala amalan kita mengikuti niat kita yang melakukannya dan sesungguhnya maksud-maksud kita atau tujuan-tujuan kita dalam mengerjakan hukum, sangatlah diperhatikan syara’ baik dalam ibadah maupun dalam adat (muamalah) maksud kita dalam mengerjakan ibadah, yaitu membedakan mana yang wajib dan mana yang tidak wajib. Dan bila menghadapi adat ialah membedakan antara yang wajib dengan yang mandub, mubah danmakruh dan dengan yang haram.

Sesuatu amal apabila berpautan dengan sesuatu tujuan, maka ia menjadi hukum taklifi, tetapi bila kosong dari tujuan, maka tidaklah ia menjadi hukum taklifi. Dalam menghadapi hal ini janganlah orang-orang selalu mengatakan diperhatikan, karena diantara pekerjaan-pekerjaan mukallaf (seorang) memang harus ada yang dipaksanakan dalam mengerjakannya, maka tentulah orang terpaksa itulah yang mengerjakan perbuatan, bukan karena mengikuti perintah syara’ karena dipaksa untuk melakukan siksaan yang dijatuhkan atas dirinya.

Tujuan mukallaf bukanlah suatu keharusan pada setiap perbuatan hanya ia harus ada pada masalah ibdah yang dikerjakanh atas nama ibadah. Karena segala perbuatan ibadah yang masuk ke dalam ikhtiar kita (manusia) tidak dipandang menjadi ibadah tanpa ada tujuan simukallaf.

Syara’ menetapkan hukum adalah untuk kemaslahatan hamba. Dan yang dituntut dari seorang mukallaf supaya berjalan atas maksud syara’ dalam segala perbuatannya jangan ia menyalahi maksud syara’ para mukallaf diciptakan untuk menyembah Allah, maka hendaklah ia mengerjakan sesuatu sesuai dengan maksud syara’ dalam hal menetapkan hukum.

Sementara tujuan pokok dari syara’ adalah memelihara segala dharuriat dan memelihara segala dharuriat dan memelihara segala yang kembali kepada dharuriyat yaitu hajiat dan ‎tahsiriyat dan inilah yang ditaklifi hamba. Oleh karena itu haruslah tujuan si hamba kepada yang demikian itu jika tidak tentulah dia tidak memelihara maksud syara’ mereka dibebanidharuriyat itu dengan jalan mengerjakan sebab-sebab yang lahir yang Allah telah gariskan dalam hukum syara’ dan Allah telah memberikan kepadanya akal untuk memahami hukum-hukum itu. Rasulullah SAW bersabda :

كلكم راع وكلّكم مسئول عن رعيّته (رواه البخارى مسلم). 

Artinya :     “Semua kamu menggembala dan akan ditanyakan tentang penggembalaannya”. (HR. Bukhari Muslim).

Dan firman Allah SWT yang berbunyi :

ويستخلفكم في الارض فينظر كيف تعملون (الاعراف : 125)

Artinya : “Allah menjadikanmu khalifah dan Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”. (QS. Al-A’raf : 125).

Dari situlah para ulama berbeda dalam menetapkan landasan hukum mana yang harus dipakai untuk dapat melaksanakan ketentuan hukum yang di dapat mereka berbeda-beda, tetapi walau demikian pendapat dan ketetapan mereka dapat dipertanggung jawabkan tidak melenceng dari syara’ dan tidak juga menggampangkannya (meringankan) dari perbuatan sulit menjadi mudah dilaksanakan, akan tetapi berdasar pemahaman yang diyakini agar bisa menjadi suatu patokan dalam mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an supaya dapat diterapkan di dalam hukum tanpa dibedakan pendapat mana yang lebih rajin sebab pada dasarnya pemahaman seseorang yang satu dengan lainnya tidak sama sesuai dengan keadaan dan masa itu sendiri.

Asy-Syarif Abu Abdallah Al-Idrisi Sang Pembuat Globe Pertama


Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Idris Ash-Sharif al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau singkatnya Al-Idrisi. Al-Idrisi merupakan keturunan para penguasa Idrisiyyah di Maroko, yang merupakan keturunan Hasan bin Ali, putra Ali dan cucu nabi Muhammad. Al Idrisi adalah pakar geografi, kartografi, mesirologi, zoologi dan botani. Tepatnya di istana Raja Roger II(Sultan Ar Rujari).

Al-Idrisi Lahir di kota Afrika Utara Ceuta (Sabtah) tahun 493 H./1100 M, tumbuh dan besar di Cetua dan menempuh pendidikan di Cordova, ia meninggal tahun 560 H./1166 M di Sisilia. Al Idrisi membuat peta dengan cara menggabungkan pengetahuan dari Afrika, Samudera Hindia, dan Timur Jauh yang dikumpulkan para penjelajah dan pedagang Islam dalam bentuk peta Islam, dan juga dari informasi yang dibawa oleh pelayar-pelayar Normandia. Karyanya banyak menyajikan data komprehensif dari setiap wilayah di dunia sehingga Al-Idrisi menjadi sangat dikenal dan mulai dilirik oleh kalangan navigator laut Eropa serta kalangan militer.
           
