Minggu, 24 Oktober 2021

Fitnah Kaum Mujassimah Terhadap Ahlus-Sunnah


Banyak yang tidak mengetahui sejarah oknum ulama jahat (suu) al-Mujassimah yang menisbatkan diri mereka pengikut madzhab imam Ahmad bin Hanbal, sehingga terkadang tertipu dengan ucapan-ucapan mereka yang mengandung tajsim dan tasybih kepada sifat-sifat Allah Ta’ala. Padahal imam Ahmad sendiri sangat anti dengan lafadz-lafadz tajsimiyyah sebagaimana yang telah dinukil oleh pemimpin Hanabilah Abul Fadhl at-Tamimi bahwasanya imam Ahmad bin Hanbal berkata :‎

 وَأَنْكَرَ – يَعْنيِ أَحْمَدَ- عَلىَ مَنْ يَقُوْلُ بِاْلجِسْمِ وَقَالَ إِنَّ اْلأَسْمَاءَ مَأْخُوْذَةٌ مِنَ الشَّرِيْعَةِ وَاللُّغَةِ ، وَأَهْلُ اللُّغَةِ وَضَعُوا هَذاَ اْلاِسْمِ عَلىَ ذِي طُوْلٍ وَعَرْضٍ وَسَمْكٍ وَتَرْكِيْبٍ وَصُوْرَةٍ وَتَأْلِيْفٍ وَاللهُ تَعَالىَ خَارِجٌ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ، فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يُسَمِّىَ جِسْمًا لِخُرُوْجِهِ عَنْ مَعْنىَ اْلجِسْمِيَّةِ وَلَمْ يَجِئْ فيِ الشَّرِيْعَةِ ذَلِكَ فَبَطَلَ

“ Imam Ahmad mengingkari orang yang berpendapat Allah itu berjisim dan berkata : “ Sesungguhnya nama-nama itu diambil dari Syare’at dan bahasa. Ulama ahli bahasa meletakkan nama (jisim) ini kepada sesuatu yang memiliki ukuran panjang, lebar, tinggi, bagian, gambar dan susunan sedangkan Allah keluar dari itu semua, maka tidak boleh mengatakan Allah itu jisim karena mustahilnya Allah dari makna kejisiman dan juga tidak ada sandaran dalam Sayare’at “.
[I’tiqad al-Imam Ahmad : 45]  

Oleh sebab itulah al-Imam Ibnul Jauzi memberi peringatan kepada oknum Hanabilah yang telah merusak dan mengotori madzhab imam Ahmad bin Hanbal, beliau mengatakan :

ورأيت من أصحابنا من تكلم في الأصول بما لا يصلح وانتدب للتصنيف ثلاثة : أبو عبدالله بن حامد وصاحبه القاضي وابن الزاغوني ، فصنفوا كتبا شانوا بها المذهب ورأيتهم نزلوا إلى مرتبة العوام

“ Aku melihat sahabat kami (dalam madzhab Hanbali) ada ulama yang membicarakan masalah akidah dengan sesuatu yang tidak patut dibicarakan, dan berani menulis kitab tiga orang yaitu Abu Abdillah bin Hamid dan sahabatnya yaitu Al-Qadhi Abu Ya’la dan Ibnu az-Zaghuni. Mereka telah menulis kitab yang mengotori madzhab Ahmad bin Hanbal dan aku melihat mereka telah turun ke tingkatan orang awam “[Daf’u Syubah ast-Tasybih : 97]

Ibnul Atsir mengatakan :

لقد شان أبو يعلى الحنابلة شينا لا يغسله ماء البحار

“ Sungguh Abu Ya’la telah mengotori madzhab Hanabilah dengan sesuatu yang tidak akan bisa dibersihkan dengan sebanyak air lautan “.[Kamil fit Tarikh : 10/52]

Al-Hafidz adz-Dzahabi juga mengatakan :

ورأيت لأبي الحسن بخطه مقالة في الحرف والصوت عليه فيها مآخذا والله يغفر له، فيا ليته سكت

 “ Aku telah melihat terhadap ucapan Abul Hasan (az-Zaghuni) tentang huruf dan suara yang di dalamnya ada beberapa ….semoga Allah mengampuninya, sungguh alangkah baiknya jika dia mau diam “
[Siyar A’lam an-Nubala : 19/76]

Al-Imam Taqiyyuddin al-Hashni mengatakan :

وبعد فإن سبب وضعي لهذه الأحرف اليسيرة ما دهمني من الحيرة من أقوام أخباث السريرة يظهرون الانتماء إلى مذهب السيد الجليل الإمام أحمد ، وهم على خلاف ذلك والفرد الصمد ، والعجب أنهم يعظمونه في الملأ ، ويتكاتمون إضلاله مع بقية الأئمة ، وهم أكفر ممن تمرد وجحد ويضلون عقول العوام وضعفاء الطلبة

“ Waba’du, sesungguhnya sebab aku menulis kitab kecil ini adalah karena sesuatu yang membuatku heran dari orang-orang yang buruk perjalanan hidupnya, yang menampak-nampakkan pengakuan nisbat kepada imam Ahmad bin Hanbal, padahal mereka demi Allah, bertentangan dengan imam Ahmad, lebih aku heran mereka begitu menganggungkan imam Ahmad di depan public akan tetapi menysesat-nyesatkan para imam lainnya di bukan depan public. Mereka lebih kufur daripada orang pengingkar, mereka menyesatkan akal-akal orang awam dan penutut ilmu yang lemah “
[Daf’u Syubhah Man Syabbaha wa Tamarrada : 20]

Dan oleh sebab inilah, imam as-Subuki ketika menyebut ulama Hanabilah, beliau menyebutnya dengan Fudhala al-Hanabilah (Ulama utama / baik dari Hanabilah), karena memang faktanya ada oknum ulama menyimpang yang menisbatkan diri mereka kepada madzhab imam Ahmad bin Hanbal. Dalam salah satu ucapannya, as-Subuki mengatakan :

وهؤلاء الحنفية والشافعية والمالكية وفضلاء الحنابلة في العقائد يد واحدة كلهم على رأي أهل السنة والجـماعة يدينون لله تعالى بطريق شيخ السنة أبي الحسن الأشعري رحمه الله

“Mereka ulama Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Fudhala Hanabilah dalam akidah adalah satu prinsip. Semua berdasarkan akidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, mengamalkan agama Allah atas dasar manhaj syaikh sunnah yaitu Abul Hasan al-Asy’ari “
[Mu’id an-Ni’am wa Mubid an-Niqam : 62]

Semoga Allah meninggikan derajat para Fudhala’ al Hanabilah seperti Ibrahim al Harbi, Abu Dawud, al Atsram, Abu al Husen al Munadi, Abu al Hasan at-Tamimi, Abu al Fadl at-Tamimi, Abu al Khaththab, Ibnu ‘Aqil, Ibnu al Jawzi, Ibnu Balban (Muhammad ibn Badruddin ibn Balban ad-Dimasyqi al Hanbali dan lainnya. Mereka adalah ulama’ hanabilah yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam (Ahlussunnah wal Jama’ah), dan mereka sangat toleran pada khilafiyah furu’iyah.

Berikut ini kami tampilkan fakta sejarah, di mana ulama mujassim Hanabilah hampir di setiap masa selalu membuat onar dan kerusuhan kepada ulama lainnya dan umat Muslim. Mereka mudah sekali membuat fitnah kepada ulama dan umat muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Pangkal penyimpangan mereka tidak ada lain karena menyimpang dari manhaj imam Ahmad bin Hanbal dan merasa pemahaman mereka paling benar sendiri.

Dan kami akan menyebutkan fakta sejarah di mana mereka tanpa peduli apapun berani meracuni ulama-ulama Ahlus sunnah seperti imam Fakruddin ar-Razi dan lainnya hingga tewas.

FITNAH PERTAMA :

Al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari versus Mujassimah Hanabilah.

