Senin, 25 Oktober 2021

 

Teladan Dari Al-Imam Tajuddin As-Subki

Nama lengkap beliau adalah Abdul Wahab bin Taqiyuddin 'Ali bin Abdul Kafy as-Subky. Beliau adalah putra Imam Taqiyuddin as-Subki (wafat tahun 756 H / 1355 M), yang menjabat sebagai qadli atau hakim Damaskus. Beliau dilahirkan di Kairo, Mesir pada tahun 727 H / 1327 M. Tajuddin as-Subki wafat pada hari Selasa, tanggal 7 Dzulhijjah tahun 771 H / 2 Juli 1370 M di Damaskus. 
As-Subky banyak belajar pada para ulama' yang ada di Mesir. Kemudian pindah ke Damaskus untuk menggali ilmu pada ulama' di sana. Beliau berguru pada banyak Masyayikh. Diantaranya: Imam Taqiyuddin as-Subky (ayah beliau), Imam al-Dzahaby, dan Syamsuddin bin Naqib. Imam Tajuddin mendapat ijazah (izin) dari gurunya yang bernama Syamsuddin untuk mengajar dan memberi fatwa. Oleh karena itu, kemudian as-Subky (sebutan bagi Tajuddin as-Subky) memberi fatwa pada saat ia masih berumur 18 tahun.‎

Ketika Taqiyuddin, ayah as-Subky, sakit maka Imam Tajuddin ditunjuk untuk menggantikan ayahnya menjadi qadli di Damaskus. Ia merupakan hakim paling terkemuka di masanya, juga termasuk pakar sejarah dan ilmuwan peneliti. Syihabuddin bin Hajjy mengatakan bahwa as-Subky adalah seorang ulama' yang menguasai berbagai ilmu, mulai dari ilmu fiqh, Ushul Fiqh, Hadist, Balaghah, dan ahli membuat syair. Beliau mengarang berbagai macam karangan dalam waktu yang singkat dan disebarkan pada saat beliau masih hidup serta saat beliau telah wafat. 
( Kitab "Thabaqatusy Syafi'iyah al-Kubra" karya Imam Tajuddin as-Subki )

Tajuddin al-Subki mendapatkan perhatian besari dari ayahnya, Syeikh Taqiyuddin al-Subki. Setiap kali Tajuddin al-Subki pulang dari menghadiri majelis guru-gurunya, ayahnya selalu mengecek pelajarannya dan menanyakan, “Apa yang telah engaku dapat dari al-Syaikh?”. Ayahnya memang seorang ulama kesohor di Kairo. Jabatannya seorang hakim Negara, menulis banyak karya di bidang fikih, ushul fikih dan tasawwuf.

Perjalanan menimba ilmu dimulai di Mesir kepada sejumlah masyayikh. Kemudian ayahnya membawa dia ke Negeri Syam tepatnya ke kota Damskus, dimana pada waktu itu Damaskus adalah kota ilmu. Ia belajar hadis kepada Syaikh al-Mizzi. Juga berguru kepada Imam al-Dzahabi.

Guru-gurunya adalah, Syaikh Ali bin Abdul Kafi Taqiyyudin al-Subki (ayahnya), Imam al-Dzahabi, Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman al-Mizzi al-Syafi’i,

Pada umur 18 tahun Imam Tajuddin diberi izin oleh gurunya Syaikh Syamsuddin al-Naqib untuk mengajar dan memberi fatwa. Bahkan ia pun lantas diangkat menjadi hakim dan khatib di Masjdi Umawiy Damaskus. Di usia yang masih muda mampu mengemban tugas sebagai ulama, Qadhi dan Imam besar di Damaskus. Sebuah prestasi luar biasa yang sudah cukup jarang ditemui pada masa ini.

Ia merupakan hakim paling terkemuka di masanya, juga termasuk pakar sejarah dan ilmuwan peneliti. Syihabuddin bin Hajji mengatakan bahwa as-Subky adalah seorang ulama’ yang menguasai berbagai ilmu, mulai dari ilmu fiqh, Ushul Fiqh, Hadist, Balaghah, dan ahli membuat syair.

Ketika menjabat sebagai Qadhi dan Imam besar, ia pernah mendapat fitnah pemerintah sehingga mengakibatkan ia dipenjara selama delapan puluh hari. Ibnu Katsir menceritakan bahwa, Imam Tajuddin al-Subki mengalami cobaan-cobaan berat yang belum pernah dialami oleh qadhi sebelumnya. Namun ia pun menjabat suatu jabatan yang belum pernah dicapai orang sebelumnya di Damaskus. Jabatan hakim dia pegang beberapa kali.

Selain sibuk menjadi hakim di Damaskus, Tajuddin al-Subki mengajar di beberapa madrasah di Damskus, seperti Madrasah al-‘Azizah, Madrasah al-‘Adiliyyah al-Kubro, Madrasah al-Ghazaliyah, Madrasah al-‘Udzrawiyah, Madrasah al-Nashiriyah, dan Madrasah al-Aminiyyah.

Ia dikenal sebagai hakim yang ahli balaghah, pandai membuat syair. Ia juga dikenal pemurah dan sabar. Sebagai seorang hakim, ia menguasai fikih dan ushul fikih.

Imam Tajuddinas-Subki banyak mengarang kitab-kitab, di antaranya:‎

1. Thabaqatus Syafi'iyah al-Kubra (nama ulama-ulama madzhab Syafi'i).
2. Thabaqatus Syafi'iyah al-Wustha.
3. Thabaqatus Syafi'iyah al-Sughra.
4. Jam'ul Jawami'
5. Man'ul Mawani' 'Ala Jam'ul Jawami'.
6. Al-Asybah wan Nadha'ir.
7. Raf'ul Hajib dari Mukhtashar Ibnu Hajib.
8. Syarh Minhaj Baidlawi dalam bidang Ushul Fiqh yang kemudian diberi nama al-Ibhaj fi Syarh al-Minhaj.
9. Qawa'idud Diin wa 'Umdatul Muwahiddin.
10. Al-Fatawa.
11. Ad-Dalalah 'Ala 'Umumir Risalah.
Kitab "Jam'ul Jawami' " karangan beliau adalah salah satu kitab ushul fiqih yang terkenal di Indonesia, karena banyak dikaji pada pondok-pondok pesantren. Disamping itu, kitab Jam'ul Jawami' tersebut disyarahi oleh banyak ulama, di antaranya oleh:‎

