Sabtu, 23 Oktober 2021

Fungsi Bintang Dalam Pandangan Agama


Al-Quran adalah pedoman yang wajib diikuti oleh semua umat muslim di manapun dia berada. Al-Quran adalah sumber hukum bagi orang islam dalam menjalani setiap amal ibadahnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena dari Al-Quranlah kita dapat memahami apa saja yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan dan apa saja yang Allah larang kepada kita untuk dilakukan. Al-Quran juga adalah sebuah bukti keagungan Allah, dengan mukjizat yang Dia turunkan ini maka kita menyadari bahwa sebenarnya tidak mungkin Nabi Muhammad yang membuatnya, karena di dalamnya terdapat hal – hal ghaib dan wawasan yang luar biasa luas yang tidak mungkin seorang dapat mengetahuinya dengan sendirinya.

Al-Qur’an merupakan ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah kepada manusia agar manusia mengerti dan tahu terutama tentang alam sekitaranya yang pada waktu itu manusia masih memilki pengetahuan yang minim tentang alam semesta. Pada zaman Nabi dan para sahabat, banyak hal-hal yang masih bersifat misteri tantang ayat-ayat yang diturunkan Allah. Setelah ilmu pengetahuan berkembang, banyak ayat-ayat Al-Quran terbukti berjalan seiringan dengan ilmu pengetahuan. Saat manusia masih buta tentang alamnya, Al-Qur’an datang dengan membawa perubahan.

Salah satu bukti bahwa Al-Quran adalah mukjizat yang agung adalah, dalam Al-Quran kita dapat mendapati fenomena – fenomena keilmuan yang mana fenomena-fenomena tersebut baru dapat diketahui dan dianalisa pada zaman modern ini. Salah satu contoh adalah keajaiban dalam bidang astonomi atau benda-benda langit.‎

Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ (3) ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ (4) وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ (5)
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al Mulk: 3-5)

Dalam ayat ini, Allah menciptakan langit berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat. Kemudian Allah tanyakan, apakah ada sesuatu yang cacat atau retak di langit tersebut?  Jawabannya tentu saja tidak. Kemudian Allah memerintah melihatnya berulang lagi (bahkan berulang kali), apakah ada yang cacat di langit itu? Hasilnya, jika dilihat berulang kali tidak ada cacat sama sekali pada ciptaan Allah tersebut. Namun yang didapat adalah rasa payah karena berulangkalinya menelusuri langit itu.
Syaikh As Sa’di mengatakan bahwa jika sama sekali di langit tersebut tidak ada cacat, maka ini menunjukkan sempurnanya hasil ciptaan Allah. Ciptaan Allah tersebut begitu seimbang dilihat dari berbagai sisi, yaitu dari warna, hakikatnya, dan ketinggiannya. Begitu pula pada ciptaan Allah lainnya seperti matahari, rembulan dan bintang yang bersinar.
Keindahan Langit Ciptaan Allah
Dalam ayat selanjutnya, Allah menjelaskan kebagusan langit ciptaan-Nya. Langit tersebut menjadi indah dan menawan karena dihiasi dengan bintang-bintang. Bintang dalam ayat di atas disebutkan berfungsi untuk melempar setan dan sebagai penghias langit. Namun sebenaranya fungsi bintang masih ada satu lagi. Bintang secara keseluruhan memiliki tiga fungsi.
Fungsi Bintang di Langit
Fungsi pertama: Untuk melempar setan-setan yang akan mencuri berita langit. Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat Al Mulk,
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
“Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al Mulk: 5)
Setan mencuri berita langit dari para malaikat langit. Lalu ia akan meneruskannya pada tukang ramal. Akan tetapi, Allah senantiasa menjaga langit dengan percikan api yang lepas dari bintang, maka binasalah para pencuri berita langit tersebut. Apalagi ketika diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, langit terus dilindungi dengan percikan api.  Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا, وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا
“Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS. Al Jin: 9-10). Berita langit yang setan tersebut curi sangat sedikit sekali.
Fungsi kedua: Sebagai penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut.
وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 16). 

Allah menjadikan bagi para musafir tanda-tanda yang mereka dapat gunakan sebagai petunjuk di bumi dan sebagai tanda-tanda di langit.
Fungsi ketiga: Sebagai penerang dan penghias langit dunia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” (QS. Al Mulk: 5)
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.” (QS. Ash Shofaat: 6)
Mengenai surat Al Mulk ayat 5, ulama pakar tafsir –Qotadah As Sadusiy- mengatakan,
إن الله جلّ ثناؤه إنما خلق هذه النجوم لثلاث خصال: خلقها زينة للسماء الدنيا، ورجومًا للشياطين، وعلامات يهتدي بها ؛ فمن يتأوّل منها غير ذلك، فقد قال برأيه، وأخطأ حظه، وأضاع نصيبه، وتكلَّف ما لا علم له به.
“Sesungguhnya Allah hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan:  [1] sebagai hiasan langit dunia, [2] sebagai pelempar setan, dan [3] sebagai penunjuk arah. Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata,  ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali.” ‎Dari sini Qotadah melarang mempelajari kedudukan bintang, begitu pula Sufyan bin ‘Uyainah tidak memberi keringanan dalam masalah ini.‎

