Senin, 25 Oktober 2021

Kisah Teladan Imam Abu Muslim Al-Khaulani


Agak tergopoh-gopoh pemuda itu bertolak dari Yaman menuju kota Madinah. Gejolak kalbunya untuk bertemu Rasulullah semakin menguat, semenjak ia mendengar kabar tentang sakit keras yang diderita Rasul SAW. Pemuda itu bernama Abu Muslim al-Khaulani. Ia memang belum pernah melihat Rasulullah, namun keimanan pemuda ini terkenal teguh dan kuat. Masyarakat Yaman mengagumi keshalihan dan keta’atannya yang luar biasa. 

Setelah beberapa hari menempuh perjalanan siang malam, sampailah ia diperbatasan Yatsrib (Madinah), tiba-tiba ia mendengar berita yang sangat membuatnya sedih; Rasulullah SAW telah wafat. Dan kepemimpinan kaum muslimin saat itu telah beralih kepada Abu Bakar Shiddiq ra.

Nama beliau adalah Abu Muslim Abdullah bin tsuwab Al-khaulani, Az-zahid, Al-yamani, As-syami, dipanggil juga dengan Ibnu tsuwab atau Ibnu Atswab.

Guru-guru dan Murid-murid Beliau.

Guru-guru beliau:
Ubadah bin somit, Umar bin Khotob, 'Auf bin Malik Al-Asja'I, Mu'ad bin jabal, Mu'awiyah bin Abi Sowyan, Abu dzar al-Ghifari, Abu Ubaidah bin Al-jarrah, Abu muslim Al-jalila.

Murid-murid beliau

Ibrahim bin Abi 'Ablah, Jabir bin Nafir, Haram bin Hakim Ad-Damasqo, Sarhabil bin Muslim Al-khaulani, Dhomrah bin Habib bin Suhaib, 'Abdullah bin 'urwah bin Zubair, 'Atho' bin Abi Ribah, 'Atho'Al-khurasani, 'Atiah bin Qois, Amru bin Jaza' al-Khaulani ad-Darani, 'Amir bin Hani' al-Unsa, Farat bin Tsa'labah, Kultsum bin Ziad al-Muharabi, Muhammad bin Zi'ad al-Alhani, Makhul As-Syami, Yunus bin Maisarah bin halbis, Abu Idris al-Khaulani, Abu 'Aliah ar-Rayaha, Abu Utsman al-Khalani, Abu Qilabah al-jarami.

Islam, wafat dan kedudukanya Beliau

Disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzibul Tahdzib juz dua halaman 236 begitu juga Ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqot berkata: terjadi perbedaan pendapat mengenai islamnya beliau, tetapi sudah menjadi kesepakatan bahwa beliau masuk islam pada zaman Rasulullah saw. Dan Beliau wafat pada zaman Yazid bin Mu'awiyyah pada tahun 62 H. dan dimakamkan di dariya di damaskus.Dan beliau menempati kedudukan kedua dari para kibarut tabi'in. 

Sekilas cerita dan pelajaran-pelajaran penting yang dapat kita ambil.

Tersebar berita di seluruh penjuru Jazirah Arab bahwa Rosulullah n sakit sepulang beliau dari haji wada'. Setanpun memprovokasikan Al-Aswad Al Ansi agar kembali kepada kekafiran setelah keimanannya. Dan agar dia berkata tentang Allah dengan dusta. Dia mengaku kepada kaumnya sebagai Nabi yang diutus oleh Allah.

Dia adalah manusia yang kuat jasadnya, besar ambisinya, keras jiwanya dan akrab dengan kejahatannya. Dia juga ahli dalam al-ikhwal perdukunan jahiliyah, gemar menggunakan sihir untuk mencelakakan orang. Disamping itu juga dia fasih lisanya, bagus argumentasinya, cerdas otaknya, pandai menyesatkan orang dengan kebathilannya. Dia mencari pendukung dengan cara membagi-bagikan hadiah dan pemberian. Ketika tampil di muka umum dia selalu mengenakan topeng hitam agar terkesan angker dan terasa kuat kehebatanya.
Dengan cepat dakwah al Aswad al-Ansi meyebar di penjuru Yaman bagai api yang membakar ilalang. Dia dibantu oleh kabilah Bani Madhaj, kelompok terbesar di Yaman dari segi jumlah dan kekuasaannya, masih pula didukung oleh kemampuan untuk merekayasa cerita dusta, kepalsuan serta memperalat para pengikutnya yang pandai untuk menguatkan siasatnya.
Dia mengaku bahwa, malaikat turun dari langit untuk membawa kan wahyu dan memberitahukan hal-hal yang ghaib kepadanya, lalu dia membuat berbagai rekayasa agar orang-orang percaya dengan pengakuannya. 
Dia menaruh mata-mata di berbagai tempat untuk mendengarkan, masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat, menguak rahasia-rahasia mereka, serta memancing cita-cita dan harapan yang tersimpan di benak mereka. Pada saat yang sama dia mengusahakan agar orang-orang minta tolong kepadanya.
Ketika orang-orang datang, dia melayani dengan baik memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengatasi segala kesulitan mereka. Dia tunjukkan seolah-olah dia mengetahui segala rahasia yang tersimpan dalam hati mereka. Dipamerkanya hal-hal ajaib dan menakjubkan sehingga mampu menyihir akal dan membingungkan pikiran mereka.
Dalam waktu singkat namanya menjadi besar, kehebatnya kian tersohor, pengikutnya makin banyak. Shan'a kini berada di bawah kendalinya, dari sini terus menyebar ketempat lain sampai meliputi seluruh Yaman, antara Hadramaut, Tha'if, Bahrain serta Aden.
Ketika telah merasa kekuatanya, dan banyak pula negeri maupun kekuasaanya, dia beraksi memburu orang-orang yang menetangnya, orang-orang yang dikaruniai iman kepada Allah secara tulus dan beragama yang lurus.
Terhadap orang-orang tersebut Al-Aswad Al-Ansi berlaku bengis, bahkan tak segan-segan melakukan penyiksaan secara sadis. Diantara para penentang tersebut, terdapat tokoh bernama Abdullah bin Tsuwab yang dikenal dengan julukan Abu Muslim al Khaulani. 
Dia lahir ketika perang Hunain dan masuk islam pada zaman Rasulullah akan tetapi belum pernah melihat Rasulullah saw .
Dia adalah termasuk dari kalangan kibarut At-Tabi`in, dan dikenal dengan orang yang zuhud, ahli ibadah, juga mempunyai karamah dan banyak keutamaanya.
Abu Muslim Al-Kaulani adalah seorang yang kokoh imanya, pantang kompromi dengan kebatilan dan senantiasa menyerukan kebenaran. Dia mengiklaskan hidupnya untuk Allah semata. Dia menjauhi kesenangan dunia perhiasanya, bernadzar bahwa hidupnya akan digunakan untuk mentaati Allah  serta mendakwahkan agamanya. Dijualnya murah-murah kenikmatan sementara di dunia untuk ditukar dengan kenikmatan abadi. Tak heran bila orang-orang menyambut dengan baik, memandangnya sebagai orang yang suci jiwanya dan mustajab doanya disisi rabbnya.
Al-Aswad al-Ansi sudah gatal untuk menangkap Abu muslim lalu menghukumnya sekeras mungkin. Agar orang lain akan menentangnya gentar dan dapat di tundukkan. 
Maka, dia perintahkan parjuritnya mengumpulkan kayu bakar dilapangan Shan`a, lalu disulut dengan api. Orang-orang dipanggil untuk menyaksikan bagaimana seorang Ahli Fikih di Yaman dan ahli ibadahnya (Abu Muslim Al-Kahulani) hendak "bertaubat" kepada Aswad dan mengimani kenabianya.
Sampailah waktu yang telah direncanakan, al-Aswad al-Ansi memasuki lapangan yang dipadati manusia. Dia berjalan dengan kawalan ketat, kemudian duduk diatas kursi kebesaran di depan api yang mneyala-nyala.
Sejurus kemudian, Abu muslim al-Kahulani diseret ketengah arena. Pendusta yang kejam itu memandang Abu Muslim dengan congkak, lalu berpaling ke arah api yang berkobar dan menjilat-jilat seraya bertanya,
Aswad: Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?
Abu Muslim: benar, aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusanya. Dialah Sayidul Mursalin dan penutub para Nabi.
Dahi Al-Aswad Al Ansi berkerut. Kedua alisnya bertaut pertanda marah. 
Al-Aswad: Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?
Abu Muslim: Telingaku tersumbat, tak bisa mendengar kata-katamu. 
Al-Aswad: kalu begitu, aku akan mencampakkanmu ke dalam api itu.
Abu Muslim: bila engkau membakar aku dengan api dari kayu, engkau akan dibalas dengan api yang bahan bakarnya manusai dan batu-batu, di bawah penjagaan malaikat-malikat yang perkasa, yang tidak menetang Allah dan senantiasa mematuhi perintah yang di berikan kepada mereka.
Al-Aswad: Aku tidak tergesa-gesa, aku beri engkau kesempatan untuk menggunakan otakmu. Apakah engkau tetap mengakui bawa muhammad adalah rasul Allah?
Abu Muslim: Benar, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rosulnya.Alah mengutusnya dengan membawa agama dan pentunjuk yang benar. Allah menutup seluruh risalahnya enggan risalah yang dibawa oleh Muhammad.
Al-Aswad Al-Ansi meninggikan nada dan suaranya. Al-Aswad: kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?
Abu muslim:sudah kukatakan kepadamu, bahwa telingaku tersumbat sehingga tak bisa mendengar kata-katamu itu.
Semakin naik pitamlah Al-Aswad Al-Ansi mendengar ketegarannya. Dia hendak memerintahkan agar Abu Muslim Al-Kahulani di campakkan kedalam api, tapi tangan kanannya berusaha mencegahya seraya berbisik ditelinganya: anda tahu bahwa orang ini berjiwa suci, doanya mustajab, sementara Allah tak pernah membiarkan hambanya yang beriman di saat-saat kritis. Bila anda melempar dia kedalam api lalu teryata Allah menyelamatkanya, maka semua yang kau bina dengan susah payah ini akan hancur dalam sekejab, karena orang-orang akan mengingkari kenabianmu saat itu juga. Bila engkau membakarnya dan dia mati orang-orang akan mengaguminya, bahkan menyanjungnya sebagai syuhada. Oleh karena itu, lebih baik anda melepaskan dia, asingkanlah saja dan hindari negeri ini. Hindarilah dia, engkau akan menjadi lebih tenang dan bisa santai. 
Nabi palsu itu menerima saran tersebut. Dia membebaskan Abu muslim lalu mengusirnya keluar dari yaman.
Berangkatlah Abu Muslim al-Khaulani menuju Madinah dan sangat berharab dapat menjumpai Rasulullah n. beliau sudah beriman sebelum bertemu Nabi n dan rindu untuk mendampingi beliau sebagai sahabat.
Tapi sayang, belum lagi memasuki Madinah, beliau mendengar kabar bahwa Rasulullah n telah wafat dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Terpilih sebagai khalifah kaum muslimin. Tak terkira betapa kecewa beliau mendengarnya.