Kepopuleran Al-Idrisi ketika itu terdengar hingga ke Raja Roger II, raja Norman dari Sicilia. Al-Idrisi kemudian diundang ke istana oleh Raja Roger II, ia diminta oleh Raja Roger II untuk membuat sebuah peta dunia. Al-Idris menyanggupi, namun ia mengajukan syarat bahwa dalam peta itu ia ingin memasukkan data bahwa Sicilia pernah berada dalam kekuasaan kaum muslim sebelum Raja Roger berkuasa. Proyek pembuatan peta tersebut melibatkan 12 sarjana, 10 diantaranya adalah ilmuwan muslim. Pengerjaan tersebut dikerjakan di kota Palermo, dimana para navigator dari berbagai wilayah seperti Mediterania, Atlantik dan perairan utara kerap bertemu. Al-Idrisi menggali informasi dari setiap navigator yang tengah beristirahat di Palermo.
           
Dia bersama timnya mewawancarai dan menggali pengalaman para navigator. Penjelasan dari seorang navigator akan dikonfrontir kepada navigator lainnya, lalu hasil kajian tersebut dirumuskan. Fakta-fakta tersebut dikumpulkan lalu disaring, dan hanya keterangan yang paling jelas yang ia jadikan acuan dalam membuat peta. Al Idrisi melakukannya hingga bertahun-tahun, hingga peta tersebut selesai pada tahun 1154 M.
           
Saat raja tak lagi ambil bagian secara aktif, saya selesaikan peta ini,” papar Al- Idrisi dalam pengantar kitab Nuzhat Al- Mustaq fi Ikhtirak Al-Afaq yang ditulisnya. Al Idrisi kemudian membuat peta bola bumi alias globe dari perak murni. Globe tersebut memiliki berat sekitar 400 kilogram.
             
Dalam globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung. Globe tersebut juga memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat. Sebagai pelengkap Al-Idrisi menulis buku berjudul Al- Kitab al-Rujari atau Buku Roger yang didedikasikan untuk sang raja, dimana dalam buku tersebut, Al-Idrisi menjelaskan tentang batas-batas wilayah masing-masing negara mulai dari Al-Yabis sampai laut Atlantik.                     

Selama berabad-abad, peta yang dibuatnya telah digunakan peradaban Barat karena pada masa itu belum ada sarjana Barat yang mampu membuat peta dunia yang akurat. Sehingga sosok Al-Idrisi menjadi sangat fenomenal di benua Eropa. Peta yang diciptakan Al-Idrisi tersebut digunakan para penjelajah Barat untuk berkeliling dunia. Dua abad sebelum Marco Polo menjelajahi samudera, Al Idrisi sudah memasukkan seluruh benua seperti Eropa, Asia, Afrika, dan utara Equador ke dalam peta yang diciptakannya. Dan tanpa peta Al-Idrisi pula, mungkin saja Chistopher Columbus tak bisa menginjakkan kakinya di benua Amerika. Menurut Dr A Zahoor dalam tulisannya berjudul Al-Idrisi, saat melakukan ekspedisi mengelilingi dunia, Columbus menggunakan peta yang dibuat Al-Idrisi. Inilah merupakan salah satu fakta lainnya yang dapat mematahkan klaim Barat bahwa Columbus merupakan penemu benua Amerika yang pertama.
             
Al-Idrisi selain dikenal sebagai ahli dalam bidang geografer dan kartografer, ia juga berperan dalam pengembangan studi zoologi dan botani. Kontribusinya terbilang penting bagi pengembangan ilmu hayat itu dituliskannya dalam beberapa buku. Ia begitu intens mengkaji ilmu pengobatan dengan tumbuh-tumbuhan. Tak heran, jika ilmu Botani berkembang pesat di Cordoba, Spanyol - tempat Al-Idrisi menimba ilmu.

Globe Al-Idrisi dibuat dari bahan perak seberat 400 gram. Didalamnya ada ketujuh benua plus rute perdagangan , danau juga sungai kota-kota besar, daratan serta pegunungan. Secara mengagumkan ia juga berhasil memasukkan jarak, panjang dan ketinggian secara tepat. Tak lupa ia membuat kitab Al-Rujari atau dikenal The Book of Roger untuk melengkapi peta yang dibuatnya.