Imam as-Sayuthi bercerita :

وفي بعض المجامع أن قاصا جلس ببغداد فروى في تفسير قوله تعالى { عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا } أنه يجلسه معه على عرشه فبلغ ذلك الإمام محمد بن جرير الطبري فاحتد من ذلك وبالغ في إنكاره وكتب على باب داره سبحان من ليس له أنيس ولا له في عرشه جليس فثارت عليه عوام بغداد ورجموا بيته بالحجارة حتى انسد بابه بالحجارة وعلت عليه

“ Di sebagian perkumpulan, sesungguhnya ada seorang pencerita duduk bermajlis di Baghdad, lalu ia membawakan riwayat tafsir ayat “ Semoga Tuhanmu membangkitkanmu dengan kedudukan yang terpuji “, sesungguhnya Allah akan mendudukkan Nabi bersamaNya di atas Arsy-Nya. Maka kabar ini sampai didengar oleh imam ath-Thabari sangat marah dari hal itu dan sangat mengingkarinya, maka beliau menulis di pintu rumahnya : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat (anis) dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “. Maka kaum awam Baghdad terprofokasi dan melempari beliau dengan batu hingga pintu rumahnya penuh dengan batu yang menutupinya “.
[Al-Asrar al-Marfuu’ah fil Akbaar al-Maudhu’ah : 1/61]

Kisah ini juga disebutkan juga oleh al-Imam Yaqut al-Hamawi dalam kitab tarikhnya Mu’jam al-Udaba : 6/2450. Ibnu Atsir menyebutkannya dalam kitabnya al-Kamil fit Tarikh, as-Subuki menyebutkannya di ath-Thabaqat, Ibnu Katsir menyebutkannya di kitab Tarikhnya Al-Bidayah : 11/146, as-Suyuthi menyebutkan di Tahdzir al-Khawwash min Ahaadits al-Qashshash : 1/161 dan lainnya.

Kronologinya, saat itu imam Ibnu Jarir tiba di kota Baghdad, maka Abu Abdillah al-Jashshash, Jakfar bin ‘Arafah, al-Bayyadhi dan Hanabilah mendatangi beliau yang saat itu berada di masjid Jami’  hari Jum’at, lalu mereka bertanya tentang imam Ahmad bin Hanbal dan tentang hadits yang menjelaskan Nabi duduk bersama Allah di atas Arsy. Maka imam ath-Thabari menjawab, “ Imam Ahmad ikhtilafnya tidak dianggap, adapun hadits julus, maka itu adalah mustahil “, lalu beliau mengucapkan :

سبحان من ليس له أنيس, ولا له في عرشه جليس
 
“ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “

Maka jawaban beliau ini didengar oleh kaum Hanabilah lainnya, segera mereka lari mendatangi imam Ibnu Jarir dan melempari beliau dengan benda-benda. Maka beliau pulang ke rumahnya dan menulis di pintu rumahnya : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “dan diikuti oleh banyak kaum Hanabilah dan melempari pintu beliau dengan batu sehingga rumah beliau tertutupi dengan gundukan batu. Kemudian kaum Hanabilah menghapus tulisan di pintu beliau itu dan menggantinya dengan tulisan : “ Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang tinggi,  kelak akan duduk di sisi Allah di atas Arsy-Nya “. Beliau berkholwat begitu lama dalam rumahnya hingga wafat di malam hari.
[Lihat kitab Mu’jam al-Udaba : 18/57-59]

Al-Hafidz Ibnu Katsir bercerita :

ودفِن في داره، لأن بعض عوامالحنابلة،ورعاعهم، منعوا من دفنه نهارًا، ونسبوه إلى الرفض، ومن الجهلة من رماه بالإلحاد… بل كان أحد أئمة الإسلام علمًا وعملا بكتاب الّله وسّنة رسوله

“ Dan beliau dimakamkan di dalam rumahnya, karena sebagian kaum awam dan rendahan Hanabilah, melarang pemakaman imam Ibnu Jarir di siang hari. Mereka menuduhnya rafidhah (syi’ah), ada juga kaum bodoh yang menuduh beliau dengan ilhad…padahal beliau adalah salah satu imam Islam yang alim dan mengamalkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya “.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah : 11/136-147]

Dalam kisah yang diutarakan dua ulama besar ini, jelas bahwasanya imam ibnu Jarir ath-Thabari memiliki keyakinan Allah suci dari jismiyyah dan jihah, Karena dalam konteks ini, ath-Thabari menolak pemahaman yang selama ini dipegang oleh sebagian ulama hanabilah yang mujassimah bahwa Allah duduk dan bersentuhan dengan Arsy.

Dalam kasus ini, al-Hafidz Ibnu Katsir menyebut musuh imam ath-Thabari dengan Kaum awam dan rendahan Hanabilah, menunjukkan saat itu imam Ibnu Jarir mendapat fitnah dari oknum atau kelompok ulama yang mengaku dan menisbatkan diri mereka kepada madzhab imam Ahmad bin Hanbal padahal mereka hanyalah kaum awam dan kaum rendahan.

FITNAH KEDUA :

Pengikut Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali versus kaum muslimin.

Imam Ibnu Atsir (w. 630 H) bercerita dalam kitab tarikhnya :

وفيها وقعت فتنة عظيمة ببغداد بين اصحاب ابي بكر المروزي الحنبلي ، وبين غيرهم من العامة ، ودخل كثير من الجند فيها ، وسبب ذلك ان اصحاب المروزي قالوا في تفسير قوله تعالى [ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا ] هو ان الله سبحانه وتعالى يقعد النبي صلى الله عليه وسلم معه على العرش ، وقالت الطائفة الاخرى انما هو الشفاعة ، فوقعت الفتنة واقتتلوا ، فقتل بينهم قتلى كثيرة

“ Dan pada tahun 317 Hijriyyah, satu fitnah yang besar telah berlaku di Baghdad di antara pengikut Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali dan orang-orang lain daripada masyarakat umum. Dan ramai daripada tentera telah masuk ke dalamnya (Baghdad). Dan sebab bagi (fitnah) tersebut ialah bahawa sesungguhnya para pengikut al-Marwazi mentafsirkan firman Allah Ta’ala (Surah al-Isra’: 79):

“semoga Tuhanmu membangkit dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji.” bahawa sesungguhnya Allah [Maha Suci] akan meletakkan Nabi SAW bersamanya di atas Arash.Dan golongan yang lain pula berkata: Hanyasanya ia (tempat yang terpuji itu) adalah Shafaat.Maka berlakulah fitnah dan mereka saling berbunuhan, sehingga yang terbunuh di kalangan mereka itu sangat ramai.”
[Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 129]

Lihatlah wahai pembaca budiman yang mencari kebenaran, fitnah Tajsim yang timbul pada tahun 317H di Baghdad dari salah seorang Hanabilah Mujassimah iaitu Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali telah menyebabkan pertumpahan darah yang banyak berlaku di kalangan umat Islam, hasil daripada tafsiran menyelewengnya terhadap nas al-Quran.

FITNAH KETIGA :

Imam Ibnu al-Atsir (w. 630 H) bercerita tentang keadaan Baghdad di tahun 323 Hijriyyah.

وفيها عظم أمر الحنابلة، وقويت شوكتهم، وصاروا يكسبون من دور القواد والعامة، وإن وجدوا نبيذا أراقوه، وإن وجدوا مغنية ضربوها وكسروا آلة الغناء، واعترضوا في البيع والشراء، ومشى الرجال مع النساء والصبيان، فإذا رأوا ذلك سألوه عن الذي معه من هو، فأخبرهم، وإلا ضربوه وحملوه إلى صاحب الشرطة، وشهدوا عليه بالفاحشة، فأرهجوا بغداد.