1. Imam Jalaluddin al-Mahalli (wafat 884 H), dengan nama kitabnya Syarah Jam'ul Jawami'.
2. Imam Zarkasyi (wafat 794 H), dengan nama kitabnya "Tasyniful Masami' Syarah Jam'ul Jawami' ".
3. Imam 'Izzuddin Ibnu Jama'ah al-Kinani (wafat 819 H).
4. Imam al-Ghazzi (wafat 822 H).
5. Ibnu Ruslan (wafat 884 H).
Selain kitab syarah dan hasyiyah, ada pula ulama-ulama yang menazhamkan, yaitu menjadikannya kitab sya'ir sehingga mudah dan dipelajarinya bagi santri-santri yang mengkajinya.
Di antara ulama-ulama yang menazhamkannya adalah:
1. Ibnu Rajab at-Thukhi (wafat 853 H).
2. Imam Radhiyuddin bin Muhammad al-Ghazi (wafat 935 H).
3. Imam Jalaluddin as-Suyuthi (wafat 911 H).‎

Ulama-ulama yang menazhamkan dan mensyarahi kitab Jam'ul Jawami' tersebut adalah ulama-ulama yang bermadzhab Syafi'i. Itu menunjukkan suatu bukti bahwa ilmu ushul fiqih, yaitu ilmu yang bisa membawa orang-orang ke tingkatan derajat Mujtahid, yang sangat digemari dalam kalangan umat Islam yang menganut Madzhab Syafi'i.
Imam Tajuddin al-Subki meninggal pada tanggal 7 Dzulhijjah tahun 771 H pada usia yang masih terbilang muda yaitu 44 tahun. Sebelum meninggal ia menderita penyakit keras hingga akhir hayatnya.

Beliaulah Yang Pertama Kali Berdiri Saat Pembacaan Maulid

Imam Tajuddin As-Subki (wafat th 771 H) adalah anak dari ulama besar bernama Imam Taqiyuddin As-Subki (wafat th 756 H). Lahir di Mesir dan menjabat Qàdlil Qudlàt (hakim agung) di Damaskus menggantikan posisi ayahnya. Suatu ketika imam Tajuddin As-Subki menghadiri acara maulid Nabi, lalu ada orang yang mendendangkan qosidahnya imam Shorshori (588-656 H) yang berbunyi:

– قليلٌ لِمَدْحِ الْمُصْطَفَى الْخَطُّ بِالذَّهَبْ # على وَرِقٍ مِن كَفِّ أَحْسَنِ مَنْ كَتَبْ

“Sedikit para penyair yang berani memuji Nabi, ” Syairnya mendapat tempat prestesius, atas tulisan dari goresannya di juluki sebaik-baiknya Syair”.

– وأَنْ تَنْهَضَ الأَشْرَافُ عِنْدَ سَمَاعِـِه # قِيَامًا صُفُوفًا أوْ جُثِيًّا عَلَى الرُّكَـــبْ

“Sehingga tergugah lah para pembesar ketika mendengar nama Nabi, berdiri, berbaris rapi, atau menaruh hormat di atas kendaraan”.

– أمَا اللهُ تَعْظِيمًا لَهُ كَتَبَ اسْمَـهُ # عَلَى عَرْشِهِ؟ يا رُتْبَةً سَمَتِ الرُّتَـبْ!

“Jangan ditanya bagaimana Allah mengagungkan-Nya? Di tulis nama Muhammad di atas Arsy. Wahai derajat tinggi. Alangkah tinggi derajat-Mu”.

Seketika imam Tajuddin As-Subki secara reflek berdiri di ikuti para jamaah, para menteri dan pembesar di jaman itu. Sejak saat itu kaum muslimim selalu berdiri ketika bacaan maulid sampai kepada cerita kelahiran Nabi dengan membaca Marhaban Ya Nural Aini dst. 

Komentar Indah Imam Tajuddin As-Subki Terhadap Imam As-Sam'ani‎

Komentar dan kritik bagus dari imam al-Hafidz Tajuddin as-Subuki terhadap imam Abu Bakar as-Sam’aani yang mengatakan :

لَمْ يَرِد في استحباب صوم رجب على التخصيص سُنَّةٌ ثابتة ، والأحاديث التي تُروى فيه واهية لا يفرح بها عالم

“Tidak ada dalil khusus dari hadits yang tsabit tentang kesunnahan puasa Rajab, dan hadits-hadits yang diriwayatkan tentangnya adalah lemah, tidak dibanggakan oleh seorang alim pun “.

Maka dijawab oleh al-Hafidz Tajuddin as-Subuki :

وهذا كلام صحيح، ولكن لا يُوجب التزهيد في صومه، ففضل الصوم مِن حيث الإطلاق ثابت، وفي "سنن أبي داود" وغيره في صوم الأشهر الحُرم ما يكفي في قيام السُّنَّة على الترغيب في صومه

“ Ucapan ini memang benar, akan tetapi tidak mewajibkan untuk ditinggalkan dalam puasanya. Keutamaan puasa (bulan Rajab) dari segi kemuthlakannya sudah tsabit (ada dalil kuatnya). Di dalam Sunan Abu Daud dan selainnya tentang puasa bulan-bulan Haram (Asyhurul Hurum) sudah cukup di dalam menegakkan sunnah atas keanjuran puasanya “.

Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori Sang Mujaddid


Figure atau sosok dari sang tokoh fenomenal yang telah memberi sumbangsih peradaban merupakan hal yang relevan untuk dikaji sebagai teladan. karena tidak semua ulama’ mempunyai rekam jejak yang mana dengan mudah kita peroleh begitu saja, sulitnya menemukan beberapa jejaknya karena mereka menyembunyikan amal baiknya dari khalayak ramai atau awam. Berangkat dari sebuah kebutuhan, maka perlunya dilakukan riset ilmiah guna membukukan biografi atau sekedar selayang pandang sang tokoh sebagai bahan kajian.
Zakariya Al-Anshori yang masyhur dengan Syaikhul Islam, adalah salah satu ulama yang mempunyai andil didalam kodifikasi ilmu islam. Karya beliau tidak hanya terbatas di satu bidang melainkan di berbagai bidang.

SUNAIKAH, nama sebuah desa yang terletak di ujung timur mesir. Di situlah lahir seorang anak manusia yang kelak akan menjadi mujaddid di ke 9 H. Zakariya, itulah nama yang lahir pada tahun 826 H/1423 M. di tengah-tengah keluarga papa. Menginjak usia remaja, Zakariya pergi ke al-Azhar, kairo untuk belajar ilmu-ilmu agama.
Pernah dengar dari guruku bahwa Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori mulai belajar secara serius ketika umur 80 tahun.
Saat itu beliau lewat depan universitas al azhar, kemudian ada santri yang memanggil beliau dengan memanggil " wahai syaikul islam ".
sejak saat itulah beliau bersumpah tidak akan keluar dari al azhar sebelum beneran di panggil sebagai " syaikhul islam".

