Sabtu, 23 Oktober 2021

Kesesatan Aliran Jahmiyah


Dalam sebuah pepatah Arab dikatakan,
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه *** ومن لا يعرف الشر من الخيريقع فيه
Aku mengenal keburukan bukan untuk berbuat keburukan, tetapi untuk menjauhinya***Barangsiapa tidak mengenal keburukan dari kebaikan, maka ia akan terjerumus ke dalamnya”.
Pepatah diatas benar adanya. Berapa banyak orang terjerumus pada keburukan atau penyimpangan karena ketidaktahuan. Banyak sekali kelompok menyimpang yang mengatasnamakan Islam diantaranya Syi’ah, Khawarij,Qodariyah, Murji’ah,Jahmiyah, Mu’tazilah, dan lainnya. Masing-masing memiliki penyimpangan yang berbahaya bagi kaum muslimin baik berupa keyakinan, ucapan maupun perbuatan. Sering kali penyimpangan mereka begitu samar sehingga sebagian kaum muslimin terkecoh sehingga terjerumus padanya.
Hendaknya  setiap muslim bersemangat mempelajari agamanya secara benar sesuai dengan apa yang diajarkan Rosulullah dan diamalkan para sahabat sehingga mampu membedakan mana yang benar mana yang salah. Selain itu hendaknya berusaha mengenali tiap-tiap kelompok menyimpang agar tidak terjatuh pada peyimpangan-peyimpangan mereka.  
Al-Jahmiyah.

Mereka adalah pengikut Jahm bin Shofwan dari penduduk negeri Tirmidz di Khurosan. Seorang yang selalu berkata dan berbantah, banyak berbicara tentang perkara yang berkaitan dengan Allah, menganggap bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, mengatakan bahwa Allah tidak berbicara dengan Nabi Musa, mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat Al-Kalam (Berbicara), mengatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat (yaitu pada waktu di surga), mengatakan bahwa Allah tidak bertempat di atas ‘Arsy.

Sebagian para ulama menyebutkan bahwa orang pertama yang memegang dan memelihara perkataan-perkataan ini dalam Islam adalah Ja’d bin Dirham. Jahm bin Shofwan mengambil perkataan tersebut, men-zhahir-kannya dan menasabkan pada dirinya.

Dikatakan bahwa Ja’d bin Dirham mengambil perkataannya dari Aban bin Sam’an, Aban dari Tholut anak saudara perempuan Labid bin Al-A’shom, Tholut dari Labid bin Al-A’shom seorang penyihir Yahudi yang menyihir Nabi.

Bid’ah Jahm bin Shofwan kembalinya kepada tiga pokok dasar yang berhubungan dengan bid’ah-bid’ah yang lainnya yang penuh dengan kekejian:

a.         At-Ta’thil. Yaitu yang mengingkari sifat-sifat Allah yang Mulia dan menganggap bahwa sifat-sifat tersebut tidak boleh diberikan kepada Allah karena apabila diberikan kepada Allah akan menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya (yang mempunyai sifat).

b.         Al-Jabr. Yaitu yang menganggap bahwa manusia mereka tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat sesuatu dan tidak disifati dengannya (kemampuan). Manusia adalah majbur perbuatannya, artinya mereka tidak memiliki daya upaya, ikhtiar, kemampuan dan kehendak dalam perbuatannya.

c.         Al-Irja’. Yaitu yang menganggap bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan. Sesungguhnya seseorang yang mengingkari iman dengan lisannya tidak dihukumi kafir, karena ilmu dan pengetahuan keduanya tidak akan hilang dengan sebab pengingkaran dan sesungguhnya iman itu tidak akan berkurang serta tidak ada perbedaan antara iman satu orang dengan iman orang yang lainnya.

Para ulama Salaf (Ahlus Sunnah wal Jamaah) menghukumi Al-Jahmiyah dengan hukuman yang sangat berat dan keras, sampai Abdullah  bin Mubarak mengatakan: “Sesungguhnya kami berkenan untuk menghikayahkan perkataan orang- orang Yahudi dan Nashoro, tetapi kami tidak berkenan untuk menghikayahkan perkataan Al-Jahmiyah”.

Adapun hukum tentang pengkafiran mereka, banyak sekali imam-imam Salaf yang mengkafirkan Al-Jahmiyah. Di antaranya:

Abdullah  bin Mubarak telah mengeluarkan mereka bukan termasuk dari 73 golongan pecahan dalam Islam. Yaitu ketika beliau ditanya oleh seseorang tentang jumlah pecahnya kaum muslimin, maka beliau berkata:

“Asalnya ada 4, yaitu Asy-Syiah, Al-Kharuriyah, Al-Qodariyah dan Al-Murjiah. Syiah berpecah belah menjadi 22 golongan, Al-Kharuriyah berpecah belah menjadi 21 golongan, Al-Qodariyah berpecah belah menjadi 16 golongan, Al-Murjiah berpecah belah menjadi 13 golongan. Si penanya berkata kepada beliau: “Saya tidak mendengar darimu tentang golongan Al-Jahmiyah,” maka beliau mengatakan: ’Sesungguhnya engkau bertanya kepadaku tentang (jumlah) pecahnya kaum muslimin’”.

Berkata Salam bin Abi Muthi’ “Al-Jahmiyah adalah ‎kuffar (orang-orang kafir), tidak boleh sholat di belakang mereka”.

Dari Sufyan Ats-Tsaury beliau berkata: ”Barang siapa yang menganggap bahwa firman Allah

يمُوسَى إِنَّهُ أَنَا اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيم

“Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.An-Naml:9)

adalah makhluk maka dia adalah kafir, zindiq(atheis yang pura-pura masuk islam) dan halal darahnya”.

Dari Sufyan bin ‘Uyainah beliau berkata: ”Al-Quran adalah Kalamullah (perkataan Allah), barang siapa yang mengatakan Al-Quran adalah makhluk maka dia adalah kafir dan barang siapa yang ragu dengan kekafirannya (orang yang mengatakan Al-Quran adalah makhluk) maka dia adalah kafir”

Dari Imam Ahmad beliau berkata: ”Barang siapa yang berkata Al-Quran adalah makhluk maka dia adalah kafir, karena sesungguhnya Al-Quran adalah Ilmu Allah dan di dalamnya adalah nama-nama Allah”

Imam Ad-Darimi dalam kitabnya Ar-Rad ‘alal Jahmiyah menyebutkan bab khusus yang berkaitan dengan pengkafiran Al-Jahmiyah yaitu Babul Ihtijaji fi Ikfaril Jahmiyah, beliau berkata: “Ada seorang laki-laki yang membela orang-orang Jahmiyah dan mengadakan munadhoroh denganku, dia berkata kepadaku: ’Dengan hujjah/dalil apa engkau mengkafirkan orang-orang Jahmiyah padahal (kita) dilarang mengkafirkan Ahlul Qiblah (kaum muslimin). Apakah engkau mengkafirkan mereka dengan dalil Al-Quran? Atau dengan Atsar? Atau dengan Ijma’?, maka aku katakan kepadanya: ’Tidak ada yang mengatakan dari kalangan kami bahwa Jahmiyah adalah Ahlul Qiblah. Kami tidak mengkafirkan mereka kecuali dengan dengan kitab yang dicatat (Al-Quran), dengan atsar yang masyhur dan dengan kekufuran yang masyhur… kemudian diperlihatkan secara tafshil (rinci) tentang dalil-dalil yang menunjukkan kekafiran mereka”.‎

Asy-Syaikh Muhyiddin ‘Abdul-Qadiir Al-Jiilaaniy Radhiyallahu 'Anhu (wafat 561 H) berkata dalam kitab Al-Ghun-yah li-Thaalibiy Thariiqil-Haqq (1/128):‎‎