“ Disana [Baghdad] Hanabilah semakin kuat dan mempunyai kekuasaan. Mereka memainkan peran militer dan sipil. Jika mereka menemukan Nabidz [minuman yang dibuat dari perasan anggur atau kurma maka langsung dialirkan/dibuang, mereka memukul para penyanyi dan merusak alat musiknya. Jika ada seorang laki-laki dan wanita beserta anak-anak sedang berjalan bersama, maka lantas ditanya; siapakah itu?. Jika bisa menjawab, maka dilepaskan. Jika tidak, maka akan dipukul dan diserahkan ke polisi dan menuduhnya telah berbuat fakhisyah/ kejelakan. “
[Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 129]

Lebih lanjut beliau bercerita :

وزاد شرهم وفتنتهم، واستظهروا بالعميان الذين كانوا يأوون المساجد، وكانوا إذا مر بهم شافعي المذهب أغروا به العميان، فيضربونه بعصيهم، حتى يكاد يموت.

“Fitnah itu semakin bertambah kejelekannya. Orang-orang awam yang berada di Masjid, ketika ada seseorang yang bermadzhab Syafi’i lewat depan mereka, maka akan dipukuli. Bahkan sampai hampir meninggal. “

Begitulah kelakuan ulama’ yang menyimpang dan sering buat ONAR, (sebagaimana kata Ibnu Katsir di awal) para ulama Awam dan rendahan dari madzhab Hanabilah, seperti dalam kasus perseteruan Imam Ath-Thabary dengan Ulama’ (awam) Hanabilah, yang sangat bencinya kepada Imam Ath-Thabary.

Sampai akhirnya Pemerintah turut campur, Khalifah ar-Radhi Billah Abu al-Abbas Ahmad bin al-Muqtadir Billah (w. 329 H) mengeluarkan putusan. Sebagaimana lanjutan cerita Ibnu Atsir berikut :

فخرج توقيع الراضي بما يقرأ على الحنابلة ينكر عليهم فعلهم، ويوبخهم باعتقاد التشبيه وغيره، فمنه تارة أنكم تزعمون أن صورة وجوهكم القبيحة السمجة على مثال رب العالمين، وهيئتكم الرذلة على هيئته، وتذكرون الكف والأصابع والرجلين والنعلين المذهبين، والشعر القطط، والصعود إلى السماء، والنزول إلى الدنيا، تبارك الله عما يقول الظالمون والجاحدون علوا كبيرا، ثم طعنكم على خيار الأئمة، ونسبتكم شيعة آل محمد – صلى الله عليه وسلم – إلى الكفر والضلال، ثم استدعاؤكم المسلمين إلى الدين بالبدع الظاهرة والمذاهب الفاجرة التي لا يشهد بها القرآن، وإنكاركم زيارة قبور الأئمة، وتشنيعكم على زوارها بالابتداع  وأنتم مع ذلك تجتمعون على زيارة قبر رجل من العوام !! ليس بذي شرف ولانسب ولاسبب برسول الله صلى الله عليه وسلم ، وتامرون بزيارته وتدعون له معجزات الانبياء وكرامات الاولياء !! ، فلعن الله تعالى شيطانا زين لكم هذه المنكرات وما أغواه ، وامير المؤمنين يقسم بالله جهدا اليه الوفاء به ، لئن لم تنتهوا عن مذموم مذهبكم ومعوج طريقتكم ليوسعنكم ضربا وتشريدا وقتلا وتبديدا ، وليستعملن السيف في رقابكم والنار في منازلكم ومحالكم

Point-point putusan ar-Radhi Billah bisa disimpulkan :

- Ar-Radhi Billah Mengutuk dan mengecam perilaku Hanabilah saat itu

- Mengutuk Aqidah Tasybih mereka, mereka menyangka bahwa wajah mereka yang jelak itu serupa dengan wajah Allah [subhanahu wa ta’ala amma yashifun], menyebutkan telapak tangan, dua kaki, naik ke langit, turun ke dunia.

- Mereka mencela orang-orang pilihan umat ini, menisbatkan pengikut keluarga Nabi Muhammad [red: Habib], kepada kekufuran dan kesesatan. Menyangka bahwa umat Islam telah masuk kepada kebid’ahan dan madzhab yang tercela.

- Mereka mengingkari ziarah kepada Qubur orang para Imam dan mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.

- Ar-Radhi Billah marah dan murka kepada Hanabilah dan mengatakan bahwa perbuatan mereka itu telah dihiasi oleh syaitan.

- Jika tidak berhenti dari perilaku mereka itu, maka ar-Radhi Billah dan pasukannya akan memerangi mereka. 
[Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 131]

FITNAH KEEMPAT :

Imam Ibnu al-Atsir (w. 630 H) bercerita tentang keadaan Baghdad di tahun 447 Hijriyyah :

في هذه السنة وقعت الفتنة بين الشافعية والحنابلة ببغداد ، ومقدم الحنابلة ابو يعلى بن الفراء وابن التميمي ، وتبعهم من العامة الجم الغفير !! ، وانكروا الجهر ببسم الله الرحمن الرحيم ، ومنعوا من الترجيع في الاذان ، والقنوت في الفجر ، ووصلوا الى ديوان الخليفة ولم ينفصل حال ، واتوا الى مسجد بباب الشعير فنهوا امامه عن الجهر بالبسملة ، فاخرج مصحفا وقال : ازيلوها من المصحف حتى لااتلوها ؟

Fitnah antara Fuqaha’ Syafi’iyah dan Hanabilah di Baghdad, yang dimotori Ulama Hanabilah yaitu Abu ‘Ali bin Al-Farra’ dan Ibnu At-Tamimy dan para pengikutnya. mereka mengingkari mengeraskan bissmillahirrahmanirrahim (pada surat Al-Fatihah), melarang mengulangi adzan (ketika sholat jumat) dan membaca qunut pada sholat Subuh. mereka mendatangi Khalifah dan kasus ini tidak dapat dihentikan. Sampai2 Ulama hanabilah datang ke masjid Bab Asy-Sya’ir, mereka melarang mengeraskan bacaan basmalah. Salah satu diantara mereka mengeluarkan sebuah mushaf Al-Qur’an dan berkata “hapuslah (bismillah) ini dari mushaf (al-Qur’an) sampai mereka tidak membacanya lagi)).
[Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 325]

Jika Ibnu al-Atsir (w. 630 H) menuliskan fitnah terjadi antara Hanabilah dan Syafi’iyyah, maka Ibnu Katsir (w. 774 H) menuliskan bahwa fitnah terjadi antara Hanabilah dengan Asya’irah. Kedua Ulama’ sejarawan disini sedang menceritakan kejadian di tahun yang sama dan tempat yang sama. Sebenarnya konfliknya sama, hanya beda sudut pandang. Antara Hanabilah dan Syafi’iyyah Asy’ariyyah.

FITNAH KELIMA :

Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan :

وفي شوال وقعت الفتنة بين الحنابلة والأشعرية ، وكان السبب أنه ورد  إلى بغداد أبو نصر ابن القشيري ، وجلس في النظامية ، وأخذ يذم الحنابلة وينسبهم إلى التجسيم ،… ومال أبو إسحاق الشيرازي إلى نصرة القشيري

“Dan di bulan Syawwal, terjadilah fitnah antara Hanabilah (oknum) dan Asy’ariyyah. Penyebabnya adalah kedatangan Abu Nashr Ibn Al-Quysairi di Baghdad dan duduk di an-Nizdhamiyyah, lalu mencela Hanabilah dan menisbatkan mereka dengan tajsim…imam Abu Ishaq asy-Syairazi lebih membela al-Qusyairi “
[Al-Muntadzham, Ibnul Jauzi : 8/305]

Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali menceritakan :

وكتب إلى نظام الملك الوزير يشكو الحنابلة ، ويسأله المعونة ، فاتفق جماعة من أتباعه على الهجوم على الشريف أبي جعفر في مسجده والإيقاع به ، فرتب الشريف جماعة أعدهم لرد خصومة إن وقعت ، فلما وصل أولئك إلى باب المسجد رماهم هؤلاء بالآجر ، فوقعت الفتنة ، وقتل من أولئك رجل من العامة وجرح آخرون 

“ Ia menulis surat kepada perdana menteri Nidzam al-Mulk dan mengaduhkan perihal Hanabilah, ia meminta biaya. Lalu kelompok pengikutnya sepakat untuk menyerang syarif Abu Jakfar di masjidnya. Maka syarif menyusun kelompok dan mempersiapkan untuk melawannya. Maka ketika mereka sampai di pintu masjid, mereka melemparinya dengan batu bata, dan terjadilah fitnah, maka terbunuhlah satu orang awam dari mereka dan banyak yang luka “.
[Dzail ath-Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab : 1/19]

Hanabilah yang Mujassimah merupakan minoritas dikalangan Hanabilah yang berpaham sesat. Meskipun minoritas namun mereka gencar melakukan fitnah, bahkan melakukan usaha-usaha pembunuhan.

