Sabtu, 23 Oktober 2021

Dengan Melihat Keindahan Ciptaan Alloh Sebagai Sarana Syukur


Keindahan adalah sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau kepuasan. Dalam pengertian yang lain diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah "kecantikan yang ideal" adalah sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya. Keindahan dalam arti luas adalah keindahan dalam arti luas mengandung pengertian ide kebaikan. Misalnya Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan dengan meliputi keindahan seni, keindahan alam,keindahan moral dll.

Adakah manusia yang tidak mencintai keindahan? Jawabannya tentu saja tidak. Bahwa siapa pun dia, muslim atau bukan, penjahat atau orang baik-baik, semuanya cinta pada keindahan yang sejalan dengan fitrahnya sebagai manusia. Itulah salah satu karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada manusia. Sehingga bila ada seseorang yang tidak mencintai keindahan dengan berbagai keragamannya, maka sesungguhnya ada yang salah pada dirinya. Bahkan Allah Ta’ala itu sendiri indah dan mencintai keindahan.

Dari Abdulloh ibnu Mas’ud Rosululloh bersabda,

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ.اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ. (رواه مسلم)ا

Artinya: “Sesungguhnya Alloh itu Mahaindah dan mencintai keindahan (yang indah). Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)‎

Alam semesta merupakan suatu ruang atau tempat bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan benda-benda lainnya. Langit sebagai atapnya dan bumi sebagainya lantainya. Jadi, alam semesta atau jagat raya adalah satu ruang yang maha besar, terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik. Tuhan menciptakan bermacam-macam makhluk, tetapi yang paling istimewa dan sempurna yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal, agar manusia dapat membedakan baik atau buruknya sesuatu.

Surat Al-Imran ayat 191

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
   
Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai sebagai makhluk yang memiliki keunggulan dibanding makhluk lain, yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu ,menggambarkan kebesaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan banyaknya nikmat Allah kepadanya. Ia selalu mengingat Allah di setiap waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Tidak ada satu waktu dan keadaan di biarkan berlalu begitu saja, kecuali diisi dan digunakannya untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan Allah.

Akhirnya setiap orang yang berakal akan mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan di akhirat. Mahasuci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan-bukan yang ditujukan kepada Engkau, maka periharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-orang yang tidak beriman.

Yang dimaksud dengan merenungi ayat-ayat Allah, ialah melihatnya, merenungi manfaat-manfaatnya, sehingga menghasilkan sebuah keyakinan yang mendalam bahwa hanya Allah Azza wa Jalla saja dzat satu-satunya yang menciptakan semua itu. Dia-lah satu-satunya ilah yang berhak untuk disembah. Dia-lah satu-satunya ilah yang berhak ditakuti, ditaati, dan hanya Dia yang kita jadikan sebagai petunjuk, sebagai bukti keagungan dan kekuasaan-Nya. Dia tidak menciptakan semua itu dengan sia-sia.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ

Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir; maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka. [Shâd/38:27].

Ayat-ayat Allah Azza wa Jalla itu ada dua macam:

Pertama : Yaitu ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang bisa kita lihat. Yaitu ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang berupa semua ciptaan-Nya, baik di langit maupun yang di bumi, dengan segala makhluk yang ada di antara keduanya. Jumlahnya sangat banyak, dan kita tidak mengetahui jumlahnya.

Semua itu menjadi bukti yang menunjukkan bahwa hanya Dia-lah satu-satunya Rabb. Semua itu menunjukkan kekuasaan dan keagungan-Nya.

Suatu ketika ada seorang Arab badui ditanya: “Bagaimana engkau bisa mengenal Tuhanmu?”

Dia pun menjawab: “Telapak kaki, menujukkan adanya orang yang berjalan. Kotoran, menunjukkan adanya unta. Bukankah alam raya ini menunjukkan ada penciptanya yang Maha Perkasa lagi Maha Agung?”

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy; Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam. [al-A’râf/7:54].