Sang multitalenta ini tak berhenti disini saja, ia pun membuat sebuah perangkat yang disebut Planisphere dari perak. Fungsinya mengetahui konstelasi bintang yang dibuat dengan tingkat akurat yang begitu tinggi. Seorang ilmuawan Barat N Ronart memuji bahwa apa yang dilakukan oleh Al-Idrisi dalam pembuatan kitab itu adalah pencapaian yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan geografi.

Meski ada yang mengangapnya kontoversi, sesuatu yang mustahil namun penjelajah asal Spanyol Christhoper Columbus pernah membuktikan kebenaran teori yang diungkap Al-Idrisi  bahwa bumi itu memang bulat. Berbekal peta yang di buat Al Idrisi, Columbus mengelilingi dunia dan menemukaaan benua Amerika yang dianggap Benua baru, padahal bagi penjelajah muslim benua itu pernah disinggahinya sebelum Columbus menjelajahi benua itu. Dan semakin yakin dengan teori Al-Idrisi bahwa memang bumi itu  bulat.

Karya ilmuwan muslim itu tak berhenti begitu saja, dibidang kedokteran pun dirambahnya. Bukunya yang berjudul Al-Jamili sifat Ashtat Al-Nabatat, didalamnya memuat nama-nama obat dalam berbagai bahas, yakni Arab, Suriah, Persia, Hindi, Yunani dan Latin. Meski buku ini dianggap kurang lengkap, namun sudah berhasil menciptakan sinonim untuk obat-obatan, termasuk obat bius dalam berbagai macam bahasa. Sampai ada 12 bahasa.

Berikut karya-karya penting yang ditulis Syarif al-Idrisi:

1. Nuzhatul Musytaq fi Ikhiraqil Afat (Kesenangan untuk Orang-orang yang Ingin Mengadakan Perjalanan Menembus Berbagai Iklim), yang dipersembahkan kepada Raja Roger II. Buku ini menjadi sebuah ensiklopedi yang berisi peta secara detil dan informasi lengkap negara-negara Eropa. Buku ini kemudian menjadi rujukan penting bagi para ilmuwan di Eropa  selama kurun waktu 300 tahun, yakni sampai abad ke 16 M. 

2. Rawd-Unnas wa-Nuzhat al-Nafs (Kenikmatan Lelaki dan Kesenangan Jiwa). Pengetahuannya tentang kaum negro dari Timbuktu, di Sudan dan asal sumber air sungai Nil di Mesir adalah salah satu bukti keakuratannya yang menakjubkan.

3. Al Jamili Sifat Ashtat al Nabatat. Dalam bukunya itu Idris membuat pandangan dan memadukan semua literatur dari berbagai subjek ilmu kedokteran serta menggabungkannya dengan metode pengobatan ilmuwan Islam ditambah dengan beberapa risetnya. Riset yang dikumpulkan Idris ketika ia melakukan perjalanan-perjalanan. Misalnya dalam buku itu Idris, menjelaskan nama-nama obat dalam beberapa bahasa, termasuk Berber (Arab), Suriah, Persia, Hindi, Yunani dan bahasa latin.

4. Shifatul Arab (Karakter Bangsa Arab).

5. Kharitatul 'alaamil Ma'mur minal Ard (peta dunia), yang mencakup wilayah Asia, Afrika dan Eropa tempo dulu.
          
Beberapa karya Al-Idrisi telah dialihbahasakan kedalam bahasa latin. Dan selama beberapa abad kemudian menjadi buku yang sangat popular di daratan Eropa. Salah satu bukunya yang telah diterjemahkan, diterbitkan di Roma pada tahun 1619. Terjemahan itu dibuat dalam bentuk kecil, dan sang penerjemah ternyata tak memberi penghargaan kepada Idris. Namanya tidak dicantumkan dalam buku itu. Kasus ini sangat menarik karena sebelumnya orang-orang Eropa butuh beberapa abad untuk membuat bola dunia dan peta dunia sendiri.‎

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir Sesepuh Ahlul-Bait Dan Walisongo


Dalam perjalanan dari Seiwun ke Tarim, disebelah kanan akan kelihatan sebuah kubah dilereng bukit yang letaknya lebih kurang 4km dari bandar Seiwun. Itulah makam sesepuhnya ahlul bait di Hadramaut yaitu Imam Ahmad al-Muhajir.
Beliau adalah Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Bin Sayyidina 'Ali Vi. Abi Tholib Dan Sayyidatina Fathimah Az-Zahro Bintu Sayyidina Rosululloh Muhammad SAW. 
Dengan perjuangannya yang tak kenal lelah dan penuh kesabaran, beliau berhasil menanamkan metode Da’wah ila Allah dengan cara khusus beliau, dan berhasil menanamkan paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Hadhramaut, Yaman.

