Minggu, 24 Oktober 2021

Sejarah Petilasan Bujuk Paceron


Bukit Pecaron di Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan merupakan salah satu objek wisata religi andalan di Situbondo. Puncak bukit itu diyakini merupakan salah satu petilasan (tempat munajat) Syekh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri. Bahkan sebagian orang meyakini tempat tersebut bukan petilasan, tetapi justru lokasi sang Syekh dimakamkan.

Lokasi bukit Pecaron cukup mudah dijangkau. Tempatnya berada di tepi laut dan tebingnya curam menjulang tinggi. Memandangnya, mengingatkan pada pemandangan khas pura di Uluwatu, Bali. Sisi utara bukit Pecaron memang berbatasan langsung dengan laut. Jika berada di atas bukit, kita bisa leluasa melihat hamparan laut membentang.

Ada legenda yang berkembang di daerah Pasir Putih dan sekitarnya. Dikisahkan, konon bukit Pecaron dulu tidak menyatu dengan daratan. Lokasi bukit ini cukup jauh dari daratan. Untuk mencapainya bukit itu, orang harus menggunakan perahu. Tapi dengan keistimewaan Syekh Maulanan Ishaq, bukit tersebut menyatu dengan daratan. Sehingga memudahkan masyarakat yang akan berkunjung. Memang, legenda tersebut cukup sulit dinalar dengan akal. Tetapi kisah-kisah seperti itu berkembang dan dipercaya sebagian warga Pecaron dan sekitarnya. Sementara itu, keberadaan petilasan Syekh Maulana Ishaq di bukit itu memang mendatangkan berkah bagi masyarakat sekitar. Warga banyak membuka warung dan berjualan sovenir. Jualan mereka dikemas semenarik mungkin, agar bisa memikat hati pengujung yang akan berziarah ke bukit Pecaron.

Pada malam Jumat dan Selasa, pengunjung Bukit Pecaron biasanya memang membeludak. Mereka tidak hanya datang dari Situbondo, tapi banyak juga yang datang dari luar daerah. Sebelum mendaki bukit Pecaron, pengunjung biasanya membeli air mineral atau makanan ringan sebagai dibuat bekal menuju puncak bukit. Tidak sedikit pengunjung yang memilih bermalam di kompleks petilasan Syekh Maulana Ishaq itu.

Mereka yang bermalam itu, biasanya datang untuk menghatamkan Alquran dengan tujuan tertentu. “Orang yang datang ke sini tujuannya macam-macam. Intinya mereka meminta sambungan doa kepada Syekh Maulanan Ishaq, agar apa yang menjadi cita-cita hidupnya tercapai,” terang H Halili, juru kunci Bukit Pecaron.

Untuk menuju puncak bukit, pengunjung perlu menyiapkan stamina. Jika sedang sakit, sebaiknya tidak usah naik. Sebab, bisa dipastikan hanya akan menambah parah sakitnya. Karena jalan menuju puncak bukit itu sangat menanjak. Padahal, panjangnya jalan itu setapak menanjak dan berliku itu hampir satu kilometer. “Pernah ada teman saya yang memilih balik ke bawah, karena merasa tak mampu naik ke atas bukit,” ujar seorang pengunjung. Jalan menuju puncak bukit Pecaron hanya selebar dua meter. Jalan itu disusun mirip tangga batu hingga ke puncak bukit. Jika pernah ke Bali, mendaki jalan ini mengingatkan perjalanan menuju Pura Luhur Ulu Watu di Badung Selatan dengan ketinggian 70 meter dari permukaan laut. Bedanya, jalan setapak menuju Pura Ulu Watu tersebut sudah ditata rapi dan bersih. Sedangkan jalan setapak berliku di bukit Pecaron masih sangat bersahaja. Tangganya terbuat dari deretan batu. Hanya beberapa bagian saja yang ditambal dan dirapikan dengan semen. Itu pun sudah banyak yang mengelupas. Keadaannya juga sangat kotor. Karena banyak daun kering pohon yang terus berjatuhan.

Di sisi jalan berliku itu, sebagian sudah dipasang pagar besi. Pagar besi itu merupakan pengaman sekaligus difungsikan sebagai pegangan tangan pengunjung. Sayangnya, pagar itu hanya ada di sisi kanan jika berjalan mendaki. Sehingga tidak semua pengunjung bisa memanfaatkannya. Padahal, fungsi pagar tersebut benar-benar penting. Pengunjung bisa istirahat dan berpegangan di pagar itu jika merasa lelah. “Pernah ada kejadian, seorang pengunjung jatuh menggelinding ke bawah karena tidak menemukan pegangan saat capek,”.

Sementara itu, pada beberapa ruas jalan menuju Bukit Pecaron, ada beberapa pedagang bunga tabur. Bagi pengunjung yang tidak membawa bunga dari rumah, bisa membeli di sini. Harga bunga tabur itu pun cukup terjangkau.

Meski hanya sebuah petilasan (tempat munajat), dalam kamar utama bertuliskan Syekh Maulana Ishaq itu terdapat sebuah bangunan makam. Terdapat juga dua batu hitam mengkilap di kamar berukuran 4 x 4 meter. Batu itulah yang diyakini sebagai tempat duduk sang Syekh dalam bermunajat kepada Yang maha Kuasa.

PETILASAN SYEKH MAULANA ISHAQ

Begitu sampai di Bukit Pecaron, pengunjung sudah bisa bernafas lega. Mereka sudah tidak perlu lagi mengatur irama nafasnya, sebagaimana yang dilakukan saat mendaki jalan setapak menuju ke puncak Pecaron. Para pengunjung juga sudah dapat beristirahat sejenak sebelum berdoa di depan petilasan Syekh Maulana Ishaq.

Ada dua bangunan di puncak bukit Pecaron. Satu bangunan berukuran sekitar 4 meter x 6 meter. Pelataran ini biasanya digunakan untuk tempat peristirahatan sekaligus tempat antre para pengunjung yang akan masuk ke tempat munajat Syekh Maulana Ishaq. Saat pengunjung penuh, masuk ke tempat petilasan Ayahanda Sunan Giri itu memang tidak bisa seenaknya.

Pengunjung harus sabar antre hingga tiba gilirannya. Tempat munajat Sang Syekh kini sudah dibuat kamar khusus dengan ukuran sekitar 4 x 4 meter. Di atas pintu masuk kamar itu ada tulisan ’Syekh Maulana Ishaq’. Kamar berlantai keramik itu hanya mampu menampung belasan pengunjung. Sebab, di dalamnya bukanlah ruangan yang terhampar layaknya tempat munajat pada umumnya.

Di dalam kamar berlantai keramik itu justru ada sebuah makam. Dari sini, kemudian sebagian warga percaya kalau petilasan adalah makam Syekh Maulana Ishaq. Di depan pintu masuk, ada dua batu hitam cukup mengkilat yang menonjol di lantai keramik putih. Batu itulah yang diyakini sebagai tempat duduk Syekh Maulana Ishaq.

Saat berdoa di depan Petilasan Syekh Maulana Ishaq, Halili biasanya membantu pengunjung memimpin doa. Sebelum berdoa, dilakukan beberapa ritual kepercayaan pengunjung. Ada yang mengirim doa dengan membaca surat Al Fatihah atau membaca tahlil dulu. “Ini juga agar pengunjung tidak salah tujuan datang ke sini. Perlu saya jelaskan dan luruskan niatnya,”.

Satu lagi yang cukup menjadi perhatian pengunjung saat datang ke Bukit Pecaron. Di bawah bukit ada sebuah gua. Sayang gua ini hanya bisa dinikmati dari luar. Tidak ada yang berani memasuki gua tersebut. Selain lokasinya gelap dan berbahaya, warga sekitar menganggap gua itu mempunyai kekuatan magis yang cukup besar. Yang jelas, karena jarang ada yang nekat masuk menelusurinya, kisah tentang gua tersebut menyimpan banyak misteri. “Dulu kabarnya pernah ada warga yang masuk, namun dia tak pernah keluar lagi,” terang Zainullah, warga Kapongan yang datang ke bukit Pecaron.