“Pasal : Adapun Jahmiyyah, maka ia dinisbatkan pada Jahm bin Shafwaan dimana ia berkata :
1. Iman adalah hanyalah ma’rifah kepada Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh apa yang datang di sisinya‎;
Penjelasan‎
Ini adalah paham khas Jahmiyyah dalam masalah iman yang kemudian dipopulerkan oleh ghullatul-Murji’ah. Mereka tidak memasukkan perkataan dan perbuatan dalam cakupan iman. Oleh karena itu, iman tidak akan hilang (dan bahkan tetap dalam kesempurnannya) walau dikotori oleh kekufuran dalam perkataan dan amal perbuatan. Mereka tidak mengenal bertambah dan/atau berkurangnya iman.
Ahlus-Sunnah telah berijma’ bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan; bisa naik dengan ketaatan, dan turun (bahkan hilang sama sekali) dengan kemaksiatan.
عن عبد الرزاق، قال : سمعتُ معمراً وسفيان الثوري ومالك بن أنس وابن چريج وسفيان بن عيينة يقولون : الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص.
Dari ‘Abdurrazzaaq, ia berkata : Aku mendengar Ma’mar, Sufyaan Ats-Tsauriy, Maalik bin Anas, Ibnu Juraij, dan Sufyaan bin ‘Uyainah berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah, 1/272, tahqiq : Al-Waliid bin Muhammad An-Nashr; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1417 – dengan sanad shahih].
عن الربيع بن سليمان قال : سمعتُ الشافعي رضي الله عنه يقول : الإيمان قول وعمل، ويزيد وينقص.
Dari Ar-Rabii’ bin Sulaimaan ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy radliyallaahu ‘anhuberkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Manaaqibusy-Syaafi’iy, 1/385, tahqiq As-Sayyid Ahmad Shaqr; Maktabah Daar At-Turaats].
عن أبي داود، قال : سمعتُ أحمد بن حنبل يقول : الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص.
Dari Abu Daawud, ia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah, 1/272; shahih].
Al-Imaam Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
اتفقت الصحابة والتابعين، فمن بعدهم من علماء السنة على أن الأعمال من الإيمان، لقوله سبحانه وتعالى : (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ.....) إلى قوله (وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ) [الأنفال : ٢،٣]، فجعل الأعمال كلها إيماناً، وكما نطقَ به حديث أبي هريرة.
وقالوا : إن الإيمان قولٌ وعملٌ وعقيدةٌ، يزيد بالطاعة، وينقص بالمعصية.......
“Para shahabat, tabi’in, dan para ulama Ahlus-Sunnah telah bersepakat bahwa perbuatan termasuk bagian dari iman, berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’ala :‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka’ (QS. Al-Anfaal : 2-3). Allah telah menjadikan seluruh perbuatan sebagai iman, sebagaimana juga dijelaskan oleh hadits Abu Hurairah.
Dan mereka pun berkata : ‘Sesungguhnya iman itu adalah perkataan, perbuatan, dan ‘aqidah. Bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan kemaksiatan….” [Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy, 1/38-39, tahqiq & takhrij : Syu’aib Al-Arna’uth & Zuhair Syaawisy; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403].
Al-Imaam Muhammad bin Husain Al-Aajurriy rahimahullah berkata :
اعلموا رحمنا الله وإياكم : أن الذي عليه علماء المسلمين : أن الإيمان واجب على جميع الخلق، وهو تصديق بالقلب، وإقرار باللسان، وعمل بالجوارح.
ثم اعلموا : أنه لا تجزيء المعرفة بالقلب والتصديق، إلا أن يكون معه الإيمان باللسان نطقاًَ، ولا تجزيء معرفة بالقلب، ونطق باللسان، حتى يكون عمل بالجوارح، فإذا كملت فيه هذه الثلاث الخصال : كان مؤمناً.
دلّ على ذلك القرآن والسنة وقول علماء المسلمين.
“Ketahuilah – semoga Allah merahmati kami dan juga kalian – bahwasannya apa yang diyakini oleh ulama kaum muslimin adalah : Iman adalah wajib bagi seluruh makhluk, dan ia adalah tashdiiq dengan hati, iqraar dengan lisan, dan beramal dengan anggota badan. Apabila lengkap tiga hal ini, maka ia seorang mukmin.
Kemudian ketahuilah bahwasannya tidaklah mencukupi (dalam iman) ma’rifah dengan hati dan tashdiiq (membenarkan), kecuali disertai ucapan dengan lisan. Dan tidaklah mencukupima’rifah dengan hati dan ucapan dengan lisan kecuali diwujudkan dalam perbuatan anggota badan” [Asy-Syarii’ah, 1/274].
Adapun dalil yang diisyaratkan oleh para ulama di atas tentang iman terdiri dari perkataan dan perbuatan serta bisa bertambah dan berkurang; antara lain :

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [QS. Al-Fat-h : 4].
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambahkeimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung" [QS. Aali ‘Imraan : 173].
عن عبدالله بن عمر، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : "..... وما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب لذي لب منكن" قالت: يا رسول الله! وما نقصان العقل والدين؟ قال "أما نقصان العقل فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل. فهذا نقصان العقل. وتمكث الليالي ما تصلي. وتفطر في رمضان. فهذا نقصان الدين".
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda : “….Dan aku tidak melihat ada yang kurang akal dan agamanya yang dapat mengalahkan seseorang yang mempunyai keteguhan akal daripada kalian (para wanita)”. Mereka (para wanita) berkata : “Wahai Rasulullah, apa kekurangan akal dan agama itu ?”. Beliau menjawab : “Adapun kekurangan akal, persaksian dua orang wanita sebanding dengan persaksian seorang laki-laki. Inilah maksud kekurangan akal. Kalian berhenti selama beberapa malam (hari) tidak melakukan shalat dan berbuka di bulan Ramadlan. Inilah maksud kekurangan agama”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 79 – dan beliau memasukkannya dalam Baab : Bayaani Nuqshaanil-Iimaan bi-Naqshith-Thaa’aat…].
عن أبي هريرة؛ قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "الإيمان بضع وستون شعبة. فأفضلها قول لا إله إلا الله. وأدناها إماطة الأذى عن الطريق. والحياء شعبة من الإيمان".
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :“Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan Laa ilaha illallaah (= tidak ada tuhan yang berhak diibadahi melainkan Allah), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Rasa malu termasuk bagian dari iman”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 35, Ahmad 2/414, Abu Dawud no. 4676, Ibnu Maajah no. 147, Ibnu Hibbaan no. 166, Al-Baghawiy no. 17, dan yang lainnya].
2. Al-Qur’an adalah makhluq;
Penjelasan;‎
Ini adalah ‘aqidah sesat, yang kemudian lebih dipopulerkan oleh Mu’tazillah, yang merupakan derivate firqah Jahmiyyah. Ahlus-Sunnah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalahKalaamullah, bukan makhluk. Allah ta’alaberfirman :
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar ‘kalaamullah’ (firman Allah), kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” [QS. At-Taubah : 6].
Kalimat ‘supaya ia sempat mendengar kalaamullah’ maksudnya adalah Al-Qur’an.
عن جابر بن عبد اللّه قال : قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم ..... فإِن قريشاً قد منعوني أن أبلغ كلام ربي".
Dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “….Sesungguhnya kaum Quraisy telah menghalangiku untuk menyampaikan kalam Rabb-ku” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.no. 4734, At-Tirmidziy no. 2925, Ibnu Majah no. 197, Ad-Daarimi no. 3354, Ahmad no. 15229, dan Al-Haakim no. 4220; shahih. Lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 1947].‎
Maksud dari perkataan ‘kalaam Rabb-ku’adalah Al-Qur’an.
Mari kita simak debat menarik dari Al-Imaam Asy-Syaafi’iy rahimahullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy :
أخبرنا أبو عبد الله الحافظ، قال : أخبرني أبو عبد الله محمد بن إبراهيم المؤذن، عن عبد الواحد بن محمد الأرغياني، عن أبي محمد الزبيري، قال : قال رجل للشافعي : أخبرني عن القرآن، خالق هو ؟. قال الشافعي : اللهم لا. قال : فمخلوق ؟. قال الشافعي : اللهم لا. قال : فغير مخلوق ؟. قال الشافعي : اللهم نعم. قال : فما الدليل على أنه غير مخلوق ؟. فرفع الشافعي رأسه وقال : تقرّ بإن القرآن كلام الله ؟. قال : نعم. قال الشافعي : سبقْت في هذه الكلمة؛ قال الله تعالى ذكره : (وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ) وقال : (وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا). قال الشافعي : فَتُقِرُّ بأن الله كان وكان كلامه ؟ أو كان الله ولم يكن كلامه ؟. فقال الرجل : بل كان الله، وكان كلامه. قال : فتبسَّم الشافعي وقال : يا كوفيون، إنكم لتأتوني بعظيم من القول، إذا كنتم تقرون بأن الله كان قبل القَبْل، وكان كلامه، فمن أين لكم الكلام : إن الكلام الله، أو سوى الله، أو غير الله، أو دون الله ؟. قال : فسكت الرجل وخرج.
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafid, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ibraahiim Al-Muadzdzin, dari ‘Abdul-Waahid bin Muhammad Al-Arghiyaaniy, dari Abu Muhammad Az-Zubairiy, ia berkata : Berkata seorang laki-laki kepada Asy-Syaafi’iy : “Beritahukan kepadaku tentang Al-Qur’an, apakah ia Khaaliq (Allah) ?”. Asy-Syaafi’iy berkata : “Allaahumma, bukan !”. Laki-laki itu berkata : “Kalau begitu, ia makhluk ?”. Asy-Syaafi’iy berkata : “Allaahumma, bukan !”. Laki-laki itu berkata : “Bukan makhluk (maksudmu) ?”. Asy-Syaafi’iy berkata : “Allaahumma, benar !”. Laki-laki itu berkata : “Apa dalil yang melandasinya bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk ?”. Asy-Syaafi’iy pun mengangkat kepalanya lalu berkata : “Apakah engkau mengakui bahwa Al-Qur’an ituKalaamullah ?”. Laki-laki itu berkata : “Ya”. Asy-Syaafi’iy berkata : “Engkau telah mendahului dalam kalimat ini (maksudnya, laki-laki itu telah mengetahui jawabannya – Abul-Jauzaa). Allah ta’ala telah berfirman : ‘Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar ‘kalaamullah’ (firman Allah)’ – QS. At-Taubah : 6 – dan juga : ‘Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung’ – QS. An-Nisaa’ : 164”. Asy-Syaafi’iy melanjutkan : “Apakah engkau mengakui bahwa Allah itu telah ada dan begitu juga kalam-Nya; ataukah Allah itu telah ada namun tidak demikian halnya dengan kalam-Nya ?”. Laki-laki itu berkata : “Allah itu telah ada dan begitu jugakalam-Nya”. Asy-Syaafi’iy pun tersenyum dan berkata : “Wahai orang-orang Kufah, sungguh kalian telah mendatangiku dengan satu perkataan yang besar. Jika kalian mengakui bahwasannya Allah itu telah ada sebelum segala sesuatu ada, begitu juga dengankalaam-Nya; lantas dari mana asalnya perkataan kalian : Kalaam itu adalah Allah, atau kalaam itu selain dari Allah (= makhluk) ?”. Maka laki-laki itu terdiam dan lantas pergi” [Manaaqibusy-Syaafi’iy oleh Al-Baihaqiy, 1/407-408, tahqiq As-Sayyid Ahmad Shaqr; Maktabah Daar At-Turaats].
Maksud perkataan Asy-Syaafi’iy adalah jika saja orang tersebut mengakui bahwa Al-Qur’an itu adalah Kalaamullah yang termasuk bagian dari sifat-sifat-Nya, dan bahwa tidak ada permulaan baginya sebagaimana tidak ada permulaan bagi Allah sebagai pemilik sifat, maka tidak boleh dikatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
عن معاوية بن عمار، قال : سئل جعفر بن محمد - رضي الله عنهما - عن القرآن : أخالق أو مخلوق ؟ قال : ليس خالق ولا مخلوق، ولكنه كلام الله تعالى.
Dari Mu’aawiyyah bin ‘Ammaar, ia berkata : Ja’far bin Muhammad radliyallaahu ‘anhumaapernah ditanya tentang Al-Qur’an : Apakah ia termasuk Khaaliq (= Allah) ataukah makhluk. Ia pun menjawab : “Bukan Khaaliq, bukan pula makhluk. Akan tetapi ia (Al-Qur’an) adalah Kalaamullah ta’ala” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 1/217, ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 132 & 134, Abu Nu’aim 3/188, dan yang lainnya;hasan lighairihi].
Para ulama Ahlus-Sunnah dengan tegas menolak paham Jahmiyyah ini, bahkan mengkafirkan siapa saja yang mengatakan/berpendapat Al-Qur’an itu makhluk.
عن هارون القزويني يقول : لم أسمع أحدا من أهل العلم بالمدينة وأهل السنن إلا وهم ينكرون على من قال : القرآن مخلوق، ويكفرونه.
Dari Haaruun Al-Qazwiiniy, ia berkata : “Aku tidak pernah mendengar seorang pun ulama di Madinah, begitu pula para ahli hadits, melainkan mereka semua mengingkari orang yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk dan mengkafirkannya” [Diriwayatkan oleh Al-Aajuriiy 1/219; shahih].
عن غياث بن جعفر قال : سمعتُ سفيان بن عيينة يقول :القرآن كلام الله عزوجل من قال مخلوق فهو كافر ومن شك في كفره فهو كافر
Dari Ghiyaats bin Ja’far ia berkata : Aku mendengar Sufyaan bin ‘Uyainah berkata :”Al-Qur’an adalah Kalamullah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia kafir. Dan barangsiapa yang ragu akan kekafiran orang tersebut, maka ia juga kafir” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 25; hasan].
عن وكيع يقول : من قال القرآن مخلوق فهو كافر.
Dari Wakii’, ia berkata : “Barangsiapa yang berkata Al-Qur’an itu makhluk, maka ia kafir” [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 1/222; shahih].
عن الربيع قال : سمعت الشافعي رحمه الله تعالى يقول : القرآن كلام الله عز وجل غير مخلوق ، ومن قال مخلوق فهو كافر
Dari Ar-Rabii’, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syafi’iy rahimahullah ta’ala berkata : ”Al-Qur’an itu adalah Kalamullah ’azza wa jalla. Bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan bahwasannya ia adalah makhluk, maka ia telah kafir” [Diriwayatkan oleh Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah 1/224; shahih].
Al-Imaam Al-Baihaqiy rahimahumallah berkata tentang ‘aqidah Al-Imam Asy-Syaafi’iy :
وقد ذكر الشافعي رحمه الله ما دل على أن ما نتلوه في القرآن بألسنتنا ونسمعه بآذاننا ونكتبه في مصاحفنا يسمى كلام الله عز وجل وأن الله عز وجل كلم به عباده بأن أرسل به رسوله صلى الله عليه وسلم
“Dan telah disebutkan oleh Asy-Syafi’iyrahimahullah keterangan yang menunjukkannya bahwa apa yang kita baca di dalam Al-Qur’an dengan lisan-lisan kita, kita dengar melalui telinga-telinga kita, dan kita tulis di dalam mushhaf-mushhaf kita; semua itu dinamakan Kalamullah ‘azza wa jalla(bukan makhluk – Abul-Jauzaa’). Dan bahwa Allah ‘azza wa jalla telah berbicara dengannya kepada hamba-hamba-Nya melalui pengutusan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-I’tiqaad wal-Hidaayah ilaa Sabiilir-Rasyaad oleh Al-Baihaqiy, hal. 108, tahqiq : Ahmad bin ‘Ishaam Al-Kaatib, Daarul-Aafaaq, Cet. Thn. 1401, Beirut].
Adapun suara hamba beserta gerakan-gerakan mereka dengan Al-Qur’an, kertas mushhaf, kulitnya, dan tintanya; maka itu semua makhluk.