Setibanya di madinah, beliau langsung menuju masjid Nabawi. Belaiu menambatkan ontanya di samping masjid, kemudian mamasuki masjid Nabawi setelah mengucapkan shalawat dan salam bagi Nabi.
Beliau mendekati salah satu tiang Masjid lalu shalat di sana. Usai shalat, Umar bin Khathab ra. Menghampirinya seraya bertanya; 
Umar: Dari mana anda? 
Abu Muslim: Saya dari Yaman.
Umar: bagaimana kabar saudara kita yang hendak dibakar hidup-hidup oleh musuh Allah lalu Allah menyelamatkan itu?
Abu Muslim: Alhamdullillah dia dalam keadaan baik. 
Umar: demi Allah bukankah Anda orangnya? Abu muslim: benar.
Maka Umar bin Khathab mencium antara dua mata Abu Muslim.
Umar: tidakkah Anda mendengar kabar berita tentang apa yang dilakukan Allah lkepada musuhnya dan musuh anda itu?
Abu muslim: tidak, sejak meninggalkan Yaman, saya tak lagi mendengar beritanya.
Umar: Allah  telah membunuh al-Ansi melalui tangan orang-orang yang beriman yang ada disana dan mengakhiri kekuasaanya serta mengembalikan para pengikutnya kejalan Allah.
Abu Muslim: segala puji bagi Allah yang belum mematikan saya sampai saya mendengar tewasnya penjahat itu dan kembalinya penduduk Yaman kepangkuan islam.
Umar: segala puji bagi Allah yang memberikan kesempatan kepada saya untuk bertemu dengan umat Muhammad n yang hendak diperlakukan seperti khalilullah (kesayangan Allah ) Ibrahim As.
Setelah itu Umar bin Khathab mengajak Abu Muslim menghadap Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Kemudian beliau berbai`at kepada khalifah muslimin itu.
Setibanya Abu muslim, Abu Bakar mempersilahkan beliau duduk diantara dirinya dan Umar ra. Setelah itu kedua sahabat utama tesebut berbincang-bincang mendengarkan kisah Abu Muslim mengenai Al-Aswad al-Ansi.

Cukup lama Abu muslim tinggal di Madinah . dengan tekun dia ke masjid Nabawi, shalat di Raudhah suci dan belajar kepada para tokoh sahabat seperti Abu Uabidah bin Jarrah, Abu Dzar al-Ghifari, Ubaidah Bin Shamit, Muadz bin Jabal dan Auf bin Malik Al-Asyja`. Sesudah itu beliau menuju ke Syam dan menetap disana. Belaiu memilih tinggal di perbatasan agar bergabung dengan kaum muslimin memerangi Romawi dan meraih pahala mujahid fi sabilillah.

Ketika khilafah dipegang oleh Amirul Mukminin Mu`awiyah bin Abi Sufyan, Abu Muslim sering menghadiri majlisnya. Banyak peristiwa masyhur yang menunjukkan keagungan kedua orang ini serta derajat serta adab yang diterapkan oleh mereka.

Pernah Abu Muslim mendatangi Mu`awiyah yang sedang duduk di tengah pertemuan. Beliau di kelilingi oleh para pejabat, panglima perang dan tokoh-tokoh kaum. Beliau melihat betapa orang-orang menghormati dan menyanjung Mu`awiyah secara berlebihan. Beliau kawatir hal itu akan merusak keimanan Amirul Mukminin, sehingga di dahului memeberi salam: "Assalamu`alikum ya Ajiral (pelayan) Mukminin". Spontan orang-orang menegurnya: katakanlah Amirul mukminin .

Beliau tak memperdulikan tanggapan mereka dan bahkan mengulangi salamnya: "Assalamu`Alikum Ya Ajiral Mukminin." Orang-orang berkata: Amirul mukminin, Wahai Abu muslim. beliau tetap pada pendirianya berkata: "Assalamu`Alaiukum Ya Ajiral Mukminin".