Akhirnya, banyak beredar kisah misteri seputar gua tersebut. Ada versi yang menyatakan kalau gua tersebut kalau ditelusuri, konon bisa menembus hingga ke Pulau Madura. Ada juga versi kisah misteri yang mengatakan bahwa dengan memasukinya, bisa tembus ke Makkah. “Namun tentunya, yang masuk (gua tersebut) bukan orang-orang biasa. Tapi orang yang dekat dengan Allah. Kalau orang biasa yang masuk, biasanya tidak kembali lagi,” terang salah seorang warga.

Sementara itu, Disperindagpar diam-diam sudah menyusun sebuah buku yang menceritakan asal-usul Bukit Pecaron. Diceritakan, Bukit Pecaron jadi dikenal berawal dari kedatangan Syekh Maulanan Ishaq ke Tanah Jawa. Ketika itu, dia mendengar ada sayembara di Kerajaan Blambangan. Sang Raja Blambangan, Minak Sembuyut mengeluarkan sayembara. Isinya, siapa saja yang bisa menyembuhkan putrinya yang sedang sakit parah, maka dia akan dijadikan menantu.

Syekh Maulana Ishaq pun mengikuti sayembara tersebut dan berhasil memenangkannya. Sejak saat itu, sang Syekh mencoba meng-Islamkan sang istri maupun seluruh isi istana. Sayang, kesuksesan Syekh Maulana Ishaq mengundang iri dan dengki Patih kerajaan. Karena tidak ingin terjadi pertumpahan darah, Sang Syekh memilih menyingkir dari istana. Dia hanya berpesan kepada istrinya yang sedang hamil, agar jika anaknya lahir diberi nama Raden Paku dan dihanyutkan ke laut. Setelah besar, Raden Paku ini menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa yakni Sunan Giri.

Syekh Maulana Ishaq sendiri, setelah menyingkir dari istana memilih terus berkelana ke arah barat. Selama perjalanan itu, dia terus menyebarkan ajaran Islam. Di Situbondo, ada tiga tempat yang diyakini sebagai tempat petilasan Syekh Maulana Ishaq. Yakni di Bukit Bantongan, Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan; Bukit Tampora, Kecamatan Banyuglugur serta di Bukit Pecaron, Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan.‎

Sejarah Bujuk Napo (As-Syaikh Abdul Jabbar)


Pangeran Gunung Badoeng dikuburkan di Desa Banyusangkah Kabupaten Bangkalan, yang asalnya dari tanah Arab, mempunyai Putra Bupati Santri Nepa, Bupati Nepa mempunyai putra Pangeran Sadjadja, Pangeran Sadjadja sendiri mempunyai putra Pangeran Guesti Santri, Pangeran Gusti Santri Sendiri adalah Saudara dari Ratu Pamekasan berdiam di Desa Sogian Kabupaten Sampang, mempunyai turunan Pangeran Sogiyan ( Bujuk Ahmad Holili Sogian ) yang diambil mantu oleh Ratu Pamekasan, lalu mempunya putra satu laki-laki di beri nama Raden Sogian disebut Bujuk Napo Wali atau Raden Abdul Jabbar, lalu Raden Abdul Jabbar mempunyai putra laki-laki yaitu  Kyai Napo Geddi ( Bujuk Raja Tapa) terus turun sampai ke Kyai Hodari.

Raden Kabul yang biasa disebut Bujuk Aji Gunung Sampang, Mempunyai pangkat waliyullah, saat ini pesareannya berada di Kampung Aji Gunung Kelurahan Gunung Sekar, Kabupaten Sampang. 

Beliau mempunyai beberapa santri diantaranya : 
I) syeh Maulana Abdul Djabbar (Bujuk Napo) yang mempunyai julukan Pangeran Jimat, 
2) Bujuk Abdul Alam Prajjan, Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, 
3). Bujuk Agung Rabah, Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.

Ketiga santri bujuk Aji Gunung Sampang ini mempunyai pangkat waliyullah, ilmunya tinggi, juga mempunyai kesaktian dan karisma. tapi diantara santrinya hanya bujuk napo yang bisa mengambil Al-Qur'an si Jimat yang ada di Mekah.

Ada cerita lain, bahwa bujuk Napo mengambil al-Qur'an si Jimat ke Kabupaten Bangkalan, waktu itu dimana Bujuk aji Gunung Sampang mau melaksanakan sholat magrib berjemaah bersama santrinya, yang berjumlah 40 santri, bujuk aji gunung memerintahkan kepada santrinya, siapa yang bisa mengambil al-qur'an si jimat ke Bangkalan, yang mana al-qur'an tersebut harus dipasrahkan atau diberikan setelah sholat magrib, ke 40 santrinya tidak ada yang sanggup, maka bujuk aji gunung memerintahkan untuk memanggil raden abdul jabbar (bujuk Napo) yang waktu itu berada di belakang pondok, yang sedang mengembala kambing gurunya, aji gunung. 

Ketika bujuk napo diperintahkan gurunya untuk mengambil al-qur'an si jimat itu yang ada di Bangkalan, maka bujuk napo mengajukan permintaan, supaya membakar pohon kettan hitam ( romanah etem : bahasa maduranya) ketika pohon kettan hitam di bakar, maka bujuk napo menghilang mengikuti asap akibat pohon kettan hitam tersebut yang di bakar.ketika gurunya selaesai menunaikan sholat magrib, maka bujuk napo memasrahkan al-qur'an si jimat tersebut kepada gurunya, ada cerita yang lain, ketika bujuk napo melaksanakan ibadah haji, ditengah perjalanan, bujuk napo menanam biji mangga, setelah pulang dari mekah bujuk napo mengambil buah mangga yang telah di tanamnya, yang saat ini biji mangga tersebuat masih ada dan berukuran sangat besar. ketika bujuk napo mengambil al-qur'an si jimat ke mekah, bagi bujuk napo perjalanan ke mekah sangat mengasikkan, dengan menaiki raja ikan yaitu ikan paus. menurut cerita tutur, ikan paus itu bernama raja menah. dengan kuasa Allah SWT raja ikan itu menghampiri bujuk napo yang saat itu berada ditepi pantai, dan syeh maulana abd djabbar menaiki raja ikan, dengan tak terasa maka sampailah di tepi pantai Negara Arab. setelah sampai dimekah dan al-qur'an si jimat telah diperoleh maka sang syeh pergi ke jabal Nur untuk mengambil batu sebagai kendaraan pulang ke madura. 

Batu itu awalnya berwarna Hitam, tapi karena sering terkena sinar matahari akhirnya sekarang berwarna putih dan bentuknya bundar dengan garis tengah -+ 0,5 m dan Tebal -+ 15 cm, batu itu dinaiki oleh syeh maulana abd Djabbar, terbang tanpa diketahui oleh siapapun dan dalam waktu yang singkat sang Syeh sudah sampai di Sampang. setibanya kembali di sampang, al-qur'an si Jimat itu langsung diserahkan kepada gurunya bujuk aji gunung sampang, beliaupun menerimanya dengan senang hati, sedangkan batu yang dikendarainya di lemparkan oleh sang guru kearah timur daya, secara kebetulan jatuh di suatu kampung dan kena pada sebatang pohon besar, pohon itu patah berkeping-keping, akhirnya kering dan lapok. masyarakat biasa menyebut " TANAPO" (bahasa : madura) bermulai dari kejadian itulah maka kampung tersebut di namakan TANAPO di perpendek menjadi " NAPO". 

Desa Napo dulu menjadi Desa Mardikan yaitu desa yang bebas bayar pajak pada zaman Cakraningrat II, raja bagian barat Madura, krn Bujuk Napo pernah berjasa terhadap Pangeran Cakraningrat II pada waktu disekap di Hutan Ludoyo kediri oleh Pangeran Trunojoyo akibat tipu daya Raja Mataram waktu itu. setelah Pangeran Cakraningrat kembali ke Madura setelah aman, maka Pangeran Cakraningrat II memberikan hadiah Desa Mardikan terhadap Kiai Napo (bujuk Napo). Raden Abdul Djabbar (bujuk Napo) masih keturunan  Sunan Giri. 