Salah satu guru beliau adalah Al-Hafidz Ibnu Hajar (pengarang kitab fathul bary) dan salah satu murid beliau adalah Ibnu Hajar Al-Haitamy (pengarang kitab tuhfah)
oleh sebab itulah syaikhul islam pernah berkata : " Aku hidup diantara dua ibnu hajar "

Saya nukilkan sedikit dari kitab Tobaqotul Kubro Karangan Syeh Abdul Wahhab As Sya'roni (salah satu murid beliau)

ومنهم شيخ الإسلام الشيخ زكريا الأنصاري الخزرجي
رحمه الله تعالى آمين
أحد أركان الطريقين الفقه، والتصوف، وقد خدمته عشرين سنة فما رأيته قط في غفلة ولا اشتغال بما لا يعني لا ليلا، ولا نهاراً، 

Sebagian waliyulloh yaitu syaikul islam zakariya al anshori al khozroji -semoga Allah merahmatinya- aamiin
Beliau adalah salah satu tiang dua torekoh yaitu fiqh dan tasawuf, aku telah melayaninya selama 20 tahun tidak pernah sama sekali kulihat beliau dalam kelalaian dan tidak pernah sibuk dengan sesuatu yang tidak bermanfaat baik malam maupun siang.

وكان رضي الله عنه مع كبر سنه يصلي سنن الفرائض قائماً، ويقول لا أعود نفسي الكسل، وكان إذا جاءه شخص، وطول في الكلام يقول: بالعجل ضيعت علينا الزمن، 

Adalah beliau -semoga Allah meridhoinya- beserta umurnya ygan sudah lanjut sholat sunnah dan fardhu dalam keadaan berdiri, beliau berkata :
" Aku tidak akan membiasakan diriku malas "
jika ada seseorang yg datang dan berbicara panjang lebar maka beliau berkata :
" cepatlah, kamu telah menyia-nyiakan waktu terhadap kami."

وكنت إذا أصلحت كلمة في الكتاب الذي أقرؤه عليه أسمعه يقول: بخفض صوته الله الله لا يفتر حتى أفرغ، وكنت أتغدى معه كل يوم، فكان لا يأكل إلا من خبز الخانقاه 

Dan aku, ketika aku membenarkan satu kalimat dalam kitab yang aku bacakan atas beliau, aku mendengar beliau berkata dengan suaranya yang lirih "Allah....Allah.." terus menerus sampai aku selesai membaca.
aku setiap hari sarapan bersama beliau dan beliau tidaklah makan kecuali dari roti khonikohnya.

وكنت يوماً أطالع له في شرح البخاري فقال لي: قف اذكر لي ما رأيته في هذه الليلة، وقد كنت رأيت أنني معه في مركب قبعها حرير، وحبالها حرير، وفرشها سندس أخضر، وفيها أرائك، ومتكآت من حرير، والإمام الشافعي رضي الله تعالى عنه جالس فيها، والشيخ زكريا عن يساره فقبلت يد الإمام الشافعي رضي الله عنه.
ولم تزل تلك المركب سائرة بنا حتى أرست على جزيرة من كبد البحر الحلو، 
وإذا فواكهها مدلاة في البحر فطلعت من المركب فوجدت بستاناً من الزعفران كل نوراة منه كالإسباطة العظيمة، وفيه نساء حسان يجنين منه

Suatu hari aku memuutola'ah untuk beliau kitab syarah bukhori, kemudian beliau berkata kepadaku : "Berhentilah, ceritakan kepadaku apa mimpimu tadi malam "
sebelumnya aku mimpi seolah olah aku bersama dengan beliau dalam satu kendaraan, kubbahnya dari sutra, talinya dari sutra, alasnya dari sutra hijau, di dalamnya terdapat dipan dipan dan tempat duduk terbuat dari sutra sedangkan Imam As Syafi'i -semoga Allah meridhoinya- duduk di dalamnya dan syeikh zakariya disebelah kiri imam syafi'i.
Kemudian kucium tangan imam syafi'i -semoga Allah meridhoinya- 
kendaraan terus melaju bersama kami hingga sampai pada pulau ditengah tengah laut yg manis.
tiba tiba buah2an pulau itu menjuntai di laut, kulihat dari kendaraan ternyata kutemukan kebun dari za'faron setiap bunga darinya seperti tandan kurma yang besar, di dalamnya terdapat perempuan-perempuan cantik yang memetik darinya.

فلما حكيت له ذلك قال: إن صح منامك يا فلان، فأنا أدفن بالقرب من الإمام الشافعي رضي الله عنه، فلما مات أرسلوا هيئوا له قبراً في باب النصر فصار الشيخ جمال الدين، والشيخ أبو بكر الظاهري يقولان ما صح منامك يا فلان

ketika mimpi tersebut ku ceritakan kepadanya, beliau berkata :
" jika mimpimu benar maka aku akan di kubur dekat dari imam syafi'i -semoga Allah meridhoinya- "
ketika beliau wafat, mereka menyediakan kuburan untuk beliau di babun nashr, 
syeikh jamaluddin dan syeikh abu bakar Ad dhohiri berkata kepadaku :
" mimpimu tidaklah benar "

فبينما نحن في ذلك، وإذ بقاصد الأمير خير بك نائب السلطنة بمصر يقول: إن ملك الأمراء ضعيف لا يستطيع الركوب إلى هاهنا، وأمر أن تركبوا الشيخ على تابوت، وتحملوه للأمير ليصلي عليه في سبيل المؤمنين بالرميلة، فحملوه، وصلوا عليه، فقال: ادفنوه بالقرافة فدفنوه عند الشيخ نجم الدين الخبوشتاتي تجاه وجه الإمام الشافعي رضي الله عنهما، وذلك في شهر الحجة سنة ست، وعشرين وتسعمائة.

ketika kami sedang seperti itu, tiba tiba utusan khoir bik naib kerajaan di mesir berkata :
" Sesungguhnya rajanya pemimpin sedang lemah dan tidak mampu untuk berkendaraan sampai kesini, dan raja memerintahkan agar kalian semua membawa syaikul islam di atas tabut dan membawanya untuk amir agar disholati di sabilil mukminin di daerah ramlah ."
kemudian mereka membawa jenazah beliau dan menyolatinya.
amir berkata : " kuburkanlah di qorofah "
kemudian beliau di kuburkan disamping syeikh Najmuddin Al Khobusytani berhadapan dengan arahnya imam syafi'i -semoga Allah meridhoi keduanya  itu terjadi pada bulan haji tahun 726 H."

Biografi Syaikul Islam Zakariya Al-Anshori

Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria al-Anshari as-Sunaiki (bahasa Arab: زكريا بن محمد بن أحمد بن زكريا الأنصاري السُنَيْكي) (lahir 1420/823 H di Sunaikah, Mesir Timur, wafat 1520/926 H di Kairo, pada usia 100 tahun) adalah seorang Qadi, Ulama mazhab Syafi'i dalam bidang hadis,fikih dan tafsir. Ibunya mengirimnya ke Syaikh ar-Rabi' bin al-Mushthalam as-Sulami di Al-Azhar setelah ayahnya wafat, dan ia menuntut ilmu sejak usia muda.