Al Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa lahir di kota Bashra Iraq tempat tinggal keluarga dan sanak saudaranya, para ahli sejarah berselisih tentang tanggal kelahiran Al Imam Al Muhajir, namun Saiyid Muhahammad Dhiya’ Shihab dalam kitab beliau yang berjudul Al Imam Al Muhajir  mengatakan: sejauh pengetahuan kami tak seorang pun yang mengetahui umur Al Imam Al Muhajir secara pas, boleh jadi karena literature yang mengungkapkan hal tersebut telah sirna, akan tetapi dari sedikit data yang kami miliki kami dapat mengambil satu kesimpulan, dan boleh jadi kesimpulan yang kami ambil ini sesuai dengan  fakta, lalu dia mengatkan setelah dipelajari dan diperbandingkan dari sejarah pekerjaan anak-anak beliau dan sebagian guru-guru beliau, bisa disimpulkan bahwa Al Imam Al Muhajir dilahirkan pada tahun  273 H. Saiyid Salim bin Ahmad bin Jindan mengatakan di kitab Muqaddimah Musnad-nya bahwa Al Muhajir belajar kepada Al Nablisi Al basri ketika beliau berumur 4 th, dari sini disimpulkan bahwa beliau dilahirkan pada 279H.

Al Muhajir tumbuh dan berkembang dibawah Asuhan kedua orang tua nya dengan nuansa keilmuan religi yang sangat kental, demikina diungkapkan oleh Saiyid Muhammad bin Ahmad Al Shatiri, dalam kitabnya Adwaar Al Tarikh Al  Hadhramy.

Pendidikan: Beliau mendapat pendidikan awal daripada ayahnya dan juga bapa-bapa saudaranya. Beliau membesar sebagai seorang yang tinggi dan mantap dalam ilmu dan berakhlak mulia. Sesungguhnya zaman yang dilalui Imam al-Muhajir adalah zaman yang dipenuhi dengan ulama dan berbagai ragam peradaban serta warna-warni ilmu pengetahuan seperti ilmu syariah, ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu falak, ilmu berkaitan dengan bahasa dan satera arab, tasawuf, ilmu hisab, ilmu tibb dan lain-lain.

Dikatakan bahwasanya Imam al-Muhajir banyak mengambil riwayat dari ulama’ pada zamannya, diantara mereka, Ibnu Mandah, al-Asbahani, Abdul Karim al-Nisai, an-Nablisi al-Bashri. Selain itu, banyak pula para ulama’ yang mengambil riwayat dari nya seperti al-Hafidh al-Daulabi, Ibnu Sha’id, al-Hafidh al Ajuri, Abdullah bin Muhammad bin Zakariya al- Aufi al-Muammar al-Bashri, Hilal Haffar al-Iraqi, Ahmad bin Said al-Ashbahani, Ismail bin Qasim al-Hisasi, Abu al Qasim al-Nasib al-Baghdadi, Abu Sahl bin Ziyad, dan lain-lain. Beliau, Imam al-Muhajir juga pernah berutus surat dengan Imam Ibn Jarir ath-Thabari (wafat 310H) ‎

Masa yang dilalui Al Muhajir adalah masa yang dipenuhi dengan ragam peradaban dan warna-warni ilmu pengetahuan, seperti ilmu Shariah, filsafat, falak, satra, tasawuf, matematika dan lain-lain, dikatakan bahwasanya Al Muhajir banyak mengambil riwayat dari ulama’ pada zamannya, diantara mereka, Ibnu Mundah Al Asbahani, Abdul Karim Al Nisai, Al Nablisi Al bashri, banyak pula para ulama’ yang mengambil riwayat dari nya seperti Alhafidh Al Daulabi (di bashrah 306H), Ibnu Shaid, Al Hafidh Al Ajury, Abdullah bin Muhammad bin Zakariya Al Aufi Al Muammar Al Bashri, Hilal Haffar Al Iraqi, Ahmad bin Said Al Ashbahani, Ismail bi Qasim Al Hisasi, Abu Al Qasim Al Nasib Al Baghdadi, Abu Sahl bin Ziyad, dan lain-lain.

Sebagaimana disebutkan bahwa masa ini makmur dengan ilmu dan budaya namun disisi lain masa ini pun marak dengan fitnah, pertikaian, bentrok pemikiran dan senjata, Al Muhajir memandang masa itu sebagai masa kritis yang penuh dengan cobaan dan penderitaan, Negara-negara islam mulai meleleh persatuan pandangan dan politiknya, dan berkembang menjadi unstabilitas  sosial dan pertumpahan darah.