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat dua bintang yaitu: bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain,  Sedangkan bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).‎

Menurut ilmu astronomi bintang ialah Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 kali massa matahari) yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir.‎

Disebutkan Dalam Sebuah Hadis

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ كُلُّهُمْ عَنْ حُسَيْنٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ مُجَمَّعِ بْنِ يَحْيَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّيْنَا الْمَغْرِبَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُلْنَا لَوْ جَلَسْنَا حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَهُ الْعِشَاءَ قَالَ فَجَلَسْنَا فَخَرَجَ عَلَيْنَا فَقَالَ مَا زِلْتُمْ هَاهُنَا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّيْنَا مَعَكَ الْمَغْرِبَ ثُمَّ قُلْنَا نَجْلِسُ حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَكَ الْعِشَاءَ قَالَ أَحْسَنْتُمْ أَوْ أَصَبْتُمْ قَالَ فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ وَكَانَ كَثِيرًا مِمَّا يَرْفَعُ رَأْسَهُ إِلَىالسَّمَاءِ فَقَالَ النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتْ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ .‎

Diriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ishaq bin Ibrahim, dan Abdullah bin Umar bin Aban; semuanya dari Husain bin Ali Al-Ja’fi, dari Mujammi’ bin Yahya, dari Said bin Abu Burdah, dari Bapaknya, ia mengatakan: “Kami shalat Magrib bersama Rasulullah SAW, kemudian kami katakan: ‘seandainya kita duduk-duduk dan menunggu sampai shalat Isya bersama beliau lagi.’ (si perawi mengatakan) kami pun duduk-duduk (menunggu Isya) . Nabi lantas keluar menemui kami dan berkata: kalian disini ?

Kami menjawab, “ Wahai Rasulullah, kami shalat Magrib bersamamu. Kemudian kami katakan, “Kami tetap duduk-duduk (dimasjid) agar kami bisa shalat Isya’ bersama Anda.”

Beliau menukas: Bagus kalian!atau benar kalian!

Perawi menambahkan: Nabi SAW kemudian menengadahkan kepala ke langit dan beliau memang sering menegadahkan kepala ke langit. Beliau lantas bersabda:

“ Bintang-bintang adalah stabilator bagi langit; jika  bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku adalah pengaman bagi sahabatku; jika aku mati,  Maka datanglah kepada para sahabat sesuatu yang mengancam mereka. Sahabatku adalah pengaman Umatku; jika mereka mati, maka datanglah kepada umatku sesuatu yang mengancam mereka.[HR.Muslim]‎

Asbabul Wurud Hadis

Asbabul wurud hadis ini adalah ketika Sahabat Abu musa (Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadldlor) dan sahabat lain shalat Magrib bersama Rasulullah SAW. kemudian mereka duduk-duduk diluar menunggu sampai shalat Isya untuk shalat bersama Rasulullah lagi. Nabi SAW keluar menemui mereka dan berkata: kalian di sini ?‎
Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami shalat Magrib bersamamu. “Kami tetap duduk-duduk (di masjid) ini agar kami bisa shalat Isya’ bersamamu juga.”
Rasullah menukas: Bagus kalian!atau benar kalian!
kemudian Rasulullah menengadahkan kepala ke langit dan menyabdakan hadis tersebut.

Syarah Hadits
Sesungguhnya bintang-bintang ini merupakan stabilisator langit (alat penstabil langit). Apabila bintang-bintang ini hilang, maka langit akan tertimpa apa yang telah dijanjikan”. maksud dari perkataan tersebut bahwasanya Bintang memiliki posisi penting dalam penstabilan tata surya. Selama ia masih ada langit akan tetap stabil, jika bintang telah rusak maka akan datang hari kiamat, atau hari yang telah dijanjikan.
“Aku adalah penentram bagi sahabatku, apabila aku telah pergi, maka akan datang kepada sahabatku apa yang telah dijanjikan”. Maksud apa yang dijanjikan disini adalah peperangan, fitnah dan berbagai perpecahan yang semua itu telah terjadi.
“para sahabatku adalah penentram bagi umatku, apabila mereka telah pergi maka akan datang kepada umatku apa yang telah dijanjikan”. Maksud yang telah dijanjikan disini adalah fitnah, adanya bid’ah, hal-hal yang baru dalam agama, datangnya zaman syaitan (satanisme), dan terkuasainya makkah dan madinah. Pengetahuan ini seluruhnya adalah mu’jizat nabi SAW.

Anlisis: dalam hadits ini ada tiga varibel yang ditekankan; fungsi bintang, Kedudukan Nabi dan Sahabat.

Kedudukan Nabi disana sebagai penentram, dimana apabila beliau sudah wafat maka apa yang dijanjikan telah dijanjikan pada mereka. Dalam hal ini Rasululloh tidak menyebutkan apa yang akan terjadi, namun dalam syarah hadits muslim ini dikatakan bahwa apa yang dijanjikan disini adalah adanya perpecahan dan fitnah. Secara historis hal ini bisa ditelusuri bahwa banyak sekali fenomena peperangan yang terjadi setelah rasulullah wafat yang terjadi pada masa sahabat, sepeti adannya perang antara Muawiyah, Aisyah dengan Ali Bin Abi Thalib.