3. Allah tidak pernah berbicara kepada Musa (secara langsung);
Penjelasan;
Ini satu pengingkaran yang sangat jelas terhadap firman Allah ta’ala :
وَرُسُلا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” [QS. An-Nisaa’ : 164].
Untuk melegalkan keyakinan mereka, mereka pun merubah firman Allah dengan menashabkan kata Allah (yang seharusnyarafa’), sehingga Allah yang seharusnya berperan sebagai subjek menjadi objek. Ayat tersebut (setelah mereka ubah) berbunyi :
وَرُسُلا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.Dan Musa telah berbicara kepada Allah dengan langsung” [QS. An-Nisaa’ : 164].

4. Allah ta’ala tidak pernah berfirman (= menafikkan sifat kalaam;
Penjelasan;‎
Penetapan sifat kalam bagi Allah ta’alamerupakan salah satu bagian ‘aqidah Ahlus-Sunnah sangat penting. Penetapan ‘aqidah inilah yang membuat garis pemisah yang sangat kentara antara barisan Ahlus-Sunnah dengan Ahlul-Bid’ah dimana Jahm bin Shafwan berdiri di gerbong paling depan – dalam permasalahan sifat Allah ta’ala.
Banyak dalil yang menunjukkan sifat kalambagi Allah, diantaranya :
Allah ta’ala berfirman :
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat…” [QS. Al-Baqarah : 253].
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-Qashshsash : 30].
عن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله إذا تكلم بالوحي سمع أهل السماء للسماء صلصلة كجر السلسلة على الصفا فيصعقون فلا يزالون كذلك حتى يأتيهم جبريل فإذا جاءهم فزع عن قلوبهم فيقولون يا جبريل ماذا قال ربك فيقول الحق فينادون الحق الحق
Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah jika akan berbicara melalui wahyu, para penduduk langit mendengar di langit suara seperti gemerincing rantai yang ditarik di atas batu rata. Merekapun pingsan dan terus menerus dalam keadaan seperti itu hingga Jibriil tiba. Ketika Jibriil mendatangi mereka, hilanglah rasa takut dalam diri mereka lalu berkata : ‘Wahai Jibriil, apa gerangan yang difirmankan oleh Rabb-mu ?’. Jibril menjawab : ‘Al-haq (kebenaran)’. Mereka pun lantas berseru : ‘Al-haq, al-haq”[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4738, Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat hal. 201, Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhiid hal. 145, dan Al-Khathiib dalam At-Taariikh11/392; shahih].