Putra- putra Syaikh Zakariya al-Anshori
Dari sekian banyak Ulama yang menulis biografi Syaikh Zakariya an-Anshory, tidak ada satupun yang menulis kapan dan dengan siapa beliau menikah. Namun mereka menulis sebagian nama para putra beliau. Disalah satu biografi, pertama kali beliau dikaruniai anak pada tahun 871 H. Ini menunnjukkan bahwa beliau menikah sebelum tahun tersebut. Beliu banyak dikaruniai anak-anak yang sholeh. Diantara putra beliau adalah:
1.   Muhyiddin Abu As-Su’ud Yahya bin Zakariya, yang kelak menjadi kunyah bagi Syaikh Zakariya. Beliau dulu membantu syaikh dalam membaca dan menulis. Beliau wafat pada tahun 897 H karena wabah penyakit Tho’un.
2.   Jamaluddin Yusuf bin Zakariya. Beliau adalah seorang Saikh yang alim, sholih dan berakhlak mulia. Beliau belajar langsung dari Ayahnya. Beliau wafat pada tahun 987 H.
4.   Muhibbuddin Abu Al-Futuh Muhammad bin Zakariya. Beliau lahir pada tahun 861 H, dididik langsung oleh Ayahnya sampai dapat menghafal al-qur’an, kitab al- ‘umdah, as-syatibiyyah, alfiyah hadits dan alfiyah nahwu dan dua kitab minhaj didalam fan fikih dan usul fikih. Tidak ada yang mencatat tanggal kewafatan beliau.
5.   Ibnu Iyyas meriwayatkan dari Syaikh, bahwasannya beliau mempunyai seorang anak dari budak perempuanya yang hitam.

Sekilas Tentang Kehidupan dan Proses Syaikh Zakariya Al-Anshori dalam Menuntut Ilmu

Syaikh Zakariya Al-Anshory hidup dan tumbuh di desa Sukainah. Diusianya yang masih dini beliau belajar di maktab Sunaikah untuk menghafal al-qur’an dan beberapa kitab mukhtashor. Diusia tersebut Ayahnya wafat tanpa meninggalkan harta sedikitpun karena faqir. Beliaupun diasuh oleh Ibunya yang sholehah. Kemudian beliau diserahkan kepada seorang Syaikh yang sholeh untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan beliau, baik pakaian, ataupun makanannya. Menerut Al-Ghuzzi, Syaikh tersebut bernama Robi’ bin Syaikh Al-Mushtholim Abdullah As-Sullami As-Syambari. Akhirnya beliaupun dapat mengkhtamkan al-qu’annya, dan kitab ‘umdatul ahkam, serta kitab- kitab mukhtashor lainnya.
Pada tahun 841 H, beliau pergi ke kota Kairo dan belajar di Al-Azhar. Beliau mendapati kesusahan dan kefakiran dimasa-masa tersebut. Dari Syekh Zakariya sendiri, beliau bercerita, selama ada di al-Azhar, aku sering kelaparan karena tidak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya, aku keluar mencari kulit semangka lalu dicuci dan dimakan. Pada suatu hari, ada seorang waliyullah tinggal bersamaku. Dia bekerja sebagai tukang tumbuk dai sebuah perusahaan tepung. Ia membeli semua yang aku butuhkan, pakaian, makanan, kitab dan lainnya. Ia berkata padaku, “Wahai Zakariya, kau jangan khawatir tentang diriku”. Hal ini terus ia lakukan sampai beberapa tahun.
Pada suatu malam, di saat manusia sedang terlelap tidur, dia mengajakku keluar dan menyuruhku menaiki menara masjid jami’ sampai kepuncaknya, akupun menuruti perintahnya. Setelah sampai di puncaknya, aku turun lalu ia berkata, “ Engkau akan hidup sampai teman-temanmu meninggal. Engkau mempunyai derajat tinggi yang dapat mengalahkan mereka dan kau akan menjadi hakim tertinggi dalam waktu yang agak lama. Santri-santrimu akan menjadi pemimpin-pemimpin Islam dan akhirnya kau akan buta”, “Aku akan buta?” tanyaku terkejut. “kau akan buta,” jawab sang wali. “Sejak peristiwa itu, lelaki yang sangat berjasa kepadaku itu pergi entah kemana dan tidak pernah menemuiku lagi.” Beliau dapat menghafalkan kitab mukhtashor At-Tabrizy, Al-Minhaj, Alfiyah Ibnu Malik, As-Syatibiyyah, Ar-Ro’iyah dan sebagian dari kitab Al-Minhaj al-Ashly, Alfiyah Hadits, At-Tashil.
Kemudian beliau kembali ke daerah asalnya dan menetap disana beberapa saat. Setelah itu beliau kembali lagi ke Kairo unuk yang kedua kalinya untuk menuntut ilmu.
Beliau belajar qiro’at dari An-Nur Al-Balbisy, Imam Masjid Al-Azhar, Az-Zain Ar-Ridhwan, As-Syihab Al-Qoloily As-Sakandary, Az- Zain bin ‘Ayasy dan yang lainnya.
Beliau belajar fikih dari Ali Al-Qoyaty, Al-Balqiny, Sarofuddin As-Subky, Sarofuddin Al-Munawy dan yang lainnya.
Beliau mengambil hadits dari Ibnu Hajar Al-‘Asqolany, Az-Zain Ar-Ridhwan, dan Al-Qoyaty.
Beliau belajar Usul Fikih dan Al-Mantiq dibawah bimbingan Al-Qoyaty, Al-Kafijy, Ibnu Al-Hamam dan lainnya.
Beliau belajar Usuluddin dari ‘Izzuddin Abdussalam Al-Baghdady, As-Syarwany, Muhammad bin Muhammad bin Mahmud yang dikenal dengan Al-Bukhory dan yang lainnya.
Beliau belajar ilmu Nahwu, Shorof dan Balaghoh dari ‘Izzuddin, As-Syarwany, Muhammad Al-Kailany, Al-Kafijy, dan Ibnu Hajar Al-‘Asqolany.
Beliau belajar Tashowwuf pada Abu ‘Abdillah Al-Ghomry, As-Syihab Ahmad Al-Adkawy, dan Muhammad Al-Fawwy.
Beliau belajar ilmu Al-Hai’at, Arsitektur, Miqot, Faro’id, Matematika, Al-Jabar, dan yang lain sebagainya dari As-Syihab Ibnu Al-Majdy.
Beliau belajar ilmu kedokteran dari As-Syarof bin Al-Khosab.‎

Pada tahun 850 H, beliau meninggalkan Mesir menuju ke Hijaz untuk menunaikan Ibadah Haji. Disana beliau bertemu dengan beberapa Ulama dan belajar kepada mereka, khususnya ilmu hadits, dimana beliau mendapatkan ijazah dengan sanad yang ‘aly dan langka. Diantara Ulama yang mengijazahi beliau adalah As-Syarof Abul Fath Al-Maroghy. Beliau juga bertemu dengan Ibnu Fahd dan dua Qodi, Abul Yaman An-Nuwairy dan Abu As-Sa’adat Ibnu Dzohiroh.‎

Syaikh Zakariya Al-Anshory belajar dari banyak Ulama, tidak sedikit juga ulama yang mengijazahkan kepada beliau. Disebutkan di buku ijazah beliau jumlahnya lebih dari 117 (seratus tujuh belas), menurut Al-Ghuzzy, lebih dari 150 (seratus lima puluh).