Adapun kedudukan sahabat disini dikatakan bahwa mereka adalah penentram bagi umat, setelah tiada akan muncul berbagai bid’ah, dan lainnya termasuk persekutuan dengan syetan. Dalam hadits memang tidak disebutkan peristiwa ini, namun secara historis fenomena ini terlihat baik itu pada masa sekarang ataupun pasca sahabat seperti adanya hadits palsu dan lain sebagainya.

Dua hal ini dalam syarah hadits dikatakan sebagai mu’jizat. Namun dalam kecamata ilmu pengetahuan hal ini juga benar, karena bisa dilihat faktanya dari apa yang dibicarakan. Dari hal ini bisa dikatakan bahwa matan hadits tidak mengalami kontradiksi dengan ilmu pengetahuan dan fakta historis, hal ini menandakan bahwa hadits ini tidak mengalami masalah

Hadist tentang teknologi transportasi
ثُمَّ أُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ يُقَالُ لَهُ الْبُرَاقُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ فَحُمِلْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ انْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا

Artinya : kemudian aku didatangi binatang yang disebut Buroq, yang lebih tinggi dari keledai namun lebih pendek dari Baghol, yang setiap langkah kakinya adalah sejauh batas pandangan mata. Aku diba wa di atasnya, kemudian kami pergi hingga kami mendatangi langit dunia.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori,Muslim dan lain-lain).

Pendapat mengenai hadist diatas: Hadits ini mengisyaratkan akan adanya teknologi transportasi de-ngan kecepatan super, baik kendaraan darat maupun udara, seperti pesawat supersonic, pesawat challenger dan lain-lainnya. Sehingga saat ini banyak bermunculan kendaraan dan alat transportasi yang canggih seiring dengan majunya globalisasi yang ada di dunia ini.

Mempelajari Posisi Benda Langit
Ada dua ilmu yang mempelajari posisi benda langit yaitu ilmu astronomi (ilmu tas-yir) dan ilmu astrologi (ilmu ta’tsir).
Pertama: Ilmu astronomi (ilmu tas-yir)
Astronomi, yang secara etimologi berarti “ilmu bintang” adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana amatir masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan fenomena sementara. Astronomi jangan dikelirukan dengan astrologi, ilmusemu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang sama, kedua bidang ini sangat berbeda; astronom menggunakan metode ilmiah, sedangkan astrolog tidak.
Kedua: Ilmu astrologi (ilmu ta’tsir)
Astrologi adalah ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tata surya (planet, bulan dan matahari) dengan nasib manusia. Karena semua planet, matahari dan bulan beredar di sepanjang lingkaran ekliptik, otomatis mereka semua juga beredar di antara zodiak. Ramalan astrologi didasarkan pada kedudukan benda-benda tata surya di dalam zodiak.
Seseorang akan menyandang tanda zodiaknya berdasarkan kedudukan matahari di dalam zodiak pada tanggal kelahirannya. Misalnya, orang yang lahir awal desember akan berzodiak Sagitarius, karena pada tanggal tersebut Matahari berada di wilayah rasi bintang Sagitarius. Kedudukan Matahari sendiri dibedakan antara waktu tropikal dan waktu sideral yang menyebabkan terdapat dua macam zodiak, yaitu zodiak tropikal dan zodiak sideral. Sebagian besar astrologer Barat menggunakan zodiak tropikal.
Di bola langit terdapat garis khayal yang disebut dengan lingkaran ekliptika. Jika diamati dari bumi, semua benda tatasurya (planet, Bulan dan Matahari) beredar di langit mengelilingi lingkaran ekliptika. Keistimewaan dari keduabelas zodiak dibanding rasi bintang lainnya adalah semuanya berada di wilayah langit yang memotong lingkaran ekliptika. Jadi dapat disimpulkan zodiak adalah semua rasi bintang yang berada disepanjang lingkaran ekliptika. Rasi-rasi bintang tersebut adalah:
Capricornus: Kambing laut
Aquarius: Pembawa Air
Pisces: Ikan
Aries: Domba
Taurus: Kerbau
Gemini: Si Kembar
Cancer: Kepiting
Leo: Singa
Virgo: Gadis Perawan
Libra: Timbangan
Scorpius: Kalajengking
Sagitarius : Si Pemanah
Hukum Mempelajari Ilmu Astronomi dan Ilmu Astrologi