5. Allah tidak bisa dilihat;
Penjelasan;
Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkata :
أجمعوا على أن المؤمنين يرون الله عز وجل يوم القيامة بأعين وجوههم على ما أخبر به تعالى
“Mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah ‘azza wa jalla kelak di hari kiamat dengan mata kepala mereka berdasarkan apa yang telah dikhabarkan Allah ta’ala” [Risaalah ilaa Ahlits-Tsaghr, hal. 237 – melalui perantaraan kitab Shifatullaahi ‘azza wa jalla Al-Waaridatu fil-Kitaab was-Sunnah oleh ‘Alawiy bin ‘Abdil-Qaadir As-Saqqaaf, hal. 170; Ad-Durarus-Saniyyah, Cet. 3/1426].
Allah ta’ala berfirman :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya” [QS. Yunus : 26].
Al-Haafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
وقد روي تفسير الزيادة بالنظر إلى وجه الله الكريم، عن أبي بكر الصديق، وحذيفة بن اليمان، وعبد الله بن عباس [قال البغوي وأبو موسى وعبادة بن الصامت] وسعيد بن المسيب، وعبد الرحمن بن أبي ليلى، وعبد الرحمن بن سابط، ومجاهد، وعكرمة، وعامر بن سعد، وعطاء، والضحاك، والحسن، وقتادة، والسدي، ومحمد بن إسحاق، وغيرهم من السلف والخلف.
وقد وردت في ذلك أحاديثُ كثيرة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن ذلك ما رواه الإمام أحمد:
حدثنا عفان، أخبرنا حماد بن سلمة، عن ثابت البُناني، عن عبد الرحمن بن أبي ليلى، عن صهيب؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم تلا هذه الآية: { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } وقال: "إذا دخل أهل الجنة الجنة، وأهل النار النار، نادى مناد: يا أهل الجنة، إن لكم عند الله موعدًا يريد أن يُنْجِزَكُمُوه. فيقولون: وما هو؟ ألم يُثقِّل موازيننا، ويبيض وجوهنا، ويدخلنا الجنة، ويزحزحنا من النار؟". قال: "فيكشف لهم الحجاب، فينظرون إليه، فوالله ما أعطاهم الله شيئا أحب إليهم من النظر إليه، ولا أقر لأعينهم".
“Telah diriwayatkan penafsiran kata az-ziyaadah (tambahan) dengan melihat wajah Allah Yang Mulia dari Abu Bakr Ash-Shiddiq, Hudzaifah bin Al-Yamaan, ‘Abdullah bin Al-‘Abbaas, [Al-Baghawiy berkata : Abu Musa, ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit], Sa’iid bin Al-Musayyib, ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, ‘Abdurrahman bin Saabith, Mujaahid, ‘Ikrimah, ‘Aamir bin Sa’d, ‘Atha’, Adl-Dlahhaak, Al-Hasan, Qataadah, As-Suddiy, Muhammad bin Ishaaq, dan yang lainnya dari kalangan salaf dan khalaf. Dan telah banyak hadits yang membicarakan hal itu dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, dari Shuhaib : Bahwasannya Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat :‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’, beliau bersabda : “Bila penduduk surga telah memasuki surga dan penduduk neraka telah memasuki neraka, maka ada seorang penyeru yang memanggil : ‘Wahai penduduk surga, sesungguhnya kalian mempunyai apa yang telah dijanjikan di sisi Allah, Allah ingin memenuhinya untuk kalian. Maka mereka berkata : ‘Apakah itu ? bukankah Allah telah memberatkan timbangan (amal baik) kami, memutihkan wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka ?”. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan :“Maka dibukalah hijab untuk mereka, lalu mereka melihat kepada wajah-Nya. Maka demi Allah, tidak ada sesuatupun yang Allah berikan kepada mereka yang lebih dicintai oleh mereka dan lebih menyenangkan mereka daripada melihat kepada wajah-Nya” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/262, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1420].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallampernah mengajarkan doa yang masyru’ dibaca setelah tasyahud akhir sebelum salam :
اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيراً لي وتوفني ما علمت الوفاة خيراً لي ، اللهم إني وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة ، وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب ، وأسألك القصد في الغنى والفقر ، وأسألك نعيماً لا ينفد ، وأسألك قرة عين لا تنقطع ، وأسألك الرضا بعد القضاء ، وأسألك برد العيش بعد الموت ، وأسألك لذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك من غير ضرَّاء مضرة ولا فتنة مضلة ، اللهم زينا بزينة الإيمان ، واجعلنا هداة مهتدين
“Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang ghaib dan dengan ke-Mahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah hidupku, bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku. Dan matikanlah aku dengan segera, bila Engkau mengetahui bahwa kematian lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar takut kepada-Mu dalam keadaan sembunyi (sepi) atau ramai. Aku mohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak di waktu rela atau marah. Aku mohon kepada-Mu agar aku bisa melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau faqir, aku mohon kepada-Mu agar diberikan nikmat yang tidak habis, dan aku mohon kepada-Mu agar diberikan penyejuk mata yang tidak putus. Aku mohon kepada-Mu agar aku dapat rela setelah qadla-Mu (turun pada kehidupanku). Aku mohon kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan setelah aku mati. Aku mohon kepada-Mukenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu” [Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy 3/54 no. 1305, Ahmad 4/264, Al-Haakim 1/524, Ibnu Abi Syaibah 10/265, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat no. 120; shahih].
Tidak mungkin beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kalimat : “Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga)” jika hal itu tidak akan terwujud (mustahil terjadi) kelak di akhirat.
6. Allah tidak diketahui mempunyai tempat tertentu;
Penjelasan;
Ini ‘aqidah baathil Jahmiyyah yang diikuti oleh sebagian Asy’ariyyah !! ‘Aqidah Jahmiyyah ini mengkonsekuensikan bahwa Allah ada dimana-mana/setiap tempat.
Al-Imaam Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkomentar tentang ‘aqidah Jahmiyyah yang satu ini dengan perkataannya :
وقد قال قائلون من المعتزلة والجهمية والحرورية : إن معنى استوى إستولى وملك وقهر، وأنه تعالى في كل مكان،وجحدوا أن يكون على عرشه، كما قال أهل الحق، وذهبوا في الإستواء إلى القدرة، فلو كان كما قالوا كان لا فرق بين العرش وبين الأرض السابعة لأنه قادر على كل شيء،والأرض شيء، فالله قادر عليها وعلى الحشوش.
وكذا لو كان مستويا على العرش بمعنى الإستيلاء، لجاز أن يقال : هو مستو على الأشياء كلها ولم يجز عند أحد من المسلمين أن يقول : إن الله مستو على الأخلية والحشوش، فبطل أن يكون الإستواء [على العرش] : الإستيلاء.
“Dan telah berkata orang-orang dari kalangan Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah (Khawarij) : ‘Sesungguhnya makna istiwaa’adalah menguasai (istilaa’), memiliki, dan mengalahkan. Allah ta’ala berada di setiap tempat’. Mereka mengingkari keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul-Haq (Ahlus-Sunnah). Mereka (Mu’tazillah, Jahmiyyah, dan Haruriyyah) memalingkan (mena’wilkan) makna istiwaa’ kepada kekuasaan/kemampuan (al-qudrah). Jika saja hal itu seperti yang mereka katakan, maka tidak akan ada bedanya antara ‘Arsy dan bumi yang tujuh, karena Allah berkuasa atas segala sesuatu. Bumi adalah sesuatu, dimana Allah berkuasa atasnya dan atas rerumputan.
Begitu juga apabila istiwaa’ di atas ‘Arsy itu bermakna menguasai (istilaa’), maka akan berkonsekuensi untuk membolehkan perkataan : ‘Allah ber-istiwaa’ di atas segala sesuatu’. Namun tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang membolehkan untuk berkata : ‘Sesungguhnya Allah ber-istiwaa’ di tanah-tanah kosong dan rerumputan’. Oleh karena itu, terbuktilah kebathilan perkataan bahwa makna istiwaa’ (di atas ‘Arsy) adalahistilaa’ (menguasai)” [selengkapnya, silakan lihat Al-Ibaanah, hal. 34-37 – melalui perantaraan Mukhtashar Al-‘Ulluw lidz-Dzahabiy, hal. 239; Al-Maktab Al-Islamiy, Cet. 1/1401 H].
Bandingkan dengan golongan Asy’ariyyah yang berpendapat bahwa Allah ta’ala tidak di dalam alam dan tidak pula di luar alam ! (lantas dimanakah Allah ?).
Sebagai seorang muslim ketika muncul pertanyaan dimana Allah, maka dengan tegas harus kita jawab : “Di langit, bersemayam di atas ‘Arsy-Nya”. Ini sebagai wujud ittiba’ kita terhadap hadits :
عن معاوية بن الحكم السلمي؛ قال : .....وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد والجوانية. فاطلعت ذات يوم فإذا الذيب [الذئب؟؟] قد ذهب بشاة من غنمها. وأنا رجل من بني آدم. آسف كما يأسفون. لكني صككتها صكة. فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فعظم ذلك علي. قلت: يا رسول الله! أفلا أعتقها؟ قال "ائتني بها" فأتيته بها. فقال لها "أين الله؟" قالت: في السماء. قال "من أنا؟" قالت: أنت رسول الله. قال "أعتقها. فإنها مؤمنة".
Dari Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulamiy, ia berkata : “…..Aku mempunyai seorang budak wanita yang menggembalakan kambingku kea rah gunung Uhud dan Jawwaaniyyah. Pada suatu hari aku memantaunya, tiba-tiba ada seekor serigala yang membawa lari seekor kambing yang digembalakan budakku itu. Aku sebagaimana manusia biasa pun marah sebagaimana orang lain lain marah (melihat itu). Namun aku telah menamparnya, lalu aku mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun menganggap besar apa yang telah aku lakukan. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah, apakah aku harus memerdekakannya ?’. Beliau menjawab :‘Bawalah budak wanita itu kepadaku’. Aku pun membawanya kepada beliau. Lalu beliau bertanya kepada budak wanita itu :‘Dimanakah Allah ?’. Ia menjawab : ‘Di langit’. Beliau bertanya lagi : ‘Siapakah aku ?’. Ia menjawab : ‘Engkau adalah utusan Allah (Rasulullah)’. Beliau pun bersabda :‘Bebaskanlah, sesungguhnya ia seorang wanita beriman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. no. 537, Abu Dawud no. 930, An-Nasai 3/14-16, dan lain-lain].
Allah ta’ala telah berfirman :
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya” [QS. Al-A’raaf : 54].
Catatan kecil :
Hadits Mu’awiyyah bin Al-Hakam di atas telah didla’ifkan oleh Muhammad Zaahid Al-Kautsariy – lokomotif paham Jahmiyyah abad 14 H – . Ia mendla’ifkan karena bertentangan dengan ‘aqidahnya. Oleh karena itu, dibuatlah alasan yang bermacam-macam untuk mendla’ifkannya dari sisi sanad (dan matannya – sehingga ia simpulkan sebagai hadits mudltharib). Namun ia gagal, karena hadits itu memang shahih dan disepakati keshahihannya oleh para imam ahli hadits. ‎