Revolusi Negro dan Fitnah Karamitah

Kehidupan Al Muhajir semenjak muda hingga dewasa diwarnai dengan guncangan-guncangan social  Di Bashrah dan Iraq secara umum, mulai dari revolusi negro yang berawal pada tahun 225, pada masa pemerintahan Negri Abbasiyah, sampai fitnah yang disebarkan oleh Karamitah, sebuah sekte yang dipimpin oleh Yahya bin Mahdi di Bahrain, dia dengan para pengikutnya bekerja keras untuk membiuskan paham-pahamnya disemua lapisan masyarakat dan menggunakan situasi guncang akibat revolusi negro dan  fitnah Khawarij untuk memepercepat pertumbuhan dan  perkembangan mereka.

Terpencarnya Bani Abi Thalib

Seorang Ahli Sejarah, Abdullah bin Nuh menuliskan dalam tambahannya untuk kitab Al Muhajir hal 37 tentang kesaksian Al Muhajir tentang terpencarnya Bani Alawi ke penjuru dunia, seperti India, Sumatra, kepulauan Ujung timur, dan perbatasan cina, yang mana hal ini merupakan sebab tersebarnya agama islam diseluruh dunia.

Kepribadian Al Muhajir di Bashrah

Kepribadian Almuhajir dibentuk oleh suasana yang penuh dengan pertentangan, ilmu, sastra, falsafat, pertumpahan darah, rasa takut, pertikaian disamping giatnya gerakan roda perdagangan dan pertanian, bahkan Almuhajir menyaksikan kapal-kapal besar bersandar di Bashrah dengan membawa barang dagangan hasil bumi, dan orang-orang dari berbagai bangsa. Keluarga Al Muahajir termasu keluarga terhormat yang bersih hatinya, penuh keberanian, kedudukan dan kekayaan dibarengi dengan taqwa dan istiqamah. Saudara Al Muhajir Muhammad bin Isa adalah panglima perang dan pemimpin expansi wilayah islam.

Hijrah Al Muhajir dari Bashrah

Hijrah Al Imam Al Muhajir di dorong oleh keinginan untuk menjaga dan melindungi keluarga dan sanak familinya dari bahaya fitnah yang melanda Iraq diwaktu itu.‎

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Al Muhjir memutuskan untuk hijrah ke hijaz, maka disodorkanlah berbagai alasan untuk meyakinkan keluarga dan sanak familinya untuk meninggalkan bashrah, dan mereka pun menyetujui usulan Al Muhajir. Hijrah Al Muhajir   terjadi pada 317 H dari Bashrah ke Al MAdinah Al Munawwarah. Diantara keluarga dan sanak famili Al Muhajir yang ikut berhijrah bersama Al Muhajir adalah:
1. Al Imam Al Muhajir Ilaa Allah Ahmad bin Isa. ‎
2. Zainab binti Abdullah bin Hasan Al Uraidli Isteri Al Muhajir
3. Abdullah bin Ahmad putra Al Muhajir
4. Ummul Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad  Isteri Abdullah bin Ahmad.
5. Ismail bin Abdullah bin Ahmad yang dijuluki dengan Al Bashry
6. Al Syarif Muhammad bin Sulaiman bin Abdillah kakek Keluarga Al Ahdal.
7. Al Syarif Ahmad Al Qudaimi kakek keluarga Al Qudaim ‎
8. 70 orang dari oarng-orang dekat Al Muhajir diantara mereka: hamba sahaya Al Muhajir, Jakfar bin Abdullah Al Azdiy, Mukhtar bin Abdullah bin Sa’ad, dan Syuwaiyah bin Faraj Al Asbahani.

Rombongan Al Muhajir berhijrah ke madinah melalui jalan Syam karena jalan yang biasa dilalui kurang aman, dan sampai di Madinah  pada tahun 317, konon di tahun ini terjadi fitnah besar di Al Haramain, gerakan Karamithah masuk ke Makkah Al Mukarramah di musim haji dan membuat keributan di sana serta mengambil hajar aswad dari tempatnya. Pada tahun berikutnya 318H Al Muhajir beserta keluarga berngkat ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah Haji, konon para jamaah haji pada tahun itu hanya meletakkan tangan mereka di tempat hajar aswad, disaat melaksanakan Ibadah haji Al Muhajir bertemu dengan rombongan dari Tihamah dan Hadhramaut, belajarlah mereka dari Al Muhajir ilmu dan akhlak, dan mereka menceritakan kepada Al Muhajir tentang fitnah Al Khawarij di Hadhramaut dan mengajak Al Muhajir untuk membantu mereka menyelesaikan fitnah itu lantas Al Muhajir menjanjikan untuk datang ke negeri mereka.

Perjalanan ke Tihamah dan Hadhramaut.

Hadhramaut pada waktu itu berada dibawah pengaruh Abadhiyah suatu gerakan yang dipelopori oleh Abdullah bin Ibadh Al Maady, gerakan ini pertama kali muncul pada abad kedua hijriah dibawah pimpinan Adullah bin Yahya Al Amawi yang menjuluki dirinya sebagai pencari kebenaran.