Kedua : Ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang berupa tulisan. Yaitu kalam dan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; yakni Al-Qur`aan yang ada di hadapan kita. Yang kita diperintahkan untuk mentadaburi dan merenungkan kandungan maknanya, menjalankan semua perintah yang ada di dalamnya, serta menjahui semua larangannya. Kelak, ia akan menjadi alasan Allah untuk mengadzab manusia, bila manusia menyia-nyiakannya. Atau sebaliknya, ia akan menjadi alasan manusia untuk mendapatkan balasan kenikmatan, bila manusia mau berpegang teguh dan mengamalkan dalam kehidupannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

Dan Al-Qur`an itu bisa menjadi hujjah (kenikmatan bagimu) atau bisa menjadi malapetaka bagimu

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka adzab yang pedih. [al-Isrâ`/17:9-10].

Allah meminta kita untuk merenungi, memikirkan dan mencermati ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Dengan merenungi ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka akan menumbuhkan rasa keagungan terhadap Allah Azza wa Jalla dalam hati kita, kecintaan yang mendalam kepada-Nya, mengokohkan keimanan kepada-Nya, memantapkan keyakinan tentang keesaan-Nya. Sebaliknya, jika kita meninggalkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka hati akan menjadi keras, mata menjadi buta, sehingga seakan tidak ada bedanya dengan binatang ternak yang hidup di muka bumi lalu mati menjadi tanah.

Pernahkan kita melihat alat yang kecil lagi rumit yang dibuat oleh manusia pada zaman sekarang, seperti hp, laptop, dan lainnya? Seberapa besar kekaguman manusia terhadap alat-alat tersebut? Seberapa besar penghargaan manusia dengan penemuan itu? Padahal, itu hanya sebagian kecil dari ciptaan-ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala , karena penemuan itu bukan murni hasil karya manusia, tetapi masih termasuk ciptaan Allah Azza wa Jalla . Yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan dan memberi ilmu kepada manusia, sehingga ia mampu menciptakan alat-alat itu.

Jika demikian, bagaimana mungkin manusia bisa terkagum-kagum dengan hasil karyanya, kemudian ia lupa dengan tanda-tanda kekusaan Allah Azza wa Jalla yang digelar di alam raya ini, bahkan tanda-tanda kebesaran-Nya di dalam diri manusia itu sendiri?

وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri; maka apakah kamu tidak memperhatikan? [adz-Dzâriyât/51:20-21].

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan; dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? [al-Ghasyiyah/88:17-20].

Bumi, tempat tinggal kita ini, kita berjalan di atasnya, yang membawa dan mengangkat kita; langit yang menaungi kita, binatang ternak yang kita naiki, kita minum susunya, kita makan dagingnya, dan manfaat-manfaat lainnya, mengapa kita tidak mau mencermati dan merenunginya? Mengapa kita tidak mau menggunakan akal kita untuk memahami bahwa semua makhluk itu tidak diciptakan dengan sia-sia, tidak diciptakan begitu saja lalu di biarkan? Semua itu diciptakan untuk maksud yang sangat mulia.‎

Kewajiban kita ialah untuk mencermati dan merenungi makhluk-makhluk Allah, memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kewajiban setiap muslim ialah menjadikan apa yang dilihat di sekitarnya, bahkan apa yang ada di dalam dirinya itu memiliki nilai di depan matanya, yaitu untuk menunjukkan betapa besar keagungan dan kekuasaan penciptannya, menunjukkan betapa indah ciptaan-Nya, betapa banyak hikmah dari ciptaan-Nya. Allah Azza wa Jalla mengatur semua itu. Allahu Akbar! Allahu Akbar.

Marilah kita tetap dalam keadaan bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla . Karena sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat-Nya, tidak mau merenungi dan mentadaburinya.

Allah berfirman :

وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya. Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?[Yûsuf/12 : 105-107]

Mereka tak ubahnya seperti binatang ternak. Disebutkan dalam firman Allah

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).[al-Furqân/25 : 44]

Keindahan Sebagai Nikmat Tuhan 
Keindahan yang telah Allah berikan kepada umatnya merupakan nikmat yang patut kita syukuri adanya. Keindahan identik dengan sebuah pemandangan alam yang membuat hati kita merasa nyaman, tenang, damai dan tentram. Tapi terlepas dari pemandangan tersebut, banyak keindahan-keindahan lainnya yang telah tercipta. Misalnya saja sebuah gambar, lagu maupun perbuatan. sebuah keindahan dapat diwujudkan dalam berbagai hal yang tampak maupun tidak tampak. Keindahan tersebut terkadang berbeda-beda tergantung pada bagaimana seseorang memiliki rasa keindahan yang besar atau kecil.