7. Allah tidak mempunyai ‘Arsy dan Kursiy, dan Ia tidak berada di atas ‘Arsy;

Penjelasan ;‎‎
‘Aqidah ini sangat jelas bertentangan dengan firman Allah ta’ala :
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya” [QS. Al-A’raaf : 54].
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ * أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?, atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” [QS. Al-Mulk : 16-17].
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” [QS. Al-Baqarah : 255 – ayat kursiy].
Dan juga bertentangan dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
ما السماوات السبع في الكرسي إلا كحلقة بأرض فلاة وفضل العرش على الكرسي كفضل تلك الفلاة على تلك الحلقة
“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti lingkaran yang dilemparkan di padang sahara yang luas. Dan keunggulan ‘Arsy atau Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas lingkaran tersebut” 
8. Mengingkari adanya mawaaziin (timbangan-timbangan) amal (di akhirat);
Penjelasan;
Ahlus-Sunnah beriman akan adanya miizaan(timbangan) di hari akhirat, tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Allah ta’ala berfirman :
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” [QS. Al-A’raaf : 8-9].
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi (dzarrah) pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan” [QS. Al-Anbiyaa’ : 47].
عن أبي الدرداء قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (ما من شيء يوضع في الميزان أثقل من حسن الخلق
Dari Abud-Dardaa’, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada sesuatupun yang diletakkan pada miizaan (timbangan) yang lebih berat daripada akhlaq yang baik”[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2002-2003, Ath-Thayaalisiy no. 978, ‘Abdurrazzaaq no. 20157, Al-Bukhariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 270 & 464, Abu Dawud no. 4799, dan yang lainnya; shahih].
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم: (كلمتان حبيبتان إلى الرحمن، خفيفتان على اللسان، ثقيلتان في الميزان: سبحان الله وبحمده، سبحان الله العظيم).
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dua kalimat yang dicintai oleh Ar-Rahmaan (Allah), ringan di lisan namun berat di timbangan yaitu : Subhaanallaahi wa bihamdihi subhaanallaahil-‘adhiim” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6406 & 6682 & 7563 dan Muslim no. 2694, Ahmad 2/232, At-Tirmidziy no. 3463, Ibnu Maajah no. 1264, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 1264, dan yang lainnya].
Timbangan (miizaan) tersebut adalah timbangan hakiki yang mempunyai dua daun timbangan. Berbeda halnya dengan Mu’tazillah yang berpendapat bahwa timbangan tersebut adalah kinaayah pada penegakan keadilan. Namun kita tidak mengetahui kaifiyahtimbangan karena hal itu termasuk perkara-perkara akhirat. Kebaikan akan diletakkan pada satu daun timbangan, dan kejelekan akan diletakkan di daun timbangan lainnya [lihat Syarh Lum’atil-I’tiqaad li-Ibni Qudamah].
Umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah umat pertama yang akan diperhitungkan (dihisab) dan ditimbang amal perbuatannya.
عن ابن عباس؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((نحن آخر الأمم، وأول من يحاسب. يقال: أين الأمة الأمية ونبيها؟ فنحن الآخرون الأولون)).
Dari Ibnu ‘Abbaas : Bahwasannya Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kita adalah umat yang paling akhir, namun paling awal diperhitungkan (amal perbuatannya (di hari kiamat)”. Dikatakan : “Dimanakah umat-umat lain beserta nabinya ?”. (Beliau menjawab) : “Kita adalah umat yang paling akhir sekaligus paling awal” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 4290; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 2374].
Para ulama meenjelaskan bahwa yang akan ditimbang pada hari kiamat adalah amal perbuatan, manusia itu sendiri (shaahibul-‘amal), dan lembaran-lembaran catatan amal [Diambil dari penjelasan Asy-Syaikh Shaalih bin ‘Abdil-‘Aziiz Aalusy-Syaikhhafidhahullah terhadap kitab Lum’atul-I’tiqaadkarya Ibnu Qudaamah rahimahullah yang disampaikan di Masjid Hamzah bin ‘Abdil-Muthallib, Dammam, 1413 H. Lihat jugaUshuulus-Sunnah oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 54, syarh & tahqiq Al-Waliid bin Muhammad An-Nashr].

9. Mengingkari adzab qubur;
Penjelasan;
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahberkata saat menjelaskan prinsip-prinsip ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah :
والإيمان بعذاب القبر، وأن هذه الأمة تفتن في قبورها وتُسألُ عن الإيمان والإسلام، ومن ربُّهُ ؟ ومن نبيه؟ ويأتيه منكر ونكير كيف شاء الله عز وجل وكيف أراد، والإيمان به والتصديق به.
“Dan beriman terhadap ‘adzab kubur. Bahwasannya umat ini akan diuji dalam kuburnya dan akan ditanya tentang iman, Islam, siapa Rabb-nya ? dan siapa Nabinya ? Malaikat Munkar dan Nakiir akan mendatanginya sebagaimana yang Allah ‘azza wa jalla kehendaki dan inginkan. Beriman dan membenarkannya [Ushuulus-Sunnah, hal. 56. Lihat juga Thabaqaatul-Hanaabilah oleh Ibnu Abi Ya’laa, 1/59].
Banyak dalil yang menjadi dasar adanya ‘adzab qubur. Diantaranya :
Allah ta’ala berfirman :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيـمَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta” [QS.Thaahaa : 124].
Al-Haafidh Ibnu Katsir rahimahullah saatmenjelaskan ayat tersebut membawakan riwayat Al-Bazzar :
حدثنا أبو زُرْعَة، حدثنا أبو الوليد، حدثنا حماد بن سلمة، عن محمد بن عمرو، عن أبي سلمة، عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم: { فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا } قال: "عذاب القبر". إسناد جيد
Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah : Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Muhammad bin ’Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam tentang ayat”Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (QS. Thaha : 124), beliau bersabda : “Yaitu adzab qubur” ; sanad hadits ini jayyid [Tafsir Ibnu Katsiir, 5/324, tahqiq Saamiy bin Muhammad Salamah; Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1420].
عن أبي أيوب قال : خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم بعدما غربت الشمس. فسمع صوتا. فقال "يهود تعذب في قبورها".
Dari Abu Ayyuub, ia berkata : ”(Satu saat),Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernahkeluar setelah tenggelam matahari; lalu beliau mendengar suara, lalu bersabda : “(Mereka itu adalah orang-orang) Yahudi yang disiksa di dalam kubur mereka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2869].
عن أم مبشر قالت دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وانا في حائط من حوائط بني النجار فيه قبور مهم وهم يقول استعيذوا بالله من عذاب القبر فقلت يا رسول الله وللقبر عذاب قال نعم وإنهم ليعذبون في قبورهم تسمعه البهائم
Dari Ummu Mubasysyir, dari Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda : ”Berlindunglah kalian kepada Allah dari adzab kubur”. Aku (Ummu Mubasyir) berkata : “Wahai Rasulullah, apakah kubur itu terdapat adzab ?”. Beliau menjawab : “Ya, mereka diadzab dengan adzab yang dapat didengar oleh binatang-binatang” [Diriwayatkan olehIbnu Hibban no. 3125, Ibnu Abi Syaibah 3/362, Ath-Thabaraaniy 25/268, Al-Baihaqiy dalam Itsbaatu ’Adzzabil-Qabr no. 95, dan yang lainnya; shahih sesuai persyaratan Muslim sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Arna’uth dalam Takhriij Shahih Ibni Hibbaan 7/396].
عن أنس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (العبد إذا وضع في قبره وتولي وذهب أصحابه، حتى إنه ليسمع قرع نعالهم، أتاه ملكان فأقعداه، فيقولان له: ما كنت تقول في هذا الرجل محمد صلى الله عليه وسلم؟ فيقول: أشهد أنه عبد الله ورسوله، فيقال: انظر إلى مقعدك في النار، أبدلك الله به مقعدا من الجنة).
Dari Anas radliyallaahu ’anhu, dari Nabishallallaahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda : ”Seorang hamba apabila telah diletakkan dalam kuburnya serta para shahabatnya (yang mengantar) telah berpaling dan pergi, maka ia benar-benar mendengar suara sandal-sandal mereka. Lalu, datanglah dua malaikat yang mendudukinya. Dua malaikat itu bertanya : ’Apa yang dulu engkau katakan tentang laki-laki ini, yaitu Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam ?’. Ia menjawab : ’Aku bersaksi bahwasannya ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya’. Maka dikatakan padanya : ’Lihatlah tempat dudukmu di neraka. Allah telah menggantikannya untukmu tempat duduk di surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1338 dan Muslim no. 2870].
عن البراء بن عازب، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "{يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت} [14 /إبراهيم /27]" قال "نزلت في عذاب القبر. فيقال له: من ربك؟ فيقول: ربي الله ونبيي محمد صلى الله عليه وسلم فذلك قوله عز وجل: {يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفي الآخرة}".
Dari Al-Barraa’ bin ’Aazib, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam belaiu bersabda :”Firman Allah : ’Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh’ (QS. Ibraahiim : 27); turun tentang adzab kubur. Maka dikatakan padanya (penghuni kubur) : ’Siapakah Rabb-mu ?’, ia pun menjawab : ’Rabb-ku adalah Allah dan Nabiku adalah Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam’. Itulah makna firman-Nya ’azza wa jalla : ’Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’[Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 1369 dan Muslim no. 2871].
Ibnu Abdil-Barr rahimahullah berkata : “Tidak ada perselisihan antara ahlus-sunnah tentangiman akan adanya adzab kubur” [At-Tamhiid9/230].
‘Aqidah Jahmiyyah dalam pengingkaran adzab kubur di era kontemporer dihidupkan kembali oleh kelompok Hizbut-Tahrir. Penolakan/pengingkaran terhadap ‘aqidah adzab kubur merupakan ciri yang sangat kentara dari kelompok ini. Bahkan, untuk mengokohkannya, mereka harus rela bersusah payah menulis buku tak bermanfaat yang berjudul : Absahkah ? Berdalil dengan Hadits Ahad dalam Masalah ‘Aqidah dan Siksa Kubur, karangan Syamsuddin Ramadlan, Hanifah Press, Jakarta. Buku ini sarat dengan kedustaan dan kebodohan.