Para ulama dalam menilai ilmu yang mempelajari kedudukan bintang ada dua pendapat:
Pendapat pertama: Terlarang mempelajari posisi benda langit. Inilah pendapat Qotadah dan Sufyan bin ‘Uyainah. Alasan mereka melarang hal ini dalam rangka saddu adz dzari’ah yaitu menutup jalan dari hal yang dilarang. Mereka khawatir jika kedudukan bintang tersebut dipelajari, akan diyakini bahwa posisi benda langit tersebut bisa berpengaruh pada takdir seseorang. Dan ini adalah penambahan dari tiga fungsi benda langit sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Pendapat kedua: Tidak mengapa mempelajari posisi benda langit. Yang dibolehkan di sini adalah ilmu tas-yir (ilmu astronomi). Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq bin Rohuyah dan kebanyakan ulama.
Pendapat kedua inilah yang lebih tepat karena berbagai manfaat yang bisa diperoleh dari ilmu astronomi dan tidak termasuk sebab yang dilarang. Ilmu tas-yir (ilmu astronomi) memiliki beberapa manfaat. Di antaranya bisa dipakai untuk kepentingan agama seperti mengetahui arah kiblat dan waktu shalat. Atau untuk urusan dunia seperti mengetahui pergantian musim. Ini semua termasuk ilmu hisab dan dibolehkan.
Sedangkan yang terlarang untuk dipelajari adalah ilmu yang pertama yang disebut dengan ilmu ta’tsir (ilmu astrologi). Dalam ilmu astrologi, ada keyakinan bahwa posisi benda-benda langit berpengaruh pada nasib seseorang.‎Padahal tidak ada kaitan ilmiah antara posisi benda langit dan nasib seseorang. Inilah yang keliru.
Keyakinan Terhadap Zodiak dan Ramalan Bintang
Ada tiga macam keyakinan yang dimaksud dan ketiga-tiganya haram.
Pertama: Keyakinan bahwa posisi benda langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit.
Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang dimiliki oleh Ash Shobi-ah. Mereka mengingkari Allah sebagai pencipta. Segala kejadian yang ada diciptakan oleh benda langit. Pergerakan benda langit yang ada dapat diklaim menimbulkan kejadian baik dan buruk di alam semesta. Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang kufur berdasarkan kesepakatan para ulama.
Kedua: Keyakinan bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan benda tersebut tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Yang menciptakan setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah sebab semata. Keyakinan semacam ini juga tetap keliru dan termasuk syirik ashgor. Karena Allah sendiri tidak pernah menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab. Allah pun tidak pernah menganggapnya punya kaitan dengan kejadian yang ada di muka bumi, seperti turunnya hujan dan bertiupnya angin. Semua ini kembali pada pengaturan Allah dan atas izin-Nya, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedudukan benda langit yang ada. Allah hanya menciptakan bintang untuk tiga tujuan sebagaimana telah dikemukakan di atas.
Ketiga: Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti mengaku-ngaku ilmu ghoib. Ini termasuk perdukunan dan sihir. Perbuatan semacam ini termasuk kekufuran berdasarkan kesepakatan para ulama.
Intinya, ketiga keyakinan di atas adalah keyakinan yang keliru, walaupun hanya menganggap sebagai sebab sedangkan yang menciptakan segala peristiwa adalah Allah. Keyakinan semacam inilah yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat muslim dalam majalah, koran, di dunia maya seperti di situs jejaring sosial (Facebook dan Instragram). Sebagian muslim masih saja mempercayai ramalan-ramalan bintang semacam zodiak (Aquarius, Pisces, Sagitarius, dll). Mereka meyakini bahwa pasangan yang cocok untuk dirinya adalah jika memiliki zodiak A, karena berdasarkan ramalan zodiaknya. Jika dia memiliki pasangan dari zodiak C, maka boleh jadi ada ketidakcocokan. Inilah perbuatan dosa yang sudah semakin tersebar luas di masyarakat muslim.

Hadist tentang astronomi

Artinya : “ Belajarlah dari nasabmu apa yang dapat kamu sambung dengannya tali persaudaraanmu kemudian sempurnakanlah dan belajarlah bahasa arab apa yang kamu ucapkannya kitab Allah kemudian sempurnakanlah, kemudian belajarlah dari bintang-bintang apa yang kamu dapatkan petunjuk dengannya didalam kegelapan daratan dan lautan kemudian sempurnakanlah.” (Imam al-baihaqi)

Keterangan: Yang dimaksud ا لنجو م  disini adalah benda-benda bercahaya selain matahari dan bulan, karena itulah yang tampak dan itulah yang biasa dijadikan petunjuk. Pada masa primitive, orang-orang Arab menentukan waktu dengan terbitnya bintang-bintang itu. Mereka memelihara waktu tahun dengan anwa’, yaitu bintang-bintang, manzilah-manzilah

Bagi mereka, pengambilan petunjuk dengan bintang-bintang ada dua macam :
a.    Mengetahui waktu dari malam atau dari tahun
b.    Mengetahui jalan-jalan dan arah-arah

Yang dimaksud dengan kegelapan adalah kegelapan malam, kegelapan bumi atau air, serta dalam arti kesalahan dan kesesatan. Allah-lah yang menjadikan untuk kalian bintang-bintang, sebagai petunjuk di daratan dan di lautan apabila kalian tersesat jalan atau bingung, sehingga diwaktu malam kalian tidak mendapat petunjuk. Dengan bintang-bintang itu kalian mengetahui jalan lalu kalian menempuhnya dan selamat dari kesalahan dan kesesatan di daratan dan di lautan.