Keindahan dan Keserasian Alam di Sekitar Kita ‎

Indonesia. Negeri zamrud khatulistiwa dengan hamparan keindahan alam yang begitu eksotis dan menawan. Negeri yang menawarkan begitu banyak keindahan.

Indonesia memiliki alam yang begitu indah pemandangannya. Oleh karena itu sudah seharusnya kita bangga terhadap alam negri sendiri. Berikut ini merupakan gambar pemandangan di Indonesia yang diambil dari beberapa tempat di negeri kita tercinta ini.

Ciptaan dari yang Maha Sempurna, Maha Indah, Allah SWT. Lalu, pertanyaan yang datang menghampiri kita, adakah manusia yang tidak mencintai keindahan?

Jawabannya tentu saja tidak. Keindahan alam Indonesia yang elok dan sedap di pandang mata ini, berjajar dari ujung timur ke barat, utara ke selatan.

Ia membentang luas di daratan maupun di kedalaman Lautan. Membuat siapapun yang melihat dan mencicipi keindahan alam Indonesia akan berdecak kagum memuji-Mu, karena ciptaan Allah SWT inilah yang sangat menyejukan hati dan menenangkan jiwa.

Semua manusia, tak terkecuali, pastinya akan cinta pada keindahan yang sejalan dengan fitrahnya sebagai manusia. Itulah salah satu karunia yang Allah SWT berikan kepada manusia. Karena itu, jika ada seseorang yang tidak mencintai keindahan alam dengan berbagai keragamannya ini, maka sesungguhnya ada yang salah pada dirinya. Bahkan, Allah SWT sendiri indah dan mencintai keindahan.

Ketika kita menikmati keindahan ciptaan Allah yang Maha Perkasa, langit dengan bintang gemintangnya, bumi dengan hamparan laut dan pemandangan alam dengan pegunungan, perbukitan yang menakjubkan, maka semua itu menjadi sarana bagi kita untuk selalu bertafakkur, lebih termotivasi, bermuhasabah dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.

Menikmati keindahan alam yang Allah SWT ciptakan ini, pastinya dapat mendamaikan, menenangkan dan mempesonakan pandangan. Hayati satu persatu keindahan alam ciptaan Ilahi ini. Kesempurnaan ciptaan yang tiada bandingan.

Keindahan alam berbagai rupa dan warna sungguh mengagumkan. Memukau pandangan, terpaku dengan ciptaan Ilahi. Kita pun akan bersyukur.

Karena itu, jangan sekali-kali kita tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT yang kita nikmati itu seperti pandangan mata yang dapat menikmati keindahan ciptaan Ilahi.

Bersyukurlah, di kala susah dan senang, sedih dan gembira. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita apabila ujian besar menimpa. Jangan buta hati, karena jika hati buta, maka pandangan mata hati kita juga akan buta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‎

“إن الله يحب أن يرى أثر نعمته على عبده”

“Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada hamba-Nya”.
Maka Allah Ta’ala suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada hamba-Nya, karena ini termasuk keindahan yang dicintai-Nya, dan ini termasuk bentuk syukur kepada-Nya atas limpahan nikmat-Nya. Bersyukur adalah bentuk keindahan dalam batin, maka Allah Ta’ala suka melihat pada diri hamba-Nya keindahan lahir yang berupa tampaknya bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya.‎

Oleh karena itulah, Allah menurunkan kepada hamba-hamba-Nya pakaian dan perhiasan untuk memperindah (penampilan) lahir mereka, dan Dia memerintahkan kepada mereka untuk bertakwa (kepada-Nya) karena ini akan memperindah batin mereka. 
Allah Ta’ala berfirman,‎

{يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباساً يواري سوآتكم وريشاً، ولباس التقوى ذلك خير}

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian taqwa itulah yang lebih baik” (QS al-A’raaf:26).‎

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman tentang keadaan penduduk surga:‎

{ولَقَّاهُمْ نضْرَةً وسُرُوْراً، وجزاهم بما صبروا جَنَّةً وحَرِيْراً}

“Dan Dia menganugerahkan kepada mereka kecerahan (wajah) dan kegembiraan (hati). Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera” (QS al-Insaan:12).
Maka Allah Ta’ala menghiasi wajah mereka dengan kecerahan, batin mereka dengan kegembiraan, dan tubuh mereka dengan pakaian sutera.
Sungguh indah alam ciptaan ilahi. Hanya dengan memandangnya dapat menenangkan dan mententeramkan hati dan jiwa kita. Nikmat yang tidak ternilai harganya yang Allah SWT berikan kepada kita semua. 