Namun, sungguh banyak bahkan mayoritas Hanabilah sesungguhnya berpaham akidah Ahlu sunnah wal Jama’ah dan rata-rata mereka adalah shufiyyah (bertawassuf). Berikut kami akan tampilkan fakta sejarahnya:

 1. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani al-Baghdadi.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Pemimpin para ‘arifin, dan penghulu ahli thariqah di masanya, pemilik maqam dan karomah dan ahwal yang ma’ruf “.
2. Utsman bin Marzuq bin Humaid al-Qurasyi.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Selesai pendidikan tarbiyah kaum muridin (shufiyyah) di Mesir. Beliau dan Abu Madyan berkumpul dengan syaikh Abdul Qadir al-Jailani, kemudian mendapatkan khirqah dari syaikh Abdul Qadir serta meriwayatkan beberapa riwayat darinya “.
3. Muhamamd bin hmad bin Abdullah al-Ba’labakki.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau menggunakan pakaian tasawwuf dari syaikh Abdullah al-Baththayihi, sahabat syaikh Abdul Qadir al-Jailani “
4. Ahmad bin Ibrahim bin Mas’ud al-Hazzami.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau seorang yang zuhud, patut dicontoh dan arif billah. Ayahnya seorang pemimpin thariqah Ahmadiyyah. Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah begitu menghormatinya hingga mengatakan bahwa syaikh Ahmad bin Ibrahim adalah imam Junaid di masanya “.
5. Abdullah bin Ahmad bin Quddamah.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau sempat bermukim (mondok) di Madrasah syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam masa yang sebentar “.
6. Junaid bin Muhammad al-Junaid.
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan : “ Beliau masyhur bersahabat dengan Haris al-Muhasibi dan pamannya Sirri as-Saqathi. Dan beliau merutinkan ibadah, hingga Allah membukankan baginya ilmu-ilmu yang banyak sebab ibadahnya. Beliau berbicara dengan thariqah shufiyyah “.

Al-Qadhi Abul Husain mengatakan :

ما احذنا التصوف عن القيل والقال ولكن عن الحوع وترك الدنيا وقطع المألوفات المحتحسنات

“ Kami tidak mengambil ilmu tasawwuf dari banyaknya bicara, akan tetapi dengan rasa lapar, meninggalkan dunia dan memutus segala hal yang enak dan lezat “
7. Ma’ruf al-Khurkhi.
Al-Qadhi Abul Husain mengatakan : “ Beliau salah satu dari ahli shufi yang masyhur dengan zuhud dan meninggalkan dunia, banyak didatangi oleh orang shalih dan beliau selalu diambil berkahnya oleh orang-orang arif saat berjumpa “
8. Muhammad Abdullah bin Umar al-Muqri ash-Shufi.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau mengambil dan memakai khirqah dari as-Sahruwardi “
9. Abul Qasim bin Yusuf al-Hawari.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau adalah seorang shufi yang zuhud lagi masyhur, pemiliki Zawiyah di Hawari. Beliau memiliki banyak murid dan pengikut dari berbagai daerah “
10. Abu Imran al-Hanbali.
Al-Qadhi Abul Husain mengatakan : “ Beliau seorang shufi dan menuqil suatu riwayat dari imam kita (Ahmad bin Hanbal) “.
11. Ahmad bin Ali al-Muqri al-Hanbali.
Al-Qadhi Abul Husain mengatakan : “ Beliau seorang shufi yang yang beradab, ayah dari al-Khathtab al-Baghdadi “
12. Abdullah bin Muhammad al-Anshori.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau seorang hafidz, seorang shufi, penasehat, syaikh Islam..beliau seorang ahli ibadah, zuhud, memiliki ahwal dan karomah “
13. Ali bin Aqil bin Muhammad al-Baghdadi.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Guruku dalam ilmu adab Tasawwuf adalah Abu Manshur dan aku memuji guruku dengan zuhud dan berakhlak dengan akhlak para shufiyyah masa lalu “
14. Abdul Aziz bin Abul Qasim al-Babashri.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau seorang ahli fiqih yang shufi “.
15. Muhammad bin Abdullah al-Baghdadi.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau seorang ahli hadits yang shufi, memakai khirqah tasawwuf dari as-Sahruwardi “.
16. Muhammad bin Muslim Abu Abdillah ash-Shali.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab adz-Dzail ‘ala Thabaqat al-Hanabilahnya mengatakan : “ Beliau seorang ahli fiqih, shalih dan zuhud. Dan beliau seorang aqdhi yang adil, beliaulah yang telah mencegah dan melarang Ibnu Taimiyyah dari berfatwa tentang masalah thalaq dan selainnya dari masalah-masalah yang bertentangan dengan madzhab imam Ahmad bin Hanbal “.
17. Ibrahim bin Abdul Wahhab al-Baghdadi.
Ibnu Humaid al-Hanbali berkata : “ Beliau selalu rutin menghadiri perkumpulan-perkumpulan dan menghadiri majlis tasawwuf “.
18. Ahmad bin Abdul Aziz bin Najjar al-Fattuhi.
Ibnu Humaid al-Hanbali berkata : “ Di awal umurnya beliau mengingkari kaum shufiyyah dan ketika berkumpul dengan sayyid Ali al-Khawaash dan lainnya, maka beliau tunduk dan percaya dengan mereka. Setelah itu beliau merasa sangat menyesal karena sejak awal umurnya tidak berkumpulo dengan kaum shufiyyah. Kemudian beliau mendapatkan futuh dalam thariqahnya dan memiliki kaysf yang agung sebelum wafatnya “.
19. Ahmad bin Abdullah al-Ba’li.
Ibnu Humaid al-Hanbali berkata : “ Beliau mengambil tahriqah al-Kholwatiyyah dari ustadz Muhammad bin Isa al-Kannani al-Hanbali “
20. Hasan bin Umar asy-Syatha ad-Dimasyqi.
Ibnu Humaid al-Hanbali berkata : “ Beliau memiliki bagian sempurna dari ilmu tasawwuf, banyak beribadah, dzikir dan wirid. Dan memiliki kitab Maulid Nabi “
21. Abdul Baqi al-Hanbali.
Ibnu Humaid al-Hanbali berkata : “ Beliau mengambil thariqah shufiyyah dari anak pamannya dan ditalqin olehnya “.

Dan masih banyak lagi ratusan ulama Hanabilah yang ahli tasawwuf yang tidak kami cantumkan di sini. Mereka semua adalah mayoritas ahli shufi yang beraqidahkan Ahlus sunnah wal Jama’ah bukan berakidahkan mujassimah.

Abu Muhammad bin Tamim al-Hanbali mengatakan : “ Imam Ahmad bin Hanbal sangat mengangungkan kaum shufiyyah dan menghormati mereka, beliau pernah ditanya tentang ahli shufi yang suka duduk di masjid, maka beliau menjawab, “ mereka punya ilmu, duduk lah bersama mereka “. 

Al-Qadhi Abul Husain al-Hanbali berkata, Abu Dzar bercerita : “ Sewaktu aku bersama Abul Fath al-Qawaas al-Hanbali ash-Shufi, beliau mengambil kitab dari tempatnya dan membukanya tiba-tiba melihat ada kotoran tikus di dalam kitabnya tersebut. Maka al-Qawaas berdoa buruk kepada tikus yang mengotori kitab beliau tersebut. Maka seketika itu tiba-tiba jatuhlah tikus dari atap rumahnya, tikus itu kejang-kejang kemudian mati “.