Al Mas’udi dalam kitab sejarahnya menuliskan “Alkhawarij masuk Hadhramaut dan pada saat itu kebanyakan penduduknya adalah pengikut aliran Ibadhiyah dan sampai saat ini (332 tahun penulisan buku tersebut) dan tidak ada perbedaan antara Khawarij yang ada di Hadhramaut dengan yang ada di Oman. Akan tetapi aliran Ibadhiyah dan Ahlu Sunnah tetap hidup di Hadhramaut  meskipun pengaruh Khawarij lebih menyeluruh di wilayah Hadhramaut samapi datangnya Al Muhajir.‎

Mengapa Al Muhajir memilih untuk berhijrah ke Hadhramaut?

Dhiya Syihab dalam kitabnya Al Imam Al Muhajir mengatakan, apakah motivasi Al Muhajir untuk berhijrah ke hadhramaut adalah harta? Hadhramaut bukanlah negri yang berlimpah harta dan dia pun seorang yang kaya raya, ataukah  hijrah Al Muahjir adalah untuk membantu rakyat hadhramaut, dan mencegah merembetnya fitnah Karamitah yang terus meluas? Sebenarnya kondisi dan peristiwa-peristiwa diatas adalah alas an utama kenapa Al Muhajir berhijrah ke Hadhramaut, sesuai ayat “Alam takun ardlu Allahi waasi’atan fatuhaajiruu fiihaa” artinya tidakkah bumi Allah itu luas sehingga kamu  berhijrah dan hadist ” yuu syiku an yakuuna khairu maali al muslim ghanamun yatba’u biha sya’afa al jibal wa mawaqi’a alqatar ya firru bidiinihi min al fitan” artinya dikhawatirkan akan dating suatu masa dimana harta yang paling berharga bagi seseorang adalah kambing, dia membawanya kearah pegunungan dan kota-kota untuk melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah. Maka Allah menjadikan hijrah Al Muahajir ke Hadramaut sebagai donator dan petunjuk sebab dengan hartanya Al Muhajir membangun banyak infrastruktuk yang lapuk dimakan zaman dan dengan kehadirannya Allah menyadarkan banyak dari orang-orang yang fanatic buta kepada Kahawarij.

Rombongan Al Muhajir diantara Tihamah dan Hadhramaut.

Saiyid Muhammad bin Sulaiman Al Ahdal salah satu dari anggota rombongan memutuskan untuk menetap di Murawa’ah di Tihamah, sedangkan saiyid Ahmad Al Qudaimy memutuskan untuk menetap di lembah Surdud di Tihamah, dan dengan izin Allah SWT mereka menjadi tonggak berkembangnya keturunan Nabi Muhammad SAW di negri tersebut, adapun Al Muhajir dia tetap meneruskan perjalanan hingga sampai  di desa Al Jubail di lembah Doan, konon penduduknya merupakan pecinta keluarga Nabi Muhammad SAW dan mereka dapat banyak belajar dari Al Muhajir, kemudian pindah ke Hajren disana  terdapat Al Ja’athim termasuk kabilah Al Shaddaf yang merupakan pengikut aliran Sunny, disana Al Muhajir mangajak semua golongan untuk bersatu di bawah panji islam dan mempererat tali persaudaraan diantara mereka, maka banyaklah diantara orang-orang kahawarij yang sadar dan taubat kembali kejalan yang benar, ketika di Hajren Al Muhajir ditemani dan dibela  oleh para petua dari kabilah ‘afif. Al Muhajir membeli rumah dan kebun korma di hajren yang kemudian dihibahkan ke hamba sahaya nya Syuwaiyah sebelum pindah dari Hajren.

Dan setelah keluar dari Hajren Al Muhajir singgah dan bertempat tinggal di kampung Bani Jusyair didekat desa Bur yang mana penduduknya pada saat itu adalah Sunny, disitu Al Muhajir berdakwah dengan sabar dan sopan, kemudian pindah lagi ke desa Al Husaiyisah dan disana membeli tanah perkebunan yang dinamakan  Shuh di atas desa Bur. Pada periode ini Al Muhajir banyak menarik perhatian orang di daerah itu sehingga mereka banyak mengikut langkah sang Imam, kecuali beberapa golongan dari kahawarij, hal ini yang menyebabkan Al Muhajir mendatangi mereka untuk memahamkan mereka.

Al Imam Al Muhajir dan Khawarij

Hadirnya Al Muhajir di Hadhramaut merupakan  peristiwa besar dalam sejarah, sebab kehadiran Al Muhajir di Hadhramaut membawa perubahan besar di daerah itu, Yaman ketika itu diperintah oleh Al Ziyad di Yaman utara, namun penduduk Hadhramaut memiliki hak untuk menetukan perkara mereka, tidak semua penduduk Hadhramaut pada saat itu bermadzhab Ibadhi, terbukti keluarga Al Khatib dan Ba Fadhal dari Tarim pada saat itu masih berpegang teguh dengan aliran yang benar.