Tatkala orang-orang mulai mengecamnya, beliau berkata: "Anda adalah orang yang diangkat Allah l sebagai pejabat umat, seumpamanya orang yang disewa untuk mengurus ternak-ternaknya. Dia akan beri upah besar, jika mengurus peternakan itu dengan baik dan rajin merawat sehingga yang kecil menjadi besar, yang kurus menjadi gemuk dan yang sakit menjadi sehat. Tetapi jika teledor, tidak mengurusnya dengan baik, sehingga ternak-ternak itu kurus kering lalu mati, susut hasil bulu dan susunya, maka ia tak akan diberi upah, bahkan akan menerima murka dan hukuman. Oleh karena itu Anda wahai Mu`awiyah, boleh memilih mana yang baik dan upah mana yang anda kehendaki.

Khalifah tertunduk mendengar kemudian mengangkat kepala seraya berkata: semoga Allah membalas anda dengan yang lebih baik atas perhatian Anda kepada kami dan juga rakyat. Kami mengenal anda selalu memberikan nasihat karena Allah dan rasulnya dan bagi kebaikan kaum muslimin.

Kasus lain, ketika Abu Muslim al-Khaulani menghadiri shalat jum`at di Damaskus. Amirul mukminin menyampaikan khutbah berisi himbauan agar masyarakat membersihkan dan mengeruk sungai Barada agar airnya bersih.

Ketika beliau tengah berkutbah, dari tengah-tengah jama`ah Abu Muslim akat suara: wahai Mu`awiyah sadarkah anda bahwa hari ini atau esok Anda akan mati dan berumah dilahat? Bila anda membawa bekal, maka itulah yang di perintahkan bagi anda. Bila anda datang dengan tangan kosong maka akan anda dapati tempat anda berupa lahat dan datar saja. Saya mengharapkan wahai Mu`awiyah jangan sampai anda menyangka bahwa kekuasan adalah sekedar seperti perintah menggali sungai dan mengumpulkan harta. Khilafah menutut adanya amalan yang benar dan tindakan adil yang menyeru manusia kepada hal-hal yang diridhai Allah.‎
Wahai Mu`awiyah, tak perlu anda mengkhawatirkan keruhnya sungai bila sumbernya bersih. Sesungguhnya Anda adalah sumber kami, maka berusahalah agar diri anda bersih. Wahai Mu`awiyah, bila anda mendzalimi seseorang, maka kedzaliman itu bisa terhapus denga keadilan anda. Waspadalah terhadaop kedzaliman, sebab ia adalah kegelapan di akhirat.
Ketika Abu Muslim menyelesaikan kata-katanya, Mu`awiyah turun dari mimbar, menghampirinya lalu berkata: semoga Allah merahmati anda dan semoga Allah membalas kebaikan anda.

Contoh lain, ketika Mu`awiyah kembali tampil di mimbar untuk berkhutbah, beliau menunda pembagian harta untuk masyarakat dua bulan kedepan. Abu Muslim menegurnya: Wahai Mu`awiyah harta ini bukan harta anda ataupun harta ayah ibu anda. Mengapa anda menahanya begitu lama dari orang-orang?

Tanda kemarahan nampak tersirat pada wajah Mu`awiyah. Orang-orang menunggu apa yang hendak dilakukanya. Dia membari isyarat agar orang-orang tetap di tempat masing-masing, sementara dia turun dari mimbar, berwudhu kemudian menyiram tubuhnya lalu naik lagi ke mimbar.

Kemudian beliau mengucapkan tahmid dan tasbih dan berkata: tadi Abu Muslim mengingatkan harta ini bukanlah hartaku atau harta ayah bundaku. Sungguh tak ada yang salah pada kata itu. Aku mendengar Rasulullah n bersabda: marah itu berasal dari setan dan setan berasal dari api, maka apabila salah satu dari kalian marah, hendaklah segera mandi. Wahai saudar-saudara pergilah kalian mengambil hak kalian dengan berkah Allah.

Semoga Allah membalas kebaikan abu muslim al-Khaulani yang mampu menjadi teladan yang baik dalam menyampaikan kebenaran. Semoga Allah melimpahkan rahmat serta ridhanya kepada Amirul mukminin Mu`awiyah bin Abi Sufyan karena dia memberi teladan kepada para penguasa tentang bagaimana menerima kebenaran dan tuduk kepada kalimat yang benar.

PELAJARAN YANG BISA DI AMBIL

Hendaknya bersikap tegar dan teguh dalam menghadapi kebatilan dan tetap bersih kuku dalam memegang kebenaran walaupun tantanganya adalah nyawa.
Hendaknya selalu nasihat menasihati kepada siapaun dan kapanpun dan dimanapun berada harus nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Hendaknya menerima nasihat dari siapapun dan memuji orang yang menasihatinya.
Apabila marah hendaknya segera berwudhu dan mandi, karena marah adalah dari setan dan setan adalah dari api.

Konsep Ekonomi Imam Abu Yusuf Al-Baghdadi


Sejarah merupakan kejadian dimasa lampau. Menampilkan pemikiran ekonomi para cendekiawan muslim terkemuka akan memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, setidaknya dalam dua hal pertama, membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer dan kedua memberikan kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran Islam selama ini.
Konsep ekonomi para cendekiawan muslim berakar pada hukum Islam yang bersumber dari alquran dan hadis nabi. Ia merupakan hasil interpretasi dari berbagai ajaran Islam yang bersifat abadi dan universal, mengandung sejumlah perintah dan prinsip umum bagi perilaku individu dan masyarakat serta mendorong umatnya untuk menggunakan kekuatan akal pikiran mereka.
Kajian-kajian terhadap perkembangan sejarah ekonomi Islam merupakan ujian-ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi.Ini memiliki arti yang sangat penting, terutama dalam kebijakan ekonomi dan keuangan negara secara umum.‎
Biografi Imam Abu Yusuf

Imam Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim bin habib bin Khunais bin Sa’ad Al- Anshari Al- Jalbi Al-Kufi Al-Bagdadi, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf, lahir di kufah pada tahun 113 h (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). dari nasib ibunya, ia masih mempunyai hubungan darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah Saw, Sa’ad Al- Anshari. Keluarganya sendiri bukan berasal dari lingkungan berada. Namun demikian, sejak kecil, ia mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini tampak dipengaruhi oleh suasana kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat peradaban islam, tempat para cendikiawan muslim dari seluruh penjuru dunia islam dating silih berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan.‎

Abu Yusuf menimba berbagai ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu Muhammad atho bin as-saib Al-kufi, sulaiman bin Mahram Al-a’masy, hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin abi Laila, Muhammad bin Ishaq bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah. Selain itu, ia juga menuntut ilmu kepada Abu Hanifah hingga yang terahir namanya disebut ia meninggal dunai. Selama tujuh belas tahun, Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada pendiri madzhab Hanafi tersebut. Ia pun terkenal sebagai salah satu murid terkemuka Abu Hanifah. Sepeninggal gurunya, Abu Yusuf bersama Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani menjadi tokoh pelopor dalam menyebarkan dan mengembangkan madzhab Hanafi.
     