Al-Hafidz adz-Dzahabi bercerita : “ Abu Ar-Rabi’ bin Salim al-Hafidz berkata, “ Ketika waktu wafatnya Abu Muhammad bin Ubaidillah, kota Mesir sedang dilanda paceklik, maka ketika janazah beliau diletakkan di samping kuburan, orang-orang bertawassul dan beristighatsah dengan beliau, maka malam harinya turunlah hujan deras. Dan tidaklah orang-orang befziarah ke makam beliau selama seminggu, kecuali berjalan dengan tanah yang becek “.

Beberapa peristiwa fitnah mujassimah al-Hanabilah, padahal masih banyak lagi fitnah mereka yang tidak kami tulis mengingat lima fitnah itu sudah cukup menjadi ‘ibrah bagi kita dengan mengaca sejarah tersebut. Apa yang terjadi saat ini dari radikalisme kaum wahabi-salafi, sejak kemunculan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah episode lanjutan dari fitnah kaum mujassimah  terdahulu yang mengaku-ngaku pengikut madzhab Hanbali. Seandainya mereka memiliki kekuasaan yang besar bagi dunia, maka niscaya fitnah berdarah itu akan terulang kembali bagi dunia Islam meskipun fitnah-fitnah itu sudah terjadi di berbagai daerah muslimin. Maka sungguh benar sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :

مِنْ هَا هُنَا جَاءَتِ اْلفِتَنُ، نَحْوَ اْلمَشْرِقِ، وَاْلجَفَاءُ وَغِلَظُ اْلقُلوْبِ فيِ اْلفَدَّادِينَ أَهْلُ اْلوَبَرِ، عِنْدَ أُصُوْلِ أَذْنَابِ اْلإِبِلِ وَاْلَبقَرِ فِي رَبِيْعَةْ وَمُضَرً

“Dari sinilah muncul fitnah-fitnah, dari arah Timur, (muncul) sifat kasar, dan keras hati dalam orang-orang yang sibuk mengurus unta dan sapi, kaum Baduwi, di ujung ekor-ekor unta dan sapi, dalam  kaum Rabi’ah dan Mudhar.” (HR. al-Bukhari)
Dalam riwayat yang lain :

هَا إِنَّ اْلفِتْنَةَ هَهُنَا، هَا إَنَّ اْلفِتْنَةَ ههُنَا، هَا إِنَّ اْلفِتْنَةَ ههُنَا، مِنْ حَيْثُ يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan.” (HR. Muslim)

Dan kali ini kami akan menampilkan bukti fakta sejarah tindak pembunuhan yang dilakukan kaum Hanabilah dan Karomiyyah yang mujassimah kepada beberapa ulama Ahlus sunnah wal Jama’ah.

1. Pembunuhan terhadap al-Imam Abu Bakar Furak al-Asy’ari.

ودعي إلى مدينة غزنة، وجرت له بها مناظرات، وكان شديد الرد على ابن كرام- المجسم – ، ثم عاد إلى نيسابور، فسم في الطريق- أي مات مسموما – ، فمات بقرب بست، ونقل إلى نيسابور، ومشهده بالحيرة يزار، ويستجاب الدعاء عنده

“Beliau diundang ke kota Guznah, dan terjadilah perdebatan di sana. Beliau orang yang sangat menentang Ibnu Karram (al-Mujassim). Kemudian kembali ke Naisabur. Lalu beliau diracun diperjalanan dan wafat dalam keadaan teracuni. Beliau wafat dekat dengan Bast, dan dipindah ke Naisabur. Masyhad (makam) beliau ada di Hirah dan diziarahi, dan terkabukkan doa di sisi makamnya “.

2. Pembunuhan terhadap al-Imam al-Buuri asy-Syafi’i dan jama’ahnya.

Al-Imam Ibnul Atsir bercerita :

وفيها مات البوري الفقيه الشافعي، تفقه على محمد بن يحيى، وقدم بغداد ووعظ، وكان يذم الحنابلة، وكثرت أتباعه، فأصابه إسهال، فمات هو وجماعة من أصحابه، فقيل: إن الحنابلة أهدوا إليه حلوى فمات هو وكل من أكل منها

“Dan di tahun 567 Hijriyyah, wafatlah ulama ahli fiqih yaitu al-Buuri asy-Syafi’i. beliau belajar fiqih kepada Muhammad bin Yahya. Datang ke Baghdad dan member nasehat. Beliau telah mencela kaum Hanabilah (yang mujassimah) di dalam majlisnya dan semakin  banyak pengikutnya, lalu beliau terkena sakit perut (keracunan makanan), maka beliau wafat dan beberapa pengikutnya yang bersamanya. Dikatakan bahwa kaum Hanabilah memberikan hadiah manisan kepada beliau, maka beliau wafat dan orang-orang yang ikut makan bersamanya.

3. Pembunuhan terhadap al-Imam Fakhruddin ar-Razi.

وتوفى الإمام الرازى سنة 606 من الهجرة ، قيل فى سبب وفاته أنه مات مسموما ، لخلاف بينه وبين الكرامية فى أمور العقيدة حتى كفرهم فسموه ومات بسبب ذلك

“Imam Fakhruddin ar-Razi wafat tahun 606 Hijriyyah, dikatakan penyebab beliau wafat adalah karena diracun, disebabkan perseteruan antara beliau dan kaum Karomiyyah dalam perkara akidah, sehingga beliau mengkafirkan mereka dan mereka meracuni beliau hingga wafat “

3. Pembunuhan terhadap syaikh Marbad bin Hamd at-Tamimi.

Beliau dibunuh di kota Raghbah saat kembali pulang dari berkunjung ke tempat syaikh ash-Shan’ani dari Shan’a. Dengan keperluan menyadarkan syaikh ash-Shan’ani tentang pujiannya kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka syaikh ash-Shan’ani sadar dan menarik kembali pujiannya tersebut.

4. Syaikh Abdullah bin Ali bin Amr Alu Rasyid al-Hanbali,

seorang pembesar ulama madzhab Hanbali. Beliau sempat mengarang kitab bantahan terhadap wahabi dengan judul “ ar-Radd al-Munif fi ar-Radd ‘ala Ali Abdil Lathif “. Dengan sebab ini lah beliau wafat dibunuh pihak Abdul Lathif.

5. Hakim Uyainah, Ustman bin Mu’ammir.

Beliau tewas dibunuh oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya di hari Jum’at selepas sholat jum’at dan masih di dalam masjid di bulan mulia Rajab, dengan tuduhan berkhianat dan murtad. sebagaimana direkam oleh Ibn Ghannam dalam Tarikh Najdnya:

“Ketika umat Islam mengetahui hal itu (pengkhianatan Utsman), maka beberapa orang berencana membunuhnya, di antaranya Hamd bin Rasyid dan Ibrahim bin Zaid. Seusai shalat Jumat, mereka membunuh Utsman di tempat shalatnya di dalam masjid pada bulan Rajab tahun 1163 H.”

Dan masih banyak lagi para ulama Ahlus sunnah yang menjadi korban pembunuhan kaum Mujassimah. Bahkan ribuan kaum muslimin pun turut serta dibunuh oleh mereka.

Ibnu Bisyr an-Najdi al-Wahhabi mengatakan :

“Di tahun 1176 H, Abdul Aziz berangkat bersama pasukan memerangi penduduk Ahsa, lalu singgah di tempat yang terkenal dengan sebutan Muthair di Ahsa. Abdul Aziz membawa tiga puluhan pasukan berkuda, menyerang Ahsa di pagi hari, berhasil membunuh tujuh puluhan penduduknya dan merampas harta yang sangat banyak."