Imam Muhajir selalu berdiskusi  dengan para pengikut Abadhiyah dengan bijaksana dan teladan yang mulia, yang mana hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para lawan diskusinya dan menimbulkan simpati mereka, Khawarij adalah mazhab yang menerima diskusi tentang madzhab mereka dan mereka pun banyak berdiskusi dengan para ulama di banyak hal, sedangkan Al Imam Al Muhajir merupakan sosok yang ahli dalam hal meyakinkan lawan bicara. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Saiyid Al Syatiri dalam kitabnya “Al Adwar” halaman 123, sehingga aliran Al Abadhi perlahan-lahan terkikis dan habis di hadhramaut dan digantikan dengan mazhab Al Imam Syafii dalam hal pekerjaan dan Imam Al Asy’ary dalam hal Aqidah.

Adakah bentrok senjata antara Al Muhajir dan Khawarij?

Para ahli sejarah berselisih pendapat tentang terjadinya kontak senjata antara Al Muhajir dengan Khawarij, sebagian menyatakan terjadinya hal itu dan meriwayatkan kemenangan Al Muhajir atas kaum Khawarij, sebagian lagi menafikan hal tersebut.

Saiyid Al Syathiri dalam kitabnya “Al Adwar” menafikan terjadinya kontak senjata diantara kedua belah pihak, dkatakanjuga bahwa pendapat ini di ambil karena dari sekian referensi sejarah yang ada pada nya tidak satupun yang memaparkan tentang terjadinya kontak senjata diantara kedua belah pihak demikian juga para penulis sejarah Hadhramaut dari kurun terakhir, adapun Saiyid Dhiya Syihab dan Abdullah bin Nuh dalam kitab Al Muhajir menyatakan terjadinya perang Bahran. namun keduanya tidak mencantumkan referensi yang memperkuat pendapat tersebut.

Saiyid Abdul Rahman bin Ubaidillah mengatakan bahwa Al Muhajir dan putra-putra nya terus menrus melancarkan argument-argumen kepada Ibadhiyah sampai mereka kehabisan dalil dan pegangan, dikatakan juga bahwa Al Muhajir melumpuhkan kekuasaan Abadhiyah  dengan cara melancarkan argument-argumen yang membuktikan kesalahan mazhab mereka, Syeh Salim bin Basri mengatakan Al Muhajir membuka kedok bid’ah Khawarij dan membuktikan kesalahannya, pendapat keduanya didukung pula oleh Al Faqih Al Muqaddam.

Al Imam Al Muhajir dan nasab mulianya

Sebagian penulis mengangkat tajuk pada tulisan mereka mengenai nasab Ahlu Bait Nabi Muhammad SAW, banyak diantara mereka yang menanamkan keraguan tentang Ahlu bait, motivasi mereka untuk mengangkat tema itu bermacam-macam diantara mereka ada yang hanya ingin mendapatkan pencerahan sehingga lebih meyakinkan mereka, ada pula diantara mereka yang ingin menjatuhkan Ahlu bait karena iri dan dengki terhadap mereka.

Berangkat dari kenyataan ini Al Imam Al Muhajir sebelum berangkat ke Hadhramaut telah menyusun nasabnya dan anak-anaknya smapai Rasulullah SAW, sebelumnya keluarga Al Muhajir nasab dan silsilahnya sudah terkenal di kota Bashrah, seandainya bukan begitu ini merupakan titik lemah yang bisa digunakan oleh Khawarij untuk menumbangkan dalill-dalil Al Muhajir.

Sepeninggal  Al Imam Al Muhajir beberapa orang ulama Hadhramaut berinisiatif untuk mencari bukti yang membenarkan nasab Al Imam Al Muhajir, Syeh Ba Makhramah dalam kitab tarikh nya mengatakan: Ahmad bin Isa ketika datang di Hadhramaut, penduduk kota itu mengakui kemulyaan dan keagungannya, lantas mereka ingin membuktikan pengakuan mereka lantas 300 orang mufti di Tarim pada saat itu mengutus seorang ahli hadist Al Imam Ali bin Muhammad bin Jadid ke Iraq untuk membuktikan hal tersebut *[14], lantas sang imam pulang dengan membawa nasab mulia Al Muhajir.