Berkat bimbingan para gurunya serta ditunjang oleh ketekunan dan kecerdasannya, Abu Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik ulama, penguasa maupun masyarakat umum. Tidak jarang berbagai pendapatnya dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin belajar kepadanya. Di antara tokoh besar yang menjadi muridnya adalah Muhammad bin Al-Hasan Al- Syaibani, Ahmad bin hambal, Yazid bin Harun Al-Wasithi, Al-Hasan bin Ziyad Al-lu’lui, dan yahya bin Adam Al-qarasy. Di sisi lain, sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, khalifah Dinasti Abbasiyah, harun Al- Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua Mahkamah Agung (qhadi al-qhadah).

Sekalipun disibukkan dengan berbagai aktivitas mengajar dan birokrasi, Abu Yusuf masih meluangkan waktu untuk menulis. Beberapa karya tulisnya yang terpenting adalah al jawami’, ar-radd’ala syar al-auza’i, al-atsar, ikhtilaf abi hanifah wa ibn abi laila, Adab al-Qadhi, dan al-Kharaj.

Riwayat Hidup

Sejak kecil abu yusuf mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini tampak dipengaruhi oleh suasana kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat peradaban islam, tempat para cendikawan Muslim dari seluruh penjuru dunia islam datang silih-berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan. Abu yusuf menimba ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu Muhammad Atho bin as-Saib AL-Kufi, dan masih banyak yang lainnya 

Pemikiran ekonomi Islam sebenarnya sudah diawali sejak Muhammad SAW dipilih menjadi seorang Rasul. Rasulullah SAW mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup bermasyarakat, yang kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, Khulafaur Rasyidin serta khalifah selanjutnya dalam menata, ekonomi negara. Sistem ekonomi Islam telah terbentuk secara berkala sebagai sebuah subyek interdisipliner sesuai dengan paradigma Islam. Di dalam tulisan-tulisan para pengamat, Al-Qur’an, ahli hukum/syariah, sejarawan, serta filosof, sosial, politik, serta moral. Sejumlah cendekiawan Islam telah memberikan kontribusi yang sangat berharga sejak berabad-abad yang lampau.

Walaupun, pada kenyataannya para cendekiawan tersebut tidak memfokuskan pemikirannya dalam kajian ilmu ekonomi. Keadaan ini mengantarkan Islam pada masa kejayaannya dimana telah banyak memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap,peradaban,dunia.Salah satu pemikir ekonomi Islam pada masa klasik adalah Abu Yusuf.Berkat bimbingan para gurunya serta ditunjang oleh ketentuan dan kecerdasannya, abu hanifah tumbuh sebagai alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik ulama, pengusaha maupun masyarakat umum.

Karya Abu Yusuf

Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat mamumental adalah Kitab al-Kharaj (buku tentang perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf ini bukanlah kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj atau perpajakan. Para sejarahwan muslim sepakat bahwa orang pertama yang menulis kitab dengan mengangkat tema al-Kharaj adalah Mu’awiyah bin Ubaidillah bin Yasar (W. 170 H), seorang Yahudi yang memluk agama Islam dan menjadi sekertaris khalifah Abu Abdillah Muhammad al-Mahdi (158-169 H/ 755-785 M). namun sayangnya, karya pertama di bidang perpajakan dalm islam tersebut hilang ditelan zaman.

Penulusan kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf didasarkan pada perintah dan pertanyaan khalifah Harun alr-Rasyid mengenai berbagai persoalan perpajakan. Dengan demikian, kitab al-Kharaj ini mempunyai orientasi birokratik karena itulis untuk merespon permintaan khalifah Harun ar-Rasyid yang ingin menjadikannya sebagi buku petunjuk administrative dalam rangka mengelola lembaga baitul mal dengan baik dan benar, sehingga Negara dapat hidup makmur dan rakyat tidak terdzalimi.

Sekalipun berjudul al-Kharaj, kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan tentangn al-Kharaj, melainkan juga meliputi berbagai sumber pendapatan Negara lainnya, seperti Ghanimah, Fai, Kharaj, ushr, jizyah, dan shadaqah, yang dilengkapi dengan cara-cara bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta tersebut sesuai dengan syari’ah Islam berdasarkan dalil-dalil naqliyah (al-Qur’an dan Hadist) dan aqliyah (Rasional). Metode penulisan dengan mengombinasikan dalil-dalil naqliyah dengna dalil-dalil aqliyah ini menjadi pembeda antara kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dengan kitab-kitab al-Kharaj yang muncul pada periode berikutnya, terutam kitab al-Karaj karya Yahya bin Adam al-Qarasy yang mnggunakan metode penulisan berdasarkan dalil-dalil naqliah saja.

Penggunaan dalil-dalil aqliah, baik dalam kitab al-Kharaj maupun dalam kitabnya, hanya dilakukan Abu Yusuf pada kasus-kasus tertentu yang menurutnya tidak diatur didalam nash atau tidak terdapat hadist-hadist shahih yang dapat dijadikan pegangan. Dalam hal ini, ia menggunakan dalil-dalil aqliyah hanya dalam konteks untuk mewujudkan al-Mashlahah al-Ammah (kemaslahatan umum).

Kitab al-Kharaj 

Salah satu karya abu yusuf yang sangat monumental adalah kitab al-Kharaj ( buku Tentang perpajakan ). Kitab yang ditulis ini sebenar nya bukan kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj ini. Para sejarahwan Muslim sepakat bahwa orang pertama yang menulis buku ini adalah Muawiyah bin Ubaidillah bin yasar. Namun sayanganya, karaya pertama dibidang perpajakan dalam islam tersebut hilang ditelan jaman. Walau pun kitab ini menerangkan tentang perpajakan tapi isinnya bukan hanya satu saja tentang perpajakan tetapi isinya melainkan tentang ganimah,fai, Kharaj, ushr, jiyah, dan sodakoh. Dengan dilengkapi dengan cara-cara bagai mana mengumpulkan serta mendistribusikan sesuai dengan syariah islam berdasarkan dalil-dalil naqliah ( Alquran dan hadis )dan aqliah ( rasional ). 

Dalam Kitab al-Kharaj pemikiran Abu Yusuf mencakup berbagai bidang, antara lain :

1. Tentang pemerintahan, dimana Abu Yusuf mengemukakan bahwa seorang penguasa bukanlah seorang raja yang dapat berbuat secara diktator. Seorang khalifah adalah wakil Allah yang ditugaskan dibumi untuk melaksanakan perintah Allah. Oleh karena itu, harus bertindak atas nama Allah SWT. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat, Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fikih yang sangat popular, yaitu tasarruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manutun bi al-maslahah (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka).

2. Tentang keuangan, Abu Yusuf menyatakan bahwa uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanat Allah SWT dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

3. Tentang pertanahan, Abu Yusuf berpendapat bahwa tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang,lain.

4. Tentang perpajakan, Abu Yusuf berpendapat bahwa pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.

5. Tentang peradilan, Abu Yusuf mengatakan bahwa suatu peradilan adalah keadilan yang murni, menetapkan hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang subhat (sesuatu yang tidak pasti). Kesalahan dalam mengampuni lebih baik daripada kesalahan dalam menghukum.

Pemikiran Abu Yusuf dalam konsep-konsep ekonomi menitikberatkan pada bidang perpajakan dan tanggung jawab negara dalam bidang ekonomi. Sumbangan pemikirannya terletak pada pembuktian keunggulan pajak berimbang terhadap sistem pemungutan tetap atas tanah, keduanya ditinjau dari segi pandangan dan keadilan. Terkait dengan keadilan, kepada khalifah Harun ar-Rasyid, Abu Yusuf mengatakan bahwasannya :
Mengantarkan keadilan kepada mereka yang disakiti dan menghapuskan kezaliman akan meningkatkan penghasilan, mempercepat pembangunan negara, dan membawa keberkahan, disamping itu mendapatkan pahala  di akhirat yang akan kita peroleh.