Semoga kita semua mendapat ketenangan, disaat menikmati dan mengagumi akan kekuasaan Maha Pencipta. Rehat sejenak menenangkan hati dan pikiran agar kesegaran dan ketenangan hati ini datang dari-Nya.

Berwisata Sebagai Sarana Pembelajaran


Alam raya dan segala isinya, begitu juga dengan teks-teks redaksi Al-Quran, dinamai oleh Allah sebagai “ayat-ayat Allah”. Untuk membedakan, ulama memberi nama yang berbeda : pertama, ayat kauniyah; kedua ayat kauliyah atau qur’aniyyah. Secara harfiah, ayat berarti “tanda” dalam arti rambu-rambu perjalanan menuju Allah, atau bukti-bukti kekuasaan Allah. “Tanda” tersebut tidak dapat difungsikan dengan baik kecuali apabila didengar dan dipandang, baik dengan mata hati maupun oleh mata kepala.

Oleh karena itu, dalam Al-Quran ditemukan sekian banyak perintah Allah yang berkaitan dengan fungsi tanda-tanda tersebut. Khusus yang menyangkut pandang-memandang, tidak kurang dari tujuh ayat yang mengaitkan langsung perintah memandang itu dengan melakukan perjalanan. Bahkan, al-saihun (wisatawan) yang melakukan perjalanan dalam rangka mendapat pelajaran dan pengajaran, dipuji Al-Quran berbarengan dengan pujiannya kepada orang-orang yang bertobat, mengabdi memuji Allah, rukuk dan sujud, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta memelihara ketetapan-ketetapan Allah.

firman Allah Ta’ala:

التائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السائِحُونَ الراكِعُونَ الساجِدونَ الآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالناهُونَ عَنِ الْمُنكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللّهِ وَبَشرِ الْمُؤْمِنِينَ (سورة التوبة: 112)

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji, melawat, ruku, sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu." (QS. At-Taubah: 112)

Keterangan mengenai makna Siyahah dalam ayat ini adalah puasa

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna lafaz as-saihuna, bahwa makna yang dimaksud adalah orang-orang yang berpuasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh riwayat Sa'id ibnu Jubair dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semua lafaz siyahah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Quran  artinya puasa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak rahimahullah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yazid, dari Al-Walid ibnu Abdullah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwasiyahah (pesiar)nya umat ini adalah puasa.

Hal yang sama telah dikatakan ojeh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Abdur Rahman As-Sulami, Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Sufyan ibnu Uyaynah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-saihun ialah orang-orang yang berpuasa.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Menurutnya, mereka adalah orang-orang yang mengerjakan puasa di bulan Ramadan.

Abu Amr Al-Abdi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: orang-orang yang berpuasa. (At-Taubah: 112) Mereka adalah orang-orang mukmin yang menjalankan puasanya secara terus-menerus.
Di dalam sebuah hadis marfu' telah disebutkan hal yang se­misal.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن بَزِيع، حَدَّثَنَا حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "السَّائِحُونَ هُمُ الصَّائِمُونَ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Hakim ibnu Hizam, telah menceritakan kepada kami Sulaiman, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang ber-siyahah adalah orang-orang yang berpuasa
Tetapi predikat mauquf hadis ini lebih sahih.

قَالَ أَيْضًا: حَدَّثَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عُبَيد بْنِ عُمَير قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّائِحِينَ فَقَالَ: "هُمُ الصَّائِمُونَ"

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Umar ibnul Hari s, dari Amr ibnu Dinar, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna as-saihun.Maka beliau menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berpuasa.

Hadis ini berpredikat mursal lagi jayyid. Pendapat ini adalah pendapat yang paling sahih dan paling terkenal.

Akan tetapi, ada pendapat yang menunjukkan bahwa makna siyahah adalah jihad, seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya melalui hadis Abu Umamah, bahwa ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, izinkanlah saya untuk ber-siyahah."Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya:

"سِيَاحَةُ أُمَّتَيِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"

Siyahah umatku adalah berjihad di jalan Allah.

Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah, bahwa telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Gazyah; pernah disebutkan masalah siyahah di hadapan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda:

"أَبْدَلَنَا اللَّهُ بِذَلِكَ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالتَّكْبِيرَ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ".

Allah telah menggantikannya buat kita dengan berjihad di jalan Allah dan bertakbir di atas setiap tanjakan (tempat yang tinggi).

Dari Ikrimah, disebutkan bahwa orang-orang yang ber-siyahah adalah para penuntut ilmu.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berhijrah.
Kedua riwayat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Tetapi bukanlah yang dimaksud dengan siyahah apa yang dipahami oleh sebagian orang, bahwa mereka adalah orang-orang yang melakukan ibadah seraya ber-siyahah di muka bumi dengan menyendiri di puncak-puncak bukit, atau di gua-gua, atau di tempat-tempat yang sepi. Karena sesungguhnya hal ini tidaklah disyariatkan kecuali hanya dalam masa fitnah sedang melanda umat dan terjadi keguncangan dalam agama.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan sebuah hadis melalui Abu Sa'id Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَم يَتْبَع بِهَا شَعفَ الْجِبَالِ، وَمَوَاقِعَ القَطْر، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ".

Hampir tiba masanya di mana sebaik-baik harta seseorang berupa ternak kambing yang ia ikuti sampai ke lereng-lereng bukit dan tempat-tempat yang berhujan, seraya melarikan diri menyelamatkan agamanya dari fitnah-fitnah (yang sedang melanda).

Sedangkan Fakhruddin Al-Raziy (1149-1209), seorang mufasir, menulis :

“Perjalanan wisata memiliki dampak yang sangat besar dalam rangka menyempurnakan jiwa manusia. Dengan melakukan perjalanan, ia mungkin mendapat kesulitan dan dalam kondisi itu ia dapat mendidik jiwanya untuk bersabar. Mungkin juga ia menemui orang-orang terkemuka, sehingga ia dapat mendapatkan sesuatu dari mereka hal-hal yang tidak dimilikinya. Selain itu, ia juga dapat menyaksikan aneka ragam perbedaan ciptaan Allah. Maka, perjalanan wisata memiliki dampak yang kuat dalam kehidupan beragama seseorang.”

Fungsi wisata berdasar beberapa ayat al-Qur`an antara lain sebagai berikut:

(a) mempertebal Iman.

Dengan memperhatikan alam semesta, diharapkan semakin sadar bahwa dirinya diciptakan Allah yang mendapat rizqi. Allah juga yang menghidupkan dan mematikan makhluq-Nya.
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ () قُلْ لِمَنْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلْ لِلَّهِ كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ()
Katakanlah: "Bepergianlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu". Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman. Qs.6:11-12

Perintah bepergian pada ayat 11 dirangkainkan dengan perintah meneliti akibat yang dipikul oleh para pendusta. Kemudian pada ayt 12 diperintahkan agar setiap umat lebih mayakini yang ada dilangit dan di bumi adalah milik Allah. Allah SWT juga telah mewajibkan pada diri-Nya untuk mencurahkan kasih saying, serta mengumpulkan manusia di hari kiamat. Dengan demikian bepergian di muka bumi berfungsi sebagai usaha mempertebal iman.

(b) meningkatkan dzikir dan tafakkur

Sikap muslim tatkala melihat kebesaran Allah baik berupa langit, bumi maupun pergantian siang dan malam akan meningkatkan tafakkur. Tafakkur dalam arti yang sederhana ialah menganalisis segala yang didapatkannya sambil mencari jalan bagaimana cara memanfaatkan alam semesta ini.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ () الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Qs.3:190-191

Menurut ayat ini, orang beriman setelah mentafakkuri alam semesta langsung berdzikir dan meyakini bahwa segala yang ada itu mengandung manfaat. 
Dengan demikian tatkala mereka berwisata, akan mentafakkuri ciptaan Allah SWT, mensyukurinya, dan memanfaatkannya.

 “Melihat-lihat pepohonan, sungai dan bunga-bunga jika karena motivasi penilaian betapa indahnya dunia, kekuasaan dan harta benda maka ini adalah suatu yang tercela mengingat firman Allah.