Ilmu beliau terus bertambah, sehingga beliau mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi di masanya. Banyak Ulama yang memberi izin kepada beliau untuk mengajar dan berfatwa, diantaranya Ibnu Hajar Al-Asqolany. Beliau sibuk mengajar, memimpin banyak jabatan di beberapa madrasah, dan mengarang kitab. Beliau memimpin jabatan qodhi agung dalam masa yang cukup lama kurang lebih 20 tahun.   Allah memberikan umur panjang kepada beliau. Beliau masih tetap mengajar dan mengarang kitab dengan dibantu para murid-muridnya sampai akhirnya beliau wafat pada tahun 926 H.
Guru- guru Pembimbing Syaikh Zakariya Al-Anshori
Guru Syaikh Zakariya Al-Anshory sangat banyak sekali sehingga tidak memungkinkan untuk menyebutkan semuanya, apalagi mengetahui biografinya dengan detail. Untuk itu disini akan disebutkan diantara guru-guru beliau yang masyhur saja. Dantaranya adalah:
1.   Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolany
2.   Al-Imam Jalaluddin Al-Mahally
3.   Al-Qoyaty
4.   Az-Zain Ar-Ridhwan
5.   Al-Kamal bin Al-Hamam
6.   Alam Al-Balqiny
7.    Syarof Al-Munawy
8.   Al-Kafijy
9.   Zainab As-Syubaky
Murid-murid Syaikh Zakariya Al-Anshori

Syaikh Zakariya al-Anshory mumpuni dalam segala bidang. Tidak sedikit dari para pencari ilmu datang ke beliau untuk menuntut ilmu. Mereka datang dari Hijaz Syam dan lain sebagainya. Selain mempunyai guru yang sangat banyak, beliau juga mempunyai murid yang sangat banyak. Diantara murid beliau adalah:
1.   Syihabuddib Ar-Romly
2.   Syihabuddin Umairoh Al-Barlasy
3.   Nashiruddin At-Thoblawy
4.   As-Sya’rony
5.   Ibnu Hajar Al-Haitamy
6.   Al-Khotib As-Syarbiny‎

Pangkat dan Jabatan Syaikh Zakariya Al-Anshori

Syaikh Zakariya Al-Anshory hidup pada masa pemerintahan Al-Mamalik. Selain beliau mumpuni dalam berbagai bidang ilmu, beliau juga berumur panjang. Semasa hidupnya, beliau menduduki banyak pangakat dan jabatan. Adapun pangkat atau jabatan yang beliau duduki selama hidupnya adalah:
1.   Menjadi Syaikh atau pemimpin tashowwuf di masjid Al-‘Alam bin Al-Ji’an.
2.   Menjadi syaikh atau pemimpin tashowwuf di masjid At-Thowasyi.
3.   Menjadi guru pembantu (Asisten Dosen) di Al-Azhar pada masa-masa awal belajarnya.
4.   Menjadi staf pengajar di Turbah Ad-Dzahir Abu Sa’id Khosyqodam, seorang sultan pada saat itu.
5.   Menjadi staf pengajar di Madrasah As-Sabiqiyyah, sebuah madrasah yang dikhususkan untuk ulama syafi’iyyah.
6.   Mengajar di Madrasah As-Sholahiyyah, setelah wafatnya Taqiyyuddin Al-Hushny.
7.   Menjadi Pengawas Badan Perwaqofan Al-Qorofah, dan Masjid Imam Syafi’I.
8.   Menjabat sebagai Qodhil Qudhot, Qodhi Agung dari tahun 886 H- 906 H. Sekitar 20 tahun beliau menduduki jabatan tersebut sampai beliau terkena musibah kebuta’an dan kemudian diturunkan.  Menurut riwayat lain beliau dilengserkan dari jabatan sebab surat yang beliau kirimkan kepada sultan, menyatakan bahwa Ia dzolim.
Kefawatan Syaikh Zakariya Al-Anshori

Syaikh Zakariya Al-Anshory wafat pada bulan Dzul Hijjah tahun 926 H[30] dalam usianya yang lebih dari 102 tahun.Tahun tersebut bertepatan dengan tahun 1520 M.‎