Dalam teori yang lain, Abu Yusuf juga menunjukkan sejumlah aturan-aturan yang mengatur perpajakan, seperti kemampuan untuk membayar, kebijakan dalam penentuan waktu pemungutan serta pemusatan pengambilan keputusan dalam pengadministrasian pajak.

Abu Yusuf menganjurkan model pajak yang proporsional atas hasil produksi tanah yang dianggapnya sebagai metode yang jujur dan seimbang bagi kedua belah pihak dalam keadaan hasil panen yang baik maupun yang buruk. Seperti dalam kasus kharaj, apabila nilai pajak tetap sementara terjadi penurunan produksi, maka ada kemungkinan membebani si wajib pajak yang akan mengakibatkan negara kehilangan penghasilan potensial yang sangat baik. Karena pada saat itu si wajib pajak tadi akan membayar sejumlah uang yang sangat tinggi, itu akan merugikan kepentingannya. Begitupun sebaliknya, apabila terjadi peningkatan produksi, nilai pajak yang tetap itu akan menjadi rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan negara dalam melaksanakan administrasinya.Dalam hal pemungutan dan pengadministrasian pajak, ada sejumlah departemen yang bertanggungjawab dalam menangani berbagai pungutan pajak dan keuangan. Dan Baitul Mal sebagai pusat atau koordinator dari departemen tersebut, yang merupakan kantor perbendaharaan dan keuangan negara, yang dikenal sejak awal Islam.

Dalam pandangannya tentang masalah tanah dan pertanian, Abu Yusuf mengemukakan dalam,Kitab’al-Kharaj:Menggarap tanah tak produktif sangat dihargai oleh Rasulullah SAW dan menyia-nyiakannya sangat tidak disukai. Itu mengikuti hadist Rasulullah SAW: “Pemilik asli tanah itu adalah Allah SWT dan Rasulullah SAW dan kalian sesudah itu. Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati (tak digarap) merupakan perbuatan yang amat mulia.

Untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih besar dengan cara penyediaan fasilitas dalam perluasan lahan pertanian, Abu Yusuf lebih cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil produksi pertanian para penggarap daripada penarikan sewa dari lahan pertanian.Abu Yusuf juga memberikan pandangannya terhadap mekanisme pasar. Abu Yusuf menyatakan, dalam,Kitab’al-Kharaj:Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah. 

Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf tampaknya menyangkal pendapat umum mengenai hubungan timbal balik antara penawaran dan harga. Pendapat umum yang berkembang saat ini menyatakan apabila barang yang tersedia sedikit maka kemungkinan harganya pun akan mahal begitupun sebaliknya, apabila jumlah barang yang tersedia banyak, maka harganya akan murah. Namun, pada kenyatannya terbentuknya harga dalam pasar tidak hanya bergantung pada segi penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan. Poin kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf adalah pada masalah pengendalian harga (tas’ir). Beliau menentang penguasa yang menetapkan harga. Seperti dikemukakan beliau dalam Kitab al-Kharaj bahwa hasil panen pertanian yang berlimpah bukan alasan untuk menurunkan harga panen dan sebaliknya kelangkaan tidak mengakibatkan, harganya’melambung. Muh. Nejatullah Siddiqi, seorang pakar ekonomi Islam, berpendapat bahwa penjelasan Abu Yusuf tentang hubungan antara penyediaan barang dan harga tidak dibahas secara mendalam dan nasihatnya terhadap aturan yang menentang pengawasan harga yang tidak diimbangi dengan penjelasan secara menyeluruh mengenai permasalahan, tersebut.Muh. Nejatullah Siddiqi, berkesimpulan bahwa pandangan Abu Yusuf terletak pada penekanan atas pekerjaaan umum, seperti dalam bidang penyediaan sarana irigasi dan jalan raya. Dia juga menyarankan sejumlah aturan dalam hal pengukuran jaminan pembangunanuntukmemajukan dalam sektor pertanian dilingkungannya agar mendapatkan nya.

Keahlian Bidang

Secara umum, Abu Yusuf mendalami ilmu fikih. Karena kertertarikan beliau dalam bidang fikih, beliaupun belajar pada Imam Abu Hanifah. Ketekunan dalam belajar membuat Abu Yusuf menyusun buku-buku yang merupakan buku pertama tentang kajian fikih yang beredar pada masa itu. Dalam lingkungan peradilan dan mahkamah-mahkamah resmi, banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh Mazhab Hanafi, sehingga membuat Abu Yusuf terkenal ke berbagai penjuru negeri seiring dengan perkembangan yang di pimpin oleh Mazhab Hanafi.
Beliaupun banyak mempelajari hadist dan meriwayatkan hadist. Banyak diantara para ahli hadist yang memuji dan menyebut -nama dalam kemampuan nya dalam periwayatan hadist. Beberapa karyatlisnya yang terpenting adalah al-Jawami’, ar-Radd’ala Siyar al-Auza’i, al-Atsar, Ihktilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adab al-Qadhi, dan al-Kharaj

5) Pokok-pokok Pemikiran dalam Bidang Ekonomi

Dengan latar belakang sebagai seseorang fuqaha beraliran di ar-ra’yu, Abu Yusuf cenderung memaparkan sebagai pemikiran ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian yang mendalam terhadap Alqur’an, hadis nabi ,atsar shahabi, serta perktik para penguasa yang saleh. Landasan pemikirannya, seperti yang telah disinggung, adalah mewujudkan al-mushlahahal-‘ammah ( kemaslahatan umum ). Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relavan dan mantap. 

Kekuatan utama abu yusuf adalah dalam masalah keungana publik. Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukan beberapa kebijakan yang harus diadopsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terlepas dari berbagai perinsip perpajakan dan pertanggung jawaban negara terhadap kesejahteraan masyarakat rakyat, ia memberikan beberapa saran tentang cara-cara memperoleh sumber perbelanjaan untuk pembangunan jangka panjang, seperti pembangunan jembatan dan bendungan serta menggali saluran-saluran besar dan kecil. 

Suatu studi komperatif tentang pemikiran abu yusuf dalam kitab ini menunjukan bahwa beradab-adab sebelum adanya kajian yang sistematis mengenai keuangan publik dibarat, abu yusuf telah berbicara tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam pemungutan pajak. Ia menolak tegas pajak pertanian dan menekan kan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk menghindari korupsi dan penindasan. Abu yusuf mengangap penghapusan penindasan dan jaminan kesejahteraan rakyat sebagai tugas utama penguasa. Ia juga menekankan pentingnya pengenmbangan infrastruktur dan menyarankan berbagai proyek kesejahteraan.

Negara dan Aktivitas Ekonomi

Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalam mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum. Dengan mengutip pernyataan Umar Ibn Al-Khatab, ia mengungkapkan bahwa sebaik-baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran rakyatnya dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah menemui kesulitan.