Hingga saat ini, batu yang pernah dikendarai oleh Bujuk Napo, sekarang masih ada dan di simpan di musholla (samping Masjid Napo) dan beberapa pusaka peninggalan syeh masih lengkap yang konon sebagian pernah di gunakan untuk berjuang melawan penjajah Belanda. 

Kepala desa yang pernah memimpin Desa Napo adalah : 
KH.R. Abd Djabbar (Bujuk Napo), 
R. Keddi ( Bujuk Raja Tapa), 
R. Tonjung, 
R. Raksa Jaya, 
R. Ahmad, 
R. Subun, 
R. Tirta, 
R. Bunduk. 
Pada masa R. Bunduk inilah Desa Napo di bagi menjadi dua, Napo Laok dan Napo Daya. kepala desa napo laok setelah R. Bunduk adalah : 
1. R. Sagara (1940-1956), 
2. R. Arli ( 1950-1978), 
3. R. Hodari ( 1978), 
4. Abdul Bari ( 1978-2000), 
5. Abd Wasik ( 2000-2008), 
6. Abdul Basid, S.Pd.I < cicit Raden Arli > ( 2008-2014), 
7. Abdul Basid, S.Pd.I ( 2015-2021).

Dan beberapa peningggalan kuno di Napo adalah

Biji mangga (Pelok, bahasa Madura)
Batu hitam (karena setiap hari terkena sinar matahari, sekarang batu itu berwarna keputih-putihan, batu ini pernah terbang menjadi kendaraan Buyut Napo).
Dua buah pecut
Se Kelap
Se Bentar Alam
Lima buah tombak
Si Nonggososro
Si Mendolo
Si Drajan
Si Omben
Si Buntut  ‎

Legenda Bujuk Kolla Madura


Kiai Abdulloh, bagi masyarakat Probungan Tenggun Klampis lebih dikenal dengan “ BUJUK KOLLA” ada yang mengatakan bahwa beliau itu adalah seorang sayyid Abdulloh  merupakan seorang tokoh historis, legendaries bagi masyarakat Probungan dan mempunyai pengaruh besar khususnya di dunia pesantren di pedesaan daerah kecamatn Klampis bagian tenggara.

Kalau mengamati sejarah agama Islam Indonesia, khususnya Madura, maka terdapat banyak tokoh yang berpengaruh penting dalam penyebaran agama tersebut. Setiap daerah mempunyai tokoh agama masing-masing, misalnya Syaikhona Kholil atau dikenal dengan Mbah Kholil atau tokoh-tokoh agama legendaries di Madura,. Banyak tokoh agama yang walaupun sudah menginggal, namun masih dihormati dan diingat oleh orang Islam di Indonesia, bahkan masih terlihat pengaruh mereka pada masyarakat sampai saat sekarang ini, termasuk  Kiai Abdulloh, yang bagi masyarakat Probungan Tenggun Klampis Bangkalan lebih dikenal dengan “ BUJUK KOLLA”

Sejarahnya cukup menarik sebab beliau banyak menurunkan tokoh-tokoh kiai yang mendirikan Pesantren di bagian tenggara kecamatan klampis, pengaruhnya sampai ke daerah desa dan kecamatan lain, antara lain Manonggal, Panyaksakan, Bragang, Sorjan, Glintong. Sementara di kecamatan lain, pengaruh beliau sampai ke daerah Klapayan, Maneron, lentok, binoloh, gangsean dan adaerah-daerah lain kecamatan Sepuluh sampai kecamatan Geger bagian utara.

Salah satu hal berkaitan dengan Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” yang mengagumkan adalah selain sebagai leluhur masyarakat Probungan yang menurunkan para kiai, adalah keberadaan “KOLLA” probungan tempat pertapaan beliau. Sampai saat ini, makam beliau masih belum ditemukan, meskipun ada yang mengklaim makam beliau berada di Tengginah Bator Klampis, namun kebenaran itu masih perlu diverifikasi kebenarannya. Kenyataan ini menjadi menarik, sesungguhnya makam asli Beliau tidak ada yang tahu dan tergantung pendapat orang, mengingat dari keturunan beliau tidak ada yang tahu persis keberadaan makam Kiai Abdulloh, bagi masyarakat Probungan Tenggun Klampis lebih dikenal dengan “ BUJUK KOLLA”, masing-masing orang memiliki pendapat, cerita dan versi tersendiri. Yang paling penting adalah beliau merupakan leluhur masyarakat Probungan.

Yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah, sejarah Probungan dan perkembangannya, Makam Bujuk Kolla, biografinya, maupun pengetahuan masyarakat Probungan  mengenai Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” dari segi ‘sejarah lisan’. Dari ‘sejarah lisan’ yang dimaksudkan adalah cerita-cerita Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” dan Probungan yang di turun-temurunkan dalam masyarakat tersebut. Topik ini dijadikan fokus sebab keberadaan banyak misteri mengenai Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” dan Probungan .

Kalau dokumentasi, misalnya riwayat hidup Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” dan Probungan tidak terdapatnya dokumentasi yang cukup untuk memberikan konfirmasi tentang beliau. Meskipun begitu, ada kepercayaan di daerah Probungan Klampis bahwa Kiai Abdulloh “ BUJUK KOLLA” merupakan leluhur masyarakat Probungan .

Untuk mendapatkan gambaran latar belakang tentang Kiai Abdulloh “ bujuk kolla” akan bermanfaat, melalui pemahaman tentang peristiwa dalam kehidupan beliau bisa memahami pengaruh beliau dalam masyarakat serta citra dan persepsi, maupun cerita turun temurun  terhadap beliau bagi orang-orang saat ini. Berikut ini adalah riwayat hidup
Kiai Abdulloh “ bujuk kolla”  dan Probungan secara singkat berdasarkan  tutur masyarakat yang berhasil dihimpun .

Asal Muasal Nama Probungan

Berdasarkan tutur yang berkembang di masyarakat, Probungan berasal dari kata “Poro” dan “abhuweng”, artinya burung puyuh yang berkelahi. Tersebutlah di daerah bagian utara Probungan terdapat pohon asam yang sangat besar, suatu saat ada dua ekor burung puyuh yang berkelahi di bawah pohon asam tersebut. Sehingga ada orang yang menyebut “Poro abhuweng”. Lama kelamaan, penyebutan itu berubah menjadi “Porobungan” dan kemudian dipersingkat menjadi “Probungan”. Akhirnya, sampai saat ini, daerah itu bernama Probungan.

Mengenai cerita-cerita mistis dan tempat yang dilestarikan oleh masyarakat Probungan antara lain, ada seorang pencuri yang tidak bisa pulang, tetapi seolah-olah berenang karena ia mengira berada di lautan, sedangkan tempat-tempat peninggalan yang dilestarikan adalah tempat Pertapaan Kiai Abdulloh dan masjid probungan yang dibawahnya mengalir sumber mata air.

Asal-Usul

Menurut tutur yang berkembang di kalangan masyarakat, beliau tidak diketahui kelahiran dan asal muasalnya. Hanya yang berkembang sampai sekarang, beliau masih mempunyai hubungan keluarga / keturunan dari Sayyid Zainal Abidin (Sunan Cendana/ Bujuk Cendana) Kwanyar Bangkalan Madura. Ada yang mengatakan bahwa beliau adalah putra kandung, ada juga yang mengatakan cucu dari Sayyid Zainal Abidin.

Sementara menurt versi lainnya, cerita yang berkembang akhir-akhir ini.  beliau diperkirakan keturunan Sayyid sulaiman yang mempunyai keturunan  Sayid Ali Akbar meninggalkan enam putra yang kelak menjadi penerus jejak kakeknya, Mbah Sayid Sulaiman. Mereka adalah Sayid Imam Ghazali (makamnya di Tawunan Pasuruan), Sayid Ibrahim (makamnya di Kota Pasuruan), Sayid Badruddin (makamnya di sebelah Tugu Pahlawan Surabaya), Sayid Iskandar (makamnya di Bungkul Surabaya), Sayid Ali Ashghar (makamnya di Sidoresmo)., dan  Sayid Abdullah (makamnya di Bangkalan Madura). Sayyid Abdulloh inilah yang ditengarai sebagai Kiai Abduloh bujuk kolla, Allohu A’lam.