Pendapat mengenai hadist diatas: Secara historis, perkembangan astronomi di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan sejarah negeri ini. Banyak fenomena astronomi yang menarik dan dapat di manfaatkan untuk keperluan praktis maupun memperluas pengetahuan manusia. Dengan mempelajari astronomi, kita dapat mengetahui beberapa hal antara lain:
a.    Penentuan arah kiblat
b.    Penentuan waktu ibadah sholat
c.    Penanggalan
d.    Penentuan awal bulan hijriyah
e.     Penentuan gerhana

Allah ta’ala mengingatkan kita akan sebagian karunia-Nya dalam menundukkan benda-benda bercahaya yang kita lihat kecil. Setelah mengingatkan kita akan sebagian karunia-Nya di dalam matahari dan bulan yang keduanya terlihat besar oleh mata manusia. Pendapat saya mengenai hadist diatas yaitu . Hadist tersebut membuktikan mengenai pengetahuan astronomi, yang dari dulu hingga sekarang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ini membuktikan besarnya kuasa Allah swt, selain dalam Al-quran ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat  juga dijelaskan dalam hadist. Dimana hadist  ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi.

Menurut saya umat muslim sebagai umat yang besar , harus cerdas  dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Seperti dalam Al-quran Allah memerintahkan kepada umat untuk menuntut ilmu dan memanfaatkan apa yang ada dilangit dan dibumi. Umat manusia tidak boleh takabur atas semua yang ada dibumi, melainkan harus selalu ingat bahwa semua yang ada dilangit dan dibumi adalah milik Allah Swt, termasuk ia dan akalnya yang digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Kita sebagai hamba Allah yang baik diharuskan untuk mengamati alam raya, karena dengan mengamati dan mempelajarinya kita dapat memperoleh beberapa manfaat, antara lain :

·         Lebih mangenal fungsi-fungsi benda langit dan manfaat bagi kehidupan kita
·         Mamberi perspektif bagi kita untuk mengenal bagaimana kebesaran Allah dalam menciptakan alam semesta ini. Sehingga dengan memperhatikan dan mengamati alam semesta ini, maka akan semakin kuat ketaqwaannya kepada Allah.

Kaitannya dengan hal tersebut dapat diperhatikan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:

ان خيار  عباداللهالذين يراعون الشمس واقمر لذكراله

 “Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik adalah mereka yang selalu   memperhatikan matahari dan bulan untuk mengingat Allah” (HR.At-Tabrani).

Ali bin Abi Thalib berkata:

من اقبس علما من النجوم من حملة القران ازداد به ايمانا ويقينا

“Barangsiapa mempelajari ilmu pengetahuan tentang bintang-bintang (benda-benda langit), sedangkan ia dari orang yang sudah memahami Al-Qur’an niscaya bertambahlah iman dan keyakinannya”.

 Syekh al-Akhdlari berkata :
واعلم باءن العلم باالنجوم     علم شريف ليس بلمجذمون
لانه يفيد في  الاوقات           كالفجر والاسحاروالساعات
وهكذا يليق  بالعباد              حين قيامهم الئ الاوراد

“Ketahuilah bahwasanya ilmu nujum (ilmu falak) itu ilmu yang mulia, bukan ilmu yang tercela. Karena ilmu falak itu berguna untuk penentuan waktu-waktu fajar, sahur. Begitu pula berguna bagi hamba-hamba Allah, kapan mereka harus bangun untuk melakukan ibadah”.

Berdasarkan uraian Hadits – hadits diatas tentang anjuran untuk mempelajari ilmu falak  posisi hadits juga dikatakan sebagai pembentukan hukum Islam, disini penulis berpendapat bahwa hadits sangat urgen dalam kaitannya dengan ilmu falak. Karena sebagai sumber dan dasar hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an, hadits sangat berperan dalam menetapkan hukum tentang penetapan waktu shalat, penentuan arah kiblat dan penentuan awal Ramadhan atau awal puasa. Seperti contoh hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:

 ”Berpuasalah karena melihat bulan, dan berbukalah karena melihat bulan”. 
Disini, posisi hadits adalah sebagai dasar yang dijadikan rujukan oleh jumhur Ulama untuk menetapkan awal Ramadhan atau awal puasa itu dengan metode Rukyah. Sehingga dengan contoh ini menjadi jelaslah tentang posisi hadits dalam pembentukan hukum Islam, khususnya dalam menetapkan hukum yang belum pernah disinggung di dalam al-Qur’an yaitu tentang masalah rukyah. Selain rukyah, para ahli hisab juga menggunakan hadits sebagai dalil metode hisab yang mereka sepakati, yaitu ”Berpuasalah kamu karena melihat bulan, dan berbukalah kamu karena melihat bulan, jika ternyata bulan tertutup atasmu, maka kira-kirakanlah.” Jadi, disini penulis tidak sepakat dengan golongan-golongan yang mengikngkari sunnah, karena sudah jelas bahwa hadits sangat dibutuhkan bagi umat Islam khususnya dalam masalah perintah yang berkaitan dengan ibadah mahdlah yaitu awal puasa atau ramadhan. 