Ibnu Ghannam al-Wahhabi mengatakan :

“Di tahun 1187 H, Abdul Aziz bersama kaum Muslimin (Wahabi) berangkat menuju kota Riyadh; menentang penduduknya suatu waktu dengan memeranginya setiap hari, sehingga kaum Muslimin (Wahabi) menguasai sebagian benteng dan menghancurkannya; menghancurkan menara-menara tingginya; dan membunuh banyak penduduknya. Dari Kaum muslimin (Wahabi) yang terbunuh 12 orang di antaranya Aqil bin Nashir dan Sulthan bin Hafitan.”

Demikian sekilas dari radikalisme kaum Mujassimah dari masa ke masa hingga masa Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi. Dan mereka semua tidak bukan adalah penganut paham tajsim dan tasybih kepada Allah Ta’ala dalam akidahnya. Merasa ajaran mereka paling benar dan kelompok Islam lainnya salah dan harus dimusnahkan. Namun mereka hanyalah minoritas dari kaum muslimin mayoritas yang berakidahkan Ahlu sunnah. Sungguh banyak bahkan mayoritas Hanabilah berpaham akidah Ahlu sunnah wal Jama’ah dan rata-rata mereka adalah shufiyyah (bertawassuf). 

Doa Kunuzul Khomsi


Dalam kitab Al-Jawahir Al-Khamsi dijelaskan bahwa barangsiapa yang mewiridkan doa yang disebut dengan kanzun najah atau Al-Kunuz Al-Khamsi ini maka Allah akan menganugerahi hati yang futuh terhadap berbagai hal ghaib, sebab di dalam doa ini terdapat berbagai macam rahasia baik rahasia dzahir maupun batin yang akan dapat diketahui bagi orang yang bersedia mewiridkannya dengan istiqamah. dan berikut ini doa al-Kunuz al-Khamsah.

Al-Kanzul Awwal:

اللهم مَنْ اَرَادَنَا بِسُوْءٍ فَرُدَّهُ وَمَنْ كَادَنَا بِكَيْدٍ فَكِدْهُ وَمَنْ بَغَي عَلَيْنَا بِهَلَكَةٍ فَاهْلِكْهُ رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي وَغَسِّلْ حَوْبَتِي وَاَجِبْ دَعْوَتِي يَا اَمَانَ الخَائِفِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Allaahumma man araadanaa bisuuin faruddahu wa man kaadanaa bikaidin fakidhu wa man baghaa ‘alaina bihalakatin fahlikhu rabbi taqabbal taubatii wa ghassil haubatii wa ajib da’watii yaa amaanal khaaifiina birahmatika yaa arhamar raahimiin 

Al-Kanzuts Tsani:

اللهم وَاُفَوِّضُ اَمْرِي اِلَي اللهِ وَاَسْتَفْتِحُ بِا للهِ مَاشَاءَ اللهُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ وَمَا النَّصْرُ اِلَّا مِنْ عِنْدِ اللهِ شَهِدَ اللهُ قَلْبِي اللهم احْرُسْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِي لَا تَنَامُ وَبِعِزِّكَ الَّتِي لَا تُرَامُ وَاحْمِنَا بِقُدْرَتِكَ عَلَيْنَا وَلَا تَهْلِكْنَا وَاَنْتَ رَجَاؤُنَا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allaahumma wa ufawwidh amrii ilallaah wa astaftihu billaahi maa syaa-allaahu wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah waman nashru illaa min ‘indilaahi syahidallaahu qalbii allaahummahrusnaa biainika allatii laa tanaamu wa bi ‘izzika allatii laa turaamu wahminaa bi qudratika ‘alainaa wa laa tahliknaa wa anta rajaaunaa yaa arhamar raahimiin

Al-Kanzuts Tsalis:

اللهم اهْدِنَا مِنْ عِنْدِكَ وَاَفِضْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلِكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا مِنْ رَحْمَتِكَ وَاَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ مِنْ بَرَكَتِكَ وَاَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ عَزَّ جَارُكَ وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ وَلَا اِلَهَ غَيْرُكَ يَا قَادِرُ يَا قَدِيْرُ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allaahummahdinaa min ‘indika wa afidh ‘alainaa min fadhlika wansyur ‘alainaa min rahmatika wa anzil ‘alainaa maaidatan minas samaa-I min barakatika wa a’uudzubika minka ‘azza jaaruka wa jalla tsanaauka wa laa ilaaha ghairuka yaa qaadiru yaa qadiiru yaa arhamar raahimiin

Al-Kanzur Rabi’:

اللهم احْفَظْنَا مِنْ بَيْنِ اَيْدِيْنَا وَمِنْ خَلْفِنَا وَعَنْ اَيْمَانِنَا وَعَنْ شَمَائِلِنَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَاجْعَلْهُمَا الوَارِثَ مِنَّا وَانْصُرْنَا رَبَّنَا عَلَي مَنْ ظَلَمَنَا وَلَا تَخْذُلْنَا وَاَنْتَ مَوْلَانَا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allaahumahfadz min baini aidiinaa wa min khalfinaa wa ‘an aimaaninaa wa ‘an syamaailinaa wa matti’naa bi asmaa’inaa wa abshaarinaa waj’alhumaa al-waaritsa minnaa wanshurnaa rabbanaa ‘alaa man dzalamanaa wa laa takhdzulnaa wa anta maulaanaa birahmatika yaa arhamar raahimiin

Al-Kanzul Khamis:

اللهم يا شَاهِدًا غَيْرَ غَائِبٍ وَيَا قَرِيْبًا غَيْرَ بَعِيْدٍ وَيَا غَالِبًا غَيْرَ مَغْلُوْبٍ وَيَا خَالِقًا غَيْرَ مَخْلُوْقٍ وَيَا رَازِقًا غَيْرَ مَرْزُوْقٍ وَمَعْبُوْدًا غَيْرَ عَابِدٍ اَسْأَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَي اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَنْ تَرْزُقَنِي يَا رَحِيْمَ الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ يَا حَكِيْمُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allaahumma yaa syaahidan ghaira ghaaibin wa yaa qariiban ghaira ba’iidin wa yaa ghaaliban ghaira  maghluubin wa yaa khaaliqan ghaira makhluuqin wa yaa raaziqan ghaira marzuuqin wa ma’buudan ghaira ‘aabidin asaluka an tushalliya ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aali sayidinaa Muhammadin wa an tarzuqanii yaa rahiimad dunyaa wal aakhirati yaa hakiimu birahmatika yaa arhamar raahimiin.‎

Nasihat Imam Al-Habib Abdulloh Bin Alwi Al-Hadad


Seorang ulama besar dan wali agung di masanya yang bernama Maulana al-Habib Asy-Syariif Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini Radhiyallahu tabaaraka wa ta'aalaa 'anhu telah memberikan banyak pengajaran yang sangat berharga bagi kita, umat islam, dalam rangka meniti kehidupan fana ini agar senantiasa berada dalam jalan lurus yang sesuai dengan syariat islam atau sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diajarkan oleh baginda agung Nabiyullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. 

Dari sekian banyak pengajaran dan nasihat berharga dari beliau, salah satu diantaranya yang sangat penting dan akan kami share pada kesempatan kali ini adalah perihal tips atau kiat-kiat agar kita bisa terhindar dari maksiat. Tips ini dalam rangka meningkatkan kewaspadaan diri dan kesadaran diri bahwasanya Allah senantiasa bersama kita dan Maha Mengetahui apa yang setiap detik kita lakukan, baik lahir maupun bathin. Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita untuk senantiasa menjaga diri baik dzahir maupun batin kita dari segala hal yang tidak diridhai atau bisa menjurus pada hal yang membuatNya tidak berkenan terhadap apa yang kita lakukan tersebut. Mengingat hal ini sangat penting bagi setiap muslim, maka Maulana al-Habib Asy-Syarif Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini membimbing dan memberikan petunjuk mulia dan berharga agar kita bisa terhindar dari dosa dan maksiat. Lalu bagaimanakah petunjuk beliau tentang hal ini ?