Menurut penulis, versi masih kontroversial, karena tidak didukung oleh catatan maupun bukti-bukti yang lain, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut agar tidak menjadi kontroversi nasab dan kesejarahan. Namun yang jelas, bahwa Kiai Abdulloh bujuk kola adalah seorang penyebar agama islam sekaligus leluhur masyarakat Probungan yang menurunkan banyak ulama-ulama di daerah Klampis dan sekitarnya.

Singkatnya, menurut tutur masyarakat, tradisi yang berlaku di kalangan penyebar agama Islam adalah melakukan perjalanan penyebaran dakwah dari satu tempat ke tempat lain. Terkait dengan ini pula maka Kiai Abdulloh “Bujuk Kolla”, pada awalnya mengadakan dakwah di daerah “lentok” sebuah desa antara Banyior, Kelbung dan Binoloh kecamatan Sepulu Bangkalan.

Dakwah dan petapaannya

Pada saat menyebarkan agama Islam, beliau melakukan sambil berhalwat (bertapa) di tempat kesunyian, mendekatkan diri kepada ALLOH SWT. Sebagaimana dakwa yang dilakukan oleh banyak penyiar agama Islam, beliau mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitar, bahkan pada saat beliau berhalwat (bertapa) di suatu tempat di daerah kecamatan Sepulu, beliau mendapat gangguan luar biasa. Bahkan pada saat beliau bertapa, beliau dilempari, diganggu dan dianggap sebagai orang gila, sehingga beliau pergi meninggalkan masyarakat di daerah itu. hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan, namun beliau menerima semua itu dengn tabah dan sabar  berjalan ke arah barat sampai akhirnya tiba di suatu tempat, tepatnya di dusun Probungan Tenggun Klampis. Di tempat inilah beliau merasakan ketenangan dalam hatinya serta memasrahkan diri kepada Allah SWT,  dengen cara bertirakat, bertapa di bawah pohon polay.‎

Pembabat Probungan‎

Konon, Kiai Abdulloh Bujuk Kolla bertapa di sebuah sumber yang sekarang berubah menjadi kolam (Bahasa Madura: KOLLA), tepatnya di dusun probungan. Bujuk Kolla bertapa selama 3 (tiga) tahun,  selama dalam pertapaannya beliau ditemani kerbau putih, sampai akhirnya tempat pertapaannya membekas menjadi batu berbentuk bokong (Bahasa Madura: Tongkeng). Sampai sekarang tempat pertapaan Kiai Abdulloh Bujuk Kolla itu dirawat dan dilestarikan oleh anak keturunanya.

Selama bertapa itu beliau bermunajat kepada ALLOH SWT agar, barokah ilmunya,barokah keturunannya, dan barokah tempatnya. Sehingga beliau dikenal dengan sebutan BUJUK KOLLA. Selain itu, konon, Kiai Abdulloh Bujuk Kolla harus berjuang habis-habisan untuk membabat Probungan. Tidak sekadar bekerja keras menebang pohon-pohon besar yang masih berwujud rimba, tapi juga harus bertarung melawan bangsa Jin, sebab probungan saat itu masih sangat angker dan menyeramkan, menjadi sarang makhluk halus dan markas para dedemit (jin). Setelah selesai melakukan tapa bratanya, beliau mendirikan rumah sekaligus tempat beribadah di daerah itu, kemudian melakukan dakwah sampai akhir hayatnya.

Tidak diketahui kapan beliau wafat, dan di mana beliau dimakamkan. Menurut sebagian besar cerita yang berkembang, beliau dimakamkan di pemakaman Tengginah Bator Klampis, namun tidak diketahui nisannya. Ada yang memperkirakan, makam beliau terdapat di bagian utara areal pemakana, namun ada juga yang mengatakan dimakamkan di bagian tenggara areal makam, tapi yang jelas beliau mempunyai putra bernama Kiai Qosim yang dikenal dengan sebutan BUJUK LANGGAR. Dari beliaulah kemudian menurunkan banyak tokoh-tokoh penyiar agama Islam, khusunya di desa-desa daerah tenggara kecamatan Klampis.

Turunan Pewaris perjuangannya‎

Hasil jerih payah Kiai Abdulloh Bujuk Kolla dalam segala usahanya membawa berkah amat besar bagi kehidupan beragama kaum Muslimin sampai sekarang, khususnya di daerah probunga, tenggara kecamatan klampis dan desa-desa lain di daerah kecamatan Sepulu dan Geger bagian utara. Perjuangannya berdakwah dan mendirikan pesantren, melawan dan bergelut dengan  tantangan, telah menorehkan napak tilas terciptanya apa yang kini kerap disebut dengan kentalnya moralitas agamis dan budaya pesantren. Beliau berjasa mendirikan Pondok Pesantren di probungan , Tenggun, Klampis Bangkalan, juga menurunkan pewaris-pewaris perjuangannya.

Para pewaris perjuangannya termasuk para ulama pemangku pesantren­-pesantren di Probungan yang kemudian menyebar ke desa-desa yang lain. Menurut riwayat yang masyhur di kalangan keluarga Probungan berdasarkan catatan silsilah, seorang keturunan beliau bernama Kiai Qosim yang berjuluk BUJUK LANGGAR. Adapun asal-muasal beliau dijuluki Bujuk Langgar adalah sebagai berikut;

Konon suatu saat Kiai Abdulloh Bujuk Kolla membuat musolla (Langgar) sebagai tempat ibadah . Pada saat membuat musolla tersebut beliau dibantu oleh putranya yang masih kecil bernama Qosim. Pengerjaan musolla itu dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana, hingga suatu saat beliau Bujuk Kolla memerintah putranya (Qosim) untuk membuat tiang Musolla. Namanya saja masih kecil, kiai Qosim memotong tiang Musolla terlalu pendek, sehingga kiai Abdulloh bujuk kola marah kepada beliau. Akibatnya, kiai kosim ketakutan dan mengurut-urut tiang yang terlanjur dipotong pendek tidak sesuai dengan keinginan abahnya. Ajaib, setelah diurut-urut, akhirnya tiang itu menjadi panjang dan cukup untuk menjadi tiang sebagaimana keinginan abahnya. Sampai sekarang, bekas tiang yang diurut oleh kiai qosim masih bisa disaksikan di musolla (Langgar konah) probungan.

Menurut tutur sesepuh Probungan, sebab musabab Kiai Qosim mendapat julukan Bujuk langgar karena dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, karena beliau yang menurut-tiang langgar sebagaimana cerita di atas. Sementara menurut versi lain, kiai Qosim dikenal sebagai abid (ahli ibadah) yang senang berkhidmah selalu melakukan munajat di musolla (Langgar), sehingga beliau menyiapkan potongan bambu (Bahasa Madura: bung-bung) sebagai tempat meludah. Konon pula, ludah beliau tidak boleh diinjak orang karena akan berakibat sakit misterius bagi yang menginjaknya.

Sama seperti abahnya, kiai Qosim sangat berjasa melakukan dakwah Islam sampai akhir hayatnya. Demikian pula, tidak diketahui kapan beliau wafat, dan di mana beliau dimakamkan. Menurut sebagian besar cerita yang berkembang, beliau dimakamkan di pemakaman Tengginah Bator Klampis, namun tidak diketahui nisannya.

Kiai Qosim meninggalkan seorang putra yang bernama Kiai Syafi’I sebagai peneruh perjuangannya. Tidak diketahui banyak tentang beliau, yang jelas sama dengan abah dan kakeknya, beliau merupakan seorang pendakwah yang sangat gigih menyiarkan agama Islam melalui pendidikan pesantren maupun dakwah kepada masyarakat sekitar. Diantara keturunan Kiai Syafi’I yang paling terkenal adalah Kiai Muhammad Rosul yang dikenal dengan sebutan Juk Balai, karena beliau menempati bagiai Balai. Sementara saudaranya bernama Kiai Zainal Adzim yang dikenal dengan Bujuk Roma, karena menempati bagian rumah. Sedangkan putra-putri Kiai Syafii yang lain juga mendirikan pesantren di daerah probungan dan sekitarnya.