Meskipun nanti pada penerapan hadits itu ada penafsiran makna yang berbeda-beda. Misalnya hadits yang dijadikan dalil ahli hisab, kata faqdurulahu bagi ahli hisab dimaknai dengan kira-kirakanlah dengan perhitungan hisab itu sendiri, sedangkan untuk ahli rukyah memaknai faqdurulahu dengan menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Dengan demikian, jelas sekali anggapan dan pemahaman cukup hanya dengan al-Qur’an tanpa memerlukan hadits adalah sesat, batal dan tidak bisa diterima. Hal ini ditegaskan oleh al-Qur’an. al-Qur’an menyebutkan bahwa Rasulullah adalah penjelas (mubayyin) terhadap apa yang diturunkan Allah.

Bentuk Bumi Bulat Atau Datar?????


NASIHAT ULAMA BESAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH UNTUK PARA GURU PELAJARAN GEOGRAFI

يجب على مدرس الجغرافيا إذا عرض على الطلاب نظرية الجغرافيين حول ثبوت الشمس ودوران الأرض عليها – أن يبين أن هذه النظرية تتعارض مع الآيات القرآنية والأحاديث النبوية، وأن الواجب الأخذ بما دل عليه القرآن والسنة، ورفض ما خالف ذلك، ولا بأس بعرض نظرية الجغرافيين من أجل معرفتها والرد عليها كسائر المذاهب المخالفة، لا من أجل تصديقها والأخذ بها

“Wajib atas guru pelajaran Geografi apabila menjelaskan kepada siswa-siswa tentang teori para ahli Geografi seputar diamnya matahari dan berputarnya bumi, hendaklah ia menjelaskan bahwa teori ini bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, maka wajib mengambil petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan menolak pendapat yang menyelisihinya. Dan tidak mengapa menyampaikan teori para ahli Geografi tersebut untuk sekedar mengetahuinya dan membantahnya, sebagaimana pendapat-pedapat yang menyimpang lainnya wajib dibantah, bukan untuk membenarkannya dan mengambilnya.” ‎

Salah satu masalah yang sedang berkembang akhir-akhir ini adalah perdebatan mengenai bentuk bumi kita, apakah bulat ataukah datar. Pengetahuan yang selama ini diketahui umumnya orang adalah bahwa bumi itu bulat, namun berkembang juga pemahaman bahwa bumi itu datar atau disebut juga pemahaman flat earth. Beberapa ulama sebenarnya telah membahas hal ini, mereka membahas masalah bentuk bumi dari perspektif syariat. Tentunya mereka berdalil dengan yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mengabarkan tentang alam semesta ini.

Klaim ijma bumi itu bulat

Perlu diketahui bahwa ada klaim ijma’ dari sebagian ulama bahwa bumi itu bulat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

وقال الإمام أبو الحسين أحمد بن جعفر بن المنادي من أعيان العلماء المشهورين بمعرفة الآثار والتصانيف الكبار في فنون العلوم الدينية من الطبقة الثانية من أصحاب أحمد : لا خلاف بين العلماء أن السماء على مثال الكرة ……

قال : وكذلك أجمعوا على أن الأرض بجميع حركاتها من البر والبحر مثل الكرة . قال : ويدل عليه أن الشمس والقمر والكواكب لا يوجد طلوعها وغروبها على جميع من في نواحي الأرض في وقت واحد ، بل على المشرق قبل المغرب

“Telah berkata Imam Abul Husain Ibnul Munadi rahimahullah termasuk ulama terkenal dalam pengetahuannya terhadap atsar-atsar dan kitab-kitab besar pada cabang-cabang ilmu agama, yang termasuk dalam thabaqah/tingkatan kedua ulama dari pengikut imam Ahmad: “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa langit itu seperti bola

Beliau juga berkata: “Demikian pula mereka telah bersepakat bahwa bumi ini dengan seluruh pergerakannya baik itu di daratan maupun lautan, seperti bola

Beliau berkata lagi: “Dalilnya adalah matahari , bulan dan bintang-bintang tidak terbit dan tenggelam pada semua penjuru bumi dalam satu waktu, akan tetapi terbit di timur dahulu sebelum terbit di barat".

Demikian juga Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

أن أحد من أئمة المسلمين المستحقين لإسم الإمامة بالعلم رضي الله عنهم لم ينكروا تكوير الأرض ولا يحفظ لأحد منهم في دفعه كلمة بل البراهين من القرآن والسنة قد جاءت بتكويرها

“Para Imam kaum muslimin yang berhak mendapar gelar imam radhiallahu anhum tidak mengingkari bahwa bumi itu bulat. Tidak pula diketahui dari mereka yang membantah sama sekali, bahkan bukti-bukti dari Al-Quran dan Sunnah membuktikan bahwa bumi itu bulat”.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

في كون الأفلاك كروية الشكل والأرض كذلك وأن نور القمر مستفاد من نور الشمس وأن الكسوف القمرى عبارة عن انمحاء ضوء القمر بتوسط الأرض بينه وبين الشمس

“Bahkan alam semesta dan bumi betuknya adalah bola, demikian juga penjelasan bahwa cahaya bulan berasal dari pantulan sinar matahari dan gerhana bulan terjadi karena cahaya bulan terhalang oleh bumi yang terletak antara bulan dan matahari”.