Nah, berikut ini petunjuk berharga beliau yang admin kutipkan dari salah satu kitab beliau yang sangat fenomenal dan menjadi rujukan bagi masyarakat muslim khususnya masyarakat pesanten dalam rangka meningkatkan kualitas akhlak kepada Allah dan kepada sesama makhluk. Kitab yang dimaksud adalah kitab Risalatul Mu'awanah, dan berikut nasihat selengkapnya dari kitab tersebut:

وَمَتَي رَاَيْتَ مِنْ نَفْسِكَ تَكَاسُلًا عَنْ طَاعَتِكَ اَوْ مَيْلًا اِلَي مَعْصِيَتِهِ فَذَكِّرْ َها بِأَنَّ اللهَ يَسْمَعُكَ وَيَرَاك َوَيَعْلَمُ سِرَّكَ وَنَجْوَاكَ. فَإِنْ لَمْ يُفِدْهَا هَذَا المَذْكُوْرُ لِقُصُوْرِ مَعْرِفَتِهَا بِجَلَالِ اللهِ تَعَالَي فَاذْكُرْ لَهَا مَكَانَ المَلَكَيْنِ الكَرِيْمَيْنِ الَّذيْنِ يَكْتُبَانِ الحَسَنَاتِ وَ السَّيِّئَاتِ وَاتْلُ عَلَيْهَا : اِذْ يَتَلَقَّي المُتَلَقِّيَانِ عَنِ اليَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ فَإِنْ لَمْ تَتَأَثَّرْ بِهَذَا التَّذْكِيْرِفَاذْكُرْلَهَا بِقُرْبِ المَوْتِ وَاِنَّهُ اَقْرَبُ غاَئِبٍ يُنْتَظَرُ وَخَوِّفْهَا بِهُجُوْمِهِ عَلَي غَيْرِكَ وَاِنَّهُ مَتَي نَزَلَ بِهَا تَنْقَلِبُ بِخُسْرَانٍ لَا اَخِرَ لَهُ فَإِنْ لَمْ يَنْفَعْهَا هَذَا التَّخْوِيْفُ فَاذْكُرْ لَهَا مَا وَعَدَ اللهُ بِهِ مَنْ اَطَاعَهُ مِنَ الثَّوَابِ وَتَوَعَّدَ بِهِ مَنْ عَصَاهُ مِنَ العَذَابِ الأَلِيْمِ وَقُلْ لَهَا يَا نَفْسُ مَا بَعْدَ المَوْتِ مِنْ مُسْتَعْتِبٍ وَمَا بَعْدَ الدُّنْيَا مِنْ دَارٍ اِلَّا الجَّنَّةُ اَوْ النَّاُر فَاخْتَارِي لِنَفْسِكَ اِنْ شِئْتَ طَاعَةً تَكُوْنُ عَاقِبَتُهَا الفَوْزَ وَ الرِّضْوَانَ وَ الخُلُوْدَ فِي فَسِيْحِ الجِنَانِ وَ النَّظْرَ اِلَي وَجْهِ الكَرِيْمِ المَنَّانِ وَ اِنْ شِئْتَ مَعْصِيَةََ يَكُوْنُ اَخِرُهَا الخِزْيَ وَ الهَوَانَ وَ السُّخْطَ وَ الحِرْمَانَ وَ الحُبْسَ بَيْنَ طَبَقَاتِ النِّيْرَانِ

Artinya: 

"Apabila engkau merasa malas untuk berbuat ketaatan kepada Allah dan merasa ingin melakukan kemaksiatan, maka ingatkanlah dirimu sendiri bahwasanya Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Mengetahui Apa yang menjadi rahasia dan bisikan batinmu. Apabila cara ini tidak berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan dua malaikat yang amat mulia, yang senantiasa diperintah oleh Allah untuk mencatat amal kebaikan dan keburukan. Selanjutnya katakanlah kepada nafsumu, "Idz yatalaqal mutalaqiyaani 'anil yamiini wa 'anisy syimaali qa'iidun maa yalfadzu min qaulin illaa ladaihi raqiibun 'atiid ((yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir)". Apabila cara ini tidak juga berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan dekatnya maut. Sesungguhnya maut adalah sedekat-dekatnya perkara gaib yang setiap orang pasti menunggu datangnya waktu kematian. Apabila ia datang sedangkan engkau sedang melakukan perkara yang tidak diridhai oleh Allah, maka engkau akan mendapatkan kerugian yang tidak akan pernah putus. Apabila cara ini tidak juga berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan janji Allah bahwa Ia akan memberikan pahala kepada siapapun yang taat kepadaNya, dan memberikan ancaman berupa adzab yang sangat pedih bagi orang yang berbuat kemaksiatan dan dosa kepadaNya. Setelah itu, katakanlah kepada nafsumu, "Hai nafsu, tiadalah kesempatan untuk bertaubat setelah datangnya kematian, dan tiadalah tempat kembali setelah dunia kecuali kampung surga dan neraka. Maka pilihlah untuk dirimu. Jika engkau taat kepada Allah maka engkau akan mendapatkan keberuntungan, ridha Allah, kekal di dalam surga, dan dapat memandang wajahNya yang Maha Mulia. Sebaliknya, apabila engkau menginginkan maksiat, maka engkau akan mendapatkan kesedihan, kehinaan, kemarahan Allah, terhalang dari rahmat Allah, dan engkau akan terpenjara dalam derita di neraka."

Penjelasan:

Kalam berharga dari Maulana al-Habib Asy-Syarif Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini di atas merupakan sebuah peringatan bagi kita bahwa menaklukkan hawa nafsu bukanlah perkara yang mudah semudah membalikkan telapak tangan. Menaklukkan hawa nafsu ibarat menaklukkan musuh yang amat tangguh dan karenanya merupakan salah satu jihad akbar atau jihat yang paling besar dan pahala serta kemuliaan bagi yang mampu mengalahkan nafsunya juga amat besar di sisi Allah ta'ala. Karena itulah kita sebagai seorang muslim harus memiliki agenda yang nyata dalam kaitannya memerangi hawa nafsu ini.

Di antara sekian banyak hawa nafsu yang seringkali menyerang kita adalah rasa malas dan kecenderungan untuk melakukan kemaksiatan. Apabila hal ini menyerang diri kita, maka menurut wejangan dari Maulana Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad di atas harus dilawan dengan beberapa jurus. Yaitu:
Mengingatkan kepada nafsu kita bahwasanya Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Mengetahui apa yang kita lakukan dan apa yang terbersit dalam relung hati terdalam sekalipun.
Mengingatkan kepada hawa nafsu kita bahwasanya kita senantiasa diawasi oleh dua hamba Allah yang mulia, yaitu malaikat Raqib dan Atit, yaitu dua malaikat yang memiliki tugas mencatat amal manusia, baik itu amal baik ataupun amal jelek. 
Mengingatkan nafsu kita untuk mengingat mati, sebab mati itu merupakan perkara gaib yang paling dekat dengan kehidupan kita dan setiap orang pasti akan merasakannya. Karena itu dibutuhkan persiapan matang dan bekal yang cukup agar kita tidak rugi di alam kehidupan setelah kematian.‎
Mengingatkan nafsu kita tentang pahala yang akan diterima oleh hamba yang bersedia taat kepada Allah dan tentang adzab pedih bagi yang melakukan kemaksiatan dan dosa kepadaNya.
Memerintahkan kepada nafsu kita untuk memilih antara melakukan ketaatan atau kemaksiatan. Apabila memilih untuk melakukan ketaatan maka kabarkanlah kepada nafsu kita akan janji Allah berupa keberuntungan, ridha, dan keabadian hidup di surga kelak. Selain itu kabarkanlah kepadanya akan nikmat terbesar yaitu dapat memandang wajah Allah yang Maha Mulia. Sebaliknya apabila nafsu kita cenderung memilih kemaksiatan, maka kabarkanlah bahwa ia akan mendapatkan kerugian, kesedihan, kehinaan, dan kehidupan yang amat menyesakkan di neraka kelak.