Buah Karya Syaikh Zakariya Al-Anshory

1.   Ihkamuddalalah ‘Ala tahriri Syarh Al-Risalah, kitab syarh Al-Risalah Al-Qusyairiyyah. Sudah tercetak.
2.   Al-Adab, atau Ilmu Adab Al-Bahts
3.   Al-Adab fi Ta’rif Al-Arb
4.   Adab Al-Qhodhy (‘Ala Al-Madzhab Al-Syafi’I).
5.   Asna Al-Matholib fi Syarh Raudh Al-Tholib
6.   As’ilatun Haula Ayatin min Al-Qur’an.
7.   Al-Adhwa’ Al-Bahjah fi Ibrozi Daqo’iq Al-Munfarijah.
8.   I’rob Al-Qur’an.
9.   Al-I’lam bi Ahadits Al-Ahkam
10.               Al-I’lam wa Al-Ihtimam li Jam’I Fatawa Syaikh Al-Islam.
11.               Aqsho Al-Amany fi ‘Ilmi Al-badi’ wa Al-Bayan wa Al-Ma’any
12.               Bulugh Al-Arb bi Syarh Syudzur Al-Dzahab li Ibn Hisyam.
13.               Bahjah Al-Hawy, dalam fan ilmu fikih.
14.               Tahrir Tangqih Al-Lubab, dalam fan fikih.
15.               Tuhfah Al-Bary bi Syarh Shohih Al-Bukhory.
16.               Tuhfah Al-Roghibin fi Bayani Amri Al-Thwa’in.
17.               Tuhfah Al-Thullab bi Syarh Tahrir Tangqih Al-Lubab.
18.               Al-Tuhfah Al-‘Aliyyah fi Al-Khutob Al-Mimbariyyah.
19.               Tuhfah Nujaba Al-‘Ashri fi Ahkam Al-Nun As-Sakinah wa Al-Tanwin wa Al-Mad wa Al-Qoshri.
20.               Ta’rifat Al-Qodhy Zakariya Al-Anshory.
21.               Talkhis Al-Azhiyah fi Ahkam Al-‘Ad’iyah.
22.               Talkhis Taqrib Al-Nasyr, dalam fan ilmu qiro’at.
23.               Tsabat Syuyukh Al-Anshory.
24.               Hasyiah ‘Ala Al-Talwih li Al-Sa’d Al-Taftazany.
25.               Hasyiah ‘Ala Al-Hawasyi Al-Mufhimah fi Syarh Al-Muqoddimah. Yang dimaksud adalah Al-Muqoddimah Al-Jazariyyah.
26.               Hasyiah ‘Ala Jam’I Al-Jawami’, dalam fan usul fikih.
27.                Khulashoh Al-Fawa’id Al-Muhammadiyah fi Syarh Al-Bahjah Al-Wirdiyah.
28.               Al-Duror Al-Saniyyah fi Syarh Al-Alfiyah. Yang dimaksud adalah Alfiyah Ibnu Malik, dalam fan ilmu nahwu.
29.               Al-Daqo’iq Al-Muhkamah fi Syarh Al-Muqoddimah.
30.               Diwanu syi’rihi, kumpulan syi’ir- syi’ir beliau.
31.               Risalah fi Isthilahat Al-Shufiyah.
32.               Al-Zubdah Al-Ro’iqoh fi Syarh Al-Burdah Al-Fa’iqoh.
33.               Syarh Al-Arba’in Al-Nawawiyyah.
34.               Syarh Isaghujy, dalam fan ilmu mantiq.
35.               Syarh Al-Syamsiyah, dalam fan mantiq juga.
36.               Syarh Shohih Muslim.
37.               Syarh Dhobithoh Al-Asykal Al-Arba’ah.
38.               Syarh Mukhtashor Al-‘Ain fi Al-Fath wa Al-Imalah baina Al-Lafdzoin.
39.               Syarh Mukhtashor Al-Muzany.
40.               Syarh Minhaj li Al-Baidhowy.
41.               Imad Al-Ridho bi Bayani Adab Al-Qodho.
42.               Ghoyah Al-Wushul ila Lubbi Al-Ushul.
43.               Al-Ghuror Al-Bahiyyah fi Syarh Al-Bahjah Al-Wirdiyah.
44.               Fath Al-Ilah Al-Majid bi Idhohi Syarh Al-‘Aqo’id.
45.               Fath Al-Baqy bi Syarh Alfiyah Al-‘Iroqy.
46.               Fath Al-Jalil bi Bayani Khofyi Anwar Al-Tanzil.
47.               Fathu Rob Al-Bariyyah bi Syarh Al-Qoshidah Al-Khozrojiyyah, dalam fan ilmu ‘Arudh.
48.               Fath Al-Rohman bi Syarh Luqothoh Al-‘Ajlaan.
49.               Fath Al-Rohman bi Syarh Risalah Al-Waliy Arsalan.
50.               Fath Al-Rohman bi Kasyfi ma Yaltabisu fi Al-Qur’an, dalam fan tafsir.
51.               Fath Al-‘Alam bi Syarh Ahadits Al-Ahkam.
52.               Fath Al-Mubdi’ fi Syarh Al-Muqni’.
53.               Fath Munazzil Al-Matsany bi Syarh Aqsho Al-Amany fi Al-Bayani wa Al-Badi’ wa Al-Ma’any.
54.               Fath Al-Wahhab bi Syarh Al-Adab.
55.               Fath Al-Wahhab bi Syarh Manhaj Al-Thullab.
56.               Fath Al-Wahhab bi Ma Yajibu Ta’allumuhu ‘Ala Dzawi Al-Albab, dalam fan ilmu kalam.
57.               Al-Fathah Al-Insiyyah li Gholqi Al-Tuhfah Al-Qudsiyyah.
58.               Al-Futuhat Al-Ilahiyyah fi Nafhi Arwah Al-Dzawat Al-Insaniyyah, dalam fan ilmu Tashowwuf.
59.               Lubul Ushul.
60.               Lawaqih Al-Afkar fi Syarh Thowali’ Al-Anwar, fan ilmu kalam.
61.               Al-Lu’lu’ Al-Nadzim fi Roum Al-Ta’allum wa At-Ta’lim.
62.               Mukhtashor Adab Al-Qodho li Al-Ghuzzy.
63.               Mukhtashor Badzl Al-Ma’un.
64.               Muqoddimah fi Al-Kalam ‘Ala Al-Basmalah wa Al-Hamdalah.
65.               Al-Maqshod li Talkhisi Ma fi Al-Mursyid, dalam fan ilmu qiro’at.
66.               Al-Manahij Al-Kafiyah fi Syarh As-Syafiyah, fan Tashowwuf.
67.               Manhaj At-Thullab.
68.               Manhaj Al-Wushul ila Takhrij Al-Fushul, fan ilmu mawarits.
69.               Manhaj Al-Wushul ila Ilmi Al-Fushul, fan ilmu mawarits.
70.               Nihayah Al-Hidayah fi Syarh Al-Kifayah, dalam fan ilmu warits.
71.               Nahj At-Tholib li Asyrof Al-Matholib.
72.               Hidayah Al-Mutanassik wa Kifayah Al-Mutamassik.

Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???


Termasuk musibah besar yang menimpa kaum muslimin, adalah tersebarnya hadist-hadist yang dhaif bahkan maudhu (palsu) di kalangan mereka. Hal ini tidak terkecuali, sampai-sampai diantara para ulama’ mereka, kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, diantara imam-imam hadist dan para kritikus hadist, seperti Al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Haatim, Ar-Raazy dan lalinnya.

Hadist-hadist tersebut tersebar dalam berbagai perkara, baik dalam perkara aqidah ataupun syari’at. Akan tetapi dengan kekuasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hikmah-Nya, Dia tidak membiarkan hadist-hadits itu beredar di kalangan umat dengan tanpa kritik dari orang-orang yang membukkan kedoknya dan menerangkannya kepada manusia. Mereka itulah imam-imam ahli hadist yang mulia, pembawa panji-panji sunnah nabawiyah, yang didoakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sabdanya:

نَضَّرَ اللهُ اَمْرَأ سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبِلَّغَهَا فَرُّبَّ حَامِلِ فَقْهِ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ

Mudah-mudahan Allah membaguskan wajah sesorang yang telah mendengar ucapanku, kemudian memahaminya, menjaganya (menghafalkannya) dan menyampaikanya. Alangkah banyaknya pembawa ilmu (membawa) kepada orang yang lebih berilmu darinya.

Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri pada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satu pun yang shahih. Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits yang ajiib (yang menakjubkan), namun tidak shahih.”
Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493).

عَنْ أَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ « سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ». قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ ». قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ ».

Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127).

Ibadah qurban adalah ibadah yang istimewa. Ibadah yang hendaknya seorang Muslim bersemangat untuk melakukannya. 