Ketika bicara tentang pengadaan fasilitas infrastuktur, Abu Yusuf menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhinya agar dapat meningkatkan produktivitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek publik, seperti pembanguna tembok dan bendungan, harus ditanggung oleh negara. Lebih jauh ia menyatakan,
“jika proyek seperti itu menghasilkan perkembangan dan peningkatan daloam kharaj, anda harus memerintahkan penggalian kanal-kanal ini. Semua nbiaya harus ditanggung oleh keuangan negara. Jangan menarik biaya itu dari rakyat diwilayah tersebut karena mereka yang seharusnya ditingkatkan, bukan dihancurkan. Setiap permintaan  masyarakat pembayar kharaj untuk perbaikan dan sebagainya, termasuk peningkatan dan perbaikan tanah dan kanal mereka, harus dipenuhi selama hal itu tidak merusak yang lain”
“pemeliharaan atas kepentingan mereka kmerupakan kewajiban penguasa karena masalah-masalah ini terkait dengan  kaum muslimin secara keseluruhan”
Mekanisme

Abu Yusuf dalam membenahi sistem perekonomian, ia membenahi mekanisme ekonomi dengan jalan membuka jurang pemisah antara kaya dan miskin. Ia memandang bahwa masyarakat memiliki hak dalam campur tangan ekonomi, begitu juga sebaliknya pemerintah tidak memiliki hak bila ekonomi tidak adil.

Menggantikan sistem Wazifah dengan sistem Muqasamah‎

Wazifah dan Muqasamah merupakan dua istilah yang digunakan Abu Yusuf dalam membahas sistem pungutan pajak. Menurut Abu Yusuf, sistem Wazifah perlu diganti dengan sistem Musaqamah, karena Musaqamah merupakan sistem yang bisa mencapai keadilan ekonomi. Sistem Wazifah adalah sistem pemungutan yang ditentukan berdasarkan nilai tetap, tanpa membedakan ukuran tingkat kemampuan wajib pajak atau mungkin dapat dibahasakan dengan pajak yang dipungut dengan ketentuan jumlah yang sama secara keseluruhan.

Sedangkan sistem Muqasamah merupakan sistem pemungutan pajak yang diberlakukan berdasarkan nilai yang tidak tetap (berubah) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan presentase penghasilan atau pajak proporsional, sehingga pajak diambil dengan cara yang tidak membebani kepada masyarakat.

Membangun Fleksibilitas Sosial‎

Yang sering menjadi perbincangan dan diskusi yaitu ketika konsep agama dan negara dihadapkan tentang Muslim dan non-Muslim, diantaranya warga negara yang non-Muslim harus membayar pajak, sedangkan warga Muslim tidak diharuskan. Islam hanya mengakui warga Muslim yang mendapat kepastian hukum penuh, sedangkan non-Muslim tidak. Abu Yusuf dalam hal ini menyikapi perlakuan terhadap tiga kelompok yang dianggap tidak mempunyai kapasitas hukum secara penuh, yaitu kelompok Harbi, Musta’min, dan Zimmi.

Ketiga kelompok ini mendapat perhatian khusus dalam pandangan Abu Yusuf, dengan memberi pemahaman keseimbangan dan persamaan hak terhadap mereka di tengah sesuai status kewarganegaraan, sistem perekonomian dan perdagangan, serta ketentuan hukum lainnya. Perhatian khusus tersebut diantaranya terlihat dalam mekanisme penetapan pajak Jizyah terhadap mereka.

Membangun Sistem Politik dan Ekonomi yang Transparan
Menurut Abu Yusuf pembangunan sistem ekonomi dan politik, mutlak dilaksanakan secara transparan, karena asas transparan dalam ekonomi merupakan bagian yang paling penting guna mencapai perwujudan ekonomi yang adil dan manusiawi.

Pengaturan pengeluaran negara, baik berkait dengan Insidental Revenue (Ghanimah dan Fai’) maupun Permanent Revenue (Kharaj, Jizyah, Ushr, dan Shadaqah/Zakat) dijelaskan secara transparan pengalokasiannya kepada masyarakat, terutama kaitannya dengan fasilitas publik.

Transparansi ini terwujud dalam peran dan hak asasi masyarakat dalam menyikapi tingkah laku dan kebijakan ekonomi, baik yang berkenaan dengan nilai-nilai keadilan (al-Adalah), kehendak bebas (al-Ikhtiyar), keseimbangan (al-Tawazun), dan berbuat baik (al-Ikhsan).

Menciptakan Sistem Ekonomi yang Otonom‎

Salah satu upaya untuk mewujudkan visi ekonomi dalam pandangan Abu Yusuf adalah upaya menciptakan sistem ekonomi yang otonom (tidak terikat dari intervensi pemerintah).Dalam hal ini, mekanisme kerja yang beliau tawarkan adalah analisisnya terhadap regulasi harga yang bertentangan dengan teori supply and demand.‎
Bagi beliau, jumlah banyak dan sedikitnya barang tidak dapat dijadikan tolak ukur utama bagi naik dan turunnya harga, tapi ada kekuatan lain yang lebih menentukan.

Keuangan Publik

Yang menjadi prinsip dasar pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi adalah  bahwa semua kekayaan yang dikumpulkan dan dikelola oleh khalifah adalah  amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Semua kebijakan  negara harus mengedepankan aspek kepentingan rakyat seluas-luasnya.
Dalam konsep keuangan publik, penerimaan negara menurut Abu Yusuf dapat  diklasifikasin dalam beberapa kategori utama, yaitu:

1). Ghanimah
Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum Muslim dari harta orang kafir melalui peperangan. Dikatakan Abu Yusuf bahwa ghaminah merupakan sumber pemasukan Negara. Pemasukan dari ghanimah tetap ada dan menjadi bagian yang penting dalam keuangan publik. Akan tetapi, karena sifatnya yang tidak rutin, maka pos ini dapat digolongkan sebagai pemasukan yang tidak tetap bagi Negara.

2). Pajak (Kharaj)
Kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari non-Muslim. Menurut Abu Yusuf, tanah yang akan dikenai pajak antara lain sebagai berikut:

a) Wilayah lain (di luar Arab) di bawah kekuasaan Islam.
·  Wilayah yang diperoleh melalui peperangan.
·  Wilayah yang diperoleh melalui perjanjian damai.
·  Wilayah yang dimiliki muslim diluar Arab (membayar Usyr).

b) Wilayah yang berada di bawah perjanjian damai.
·   Penduduk yang kemudian masuk Islam (membayar Usyr).
·   Penduduk yang tidak memeluk Islam (membayar Kharaj).

c) Tanah taklukan
·  Penduduk yang masuk Islam sebelum kekalahan, maka tanah yang mereka miliki akan tetap menjadi milik mereka dan harus membayar Usyr.
·  Tanah taklukan tidak diserahkan dan tetap dimiliki dzimmi, maka wajib membayar Kharaj.
·  Tanah yang dibagikan kepada para pejuang, maka tanah tersebut dipungut Usyr.
·  Tanah yang ditahan Negara, maka kemungkinan jenis pajaknya adalah Usyr dan Kharaj. 

3). Zakat
Pertama,  zakat pertanian. Jumlah pembayaran zakat pertanian adalah sebesar usyr, yaitu 10% dan 5%, tergantung dari jenis tanah dan irigasi. Yang termasuk kategori tanah ‘usryiyah menurut Abu Yusuf adalah :
a)  Lahan yang termasuk jazirah arab, meliputi Hijaz, Makkah, Madinah dan Yaman.
b)  Tanah tandus atau mati yag dihidupkan kembali oleh orang slam.
c)  Setiap tanah taklukan yang dibagikan kepada tentara yang ikut berperang, seperti kasus tanah khaibar.
d)  Tanah yang diberikan kepada orang Islam, seperti tanah yang dibagikan melalui institusi kita kepada orang-orang yang berjasa bagi Negara.
e)  Tanah yang dimiliki oleh orang Islam dari Negara, seperti tanah sebelumnya dimiliki oleh raja-raja Persia dan keluarganya, atau tanah yang ditinggalkan oleh musuh yang terbunuh atau melahirkan diri dari peperagan.