Diantara putra-putri kiai Syafii yang paling terkenal adalah Kiai Muhammad Rosul dan Kiai Zainal adzim, keduanya adalah pengasuh pesantren yang ditinggalkan kakek buyutnya. Keduanya pula sangat gigih dan berjasa mengembangkan strategi pendidikan dan model dakwah sebagaimana banyak dilakukan oleh para wali di zaman dahulu.

Adapun KH. Muhammad Rosul memiliki putri nyai Khofifah yang dipersunting oleh Kiai Muhammad Ro’is dan memiliki beberapa keturunan, diantaranya bernama KH. Mustofa Ro’is, beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Bi’rul Ulum Probungan, Pondok pesantren peninggalan leluhur yang diretas oleh Kiai Abdulloh Bujuk Kolla

Sementara itu KH. Zainal Adzim (bujuk roma) bin Kiai Syafi’i, dalam menjalankan dakwah dan pendidikan, dikenal  sebagai ulama yang sangat populis. Dikatakan demikian, karena dalam dakwahnya beliau menggunakan berbagai metode yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Adpun model yang dilakukan beliau adalah ditempuh dengan pendekatan agama (religion prevention). , pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif karena beliau sadar bahwa ketidaksadaran masyarakat saat itu terkait erat dengan budaya dan keawaman (pendidikan) penganutnya.  Beliau sangat menyadari apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an; Ajaklah mereka  ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS-  An-Nahl 125)  

Ayat di atas menandaskan tentang keharusan pengedepanan argumentasi logis dan bertanggung jawab, dialog, dan sejenisnya dalam mendakwahkan ajaran agama penuh hikmah dan nasihat yang baik.

Artinya, agama tidak bisa dikembangkan di atas kekerasan, sebab, agama adalah persoalan keberimanan, keyakinan yang sangat bergantung kepada ketulusan, ketajaman nurani, dan sejenisnya, dan bukan kepada kekerasan yang penuh keangkuhan. Demikian pula, kekerasan bertolak belakang seutuhnya dengan misi agama yang dihadirkan untuk kebahagiaan umat manusia.

Selain pendekatan edukatif tradisional, dakwah melalui pendekatan kutural yang dilakukan oleh KH. Zainal Adzim (Bujuk Roma) direpresentasikan dalam bentuk kesenian, sehingga dakwah beliau sangat diterima oleh kalangan masyarakat.

Menurut tutur para sesepuh masyarakat, santri KH. Zainal Adzim bukan hanya manusia, tetapi santrinya ada yang berasal dari golongan jin. Hal ini terjadi (menurut tutur para sesepuh), selain beliau dikanal sangat alim, beliau juga dikenal sangat sakti. Dalam kesehariannya, beliau terihat sering mulang (ngajar) sendirian, padahal yang mengikuti pangajiannya adalah kalangan Jin.

Adapun anak cucu dan keturunan keturunan KH. Zainal Adzim adalah seorang putri bernama Nyai Hj. Siti Mardiyah yang dipersunting oleh KH Zayyadi Tengginah, dari pasangan Nyai Hj. Siti Mardiyah dan KH Zayyadi lahir seorang putri bernama Nyai Siti Asizah memiliki putri bernama Nyai Hj Siti Muzayyahah menikah dengan RH. Abdullah, MA, memiliki beberapa putra dan putri, diantaranya Saiful Abdullah, SH, MH yang saat ini meneruskan pesantren Nurul Ulum bator Klampis yang ditinggalkan oleh ayahandanya. Semoga ruh dan semangat perjuangan yang telah diretas oleh Kiai Abdulloh Bujuk Kolla senantiasa mendapat Ridho Dari Alloh SWT.‎

Legenda Gunung Anyar Surabaya

 

Mungkin masih sedikit banyak yang tahu kalau sebenarnya di Kota Surabaya ini mempunyai 2 situs gunung. Dua gunung tersebut terletak di daerah barat dan daerah Timur dari Kota Surabaya. Di daerah barat bernama ‎Gunung Sari sedangkan di daerah Timur bernama Gunung Anyar. Di sekitar kedua Gunung tersebut saat ini telah menjelma sebagai kawasan padat penduduk yang yang sangat ramai penghuninya. Dari kedua situs gunung tersebut  tersebut yang saat ini masih bisa di bilang aktif adalah Gunung Anyar Surabaya. Legenda Gunung Anyar Surabaya ini sedikit banyak mengundang berbagai pertanyaan dari banyak masyarakat tentang keberadaan Gunung Anyar itu sendiri.

Bentuk fisik dari Gunung Anyar sekarang ini adalah berupa gundukan tanah setinggi kurang lebih 10 meter dan sekelilingnya berupa hamparan pasir yang sering di gunakan oleh warga sekitar untuk bermain sepak bola. Hingga saat ini Gunung Anyar ini masih bisa di bilang aktif, kerena dari puncaknya mesih mengeluarkan lumpur panas yang bercampur dengan cairan seperti minyak.Lelehan muntahan Gunung Anyar ini bisa mengalir hingga meluber ke sekitar gunung. Meskipun demikian beberapa ahli telah menyatakan bahwa Gunung Anyar ini aman.‎

Banyak cerita mengenai Legenda dari Gunung Anyar Surabaya ini. bahkan cerita ini sudah di ceritakan secara turun – temurun. Berikut beberapa versi Legenda Gunung Anyar yang bisa admin himpun berdasarkan cerita – cerita dari para Tetua kampung di kawasan Gunung Anyar Tersebut.

Legenda Gunung Anyar Surabaya ini berawal dari kisah pelanggaran terhadap aturan adat yang berlaku. Di ceritakan, awalnya kondisi Gunung Anyar Surabaya ini adalah berbentuk gunung  yang mempunyai kawah api seperti gunung pada umumnya. Keberadaan dari Gunung Anyar ini bahkan di ceritakan lebih dahulu ada sebelum Gunung Semeru. Tanah di sekitar Gunung Anyar ini terbilang sangat subur, dan masyarakat di sekitar Gunung Anyar ini hidup dengan cara bercocok tanam. Sayangnya tidak di jelaskan nama dari desa tersebut. Di Gunung Anyar ini terdapat aturan adat yang telah ada secara turun temurun menyatakan, bahwa siapa saja yang berada di kawasan Gunung Anyar ini agar tidak memukulkan periuk nasi yang terbuat dari bambu ke tanah. Aturan adat ini di pegang secara kuat selama turun – temurun.

Kisah Legenda Gunung Anyar ini bermula dari sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan anak gadisnya. Pada suatu pagi sang ibu meminta sang anak untuk membantunya membersihkan periuk nasi bekas makan semalam. Namun karena sang anak kurang berkenan untuk membantu, jadinya hanya membantu sekenanya saja. Akibatnya ketika periuk nasi sudah di cuci, sang ibu masih melihat adanya bekas nasi yang terselip di dalam periuk nasi tersebut. Lantas untuk membersihkan bekas nasi tersebut, sang Ibu memukulkan periuk nasi secara terbalik ke atas tanah dengan maksud agar nasi yang masih menempel bisa terlepas.

Setelah memukulkan periuk nasi tersebut, sang Ibu baru ingat akan aturan adat yang berlaku di kawasan Gunung Anyar. Namun hal tersebut sudah terlambat, sang ibu telah melanggar aturan adat yang telah di gariskan oleh para leluhur. Dalam waktu sekejab tanah di kawasan Gunung Anyar terasa berguncang hebat, di sertai dengan angin puting beliung yang menyapu seluruh desa, bahkan datang pula mendung tebal dan hujan yang sangat deras. Saking ganasnya alam, kejadian ini berlangsung selama 40 hari dan 40 malam. Akibat dari kejadian ini Gunung Anyar yang tadinya berupa gunung besar , sekarang hanya menjadi gundukan tanah saja, namun sisa – sisa keaktifannya masih ada dengan adanya cairan lumpur bercampur minyak yang masih tetep keluar hingga saat ini.