Demikian juga pendapat bahwa beberapa ulama wahabi  seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dan ulama lainnya.

Batalnya klaim Ijma’

Perlu diketahui juga bawa ada beberapa ulama ada yang menafikan bahwa bumi itu bulat seperti Al-Qahthaniy Al-Andalusy dalam kitab Nuniyah-nya,

كذب المهندس والمنجم مثله … فهما لعلم الله مدعيان

الأرض عند كليهما كروية … وهما بهذا القول مقترنان

والأرض عند أولي النهى لسطيحة … بدليل صدق واضح القرآن

“Telah berbohong ilmuan dan astronom yang semisal … mereka mengklaim atas ilmu Allah”

“Bumi menurut mereka bulat … mereka bergandengan dengan pendapat ini”

“Bumi menurut ahli ilmu agama adalah datar … dengan dalil yang jelas dari Al-Quran”.

Demikian juga dalam Tafsir Jalalain, ketika menafsirkan ayat

وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

“Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (Al-Ghaasyiyah: 20).

 Dijelaskan bahwa dzahir ayat bumi itu (سُطِحَتْ) “sutihat” menunjukkan bumi itu (سطحية) “sathiyyah” yaitu bulat, dalam tafsir dijelaskan,
سطحت ظاهر في أن الأرض سطح وعليه علماء الشرع لا كرة كما قاله أهل الهيئة

“Makna ‘sutihat’ zahirnya menunjukkan bahwa bumi itu datar dan dijelaskan oleh ulama, bukan bulat sebagaimana dikatakan oleh ahli astronom”.‎

Demikian juga Al-Qurthubi dalam tafsirnya, membantah bahwa bumi bulat, ketika menafsirkan ayat,

وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran” (Al-Hijr: 19).

Beliau Al-Qurthubi berkata,

وهو يرد على من زعم أنها كالكرة

“Ini adalah bantahan bagi mereka yang menyangka bahwa bumi itu seperti bola".

Dari sini kita ketahui bahwa ada ulama yang menyelisihi klaim ijma’ yang disebutkan di atas.

Dalil-dalil yang digunakan kedua pendapat, dari Al-Quran dan As Sunnah

Masing-masing pendapat yang ada berdalil dengan Al Quran dan Sunnah dan saling membantah. Jika membahas dalil-dalil mereka maka cukup panjang, maka kita beri beberapa contoh saja:

1) Dalil bahwa bumi itu bulat menurut pro bumi bulat, surat Az Zumar ayat 5

Allah berfirman,

يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ

“Dia menutupkan/menggilirkan (takwrir) malam atas siang dan menutupkan/menggilirkan siang atas malam” (Az-Zumar : 5).

Pro bumi bulat berkata bahwa takwir itu bermakna lingkaran atau melingkari, misalnya melingkari penutup kepala imamah, karenanya bumi itu bulat-bola bergantian siang dan malam.

Pro bumi datar membantah bahwa justru itu dalil bahwa bumi itu datar dan berbentuk lingkaran (piring bulat), matahari dan bulan berputar melingkar di atas bumi dan menggantikan siang dan malam.

2) Dalil bumi itu datar menurut pro bumi datar, surat At Thur ayat 6

Yaitu posisi baitul makmur (ka’bah penduduk langit) yang berada tepat sejajar di atas ka’bah dunia di Mekkah

وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِْ وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِْ . وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ

“dan demi Baitul Ma’mur , dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS. At-Thur: 4-6)

Al-Baghawi rahimahullah berkata,

” والبيت المعمور “، بكثرة الغاشية والأهل، وهو بيت في السماء حذاء العرش بحيال الكعبة

“Baitul Makmur: banyaknya yang memenuhi dan penduduknya, yaitu rumah di langit sekitar ‘Arsy dan sejajar dengan Ka’bah bumi” .‎

Pro bumi datar berkata: “Bagaimana mungkin bumi bulat-bola dan berputar kemudian baitul makmur sejajar dengan baitullah di Mekkah, bagaimana bisa sejajar kalau bumi-bulat berputar? berarti baitul makmur mutar-mutar di atas langit ikut bumi? Ini tidak masuk akal. Kalau bumi datar maka masuk akal jika sejajar”.

Pro bumi bulat membantah: “bisa jadi, ini hal ghaib yang tidak bisa masuk akal manusia, banyak hal ghaib yang tidak masuk akal kita sekarang, seperti di hari kiamat ada yang berjalan dengan wajahnya dalam Al-Quran. Orang dahulu tidak masuk akal jika ada yang bisa pergi ke tempat yang jauh dalam semalam saja, di zaman sekarang bisa saja dengan pesawat super cepat”.