10. Surga dan neraka telah diciptakan yang memiliki sifat fana (tidak kekal);

Penjelasan;‎
Surga dan neraka adalah dua makhluk Allah yang telah diciptakan. Allah ta’ala berfirman :
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” [QS. At-Taubah : 89].
إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek” [QS. Al-Kahfiy : 29].
عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ....إني رأيت الجنة . قتناولت منها عنقودا. ولو أخذته لأكلتم منه ما بقيت الدنيا. ورأيت النار. فلم أر كاليوم منظرا قط. ورأيت أكثر أهلها النساء
Dari Ibnu ’Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam :”....Sesunguhnya aku telah melihat surga. Kemudian aku mencoba meraih darinya satu tandan. Seandainya aku mampu meraihnya, sungguh kalian akan memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga telah melihat neraka. Aku belum pernah melihat seperti hari itu satu pemandangan pun (yang lebih mengerikan darinya). Dan aku melihat kebanyakan penduduknya adalah para wanita”[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1052, Muslim no. 907, Ibnu Khuzaimah no. 1377, Ibnu Hibbaan no. 2832 & 2853, dan yang lainnya].
Keduanya (surga dan neraka) adalah kekal, tidak akan pernah binasa.‎
Allah ta’ala berfirman :
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya” [QS. Al-Baqarah : 25].
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” [QS. Al-Baqarah : 257].
Al-Imam Ath-Thahawiy rahimahullah berkata :
ونؤمن بالبعث، وجزاء الأعمال يوم القيامة، والعرض، والحساب، وقراءة الكتاب، والثواب، والعقاب، والصراط، والميزان، والجنة والنار مخلوقتان، لا تفنيان أبدا ولا تبيدان.
”Kita (Ahlus-Sunnah) beriman kepada kebangkitan, pembalasan amal perbuatan di hari kiamat, pemeriksaan, hisab, pembacaan tulisan, pahala, siksaan, ash-shiraath, miizaan, surga dan neraka yang keduanya telah diciptakan yang tidak akan musnah selama-lamanya dan tidak akan hancur” [Al-’Aqiidah Ath-Thahaawiyyah, hal. 26; Daar Ibni Hazm, Cet. 1/1416].

11. Allah ‘azza wa jalla tidak akan berbicara kepada makhluk-Nya. ‎dan tidak akan melihat mereka di hari kiamat‎;
Penjelasan;‎
Ini adalah konsekuensi pengingkaran mereka terhadap sifat kalam sebagaimana telah lalu pembahasannya. Padahal telah tetap dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa Allah akan mengajak bicara orang-orang yang beriman kelak di hari kiamat.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلا النَّارَ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” [QS. Al-Baqarah : 174].
Apabila ada segolongan kaum yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, maka mafhum-nya ada segolongan lain akan diajak bicara oleh Allah kelak di hari kiamat.
وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ نَقُولُ لِلَّذِينَ أَشْرَكُوا أَيْنَ شُرَكَاؤُكُمُ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ
“Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: "Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu katakan (sekutu-sekutu Kami)?"[QS. Al-An’aam : 22].
ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُخْزِيهِمْ وَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تُشَاقُّونَ فِيهِمْ قَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ إِنَّ الْخِزْيَ الْيَوْمَ وَالسُّوءَ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?" Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu): "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir" [QS. Al-Hijr : 27].
عن ‏ ‏عدي بن حاتم ‏ ‏قال : ‏قال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم :‏ ‏ما منكم من أحد إلا سيكلمه ربه ليس بينه وبينه ترجمان ولا حجاب يحجبه ))
Dari ‘Adiy bin Haatim ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah ada seorangpun di antara kalian kecuali ia akan diajak bicara oleh Rabb-nya. Tidak ada antara keduanya penerjemah dan penghalang yang menghalanginya”[Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 6889].
عن أبي برزة الأسلمي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تزول قدما عبد حتى يسأل عن عمره فيما أفناه، وعن علمه فيما فعل وعن ماله من أين اكتسبه وفيما أنفقه وعن جسمه فيما أبلاه
Dari Abu Barzah Al-Aslamiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanyakan tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya seberapa jauh ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan kemana ia belanjakan/nafkahkan, dan tentang badannya untuk apa ia rusakkan” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2417, Abu Ya’laa no. 7434, dan Abu Nu’aim 1/232; shahih].‎

Ar-Ru’yah (melihat) adalah salah satu sifat Allah yang shahih dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di hari kiamat nanti, Allah akan melihat sebagian hamba-hamba-Nya dan tidak akan melihat sebagian yang lain (karena kemaksiatan yang mereka lakukan).
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih” [QS. Aali ‘Imraan : 77].
عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم قال فقرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مرار قال أبو ذر خابوا وخسروا من هم يا رسول الله قال المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب
Dari Abi Dzarr radliyallaahu ‘anhu dari Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, tidak dilihat, dan tidak pula disucikan serta baginya adzab yang sanga pedih”. Abu Dzar berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkannya tiga kali”. Kemudian Abu Dzarr bertanya : “Sungguh sangat jelek dan meruginya mereka itu wahai Rasulullah ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda : “(Mereka adalah) Musbil (orang yang melakukan isbal), orang yang gemar mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diberikan, dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 106, Abu Dawud no. 4087, At-Tirmidziy no. 1211, dan yang lainnya].