Kedua, objek zakat adalah zakat dari hasil mineral atau barang tambang lainnya. Abu Yusuf dan Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang-barang tersebut, tarifnya seperti ganimah 1/5 atau 20% dari total produksi.

4). Fa’i
Faiy’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslimin dari harta orang kafir tanpa peperangan, temasuk harta yang mengikutinya, yaitu kharaj tanah tersebut, jizyah perorangan dan usyr dari perdagangan.

Semua harta faiy’ dan harta- harta yang mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan usyr merupaka harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan disimpan dalam Bait Al-Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap bagi Negara, harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan Umat.

5). Usyr (Bea Cukai) 
Usyr merupakan hak kaum muslim yang diambil dari harta perdagangan ahl jimmah dan penduduk kaum Harbi yang melewati perbatasan Negara Islam. Usyr dibayar dengan cash atau barang. Abu yusuf, melaporkan bahwa Abu Musa Al- As’ari, salah seorang gurbernur, pernah menulis kepada khalifah Umar bahwa para pedagang Muslim dikenakan bea cukai dengan tarif sepersepuluh di tanah-tanah Harbi. Khalifah Umar menasehatinya untuk melakuka tiga hal yang sama dengan menarik bea cukai dari mereka seperti yang mereka lakukan kepada pedagang Muslim.

Tarif usyr ditetapkan sesuai dengan status pedagang. Jika ia Muslim maka ia akan dikenakan zakat pedagang sebesar 2,5% dari total barang yang dibawanya. Sedangkan ahl jimah dikenakan tarif 5%, kafir harbi dikenakan tarif 10%. Selain itu, kafir harbi dikenakan bea cukai sebanyak kedatangan mereka ke Negara Islam dengan barang yang sama tetapi, bagi pedagang Muslim dan pedagang ahl jimmah bea cukai hanya dikenakan sekali dalam setahun.

Dalam pengumpulan bea cukai, Abu Yusuf mensyaratkan dua hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
Pertama, barang-barang tersebut haruslah barang-barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan. Kedua, nilai barang yang dibawa tidak kurang dari 200 dirham.
Takhtimah

Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad al-anshari, atau yang sering dikenal Abu Yusuf, lahir di Kufah pada tahun 113H (731M) dan meninggal dunia tahun 182H (789M). Sejak Abu Yusuf masih kecil, beliau mempunyai minat ilmiah yang tinggi, tetapi karena keadaan ekonomi keluarganya yang lemah, maka beliau bekerja mencari nafkah. Setelah Imam Abu Hanifah wafat, Abu Yusuf menggantikan kedudukannya sebagai guru pada perguruan Imam Abu Hanifah.

Kitab-kitab karya Abu Yusuf adalah Kitab al-Atsar, Kitab al-Kharaj, Kitab al-Radd ala Siyar al-Auza’i, Kitab Adabu al-Qadhi, Kitab al-Maharij fi al-Haili, Kitab al-Jawami’, Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibni Abi Laila dan masih banyak lagi.

Latar belakang pemikirannya tentang ekonomi dipengaruhi 2 faktor, yaitu:

a. Faktor intern muncul dari latar belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari beberapa gurunya. Hal ini nampak dalam penetapan kebijakan yang dikeluarkannya, tidak keluar dari konteksnya. Ia berupaya melepaskan belenggu pemikiran yang telah digariskan para pendahulu, dengan cara mengedepankan rasioanalitas dengan tidak bertaqlid.


b. Faktor ekstern, adanya sistem pemerintahan yang absolute dan terjadinya pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang sering menindas rakyat. Ia tumbuh dalam keadaan politik dan ekonomi kenegaraan yang tidak stabil, karena antara penguasa dan tokoh agama sulit untuk dipertemukan.

Pemikiran Abu Yusuf memperlihatkan perhatiannya yang besar pada sistem perekonomian yang semakin berkembang. Dan tanpa kehilangan jati dirinya, beliau mengedapankan nilai-nilai moral dan sosial yang merupakan salah satu implementasi dari pemahaman keislaman yang begitu mendalam. Kitab Al-Kharaj karyanya merupakan salah satu literatur dan bahan rujukan bagi para pemikir sesudahnya maupun pemikir-pemikir kontemporer dalam menyusun kembali sistem Islam yang sempurna dari sisi ekonomi.

Bukan hal yang mustahil jika dikemudian hari terbentuk sistem ekonomi Islam yang utuh yang merupakan hasil dari para pemikir ekonomi Islam klasik maupun kontemporer. Dengan tetap berbasis pada sayari’at ( Qur’an dan Sunnah ).

Hikmah Dari Kisah Sayidina Abu Ayyub Al-Anshori Rodhiyallohu Anhu


Abu Ayyub al-Ansari (Bahasa Arab:أبو أيوب الأنصاري) adalah Sahabat Nabi Muhammad ‎SAW. Ia bernama asli Khalid bin Zaid bin Kulayb.‎

Abu Ayyub al-Ansari berasal dari Bani an-Najjar, Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah Rasulullah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ‎ke ‎Madinah‎. Beliau adalah sahabat yang rumahnya terpilih untuk ditinggali oleh Rasulullah saat Hijrah ke Madinah.

Persahabatan Nabi dengan Abu Ayyub Al Ashari, beliau berjihad bersama Nabi, bepergian bersama Nabi, sampai akhirnya Nabi wafat. Abu Ayyub saat zaman khilafah dipimpin oleh Abu Bakar juga terus bersemangat jihad, semangat tadhiyahnya tidak pernah berhenti. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. ‎
Pada zaman pemerintahan Muhammad al-Fatih ‎memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.

Ketika Rasulullah SAW memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar dia berhenti di rumahnya. Namun, Rasulullah shallallahu SAW menunjuk ke arah untanya dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari, Khalid bin Zaid. Selama membangun masjid dan rumah, Rasulullah SAW menetap di kediamannya dan Abu Ayub sungguh-sungguh memuliakan kunjungan Rasulullah SAW. Ia bersama istrinya melayani dia dengan pelayanan sebaik-baiknya. Abu Ayub Al-Anshar juga salah seorang yang turut serta dalam bai’at Aqabah kedua. Istrinya adalah teman dekat Sayidah Aisyah. Tatkala penduduk Mekah membicarakan berita bohong yang menuduh Aisyah berselingkuh dengan pria yang bernama Shafwan bin Mu’atthal, ia bertanya kepada Abu Ayub, suaminya, “Wahai Abu Ayub, apakah engkau sudah mendengar pembicaraan orang tentang Aisyah?” Abu Ayub menjawab, “Ya, demi Allah itu adalah dusta.” Lalu Abu Ayub balik bertanya, “Wahai Ummu Ayub, apakah engkau melakukan perbuatan yang mereka tuduhkan kepada Aisyah itu?” la pun menyahut, “Demi Allah, aku tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayub kembali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Aisyah lebih suci dan lebih bertakwa daripada dirimu.” Suatu ketika, pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tamu di rumah Abu Ayub dan tinggal di ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau air itu akan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak menemukan selain sepotong kain sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk mengeringkan air itu. Semoga Allah meridhai Abu Ayub dan istrinya. Abu Ayub tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia memegang teguh firman Allah SWT, “Berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. a t-Taubah: 41) Abu Ayub bergabung dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghadapi Mu’awiyah karena Ali pada saat itu adalah Imam kaum Muslimin. Pada saat Mu’awiyah berkuasa, ia rindu untuk ikut berperang, sekalipun usianya telah lanjut. Karenanya, ia pun berangkat bersama pasukan Yazid menuju Kostantinopel. Ketika ajal akan menjemputnya, Abu Ayub meminta agar pasukan Muslimin mendekati benteng Konstantinopel bersamanya. Kemudian tentara Islam berperang di hadapannya sampai mereka berhasil meraih apa yang mereka cita-citakan. Abu Ayub pun akhirnya gugur sebagai syahid dan dimakamkan di sana, yang kemudian kuburannya diziarahi oleh orang-orang Romawi seperti menziarahi kuburan seseorang yang dianggap suci oleh mereka.‎