Gunung Anyar ini juga mempunyai kawah yang mengeluarkan lumpur terus-menerus dari jaman dulu sampai sekarang, akan tetapi debit lumpur-nya kecil tidak membahayakan sekitarnya, dari kawah lumpur yang keluar ini juga menambah tingginya gunung itu tapi memerlukan waktu yang lama. Tinggi gunung itu sekarang kurang lebih setinggi rumah tingkat dua dan diperkirakan tingginya dari permukaan tanah kurang lebih sepuluh meter. Inilah uniknya sebenarnya gundukan tanah akan tetapi disebut gunung juga inilah kenyataan sekarang. Sebelumnya juga penulis bertanya dalam hati, aneh ya gundukan tanah kok disebut gunung ?

Bukan berhenti saja sampai disitu apa penyebabnya buka Gunung kok disebut Gunung, dari rasa ingin tahu ini penulis juga bertanya kepada teman kerja yang rumahnya di Gunung Anyar itu, tapi teman saya itu tidak tahu sebabnya mengapa kok disebut Gunung. Suatu saat kebetulan penulis bicara ngobrol dengan seorang sopir, katanya asli orang Gunung Anyar dan penulis berkata aneh ya Gunung Anyar itu kecil tidak seperti layaknya gunung-gunung ukurannya besar. Disinilah kemudian supir itu bercerita, ceritanya itu dari nenek moyangnya yang diceritakan terus turun-temurun sampai sekarang, supir itu asli orang Gunung Anyar.

Gunung Anyar dulunya merupakan gunung yang besar dan gunung yang normal yaitu termasuk gunung hidup kawah-nya merupakan kawah api dan bukan lumpur. Kehidupan di Gunung Anyar merupakan kehidupan diatas gunung yang lengkap dengan lembah dan tebing. Kehidupan sebagian besar rakyat bertani dan berkebun dengan tanah yang subur. Pesan dari nenek moyangnya jika hidup di Gunung Anyar ada larangan tidak boleh nggedukno Wakul (memukulkan Wakul posisi Wakul tengkurap). Wakul adalah tempat menyimpan nasi sesudah di tanak, nasi ditempatkan dalam Wakul. Wakul ini terbuat dari anyaman bambu. Pesan ini turun-temurun diperhatikan oleh rakyat dari generasi ke generasi yang hidup di Gunung Anyar. Jika dilanggar akan ada bencana besar begitu keterangan yang disampaikan kepada anak cucunya.‎

Kisah Kelahiran Nabi Isa Al-Masih


Setiap anak yang terlahir ke dunia ini sudah pasti mempunyai ayah dan ibu. Seorang anak tidak mungkin lahir tanpa ayah atau ibu. Memang ada anak yang lahir diluar pernikahan. Namun demikian, anak tersebut mempunyai orang tua biologis. Yang pasti, mustahil seorang anak lahir tanpa orang tua biologis.
Kelahiran Isa Al-Masih Yang Ajaib

Hanya ada satu Pribadi yang pernah hadir di muka bumi ini yang lahir tanpa ayah, yaitu Isa Al-Masih. Kelahiran-Nya yang ajaib membuktikan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Isa Al-Masih, Kalimat Allah, lahir dengan ajaib ke dunia.

Sepanjang sejarah manusia, telah banyak para nabi dan rasul yang Allah utus ke dunia ini yang bertugas menyampaikan dan mengajarkan agama-Nya serta mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya. Salah satu di antara mereka adalah Nabi Isa ‘alaihissalaam.

Siapa itu Nabi Isa

Beliau adalah seorang lelaki yang lahir dari perut seorang wanita perawan nan suci bernama Maryam. Ibunya merupakan anak perempuan dari seorang lelaki pilihan Allah bernama ‘Imran dari keturunan Bani Israil (anak-anak Nabi Ya’kub alaihissalam). Keluarga Imran ini merupakan salah satu keluarga yang dipilih Allah untuk mendapatkan keistimewaan dari-Nya berupa nikmat kenabian.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ ذُرِّيَّةً بَعْضُهَا مِن بَعْضٍ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). Sebagiannya merupakan keturunan dari yang lainnya. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Ali ‘Imran: 33-34)

Bagaimana Kelahiran Beliau?

Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwa Nabi Isa ‘alaihissalamdilahirkan tanpa proses pernikahan ibunya Maryam dengan seorang lelaki. Artinya, beliau lahir tanpa ayah. Dan yang demikian itu bukanlah hal yang mustahil bagi Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ ۖ خَلَقَهُ مِن تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُن فَيَكُونُ

“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah”, maka jadilah ia.” (Ali ‘Imron: 59)

Ketika Maryam bertanya dengan penuh rasa heran saat mendapat kabar gembira berupa seorang putra yang akan lahir dari perutnya tanpa ‘sentuhan’ seorang lelaki, Allah menjelaskan dan menegaskan kepadanya serta kepada kita semua,

كَذَٰلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

“Demikianlah Allah, yang menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Ia sudah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Ia hanya cukup mengatakan kepadanya, “jadilah kamu”, lalu jadilah ia.” (Ali’Imran: 47)

Proses penciptaan beliau adalah dengan ditiupkannya roh ke dalam rahim ibunya, Maryam. Kemudian Allah katakan kepadanya, “kun” (jadilah), sebagaimana yang Allah sebutkan pada ayat sebelumnya. Maka, seketika itu Maryam hamil sebagaimana wanita pada umumnya dan kemudian melahirkan Nabi Isa sebagai seorang anak manusia.

Sungguh, penciptaan ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah ‎subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Alquran,

وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَىٰ رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ

“Dan telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya sebagai tanda (kekuasaan kami), dan Kami lindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Al-Mu’minun: 50)

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) 

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,ia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Maryam, bahwa ketika Jibril telah menyampaikan firman Allah kepadanya, maka Maryam dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri kepada takdir Allah Swt. Banyak ulama yang menceritakan dari ulama terdahulu, bahwa malaikat tersebut adalah Jibril a.s. Saat itu Jibril melakukan tiupan ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun kebagian bawah tubuhnya hingga masuk ke dalam farjinya, maka dengan serta-merta Maryam mengandung anak dengan seizin Allah Swt.

Setelah Maryam merasakan dirinya berbadan dua, terasa sempitlah dadanya karena kebingungan, ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang. Maryam merasa yakin bahwa orang-orang tidak akan mempercayai ucapannya bila ia ceritakan hal itu kepada mereka. Hanya Maryam menceritakan rahasia dirinya itu kepada saudara perempuannya yang menjadi istri Zakaria, karena Zakaria a.s. pernah memohon dikaruniai seorang anak kepada Allah, dan Allah memperkenankan permintaannya sehingga istrinya mengandung.

Maryam masuk ke dalam rumah saudara perempuannya. Saudara perempuannya itu bangkit menyambutnya dengan hangat, lalu memeluknya dan berkata, "Hai Maryam, tidakkah engkau merasakan bahwa saya sedang hamil?" Maryam menjawab, "Apakah engkau tidak merasakan pula bahwa diriku sedang mengandung juga?" Kemudian Maryam menceritakan kepada saudara perempuannya itu tentang kejadian yang dialaminya; keluarga Zakaria adalah keluarga yang beriman dan percaya kepada kebenaran.

Setelah peristiwa itu istri Zakaria apabila berhadapan dengan Maryam merasakan bahwa kandungan yang ada di dalam perutnya bersujud kepada kandungan yang ada di dalam perut Maryam, yakni mengagungkan dan berendah diri kepada anak yang dikandung oleh Maryam. Karena se­sungguhnya bersujud menurut syariat mereka merupakan hal yang diper­bolehkan saat memberi salam. Sebagaimana telah bersujud kepada Yusuf, kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s. Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan di dalam syariat agama Islam, demi menyempurnakan pengagungan kepada Allah Swt. Yang Mahaagung.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain yang mengatakan, "Telah dibacakan kepada Al-Haris ibnu Miskin, sedangkan saya (Ali ibnul Husain) mendengarkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim, bahwa Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa sesungguhnya Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Zakaria a.s. adalah saudara sepupu dari pihak ibu, dan kedua-duanya dikandung dalam masa yang bersamaan."

Imam Malik mengatakan, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa ibu Yahya berkata kepada Maryam,' Sesungguhnya saya merasakan anak yang ada dalam kandunganku bersujud kepada anak yang ada dalam kandunganmu'."