Dan menjelang tibanya hari raya 'Īdul Adha, maka kita jumpai di sebagian pinggir-pinggir jalan ada spanduk-spanduk yang menyampaikan pesan bahwasanya: 

"Hewan qurban kita adalah tunggangan kita menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla." 

Namun, satu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwasanya menegaskan sesuatu itu akan terjadi pada Hari Kiamat adalah bagian dari masalah 'aqidah. 

Bahwasanya: 

"Oh, nanti pada hari kiamat ketika kita melewati shirāth, kita akan menunggang/menaiki hewan qurban yang biasa kita sembelih di dunia." 

"Ketika kita qurban sapi maka kita akan naik sapi." 

"Jika kita qurban kambing maka kita akan naik kambing." 

Tentu ini adalah berkaitan dengan masalah 'aqidah dan keyakinan, tentang apa yang akan terjadi pada Hari Kiamat nanti. 

Dan seorang Muslim wajib membangun 'aqidahnya dengan dasar Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahīh. 

Adapun hadits yang lemah (dha'īf) apalagi dha'īf sekali atau bahkan palsu, tentu tidak diperkenankan untuk menjadi sumber dan landasan keyakinan. 

Maka satu hal yang patut untuk kita ketahui dan pahami bahwasanya hadits yang menjadi landasan motivasi yang diberikan oleh sebagian orang bahwasanya "hewan qurban adalah tunggangan kita menuju surga Subhānahu wa Ta'āla" adalah hadits yang dha'īf atau bahkan dha'īf sekali.

Dikeluarkan oleh Abdul Karim Ar Rafi’i Asy Syafi’i dalam kitab At Tadwin fii Akhbari Qazwiin (1134),

حد ثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ الْمَرْزُبَانُ بِقَزْوِينَ ،حد ثَنَا أَحْمَد بْنُ الْخَضِرِ الْمَرْزِيُّ حدثنا  عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ إبراهيم الْبُوشَنْجِيُّ ، حد ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ، حد ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، حد ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْيدِ اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ

“Abu Muhammad Abdullah Al Marzuban di Qazwin menuturkan kepadaku, Ahmad bin Al Hadr Al Marziy menuturkan kepadaku, Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji menuturkan kepadaku, Muhammad bin Bakr menuturkan kepadaku, Abdullah bin Al Mubarak menuturkan kepadaku, Yahya bin ‘Ubaidillah menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‘Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath‘”

juga dikeluarkan oleh Al Dailami dalam Musnad Al Firdaus (268).
Derajat hadits
Riwayat ini sangat lemah, karena adanya beberapa perawi yang lemah:

Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji, dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim: “ia tidak kuat hafalannya dan tidak memiliki kitab”. An Nasa’i mengatakan: “ia tidak tsiqah”. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “ia shaduq, namun kitab-kitabnya hilang sehingga hafalannya menjadi buruk”. Maka Abdul Hamid bin Ibrahim bisa diambil periwayatannya jika ada mutaba’ah.
Yahya bin ‘Ubaidillah Al Qurasyi, dikatakan oleh Imam Ahmad: “munkarul hadits, ia tidak tsiqah”. An Nasa’i berkata: “matrukul hadits”. Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits, jangan menyibukkan diri dengannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “Yahya sangat lemah”. Adz Dzahabi berkata: “para ulama menganggapnya lemah”. Sehingga Yahya bin ‘Ubaidillah ini sangat lemah atau bahkan matruk.
‘Ubaidillah bin Abdillah At Taimi, Abu Hatim berkata: “ia shalih”. Al Hakim mengatakan: “shaduq”. Imam Ahmad mengatakan: “ia tidak dikenal, dan memiliki banyak hadits munkar”. Asy Syafi’i berkata: “kami tidak mengenalnya”. Ibnu ‘Adi berkata: “hasanul hadits, haditsnya ditulis”. Ibnu Hajar berkata: “maqbul“, dan ini yang tepat insya Allah. Maka ‘Ubaidillah ini hasan hadist-nya jika ada mutaba’ah.
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini sangat lemah. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talkhis Al Habir (2364), As Sakhawi dalam ‎Maqasidul Hasanah (114), Al Munawi dalam Faidhul Qadir (1/496), As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir (992), Az Zarqani dalam Mukhtashar Al Maqashidil Hasanah (96), Al Ajluni dalam ‎Kasyful Khafa (1/133), ‎serta para ulama yang lain.

Memang terdapat lafadz lain,

عظِّموا ضحاياكم ، فإنها على الصراطِ مطاياكم

“Perbesarlah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”

Namun Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani setelah membawakan hadits ini beliau berkata,

لَمْ أَرَهُ، وَسَبَقَهُ إلَيْهِ فِي الْوَسِيطِ، وَسَبَقَهُمَا فِي النِّهَايَةِ، وَقَالَ مَعْنَاهُ: إنَّهَا تَكُونُ مَرَاكِبَ الْمُضَحِّينَ، وَقِيلَ: إنَّهَا تُسَهِّلُ الْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ، قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: هَذَا الْحَدِيثُ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَلَا ثَابِتٌ فِيمَا عَلِمْنَاهُ

“aku tidak pernah melihat (sanad) nya. Hadits ini ada di Al Wasith (karya Al Ghazali) dan kedua hadits tersebut ada di An Nihayah (karya Al Juwaini). Mereka mengatakan tentang maknanya: ‘bahwa hewan kurban akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban‘. Juga ada yang mengatakan maknanya, ia akan memudahkan orang yang berkurban untuk melewati shirath. Ibnu Shalah berkata: ‘hadits ini tidak dikenal, dan sepengetahuan saya tidaklah shahih'” (Talkhis Al Habir, 2364).

Ibnu Mulaqqin berkata,
لا يحضرني من خرجه بعد البحث الشديد عنه

“tidak aku dapatkan siapa yang mengeluarkan hadits ini walaupun sudah aku cari dengan sangat gigih” (Badrul Munir, 9/273).

Kemudian Ibn ‘Arabi mengatakan;
لَيْسَ فِي فَضْلِ الْأُضْحِيَّةِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ، ومنها قوله: “إنها مطايكم إلَى الْجَنَّةِ”

Dalam keutamaan udhiyyah, tidak ada padanya hadits yang sahih, dan diantaranya adalah “ ia itu tunggangan kalian menuju surga”.
Adapun riwayat dalam Musnad al-Firdaus dari Abu Hurairah:
إسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ؛ فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ
“Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia adalah tunggangan kalian di atas shirath
Dalam sanadnya ada Yahya, ia itu sangat lemah.
b)  Apa yang dikatakan dan dikutip oleh Ibn Hajar juga dikutip oleh al-Skahawi ‎
c)  dan begitu juga dalam Kasyf al-Khufa
d)  Ibn al-Mulqin tentang hadits:
عَن رَسُول الله – صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم – أَنه قَالَ: «عظموا أضحياكم فَإِنَّهَا عَلَى الصِّرَاط مَطَايَاكُمْ
Dia mengatakan:‎
هَذَا الحَدِيث لَا يحضرني من خرَّجه بعد الْبَحْث الشَّديد عَنه
Hadits ini setelah aku menelitinya dengan penelitian yang sangat serius, orang yang mengeluarkan haditsnya tidak dapat menghadirkan padaku siapa yang meriwayatkannya.
Kemudian setelah itu ia mengutip pendapat Ibn al-Shalah dan Ibn al-‘Arabi.

e)  Al-Suyuti tentang hadits:
إسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ؛ فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ
Ia mengatakan: al-‘Azluni mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh al-Dailami dari Abu Hurairah dengan sanad lemah sekali. Hadits ini adalah hadits palsu sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafidz Ahmad al-Ghamari dalam al-Mughir.

Hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan menjadi tunggangan melewati shirath tidak shahih, bahkan sangat lemah. Ibnul ‘Arabi dalam Syarah Sunan At Tirmidzi mengatakan:

ليس في الأضحية حديث صحيح

“tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan qurban” (dinukil dari Kasyful Khafa, 1/133).

Maka keyakinan tersebut tidaklah didasari landasan yang shahih sehingga tidaklah dibenarkan.

Maka kesimpulan secara global yang disampaikan oleh salah satu ulama pakar hadits, Ibnul 'Arabiy Al Māliki rahimahullāh Ta'āla, setelah beliau mendata, mengkaji dan meneliti hadits-hadits tentang keutamaan berqurban, maka beliau membuat kesimpulan: 

"Bahwasanya tidak dijumpai hadits yang sahih tentang keutamaan hewan qurban, baik hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan jadi tunggangan atau hewan qurban itu setiap bulunya adalah satu hasanah (satu ganjaran) ataupun hadits-hadits yang lainnya." 

Kata beliau seluruhnya adalah hadits-hadits yang bermasalah, tidak valid, dan tidak benar (jika dikatakan) berasal dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan catatan yang lain yang penting berkaitan dengan masalah hewan qurban adalah, 

"Tunggangan dan kendaraan shāhibul qurban yang dibanyak tempat diilustrasikan dengan kursi yang bentuknya demikian di atas punggung hewan qurban." 

Maka ilustrasi semacam ini adalah satu hal yang cukup bermasalah. 

Karena, seandainya hadits tersebut shahih, hanya menjelasakan bahwa itu adalah hewan qurban tunggangan shāhibul qurban. 

Sedangkan bagaimanakah dia menunggang dan bagaimana menaiki hewan qurbannya? 

Tidak ada penjelasan yang detail tentang hal ini, apakah ada kursi di atasnya atau hanya duduk di atas hewan qurban tersebut, tidak ada penjelasan detail tentang hal ini. 

Maka seandainya hadits tentang masalah ini adalah hadits yang shahih dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memastikan bahwasanya ilustrasi (gambaran) nya adalah kursi empuk di atas pungung hewan qurban adalah satu hal yang bermasalah. 

Karena itu adalah diantara bentuk "rājman bil ghaīb" (menebak-nebak perkara hal yang ghaīb). 

Dan memastikan suatu hal yang ghaīb berdasarkan prasangka dan praduga. 

Padahal tentu tidaklah benar mendasari keyakinan dengan dasar prasangkan & praduga dengan perasaan & logika. 

Karena itu, sekali lagi, seandainya hadits ini adalah hadits yang shahih dan padahal tidak sahih, maka mengilustrasikan kalau hewan qurban itu akan jadi tunggangan dalam bentuk demikian dan demikian secara detail, padahal dalilnya tidak memberikan penjelasan secara detail, maka itu adalah suatu hal yang bermasalah. 

Terdapat sebuah hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amalan manusia yang lebih dicintai oleh Allah untuk dilakukan pada hari Nahr (Idul Adha), melebihi amalan mengalirkan darah (qurban). Karena qurbannya akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kukunya. Dan darahnya akan menetes di tempat yang Allah tentukan, sebelum darah itu menetes di tanah. Untuk itu hendaknya kalian merasa senang karenanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Turmudzi no 1493, Ibn Majah 3126, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7523. Dalam sanad hadis ini terdapat perawi bernama Abdullah bin Nafi’ dan Sulaiman bin Yazid (Abul Mutsanna), dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya Urwah bin Zubair.

Tentang Abdullah bin Nafi’, Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyatakan,

قال يحيى عبد الله بن نافع ليس بشيء وقال النسائي متروك وقال البخاري منكر الحديث وقال أبن حبان لا يحتج بأخباره

”Yahya bin Main mengatakan, ’Abdullah bin Nafi tidak teranggap.’ Nasai menyebutnya, ’Perawi yang ditinggalkan.’ Sementara Bukhari menegaskan, ’Munkarul Hadis.’ Dan Ibnu Hibban mengatakan, ’Beritanya tidak diterima sebagai dalil.” (al-Ilal al-Mutanahiyah, 3/569).

Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) mengatakan: “Sulaiman orang yang lemah dan sebagian ahli hadits meninggalkannya.” al-Baghawi (w. 317 H) mengatakan: “Hadits ini dinilai sangat dhaif oleh Abu Hatim.”

Dengan demikian, keterangan yang tersebar di masyarakat bahwa hewan qurban akan datang pada hari kiamat, bersama tanduk, bulu, dan kukunya adalah keterangan yang bersumber dari hadil dhaif, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Kita bisa memotivasi diri kita atau orang lain untuk berqurban, tanpa harus menyebutkan hadis yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keshahihannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَدّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يُــرَي أَنّه كَذِبٌ فَهو أَحَدُ الكَاذِبِين

“Barangsiapa yang menyampaikan suatu hadis dariku, sementara dia menyangka bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia termasuk diantara salah satu pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, 1/7).

Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9) mengatakan: “Setiap orang yang ragu terhadap hadis yang dia riwayatkan, apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif, tercakup dalam ancaman hadis ini.” (Ilmu Ushul Bida’, hlm. 160).

‎Hadits-hadits yang berkaitan dengan fadilah ‘idul adha , hadits-haditsnya ada yang lemah, lemah sekali dan ada juga yang palsu. Oleh karena itu benar sekali apa yang dikatakan oleh Ibn al-Arabi di atas.
Oleh karena itu keutamaan-keutamaan Udhiyyah dikembalikan kepada dalil-dalil keutamaan infaq/shadaqah. Karena udhiyyah itu termasuk infaq di jalan Allah swt.
Di antara ayat yang berbunyi tentang keutaman infaq adalah :
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. al-Baqarah:261)
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya (Saba: 39)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. al-Baqarah: 274)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Wahai Ibnu Adam berinfaklah, niscaya kalian juga akan diberi rezeki.” (HR. Al-Bukhari)
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ

“Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kananNya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung”. (HR. Al-Bukhari)‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...