3) Dalil bumi datar menurut pro bumi datar, surat Al Ghasyiyah ayat 20

Ayat yang menjelaskan bahwa bumi itu dihamparkan. Allah berfirman,

وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

“Dan (apakah manusia tidak mau memikirkan) bagaimana bumi itu dihamparkan?” (Al-Ghasyiyah: 20).

Pro-datar berkata: “ini sangat jelas mengatakan bumi dihamparkan, menghamparkan permadani misalnya, tentu pada benda yang datar”.

4) Dalil bumi bulat menurut pro bumi bulat, klaim ijma’ dari Syaikhul Islam, Ibnu Hazm dan beberapa ulama lain.

Namun klaim ijma’ ini perlu dikritik karena adanya pendapat lain dari ulama terdahulu seperti Al Qurthuby dan penulis Tafsir Jalalain yang telah di sebutkan di atas.

Sebenarnya masih banyak lagi dalil-dalil lainnya yang menjadi pembahasan dua kubu dan kita cukupkan saja contohnya sebagaimana di atas.

Tidak ada dalil yang tegas menyatakan bahwa bumi bulat atau datar
Setelah kita melihat pendalilan dua kelompok yang berbeda pendapat, maka kita dapatkan dalam satu dalil yang sama, bisa mereka gunakan untuk mendukung pendapat mereka masing-masing yang bertentangan padahal dalilnya sama. Memang dalam Al-Quran dan Sunnah tidak didapatkan dalil yang tegas dan jelas mengenai hal ini yang menyebut dengan tegas “bumi bulat-bola” atau “bumi datar”.

Dalil yang mereka gunakan untuk pernyataan “matahari mengelilingi bumi” juga banyak, salah satunya yang menurut mereka cukup jelas bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi, yaitu hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa matahari bergerak di peredarannya dan tatkala sampai di bawah Arsy maka matahari bersujud.

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ أَنَّ اْلنَّبِيَّ قَالَ يَوْمًا : أَتَدْرُوْنَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ اْلشَّمْسُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: إِنَّ هَذِهِ تَجْرِيْ حَتىَّ تَنْتَهِيَ إِلىَ مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ اْلعَرْشِ, فَتَخِرَّ سَاجِدَةً, فَلاَ تَزَالُ كَذَالِكَ حَتىَّ يُقَالَ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, اِرْجِعِيْ مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا, ثُمَّ تَجْرِيْ لاَ يَسْتَنْكِرُهَا اْلنَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا حَتىَّ تَنْتَهِيَ عَلىَ مُسْتَقَرِّهَا ذَلِكَ تَحْتَ اْلعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, أَصْبِحِيْ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِِهَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: أَتَدْرُوْنَ مَتىَ ذَاكُمْ؟ ذَاكَ حِيْنَ (لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا) (الأنعام: 158)

Dari Abu Dzar  bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tahukah kalian ke manakah matahari ini pergi?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian berjalan sedangkan manusia tidak menganggapnya aneh sedikitpun darinya sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dikatakan padanya: ‘Bangunlah, terbitlah dari arah barat’, maka dia pun terbit dari barat.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tahukah kalian kapan hal itu terjadi? Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya”.‎

Lebih lanjut kita bisa menerima kesimpulan bahwa:

1. Tidak ada dalil yang tegas dalam Al-Quran dan Sunnah yang menyatakan bahawa bumi itu bulat atau datar, sedangkan klaim ijma yang ada perlu dipertanyakan validitasnya, karena diketahui ternyata ada beberapa ulama yang menyelisihi klaim ijma’ tersebut.‎
2. Permasalahan apakah bumi bulan atau datar bukanlah permasalahan aqidah.
Jika memang bukan permasalahan aqidah terutama, tidak layak bagi kaum muslimin berpecah belah dalam hal ini, saling mencela, menyindir dan bermusuhan dalam rangka mendukung pendapatnya.
3. Karena bukan masalah aqidah maka tidak bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir hanya karena keyakinan apakah bumi bulat atau datar.
                                                                    ولكني لم أكفِّر من قال به

“Akan tetapi aku tidak mengkafirkan mereka yang mengatakan demikian”.

4. Apakah bumi itu bulat atau datar maka dikembalikan kepada penelitian dan fakta ilmiah dan tentunya oleh para ahlinya dalam masalah ini. Allah berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

 “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43).

5. Dalil Al-Quran dan Sunnah yang sudah pasti dan tegas (dalil qath’i) tidak akan bertentangan dengan fakta ilmiah dan akal manusia yang sehat. Sebagaimana dijelaskan bahwa tidak ada dalil tegas apakah bumi itu bulat atau datar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,

كل ما قام عليه دليل قطعي سمعي يمتنع أن يعارضه قطعي عقلي

“Semua yang telah ada dalil pasti/qath’i maka tidak bertentangan dengan akal yang sehat”.

6. Yang lebih penting adalah dari “bumi datar atau bulat” adalah kita hidup di atas bumi, akan meninggalkan bumi menuju kampung akhirat yang kekal serta bagaimana agar bumi sebagai tempat mencari bekal  untuk pulang ke kampung akhirat yaitu bekal iman, takwa, amal kebaikan yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk di muka bumi.‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...