Imam Malik mengatakan bahwa menurut pendapatnya, demikian itu karena keutamaan yang dimiliki oleh Isa a.s., sebab Allah memberinya keistimewaan dapat menghidupkan orang-orang yang baru mati, dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit supak.

Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang masa kandungan yang dialami oleh Isa a.s. Menurut pendapat yang terkenal dari jumhur ulama, Maryam mengandung Isa selama sembilan bulan. Ikrimah mengatakan delapan bulan, karena itulah menurutnya bayi yang dilahirkan dalam usia kandungan delapan bulan tidak ada yang dapat bertahan hidup.

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Utbah ibnu Abdullah As-Saqafi yang mendengar Ibnu Abbas berkata saat ditanya mengenai kandungan Maryam, bahwa begitu Maryam mengandung, langsung melahirkan dalam waktu yang singkat.

Tetapi pendapat ini aneh sekali, seakan-akan pendapat ini tersimpulkan dari makna lahiriah firman Allah Swt. yang mengatakan:

{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 22-23)

Sekalipun huruf fa yang ada dalam ayat menunjukkan makna ta'qib (urutan), tetapi pengertiannya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku. Seperti halnya pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:

{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah, lalu ' alaqah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang.(Al-Mu’minun: 12-14)‎

Huruf fa yang ada dalam ayat ini sama bermakna t‎a'qib (menunjukkan) urutan kejadian), tetapi jarak tenggang masanya berdasarkan kebiasaan yang berlaku.

Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa di antara kedua tahap tersebut jarak masanya empat puluh hari. Dan Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:

{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}

Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? (Al-Hajj: 63)

Menurut pendapat yang terkenal, makna yang dimaksud sesuai dengan makna lahiriah ayat, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Maryam mengandung Isa sebagaimana biasanya kaum wanita mengandung anak-anaknya. Karena itulah setelah kelihatan tanda kehamilan pada diri Maryam, sedangkan di dalam masjid tempat ia berada terdapat seorang lelaki saleh dari kalangan kerabatnya, yang juga ikut berkhidmat mengurusi masjid Baitul Muqaddas; ia dikenal dengan nama Yusuf An-Najjar. Maka ketika Yusuf melihat perut Maryam semakin besar ia tidak mempercayai hal tersebut karena sepanjang pengetahuannya Maryam adalah wanita yang bersih suci lagi rajin beribadah dan kuat agamanya.

Tetapi kejadian yang dialami oleh Maryam selalu menghantui pikirannya, tanpa dapat ia enyahkan. Akhirnya dengan memberanikan diri ia bertanya kepada Maryam dengan bahasa sindiran, "Hai Maryam, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu perkara, tetapi janganlah engkau menyimpulkan hal yang tidak baik terhadap diriku." Maryam berkata, "Apakah yang hendak engkau tanyakan itu?" Yusuf berkata, "Apakah ada pohon tanpa biji, dan apakah ada tanaman tanpa benih, dan apakah ada seorang anak tanpa ayah?"
Maryam menjawab, "Ya." Maryam memahami apa yang dimaksud oleh Yusuf dalam kata sindirannya itu. Maryam melanjutkan perkataannya, "Adapun tentang pertanyaanmu yang mengatakan bahwa bisakah ada pohon tanpa biji, tanaman tanpa benih? Sesungguhnya Allah menciptakan pepohonan dan tanam-tanaman pada pertama kalinya tanpa biji dan tanpa benih. Dan mengenai pertanyaanmu, bisakah lahir anak tanpa ayah? Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan Adam tanpa melalui ayah juga ibu." Akhirnya Yusuf percaya kepada kesucian Maryam dan memaklumi keadaannya.

Setelah Maryam merasakan bahwa kaumnya telah menuduh tidak baik terhadap dirinya, akhirnya ia menjauhkan diri dari mereka ke tempat yang jauh, agar dia tidak melihat mereka dan mereka tidak melihat dirinya.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Maryam mengandung Isa dan Maryam telah mengisi penuh wadah airnya, lalu kembali, dia tidak berhaid lagi dan merasakan keadaan seperti yang biasa dirasakan oleh wanita yang sedang mengandung anak; tubuhnya terasa letih, berat badannya bertambah dan pucat, hingga lisannya terasa berat untuk berbicara. Maka tiada suatu cobaan pun yang seberat apa yang sedang menimpa keluarga Zakaria. Berita kehamilannya telah tersiar di kalangan kaum Bani Israil. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya yang menghamilinya tiada lain adalah si Yusuf. Mereka mengatakan demikian karena di dalam gereja itu tiada yang bersama dengan Maryam selain Yusuf. Akhirnya Maryam bersembunyi dari orang banyak dan membuat hijab penghalang bagi dirinya sehingga orang-orang tidak dapat melihatnya dan dia pun tidak dapat melihat mereka.

Firman Allah Swt.:

{فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}

Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma.(Maryam: 23)

Yakni rasa sakit yang dialaminya karena akan melahirkan anak memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma di tempat pengasingannya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat tersebut, As-Saddi mengatakan bahwa tempat tersebut terletak di sebelah timur mihrabnya yang merupakan tempat ia biasa melakukan ibadahnya di Baitul Maqdis. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Maryam pergi melarikan diri, dan ketika ia berada di antara negeri Syam dan negeri Mesir, ia merasakan sakit akan melahirkan anak.

Di dalam riwayat lain dari Wahb ibnu Munabbih disebutkan bahwa tempat tersebut jauhnya delapan mil dari Baitul Maqdis di sebuah dusun yang dikenal dengan nama Baitul Lahm.

Menurut kami, dalam hadis isra melalui riwayat Imam Nasai dari Anas dan riwayat Imam Baihaqi dari Syaddad ibnu Aus telah disebutkan bahwa hal itu terjadi di Baitul Lahm (tempat penyembelihan hewan alias pejagalan). Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Pendapat inilah yang terkenal dikalangan orang banyak dan diterima oleh mereka. Kalangan kaum Nasrani pun tidak meragukan bahwa Isa dilahirkan di Baitul Lahm; pendapat ini diterima di kalangan mereka. Adapula sebuah hadis yang menceritakan tentang hal ini, jika hadis tersebut memang berpredikat sahih.

Firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Maryam:

{قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا}

dia berkata, "Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” (Maryam: 23)

Ayat ini mengandung pengertian yang menunjukkan boleh mengharapkan mati di saat tertimpa fitnah; karena Maryam merasakan bahwa dirinya akan mendapat cobaan dan ujian dengan kelahiran anaknya, yang membuat orang-orang keheranan dan tidak akan mempercayai cerita yang sebenarnya. Sehingga kejadian tersebut membuat pandangan mereka terhadap dirinya menjadi terbalik; dahulu mereka menganggapnya sebagai wanita ahli ibadah dan bertakwa, kemudian mereka menganggapnya sebagai seorang wanita pelacur, menurut dugaan mereka. Karena itulah Maryam berkata kepada dirinya sendiri: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini. (Maryam: 23) Maksudnya, sebelum kejadian dia mengandung. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni diriku tidak diciptakan dan bukan berupa sesuatu apa pun. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

As-Saddi mengatakan bahwa saat Maryam merasa sakit akan melahirkan, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Aduhai, sekiranya aku mati sebelum musibah ini, dan kesedihanku karena melahirkan anak tanpa suami." Ia mengatakan demikian karena malu kepada orang-orang. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Maksudnya, dilupakan sehingga tidak ada yang mencarinya; perihalnya sama dengan kain pembalut haid bila sudah terpakai, dibuang begitu saja tanpa pikir panjang lagi. Demikian pula halnya segala sesuatu yang dilupakan dan dibiarkan, ia tidak disebut-sebut lagi.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut-sebut, dan tidak diketahui jati dirinya.

Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yaitu menjadi bayi yang mati keguguran.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa Maryam bermaksud seandainya saja dirinya tidak ada sama sekali.

Firman Allah Swt.:

فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25) فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (26) 

Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu; maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”

Sebagian ulama membaca firman-Nya:

{مَنْ تَحْتَهَا}

dari tempat yang rendah. (Maryam: 24)

menjadi man tahtaha, yang artinya orang yang ada di tempat yang lebih rendah daripadanya. Sedangkan ulama lainnya membacanya sesuai dengan apa yang tertera di-dalam mus-haf, yaknimin tahtiha, dengan mengartikan huruf min sebagai huruf jar.

Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang menyeru Maryam, siapakah dia sebenarnya?
Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah malaikat Jibril, dan Isa masih belum berbicara sebelum ibunya membawanya kepada kaumnya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Amr ibnu Maimun, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang menyerunya adalah Malaikat Jibril a.s. Jibril memanggilnya dari lembah yang ada di tempat yang lebih rendah.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah Isa putra Maryam.

Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang menyerunya adalah putranya (Isa).

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa orang yang menyerunya adalah putranya. Selanjutnya Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidakkah kamu mendengar firman-Nya yang mengatakan: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, juga oleh Ibnu Zaid.
Firman Allah Swt.:

{أَلا تَحْزَنِي}

Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24)

Yakni Malaikat Jibril menyerunya seraya mengatakan bahwa janganlah kamu bersedih hati.

{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}

sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)

Sufyan As-Sauri dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib, sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24) Bahwa yang dimaksud dengan sariyya ialah anak-anak sungai.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa as-sariy artinya sungai.‎
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Amr ibnu Maimun, bahwa as-sariy artinya sungai airnya dapat diminum.

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai menurut bahasa Siryani,

Said ibnu Jubair mengatakan sungai kecil dengan bahasa Nabti.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai kecil menurut bahasa Siryani.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sungai kecil.

Qatadah mengatakan bahwa as-sariy artinya anak sungai menurut dialek penduduk Hijaz.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan, as-sariy artinya sungai kecil yang mengalir.

As-Saddi mengatakan sungai. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu';

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شُعَيْبٍ الحَرَّاني: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ البَابلُتِّي حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ نَهِيك، سَمِعْتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ السَّرِيَّ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِمَرْيَمَ: {قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا} نَهْرٌ أَخْرَجَهُ اللَّهُ لِتَشْرَبَ مِنْهُ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Nuhaik; ia pernah mendengar Ikrimah maula (bekas budak) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya makna as-sariy yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu " (Maryam: 24), adalah sungai yang dikeluarkan oleh Allah untuk minum Maryam.

Hadis ini garib sekali bila ditinjau dari jalur periwayatannya; karena Ayyub ibnu Nuhaik Al-Habli yang ada dalam sanad hadis ini menurut Abu Hatim Ar-Razi orangnya daif. Sedangkan menurut Abu Zar'ah, hadisnya munkar (tidak dapat diterima). Menurut penilaian Abul Fath Al-Azdi, hadisnya matruk (tidak terpakai).

Ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sariy adalah Isa a.s. Hal ini dikatakan oleh Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far.

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Qatadah, dan pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutaya:

{وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ}

Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. (Maryam: 25)
Yakni peganglah pangkal pohon kurma itu.

Menurut pendapat Ibnu Abbas, pohon kurma itu pada asalnya kering. Menurut pendapat lainnya, pohon kurma itu berbuah. Mujahid mengatakan bahwa pohon kurma itu tidak berbuah. As-Sauri mengatakan dari Abu DaudNufai' Al-A'ma, bahwa pohon kurma itu sudah mati. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa yang dipegangnya itu adalah pohon kurma, tetapi di saat sedang tidak berbuah. Demikianlah menurut Wahb ibnu Munabbih. Allah memberikan karunia kepada Maryam dengan menyediakan di dekatnya makanan dan minuman, sebagai imbalan dari usahanya.

{تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا}

niscaya pohon kurma itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan dan minumlah serta bersenang hatilah kamu.(Maryam: 25-26)

Yaitu tenanglah dan bersenang hatilah kamu. Amr ibnu Maimun mengatakan, bahwa tidak ada suatu makanan pun yang lebih baik bagi wanita sehabis melahirkan selain kurma muda dan kurma masak.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا شَيْبَان، حَدَّثَنَا مَسْرُورُ بْنُ سَعِيدٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ عُروة بْنِ رُوَيْم، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَكْرِمُوا عَمَّتَكُمُ النَّخْلَةَ، فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الطِّينِ الَّذِي خُلِقَ مِنْهُ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَلَيْسَ مِنَ الشَّجَرِ شَيْءٌ يُلَقَّح غَيْرُهَا". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَطْعِمُوا نِسَاءَكُمُ الولدَ الرطَبَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبٌ فَتَمْرٌ، وَلَيْسَ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةٌ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْ شَجَرَةٍ نَزَلَتْ تَحْتَهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Masrur ibnu Sa'id At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Al-Auza'i, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Muliakanlah bibi kalian dengan kurma, karena sesungguhnya kurma diciptakan dari tanah yang diciptakan darinya Adam a.s. Tiada suatu pohon pun yang dikawinkan selain dari pohon kurma. Rasulullah Saw. pernah bersabda pula: Berilah makan kurma muda kepada wanita kalian yang habis melahirkan, jika tidak ada maka kurma masak. Tidak ada suatu pohon pun yang paling dimuliakan oleh Allah selain dari pohon kurma yang menjadi tempat berteduh Maryam binti Imran.

Hadis ini munkar sekali, tetapi Abu Ya'la telah meriwayatkannya pula dari Syaiban dengan sanad yang sama.

Sebagian ulama qiraat mambaca tussaqit dengan memakai tasydid, sedangkan sebagian ulama lainnya membacanya tusaqit tanpa tasyidid. Adapun Abu Nuhaik membacanya tasqut. Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Barra, bahwa ia membacanya yusaqit, yakni pangkal pohon kurma itu merunduk. Pada garis besarnya masing-masing dari pendapat tersebut berdekatan maknanya.

Firman Allah Swt.:

{فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا}

Jika kamu melihat seorang manusia. (Maryam : 26)
Yakni manakala kamu melihat seseorang.

{فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}

maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Bernur ah; maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26)

Makna yang dimaksud ialah Maryam berisyaratkan kepadanya yang pengertiannya seperti itu, bukan mengucapkannya dengan kata-kata; agar tidak bertentangan dengan firman-Nya:

{فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}

maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. (Maryam: 26)

Anas ibnu Malik telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

{إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا}

Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 26)

Yang dimaksud dengan puasa ialah diam atau puasa tidak bicara. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak. Menurut suatu riwayat dari Anas, disebutkan puasa dan tidak bicara; hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan selain keduanya.

Makna yang dimaksud ialah 'mereka apabila melakukan puasa, maka menurut syariat mereka tidak boleh makan dan berbicara'. Demikianlah menurut apa yang dinaskan oleh As-Saddi, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid.

Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Harisah yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Mas'ud, datanglah dua orang lelaki kepadanya; salah seorang dari keduanya mengucapkan salam, sedangkan yang lainnya tidak mengucapkan salam. Maka Ibnu Mas'ud bertanya, "Mengapa kamu?". Teman-temannya menjawab, "Dia telah bersumpah bahwa pada hari ini dia tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun." Maka Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Berbicaralah kepada orang dan ucapkanlah salam kepada mereka. Karena sesungguhnya wanita itu (Maryam) merasa yakin bahwa tidak akan ada seorang pun yang percaya kepadanya bahwa dirinya mengandung tanpa suami. Dimaksud­kan puasanya itu sebagai alasan untuk tidak bicara dengan mereka bila ia ditanya mereka." Asar ini telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa ketika Isa berkata kepada Maryam, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya (menurut tafsir ulama yang mengatakan bahwa orang yang menyerunya adalah Isa): Janganlah kamu bersedih hati.(Maryam: 24) Maryam menjawab, "Bagaimana saya tidak sedih, sedangkan kamu ada bersama dengan saya tanpa suami, juga bukan sebagai budak wanita (yang dinikahi tuannya). Maka dengan alasan apakah saya berhujah kepada orang-orang? Aduhai, sekiranya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan." Isa berkata kepadanya, "Sayalah yang akan menjawab mereka, kamu tidak usah bicara lagi." Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguh­nya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26) Ini merupakan perkataan Isa kepada ibunya. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Wahb.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...