12. Penduduk surga tidak akan (bisa) melihat Allah ta’ala dan tidak pula melihat-Nya di surga‎;
Penjelasan;‎
Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkata :
أجمعوا على أن المؤمنين يرون الله عز وجل يوم القيامة بأعين وجوههم على ما أخبر به تعالى
“Mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah ‘azza wa jalla kelak di hari kiamat dengan mata kepala mereka berdasarkan apa yang telah dikhabarkan Allah ta’ala” [Risaalah ilaa Ahlits-Tsaghr, hal. 237 – melalui perantaraan kitabShifatullaahi ‘azza wa jalla Al-Waaridatu fil-Kitaab was-Sunnah oleh ‘Alawiy bin ‘Abdil-Qaadir As-Saqqaaf, hal. 170; Ad-Durarus-Saniyyah, Cet. 3/1426].
Allah ta’ala berfirman :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya” [QS. Yunus : 26].
Al-Haafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
وقد روي تفسير الزيادة بالنظر إلى وجه الله الكريم، عن أبي بكر الصديق، وحذيفة بن اليمان، وعبد الله بن عباس [قال البغوي وأبو موسى وعبادة بن الصامت] وسعيد بن المسيب، وعبد الرحمن بن أبي ليلى، وعبد الرحمن بن سابط، ومجاهد، وعكرمة، وعامر بن سعد، وعطاء، والضحاك، والحسن، وقتادة، والسدي، ومحمد بن إسحاق، وغيرهم من السلف والخلف.
وقد وردت في ذلك أحاديثُ كثيرة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن ذلك ما رواه الإمام أحمد:
حدثنا عفان، أخبرنا حماد بن سلمة، عن ثابت البُناني، عن عبد الرحمن بن أبي ليلى، عن صهيب؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم تلا هذه الآية: { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } وقال: "إذا دخل أهل الجنة الجنة، وأهل النار النار، نادى مناد: يا أهل الجنة، إن لكم عند الله موعدًا يريد أن يُنْجِزَكُمُوه. فيقولون: وما هو؟ ألم يُثقِّل موازيننا، ويبيض وجوهنا، ويدخلنا الجنة، ويزحزحنا من النار؟". قال: "فيكشف لهم الحجاب، فينظرون إليه، فوالله ما أعطاهم الله شيئا أحب إليهم من النظر إليه، ولا أقر لأعينهم".
“Telah diriwayatkan penafsiran kata az-ziyaadah (tambahan) dengan melihat wajah Allah Yang Mulia dari Abu Bakr Ash-Shiddiq, Hudzaifah bin Al-Yamaan, ‘Abdullah bin Al-‘Abbaas, [Al-Baghawiy berkata : Abu Musa, ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit], Sa’iid bin Al-Musayyib, ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, ‘Abdurrahman bin Saabith, Mujaahid, ‘Ikrimah, ‘Aamir bin Sa’d, ‘Atha’, Adl-Dlahhaak, Al-Hasan, Qataadah, As-Suddiy, Muhammad bin Ishaaq, dan yang lainnya dari kalangan salaf dan khalaf. Dan telah banyak hadits yang membicarakan hal itu dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari ‘Abdurrahman bin Abi Lailaa, dari Shuhaib : Bahwasannya Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat :‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’, beliau bersabda : “Bila penduduk surga telah memasuki surga dan penduduk neraka telah memasuki neraka, maka ada seorang penyeru yang memanggil : ‘Wahai penduduk surga, sesungguhnya kalian mempunyai apa yang telah dijanjikan di sisi Allah, Allah ingin memenuhinya untuk kalian. Maka mereka berkata : ‘Apakah itu ? bukankah Allah telah memberatkan timbangan (amal baik) kami, memutihkan wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka ?”. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan :“Maka dibukalah hijab untuk mereka, lalu mereka melihat kepada wajah-Nya. Maka demi Allah, tidak ada sesuatupun yang Allah berikan kepada mereka yang lebih dicintai oleh mereka dan lebih menyenangkan mereka daripada melihat kepada wajah-Nya” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/262, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1420].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallampernah mengajarkan doa yang masyru’ dibaca setelah tasyahud akhir sebelum salam :
اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيراً لي وتوفني ما علمت الوفاة خيراً لي ، اللهم إني وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة ، وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب ، وأسألك القصد في الغنى والفقر ، وأسألك نعيماً لا ينفد ، وأسألك قرة عين لا تنقطع ، وأسألك الرضا بعد القضاء ، وأسألك برد العيش بعد الموت ، وأسألك لذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك من غير ضرَّاء مضرة ولا فتنة مضلة ، اللهم زينا بزينة الإيمان ، واجعلنا هداة مهتدين
“Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang ghaib dan dengan ke-Mahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah hidupku, bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku. Dan matikanlah aku dengan segera, bila Engkau mengetahui bahwa kematian lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar takut kepada-Mu dalam keadaan sembunyi (sepi) atau ramai. Aku mohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak di waktu rela atau marah. Aku mohon kepada-Mu agar aku bisa melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau faqir, aku mohon kepada-Mu agar diberikan nikmat yang tidak habis, dan aku mohon kepada-Mu agar diberikan penyejuk mata yang tidak putus. Aku mohon kepada-Mu agar aku dapat rela setelah qadla-Mu (turun pada kehidupanku). Aku mohon kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan setelah aku mati. Aku mohon kepada-Mukenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu” [Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy 3/54 no. 1305, Ahmad 4/264, Al-Haakim 1/524, Ibnu Abi Syaibah 10/265, dan Al-Baihaqiy dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat no. 120; shahih].
Tidak mungkin beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kalimat : “Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga)” jika hal itu tidak akan terwujud (mustahil terjadi) kelak di akhirat.

13. Iman itu cukup dengan ma’rifatul-qalb tanpa pengikraran dengan lisan‎; 

Penjelasan seperti yang no 1 di atas.
14. Mengingkari seluruh sifat-sifat Al-Haqq (Allah) ‘azza wa jallaa. [selesai].
Penjelasan;
Ini adalah inti ‘aqidah Jahmiyyah yang mengingkari seluruh sifat Allah ta’ala. Pada hakekatnya, mereka seperti menyembah sesuatu yang tidak ada (karena tidak mempunyai sifat). Maha Suci Allah dari yang mereka katakan.

Penjelasan Hukum Ramalan Dan Zodiak


Munajjim (ahli nujum juga termasuk dalam katagori peramal menurut apa yang diistilahkan oleh sebagian ulama. Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari hadits Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia berkata :

صلى لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الصبح بالحديبية على إثر سماء كانت من الليلة فلما انصرف أقبل على الناس فقال هل تدرون ماذا قال ربكم قالوا الله ورسوله أعلم قال أصبح من عبادي مؤمن وكافر فأما من قال مطرنا بفضل الله ورحمته فذلك مؤمن بي وكافر بالكوكب وأما من قال بنوء كذا وكذا فذلك كافر بي ومؤمن بالكوكب 

”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengimami kami shalat Shubuh di Hudaibiyyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai shalat, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berbalik menghadap kepada para shahabat radliyallaahu ‘anhum lantas bersabda : ‘Tahukah kalian apa yang difirmankan Rabb kalian ?’. Para shahabat menjawab : ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’. Allah berfirman : ‘Di kala pagi ini, diantara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir’. Adapun orang yang mengatakan : ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah’, ia telah beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang. Sedangkan orang-orang yang berkata : ‘Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini dan bintang itu, maka ia kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang’” ‎

Imam Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya : Qatadah berkata : “Allah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hal :
1. Sebagai penghias langit
2. Sebagai pelempar syaithan
3. Dan sebagai tanda bagi orang yang untuk mengenali arah.
Maka barangsiapa menafsirkan selain itu, ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya dan memaksakan diri dalam sesuatu yang ia tidak mengetahuinya”.‎

Ilmu Nujum ada dua macam : ‎

Pertama : ‘Ilmu At-Ta’tsiir, yaitu ilmu nujum yang meyakini bahwa bintang-bintang mempunyai pengaruh terhadap keadaan alam semesta. Ilmu ini termasuk syirik dan bukan termasuk ilmu yang bermanfaat. Penjelasan yang lainnya tentang definisi ilmu at-ta’tsiir yaitu menjadikan keadaan bintang, planet, dan benda angkasa lainnya sebagai dasart penentuan berbagai peristiwa di bumi, baik sebagai sesuatu yang berpengaruh mutlak maupun hanya sebagai isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi. Jika dia percaya bahwa keadaan itu adalah faktor yang berpengaruh mutlak atas peristiwa-peristiwa bumi – dengan tidak membedakan baik karena kekuatan internalnya maupun karena izin Allah – maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkatan syirik besar dan telah keluar dariIslam. Tetapi jika ia percaya bahwa keadaan itu hanya merupakan isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi, maka ia dinyatakan sebagai musyrik dengan tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Perbintangan tidak berpengaruh terhadap peristiwa-peristiwa yang ada di bumi. Anggapan tentang perbintangan berpengaruh terhadap peristiwa-peristiwa di bumi adalah termasuk berkata sesuatu atas Nama Allah ta’ala tanpa ilmu.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

من اقتبس علما من النجوم اقتبس شعبة من السحر زاد ما زاد 

”Barangsiapa mempelajari satu cabang dari ilmu nujum, maka sesungguhnya ia telah mengambil satu bagian dari ilmu sihir, semakin bertambah (ilmu yang ia pelajari), semakin bertambah pula (dosanya)” ‎

Kedua : ‘Ilmu At-Tas-yiir, yaitu ilmu Nujum yang tujuannya untuk memudahkan arah tujuan dalam perjalanan dan kemaslahatan agama. Penjelasan yang lainnya tentang definisi ilmu at-tas-yiir yaitu menjadikan keadaan bintang dan benda angkasa sebagai petunjuk penentuan arah mata angin dan letak geografis suatu negara dan semacamnya. Jenis ini dibolehkan dalam Islam. Dari sinilah munculnya Hisab Takwim (penanggalan), pengetahuan tentang akhir musim dingin dan panas, waktu-waktu pembuahan (tumbuhan dan hewan), kondisi cuaca, hujan, penyebaran wabah penyakit dan semacamnya.
Astrologi adalah ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tata surya (planet, bulan, dan matahari) dengan nasib manusia. Dalam astrologi ada istilah horoskop, yaitu sebuah bagan atau diagram yang menggambarkan posisi matahari, bulan, planet-planet, aspek-aspek astrologis, dan sudut-sudut sensitif pada saat kelahiran seorang anak. 

Horoskop digunakan sebagai metode ramalan mengenai peristiwa yang berkaitan dengan waktu tertentu yang digambarkan dalam dasar-dasar astrologis. Sedangkan Shio adalah zodiak Tionghoa yang memakai hewan-hewan untuk melambangkan tahun, bulan, dan waktu dalam astrologi Tionghoa. Setiap individu diasosiasikan dengan satu shio sesuai dengan tanggal kelahirannya. Sebagai contoh adalah shio Kerbau. Orang dengan shio kerbau diyakini memiliki sifat cenderung keras kepala, pekerja keras, jujur, dan agak pemarah. 

Astrologi berbeda dengan astronomi. Ilmu ini dipelajari bukan untuk meramal tetapi untuk kemaslahatan umum, seperti untuk mengetahui jam shalat fardlu setiap harinya, menetapkan kalender, menentukan arah dan untuk memikirkan keagungan Sang Khaliq dengan merenungi alam raya ciptaan-Nya, yang berupa bintang, planet, galaksi, dan benda-benda langit lainnya yang mengagumkan. 