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ
Yang artinya, “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya” (QS Thoha:131)”
Oleh karena itu, ketika seorang muslim mengadakan kegiatan wisata hendaknya dia berniat untuk refreshing, mengembalikan semangat untuk beraktivitas serta untuk memikirkan makhluk ciptaan Allah dan kemahakuasaan Allah. Sehingga benarlah firman Allah tentang orang-orang yang beriman,
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
Yang artinya, “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (QS Ali Imron:191).
Demikian pula, seorang wisatawan muslim tidak boleh melupakan hak-hak Allah saat berwisata semisal mengerjakan shalat dan amar makruf nahi munkar.
Wisata sebagaimana di atas diperbolehkan asalkandilakukan di negeri kaum muslimin sehingga seorang muslim memungkinkan untuk melakukan syiar agama dan menerapkan prinsip cinta dan benci karena Allah di samping tidak menjerumuskan dirinya dan keluarganya dalam kemaksiatan.

(c) memperluas ta’aruf

Allah SWT menciptakan manusia itu beraneka ragam bahasa dan bangsa. Diharapkan mereka saling mengenal sehingga terjalin satu kesatuan dalam menjalankan ibadah dan bersatu padu dalam menegakkan agama Allah SWT.
Perbedaan ras dan suku bangsa tidak mengambarkan kemuliaan seseorang. Yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Qs.49:13
Oleh karena itu dengan wisata yang menjadikan saling bertemunya antara satu bangsa dengan yang lain menimbulkan ta’aruf atau saling mengenal. Dengan saling mengenal diharapkan terwujudnya kasih sayang dan meningkatkan ketakwaan.

(d) mengkaji masa silam

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Qs.16:36

Terkait dengan situs purbakala, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan.

1. Diperbolehkan mengunjungi berbagai museum untuk melihat peninggalan orang-orang terdahulu dan mengambil pelajaran dengan kesudahan hidup mereka setelah mereka diberi kesempatan hidup sekian lama masanya dan diberi kekuatan fisik yang luar biasa.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آَذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا
Yang artinya, “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?” (QS al Hajj:46).
Sedangkan mengunjungi museum karena memuliakan orang-orang kafir masa silam dan kagum dengan peradaban mereka maka ini merupakan hal yang terlarang.
2. Diperbolehkan melakukan penggalian dan penelitian situs-situs purbakala jika itu sekedar penelitian ilmiah untuk mengetahui berbagai hal sejarah negara kita di masa silam dengan catatan tidak ada unsur pengagungan terhadap situs tersebut baik situs tersebut berasal dari masa Islam ataupun masa pra-Islam.
Juga tidak diperbolehkan membangga-banggakan situs yang berasal dari zaman pra-Islam. Semisal mengatakan bahwa peninggalan tersebut menggambarkan warisan leluhur kita. Kita tidaklah memiliki peradaban kecuali Islam itu sendiri. Kita tidak memiliki kebanggaan kecuali dengan Islam.
Setelah hengkangnya para penjajah kafir dari negeri kaum muslimin, kaum muslimin tidak pernah mendapatkan serangan yang lebih hebat dibandingkan propaganda ini yang jelas-jelas bertolak belakang dengan Islam.
Kaum muslimin diikat dengan sejarah negerinya masing-masing sebelum datangnya Islam. Orang-orang Mesir diikat dengan peradaban Fir’aun, Suriah dengan Finiqiyyah dan Iraq dengan peradaban Asyuriyyah dan seterusnya.
Oleh sebab itu, para peneliti sejarah dari kalangan kaum muslimin wajib mewaspadai hal ini sehingga mereka tidak merusak keislaman mereka tanpa mereka sadari. Sehingga penggalian dan penelitian mereka tetap menjadi penelitian ilmiah yang bermanfaat.
3. Tidak boleh memberikan perhatian yang berlebihan terhadap situs-situs Islam terutama tempat-tempat bersejarah. Misal goa Hira, yang dianggap sebagai tempat kelahiran Nabi, rumah-rumah keluarga Nabi, tempat-tempat yang diyakini pernah disinggahi nabi atau seorang yang dianggap wali yang semua itu boleh jadi benar, boleh jadi pula bohong. Perhatian yang tidak wajar untuk tempat-tempat tersebut merupakan sarana terjadinya berbagai bid’ah dan kesyirikan. Orang-orang awam yang tidak tahu apa-apa dan orang yang ingin memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh pendapatan akan ngalap berkah dengan tempat-tempat tersebut akhirnya berkeyakinan bahwa tempat-tempat tersebut bisa memberi manfaat dan mencegah bahaya dengan sendirinya.
Tidaklah berbagai kemusyrikan merebak di suatu tempat kecuali disebabkan pengagungan terhadap berbagai benda atau tempat peninggalan seorang nabi atau orang shalih. Boleh jadi pengagungan tersebut berupa membangun kembali bangunan bersejarah yang sudah hancur, merenovasinya atau sekedar memperlancar transportasi menuju tempat tersebut.
Sungguh tepat apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ketika beliau mengetahui banyak orang yang mendatangi pohon bersejarah. Itulah pohon yang dibawahnya terjadi baiatur ridwan. Ketika ada gejala demikian, beliau memerintahkan agar pohon tersebut dipotong.‎