Demikianlah kalam nasihat Maulana al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad al-Husaini dalam kitab beliau yang berjudul Risalatul Mu'awanah. Semoga apa yang kami sajikan pada kesempatan malam ini dapat bermanfaat dan mendapatkan ridha dari Allah ta'ala. aamiin

Sholawat Mukhotob Yang Masyhur


Shalawat Mukhatab merupakan salah satu shalawat yang sangat mujarab untuk mengurai kesusahan dengan cara bertawasul kepada Sayyiduna Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. 
Shalawat Mukhatab bukan berarti hanya meminta bantuan kepada Rasulullah dan melupakan Allah. Bukan. Sebaliknya, shalawat ini merupakan cara untuk menjadikan Rasulullah sebagai perantara kita mendapatkan rahmat serta karunia agung dari Allah. Dengan menggunkan Rasulullah sebagai perantara, maka berarti kita mengakui kebesaran Allah dan Kemahakuasaan Allah yang telah menjadikan perantara tersebut sebagai jembatan agung dalam menggapai karunia serta rahmatnya. Apabila kita meninggalkan Rasulullah sebagai wasilah, maka sama saja kita meninggalkan serta tidak mengakui adanya perantara itu. Dan bisa jadi kita menjadi hamba yang kufur nikmat. Dengan demikian, sudah dapat terjelaskan bahwasanya Shalawat Mukhatab ini merupakan shalawat yang agung, karena di dalamnya terdapat rangkaian doa yang menjadikan Rasulullah sebagai wasilah untuk memohon kepada Allah, dan karenanya bagi orang yang sedang dilanda kesusahan hidup agar memperbanyak diri membaca shalawat agung ini. 

Berikut ini teks selengkapnya dari Shalawat Khitob:

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيلَتِي أَدْرِكْنِي يَا رَسُولَ الله

Allahumma Shalli wa Sallim 'Alaa Sayyidina Muhammad Qad Dhaaqat Hiilatii Adriknii Yaa Rasuulallah
 
Artinya:

"Ya Allah, bershalawatlah untuk junjungan kami Sayyiduna Muhammad, sungguh terasa sempit usahaku, maka rangkullah aku wahai Rasulullah."

Penjelasan 
Disebutkan dalam kitab Afdhalush Shalawat 'Alaa Sayyidis Sadat karya Sayyidi Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani sebagai berikut:

نقل ابن عابدين في ثبته عن شيخه السيد محمد شاكر العقاد عن العبد الصالح الشيخ أحمد الحلبي القاطن في دمشق وكان رجلاً عليه سيما الصلاح عن مفتي دمشق العلامة حامد أفندي العمادي أنه مرة أراد بعض وزراء دمشق أن يبطش به فبات تلك الليلة مكروباً أشد الكرب فرأى سيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في منامه فأمنه منه وعلمه صيغة صلاة وأنه إذا قرأها يفرج الله تعالى كربه فاستيقظ وقرأها ففرج الله تعالى كربه ببركته صلى الله تعالى عليه وسلم وهي هذه اللهم صل وسلم على سيدنا محمد إلى آخر الصلاة السابقة 

Artinya:

"Ibnu Abidin dalam catatannya menukil perkataan dari gurunya As-Sayyid Muhammad Syaakir Al-'Aqqad dari hamba yang shalih  sayyidi Asy-Syaikh Ahmad Al-Halabi yang bertempat tinggal di Damaskus, dan adalah ia merupakan seorang lelaki yang mendapat label sebagai seorang shalih dari mufti Damaskus Al-Allamah Hamid Afandi Al-'Imadi, bahwasanya pada suatu waktu sebagian pejabat Damaskus berniat untuk menyiksanya, maka tak ayal lagi bermimpi melihat sayyidina Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam tidurnya maka beliau menenangkannya dan mengajarinya sighat shalawat yang apabila diamalkannya maka Allah akan mengurai kesedihan dan kesulitannya. Ia kemudian terbangun dan segera mengamalkannya, maka Allah menghilangkan kesedihannya berkat Sayyidina Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Adapun shalawat yang dimaksud adalah shalawat berikut ini:

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيلَتِي أَدْرِكْنِي يَا رَسُولَ الله


Allahumma shalli wa sallim 'alaa sayyidinaa Muhammad qad dhaaqat khiilatii adriknii yaa Rasuulallaah.
 
Artinya:

"Ya Allah, bershalawat dan bersalamlah kepada Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam; sungguh terasa sempit usahaku, maka rangkullah aku, wahai Rasulullah."

قال وأخبرني سيدي يعني شيخه المذكور أنه حصل له كرب فكررها وهو يمشي فما مشى نحواً من مائة خطوة إلا فرج عنه وكذلك قرأها مرة ثانية في حادثة فما استمر قليلاً إلا فرج عنه
 
Artinya:

"Ibnu Abidin berkata, "Telah mengabarkan kepadaku Sayyidi yakni guru beliau yang telah disebutkan bahwasanya suatu kali ia mendapatkan kesusahan, maka ia mengamalkan shalawat di atas secara berulang-ulang sambil melangkahkan kakinya. Maka tidak lebih dari 100 langkah kesusahannya telah lengyap begitu saja. Demikian pula pada kesempatan yang lain beliau mendapatkan kesulitan, maka beliau membacanya dan tidak berama lama kemudian telah terbebas dari kesulitannya."

قال ابن عابدين قلت وقد قرأتها أنا أيضاً في فتنة عظيمة وقعت في دمشق فما كررتها نحواً من مائتي مرة إلا وجاءني رجل وأخبرني أن الفتنة انقضت والله على ما أقول شهيد

Artinya:

"Ibnu Abidin berkata, "Sungguh, aku telah mengamalkannya juga tatkala aku tertimpa fitnah yang besar di Damaskus. Maka belum selesai aku mengulanginya sebanyak 200 kali kecuali datang kepadaku seorang laki-laki memberi tahu bahwa kekacauan besar tersebut telah berakhir. Demi Allah, Dia Maha Mengetahui apa yang aku katakan ini."

ووجدت هذه الصلاة في ثبت الشيخ عبد الكريم ابن الشيخ أحمد الشراباتي الحلبي لكنها مقيدة بعدد مخصوص وفيها نوع تغيير قال في ثبته عند ذكر شيخه العارف الشيخ عبد القادر البغدادي الصديقي ومن جملة ما شرفني به الإجازة في صلوات شريفة يصلي بها على النبي صلى الله تعالى عليه وسلم في اليوم والليلة ثلاثمائة مرة وفي وقت الشدائد ألف مرة فإنها الترياق المجرب وهي الصلاة والسلام عليك يا سيدي يا رسول الله قلت حيلتي أدركني

Artinya:

"Aku mendapatkan shalawat ini dalam catatan Asy-Syaikh Abdul Karim bin Asy-Syaikh Ahmad Asy-Syarabati Al-Halabi, akan tetapi ia dibatasi dalam bilangan tertentu dan disitu ada sedikit perubahan lafaldz. Beliau berkata dalam catatannya ketika menyebutkan gurunya Al-Arif Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-baghdadi Ash-Shiddiqi sebagai berikut, "Di antara sejumlah ijazah yang penting dalam shalawat yang agung untuk kanjeng Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang dibaca 300 x dalam sehari semalam, dan pada saat-saat genting sebanyak 1000 x, maka sesungguhnya ia merupakan shalawat pembebas yang mujarab. Shalawat yang dimaksud adalah sebagai berikut ini:

الصلاة والسلام عليك يا سيدي يا رسول الله قلت حيلتي أدركني

Ash-Shalaatu was Salaamu 'Alaika Yaa Sayyidii Ya Rasuulallaah Qallat Khiilatii Adriknii
 
Artinya:

"Shalawat dan Salam untukmu ya Sayyidi Ya Rasulallah, sungguh usahaku tinggal sedikit, maka rangkullah aku."

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...