Begitu pula di era Umar bin Khathab juga semangat jihad dan tadhiyahnya tidak surut. Meskipun di sisi lain usia beliau bertambah. Itu pasti. Pada zaman Usman bin Affan beliau juga diberikan rizki umur panjang, ketika Usman menyiapkan tentara untuk menyerang Romawi, umur Abu Ayyub Al Anshari saat itu 86 tahun.

Beliau juga mendaftar ikut berjihad. Karena itu anak anaknya mencoba untuk menghalang halangi beliau: “Wahai Bapak, bukankah engkau telah berjihad bersama Nabi, bersama Abu Bakar, bersama Umar, dan usiamu sekarang sudah tua, sudah renta, sekarang giliran kamilah anak anak Bapak ini yang akan ke medan jihad, antum sudah ada udzur syar’i.”‎

Karena sudah tua, ada udzur syar’i untuk tidak pergi berjihad. Jawaban Abu Ayyub ini ndalil, sang Bapak berdalil, “Anak anakku, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman infiruu khifaafan wa tsiqoolan, berangkatlah kalian khifaf ‎(dalam keadaan ringan) wa tsiqoolan(atau dalam keadaan berat)."
Ketika Allah memerintahkan kita infiruu, kan tidak membedakan siapa muda siapa tua, tidak membedakan yangsangunya akeh (banyak) atau yang tidak punya sangu. Jadi kalian berangkatlah, Bapak juga berangkat. Saat itu umur beliau 86 tahun. Semangatnya tidak surut.

Ketika kunjungan ke Turki, di dinding Ayya Shafia tertulis hadits disampaikan Nabi pada saat Perang Khandaq, ketika menggali Parit, “Romawi akan kalah dan seterusnya, saat itu Nabi mengatakan: 
Latuftahannal Qusthantiniyyah ‎(Konstantinopel pasti akan ditaklukkan) ‎falani’mal amiru amiruuha (maka sebaik baik pemimpin adalah yang menaklukkan Konstantinopel), wala ni’mal jaisu dzalikal jais (dan sebaik baik tentara, ya tentara yang waktu itu menaklukkan Konstantinopel)."
Nabi mengatakan ini tahun 627, namun baru terbukti pada tahun 1453. Sekian abad setelahnya. Apa kaitannya dengan Abu Ayyub? Begitu Nabi mengatakan hadits ini, hampir seluruh para sahabat saat mendengar Nabi menyiapkan bala tentara untuk menyerang Romawi semua ikut. Tujuannya apa? Cek katut(agar termasuk) dalam hadits ini, berharap Romawi takluk dan pada saat itu mereka masuk dalam pasukan tersebut. Kalau tidak sebagai pemimpin pasukan (amir) ya sebagai pasukan (jais). Dan ini dijamin masuk surga.

Nabi wafat Konstantin belum takluk, tentara Usamah tidak sampai kesana. Zaman Abu Bakar menyiapkan tentara lagi, semua sahabat daftar belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, Di zaman Umar menyerang lagi, tapi juga belum berhasil. Semua khalifah di semua abad pasti menyiapkan bala tentara untuk menaklukkan Konstantinopel. Namun seluruhnya belum berhasil.

Semua sahabat ikut dengan semangat sama, cek katut (agar termasuk) dalam hadits ini. Nah salah satu nya adalah sahabat Abu Ayyub al Anshari ini, beliau juga ikut dalam semua pertempuran dan kalau yang sudah pernah ke Istambul. Bagi yang sudah berkunjung ke istambul, makam/kuburannya sahabat Abu Ayyub Al Anshari tidak jauh/hampir berdekatan dengan dinding/tembok Konstantinopel. Di sebelahnya ada masjid Sulthan Ayyub.

Jadi kalau ada pertanyaan siapakah sahabat Nabi yang kuburannya di Eropa? Jawabannya Abu Ayub Al Anshari. Memang pada zaman beliau wafat belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, meskipun sudah menyerang benteng dan berada di dekatnya.

Ada satu peristiwa di mana saat benteng itu di kepung berhari hari, ada usulan salah satunya : “Kita akan bisa masuk ke benteng itu dengan senjatamanjaniq (alat pelontar), namun pelurunya jangan peluru mati, harus manusia, sehingga saat sudah terlontarkan masuk, bisa mendobrak pintu benteng, dan pasukan bisa masuk. Hanya itu cara agar kita bisa masuk. Hanya masalahnya sopo wonge (siapa orangnya) yang mau dipakai sebagai peluru hidup."

Saat itulah Abu Ayyub ngacung (unjuk jari) sayalah orangnya. Para sahabat yang lain mengingatkan bab usia beliau, apa kata beliau, “Setidak tidaknya kalaupun nanti saya dilempar dan tidak sampai kesana, setidak tidaknya saya sudah memberi contoh kepada anak anak muda inilah jihad itu."

Kelak pada saat penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dan sempat mengalami kebuntuan maka Sosok Abu Ayyub Al Anshary ini menjadi penggugah Semangat sehingga muncullah strategi Luar Biasa yang kemudian mengantarkan pada kemenangan Spectakuler. Bahwa yang tua tidak akan pernah surut dalam jihad ini, Dadi sing tuwo iki minimal ngekek’i conto.

Jadi kalau kita bicara tentang tarbiyatul aulad, itu ya tarbiyah kita dulu bagaimana. Kenek diconto opo ora (bisa dicontoh atau tidak?). Tarbiyah bapaknya, tarbiyah ibunya diperbaiki dulu, baru kemudian itu bisa dijadikan contoh. Sumber inspirasi bagi anak anak kita untuk aktif di dalam tarbiyah ini.

Minimal kita ini menampakkan wajah nikmatnya berdakwah ini di depan anak anak kita. Itu minimal. Artinya ketika kita pulang liqa’ usahakan wajah kita ketika dilihat anak itu nyenengno (menyenangkan). Berarti anak anak kita dapat inspirasi tarbiyah itu menyenangkan. Liqa’ itu menyenangkan. Yang tidak baik itu ketika pulang liqa’ dalam kondisi payah, pulang dauroah dalam kondisi wajah masam, awut awutan. Anak anak dapat inspirasi : tibake melu bapak iku gak enak (ternyata ikut Bapak itu tidak enak). Capek. Itu tampilan kita pribadi.

Sistem di sekolah kita, saat anak anak merasakan sekolah di sekolah internal kita, mereka merasakan beginilah sekolah yang sesungguhnya. Kembali kita mendapat inspirasi dari Abu Ayyub al Anshari minimalnya kita yang sudah tua tua ini memberikan contoh kepada yang muda muda bahwa semangat jihad ini tidak boleh luntur.‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...