(e) Manjadikan obyek Wisata sebagai Ibrah 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". Qs.30:41-42

Setelah Allah SWT menegaskan pada ayat 41 bahwa banyak kerusakan di muka darat dan di laut sebagai akibat yanagan manusia, mapa pada ayat 42 memerintah agar kaum muslimin bepergian di muka bumi. Dalam perjalanan tersebut deitgaskan pula seharusnya kaum muslimin mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah masa silam. Dengan demikian hendaknya menjadi pelajaran dari peninggalan sejarah untuk menghadapi masa depan, jangan sampai berbuat kerusakan.

f. Menggunakan penglihatan untuk mempelajari ayat Allah untuk meningkatkan tadzkirah

Dalam berwisata tentu saja akan dapat meilhat berbagai pemandangan, baik peninggalan sejarah masa silam, maupun kejadian masa kini. Apa yang dapat dilihat tersebut hendaknya dapat mendorong untuk meningkatkan iman dan amal shalih.

وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلَا الْمُسِيءُ قَلِيلًا مَا تَتَذَكَّرُونَ

Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. QS. 40.58

Perjalanan yang tidak mengakibatkan dosa dibenarkan oleh agama. Bahkan, mereka yang melakukan perjalanan mendapat keringanan-keringanan dalam kewajiban agama, seperti kebolehan menunda puasa dan menggabung atau meringkas rakaat shalat. Namun, sifat terpuji dari suatu perjalanan adalah yang seperti tercantum dalam Al-Quran mengenai perintah melakukan perjalanan.

Firman-Nya ‎

 أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖفَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ‎

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Yang dimaksud bukanlah buta mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun pandangan mata seseorang sehat dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-pelajaran dan tidak dapat menanggapi apa yang didengar. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair berikut sehubungan dengan pengertian ini. Dia adalah Abu Muhammad Abudullah ibnu Muhammad ibnu Hayyan Al-Andalusi Asy-Syantrini yang tutup usia pada tahun 517 Hijriah. Dia mengatakan seperti berikut:

يَا مَن يُصيخُ إِلَى دَاعي الشَقَاء، وقَد ... نَادَى بِهِ الناعيَان: الشيبُ والكبَرُ ...
إِنْ كُنتَ لَا تَسْمَع الذكْرَى، فَفِيمَ تُرَى ... فِي رَأسك الوَاعيان: السمعُ والبَصَرُ? ...
ليسَ الأصَمّ وَلَا الأعمَى سوَى رَجُل... لَمْ يَهْده الهَاديان: العَينُ والأثَرُ...
لَا الدَّهْرُ يَبْقَى وَلا الدُّنْيَا، وَلا الفَلَك الْـ ... أَعْلَى وَلَا النَّيّران: الشَّمْسُ وَالقَمَرُ ...
لَيَرْحَلَنّ عَن الدَّنْيَا، وَإن كَرِها فرَاقها، الثَّاوِيَانِ: البَدْو والحَضَرُ ...

Hai orang yang mendengar dengan patuh kepada penyeru yang mencelakakannya, padahal dua pembela sungkawa telah berseru kepadanya, yaitu uban dan usia yang lanjut.
Jika kamu tidak dapat mendengar peringatan, maka apakah kamu tidak melihat dua peringatan yang ada pada kepalamu, yaitu pendengaran dan penglihatan.
Sesungguhnya orang yang buta dan tuli itu hanyalah seorang lelaki yang tidak dapat memanfaatkan dua pemberi petunjuknya, yaitu mata dan jejak-jejak peninggalan (umat terdahulu).
Masa tidak dapat membuat­nya hidup kekal, begitu pula dunia, cakrawala yang tinggi, api, matahari, dan rembulan.
Ia pasti pergi meninggalkan dunia ini, sekalipun ia tidak menginginkannya; berpisah dengan dua tempat tinggalnya, yaitu tubuh kasar dan keramaian tempat tinggalnya.