Habib Alwi bin Thohir membeberkan masalah ini di salah satu artikelnya yang di muat di majalah Rabithah Alawiyah (2/3:95M) dan mengatakan, kemulayaan Al Muhajir, keberadaan famili dan handai taulannya di Bashrah, tinggalnya Muhammad putra Al Muhajir di bashrah untuk menjaga harta bendanya, dan putra putri Ali, hasan, dan Husain, kedatangan Saiyid Jadid bin Abdullah untuk melihat harta benda itu, kesaksian penduduk Iraq akan kebenaran nasab Al Muhajir dan pengembangan harta Al Muhajir dari Iraq oleh anak cucunya di Hadhramaut, adanya saudara dan ipar Al Muhajir di Iraq, adanya hubungan yang continyu diantara mereka, adanya kabilah Bani Ahdal dan Bani Qudaim di Yaman, ini semua merupakan bukti akan kebenaran nasab Al Muhajir, tidaklah mudah bagi Saiyid Ali Bin Muhammad bin Jadid  untuk mendapatkan bukti ini sepeninggal kakek-kakenya selama bertahun-tahun bila nasab tersebut tidak terkenal di Bashrah, karena Ali dilahirkan di Hadhramaut bergitu juga Ayahnya Muhammad bin Jadid, akan tetapi hubungan antara mereka dengan keluarga yang di Iraq setelah kepergian mereka tidak putus.

Diantara para penulis yang mengulas luas tentang nasab Al Muhajir da puta-putra nya adalah:

1. Al Majdi, Al Mabsuth, Al Masyjar, yang ditulis oleh Ahli nasab, Abu Hasan Najm Al Diin Ali bin Abi Al Ghanim Muhammad     bin Ali Al Umri Al Bashri, meninggal tahun 443.
2. Tahdhib Al Ansaab, Tulisan tangan Al Allamah Muhammad bin Ja’far Al Ubaidli, meninggal tahun 435.
3. Umdatu Al Thalib Al Kubra, ditulis oleh ahli nasab Al Allamah Ibn Anbah Jamal Al Diin Ahmad bin Ali bin Husain bin Ali bin mihna Al Dawudi.
4. Al Nafhah Al Anbariyah Fi Ansab Khairil Briyah, ditulis oleh Al Allamah Ibn Abi Al Fatuh  Abi Fudhail Muhammad Al Kadhimi, meninggal tahun 859.
5. Tuhfatu Al Thalib Bi Ma’rifati Man Yantasib Ilaa Abdillah Wa Abii Thalib, ditulis oleh Al Allamah Al Muarrikh Abi Abdillah Muhammad bin Al Husain Al Samarqandi Al Makky, meninggal tahun 996.
6. Zahru Al Riyadh  Wa Zalalu Al Hiyaadl, ditulis oleh Al Allamah Dlamin bin Syadqam, meninggal tahun 1085.

Ibn Anbah dan AL Imam Al Murtadla memiliki dua kitab berbeda tentang nasab ini dan belum dicetak, adapun kitab yang ditulis secara modern tentang nasab Ahlu bait antara lain Dirasaat Haula Ansaab Alu bait oleh Saggaf bin Al Alkaff., Tazwiid Al Rawi oleh Saiyid Muhammad bin Ahmad Al Syathiri. Jadi permasalahannya sekarang bukan karena kurangnya literature atau referensi tapi karena hilangnya prinsip amanah dan hantaman dari para pengkhiyanat, juga karena kurangnya tingkat pengetahuan syariah sebagian Ahlu bait dan terpengaruhnya mereka oleh budaya orientalist, yang terus merongrong zona islam.

Meninggalnya Al Imam Al Muhajir

Setelah perjuangan yang tanpa mengenal lelah dan penuh kesabaran Al Imam Al Muhajir berhasil menanamkan metode Da’wah ila Allah dengan cara khusus beliau, dan berhasil pula menanamkan paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Hadhramaut, akhirnya Al Muhajir berpulang kehadirat Allah SWT pada tahun 435 H, dan di makamkan di Al Husyaisyiah tepatnya di Syi’b Makhdam, dan dapat diziarahi sampai hari ini.

Dimakamkan pula disekitar Kuba Al Muhajir Saiyid Al Allamah Ahmad Al Habsyi, dahulu diadakan setiap tahunnya peringatan masuknya Al Imam Al Muhajir ke Hadhramaut kemudian peringatan ini sempat terputus, lalu diadakan lagi namun dalam bentuk lebih terbatas, dan pada tahun 1422H ditambahkan beberapa peringatan yang sesuai dengan zaman, seperti seminar tentang samapainya Al Imam Al Muhajir di Hadhramaut, yang diisi didalamnya denagn study tentang sosok Al Muhajir, sejarah, ilmu, dan pengaruh perpindahannya ke Hadhramaut dalam kuliah-kuliah yang diadakan di Tarim dan Seiyun, dan harapan kami hal ini akan menjadi adat setiap tahun yang akan membiaskan gambaran ilmu dan sejarah yang telah ditorehkan oleh sekolah Al Muhajir dan orang-orang setelahnya demi membela islam, umat, dan negri.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...