Ini jauh berbeda dengan seorang yang belajar astrologi. Mereka yang berkecimpung dalam ilmu perbintangan (astrologi), mengatakan bahwa ia mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri seseorang, dengan mengetahui rasi bintangnya atau kapan ia dilahirkan. Bahkan peramal dikatakan mampu melihat masa depan yang tergolong pengetahuan yang ghaib. 

Apabila kita mendalami pengetahuan yang dijadikan dasar sangkaan para astrolog itu, akan terlihat bahwa hal tersebut benar-benar tidak bersandar pada dalil aqly maupun dalil naqli. Sehingga siapa saja yang menyangka telah mengetahui hal yang ghaib dan kejadian masa depan, serta apa yang akan terjadi pada setiap orang melalui perantaraan rasi bintang, maka berarti dia adalah seorang pembohong dan pendusta. 
Mendatangi tukang ramal amat berbahaya. Yang termasuk dalam hukum ini adalah membaca ramalan bintang. Membaca ramalan seperti itu tidak perlu lagi tukang ramal didatangi, namun cukup majalah ramalan bintang atau tayangan ramalan nasib di TV yang dibawa masuk ke dalam rumah.
Berikut rincian yang bagus mengenai hukum mendatangi tukang ramal dan membaca ramalan bintang.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebagai berikut :

Yang mengetahui urusan ghaib hanyalah Allah ta’ala sebagaimana firman-Nya :

إِنّ اللّهَ عِندَهُ عِلْمُ السّاعَةِ وَيُنَزّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنّ اللّهَ عَلَيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Luqman : 34).

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاّ فِي كِتَابٍ مّبِينٍ‎

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS. Al-An’am : 59).
Perkara ghaib yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah semua perkara yang tidak mungkin dijangkau oleh akal dan indera manusia, seperti menentukan hari Kiamat, kapan kepastian lahir dan mati seseorang, apa yang akan dilakukan manusia atau makhluk lain esok hari, dan yang lainnya.
Allah ta’ala hanya memberikan sebagian pengetahuan ghaib tersebut kepada para utusan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Allah berfirman :

مّا كَانَ اللّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىَ مَآ أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتّىَ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطّيّبِ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنّ اللّهَ يَجْتَبِي مِن رّسُلِهِ مَن يَشَآءُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَإِن تُؤْمِنُواْ وَتَتّقُواْ فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”(QS. Aali ‘Imran : 179).

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَىَ غَيْبِهِ أَحَداً * إِلاّ مَنِ ارْتَضَىَ مِن رّسُولٍ فَإِنّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS. Al-Jin : 26-27).‎

Ibnu ‘Abbas berkata,”Ayat ini maksudnya : Allah hanya memberi tahu kepada para utusan-Nya perkara ghaib melalui wahyu. Selanjutnya mereka (para utusan-Nya – yaitu para Nabi dan Rasul) memperlihatkan kepada umatnya perkara ghaib ini dan hukum Allah lainnya, sedangkan selain utusan-Nya tidak ada yang mengetahui” (lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur8/309 oleh As-Suyuthi).

Meskipun demikian, tidaklah para utusan Allah dari kalangan Nabi dan Rasul itu mengetahui perkara ghaib secara mutlak, melainkan sebatas yang diberitahukan Allah kepadanya. Allah berfirman :‎

قُل لاّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلآ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآ أَقُولُ لَكُمْ إِنّي مَلَكٌ إِنْ أَتّبِعُ إِلاّ مَا يُوحَىَ إِلَيّ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS. Al-An’am : 50).
قُل لاّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاّ مَا شَآءَ اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسّنِيَ السّوَءُ إِنْ أَنَاْ إِلاّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-A’raf : 188).
‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata :

ومن حدثك أنه يعلم ما في غد فقد كذب ثم قرأت { وما تدري نفس ماذا تكسب غدا }

“Dan barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengetahui apa yang terjadi waktu besok, maka sungguh dia berkata dusta”. Lalu ‘Aisyah membecakan ayat : “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok” (HR. Bukhari nomor 4574 Bab Tafsiri Suratin-Najm).‎‎

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, nyatalah bagi kita semua bahwa perkara ghaib mutlak menjadi hak Allah, dan Dia hanya memberikansebagian pengetahuan tersebut kepada para Nabi dan Rasul untuk membuktikan kebenaran risalah yang dibawanya.

Jikalau ada orang yang mengaku bahwa ia mengetahui sebagian perkara/urusan ghaib, maka dapat dipastikan bahwa ia berdusta berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lah orang-orang yang disebut sebagai dukun (kahin - alias mbah dukun).

Terkadang, memang, perkataan dukun tersebut secara kebetulan mencocoki kebenaran. Ada hadits shahih yang menjelaskan fenomena ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :

سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم ناس عن الكهان فقال ليس بشيء فقالوا يا رسول الله إنهم يحدثوننا أحيانا بشيء فيكون حقا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم تلك الكلمة من الحق يخطفها الجني فيقرها في أذن وليه فيخلطون معها مائة كذبة

Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang berita-berita yang disampaikan para dukun. Beliau menjawab : “Berita-berita tersebut bohong belaka”. Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya berita-berita yang mereka sampaikan itu terkadang sesuai kenyataan?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Itulah kebenaran yang dicuri oleh jin, lalu dibisikkannya ke telinga pengikutnya. Lalu ia mencampurkannya dengan seratus kebohongan” (HR. Bukhari nomor 5429 Bab : Al-Kahaanah dan Muslim nomor 2228 Bab : Tahriimil-Kahaanah).‎

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إذا قضى الله الأمر في السماء ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله كالسلسلة على صفوان قال علي وقال غيره صفوان ينفذهم ذلك فإذا { فزع عن قلوبهم قالوا ماذا قال ربكم قالوا } للذي قال { الحق وهو العلي الكبير } فيسمعها مسترقو السمع ومسترقو السمع هكذا واحد فوق آخر ووصف سفيان بيده وفرج بين أصابع يده اليمنى نصبها بعضها فوق بعض فربما أدرك الشهاب المستمع قبل أن يرمي بها إلى صاحبه فيحرقه وربما لم يدركه حتى يرمي بها إلى الذي يليه إلى الذي هو أسفل منه حتى يلقوها إلى الأرض وربما قال سفيان حتى تنتهي إلى الأرض فتلقى على فم الساحر فيكذب معها مائة كذبة فيصدق فيقولون ألم يخبرنا يوم كذا وكذا يكون كذا وكذا فوجدناه حقا للكلمة التي سمعت من السماء

“Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata. Hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata : “Apa yang difirmankan Tuhanmu ?”. Mereka menjawab : “(Perkataan) yang benar. Dan Dial ah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. Ketika itulah, (syaithan-syaithan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini : sebagian mereka di atas sebagian yang lain – digambarkan oleh Sufyan (perawi hadits – Abul-Jauzaa') dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya – maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikannyalah kepada yang di bawahnya. Kemudian disampaikan lagi kepada yang ada di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi, kadangkala syaithan penyadap berita itu terkena syihab (meteor) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut, dan kadangkala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab. Lalu dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal melakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal) mengatakan : “Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari begini akan terjadi begitu (dan itu benar terjadi)”; sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari langit” (HR. Bukhari nomor 4424 dan 4522).

Pada hakikatnya, dukun tersebut telah menjadi wali syaithan dalam berbuat makar kepada Allah untuk menyesatkan manusia. Khabar-khabar yang disampaikan syaithan tersebut mengharuskan dirinya berbuat maksiat kepada Allah, termasuk mengerjakan kesyirikan yang merupakan dosa besar yang paling besar di sisi Allah.

Haram hukumnya bagi kita mempercayai perkataan dukun yang mengkhabarkan perkara ghaib. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :

من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu lalu ia membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”(HR. Muslim nomor 2230).

من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم

“Barangsiapa yang mendatangi (menggauli) istrinya yang sedang haidl atau mendatangi (menggauli) istrinya pada duburnya, atau mendatangi dukun lalu membenarkan perkataannya; maka sesungguhnya ia telah berlepas diri (kufur) dari ajaran yang diturunkan kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam” (HR. Abu Dawud nomor 3904, At-Tirmidzi nomor 135, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 10/124, dan yang lainnya; shahih).‎

Takhtimah

Ramalan merupakan sebuah cara untuk mengetahui nasib seseorang itu baik atau buruk. Jika kalian (Orang Muslim) renungkan, maka sesungguhnya orang-orang yang mencari tahu ramalan nasib mereka, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka menginginkan nasib yang baik dan buruk telah Allah takdirkan 50 ribu tahun sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَالسَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ

“Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim).

Hanya Allah yang tahu nasib kita. Yang dapat kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hal yang baik dan terhindar dari hal yang buruk, selebihnya kita serahkan semua hanya kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا…

“…Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Qs. Ath Thalaq: 3).

Terakhir, ingatlah, bahwa semua yang Allah tentukan bagi kita adalah baik meskipun di mata kita hal tersebut adalah buruk. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ…

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216).

Berbaik sangkalah kepada Allah SWT bahwa apabila kita mendapatkan suatu hal yang buruk, maka pasti ada kebaikan dan hikmah di balik itu semua. Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Adil terhadap hamba-hambaNya.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...