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka memiliki hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau memiliki telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
Selain itu, Al-Quran juga mengharapkan dari perjalanan wisata agar manusia mendapat manfaat dari sejarah pribadi atau tempat-tempat.

Firman Allah.Swt.:

{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ}

Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kalian, Kami memberi minum kalian dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga)pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kalian, dan sebagian dari kalian makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kalian diangkut. (Al Mu’minun: 21-22)

Allah Swt. menyebutkan berbagai manfaat yang Dia jadikan pada binatang ternak buat manusia, bahwa mereka dapat minum dari air susunya yang dikeluarkan di antara tahi dan darah, mereka dapat makan dari dagingnya, dapat memakai pakaian dari bulunya, serta menaiki punggungnya dan membawa muatannya ke atas punggungnya menuju negeri yang jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلا بِشِقِّ الأنْفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}

Dan ia memikul beban-beban kalian ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, (An-Nahl: 7)

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ. وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ. وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلا يَشْكُرُونَ}

Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur. (Yasin: 71-73)

‎Serta mengenal alam ini dengan segala keindahan dan seninya yang menunjukkan kekuasaan Allah.

Firman-Nya

قُلْ سِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ بَدَأَ ٱلْخَلْقَ ۚ ثُمَّ ٱللَّهُ يُنشِئُ ٱلنَّشْأَةَ ٱلْءَاخِرَةَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Ankabut Ayat 20)

Perintah berjalan kemudian dirangkai dengan perintah melihat seperti firman-Nya(  siiru fi al-ardhi fandhuru ) ditemukan dalam al Qur’an sebanyak tujuh kali, ini mengisyaratkan perlunya  melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata ziarah. Dengan perjalan itu manusia dapat memperoleh suatu pelajaran dan pengetahuan dalam jiwanya yang menjadikannya menjadi manusia terdidik dan terbina, seperti dia menemui orang-orang terkemuka sehingga dapat memperoleh manfaat dari pertemuannya dan yang lebih terpenting lagi ia dapat menyaksikan aneka ragam ciptaan Allah.

Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupaun dari peninggalan – peninggalan lama yang masih tersisa puing – puingnya.

Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti.

Sebagai tambahan perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewjiban bagi setiap muslim baik bagi laki-laki maupun wanita. Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan.dengan demikian, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.

Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak kemudahan oleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan mencari ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama  yang disebut al – rihla fi talab al – ‘ilm ‘ Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmu’adalah bukti sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.

Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai – nilai religius. Hadits – hadits Nabi mebuktikan suatu hubungan tertentu :” Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para malaikat membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan dan air”.

Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.

Tidak kurang pentingnya dalam rangka perjalanan itu adalah (semakin) terbukanya peluang untuk mendapat rezeki dari Allah.

Untuk lebih mengoptimalkan esensi perjalanan wisata, di setiap objek wisata mutlak diperlukan para pemandu yang bertugas bukan sekedar menjelaskan seluk-beluk sejarah, keadaan, atau sifat-sifat objek wisata yang dikunjungi, tetapi juga harus menggugah hati para wisatawan. Dengan begitu, mereka—wisatawan—tentu akan dapat menarik pelajaran dari suatu perjalanan dan pada gilirannya nanti akan mengantarkan kepada kesadaran akan arti serta filosofi hidup ini.

Dengan melakukan perjalanan, kita bisa melihat bukti-bukti kekuasaan Allah dalam penciptaan langit dan bumi serta kehidupan makhluk-Nya. Dengan penuh kekaguman, kita akan merasakan kenikmatan saat melihat penciptaan Yang Maha Pencipta itu. Saat itu pula, kita akan mendapatkan kenikmatan dan kesejukan yang akan menambah keimanan, kepasrahan, dan ketundukan kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.

Tiga Golongan Manusia Dalam Menyikapi Nubuwat Akhir Zaman

 

Akhir zaman adalah sebuah peristiwa yang niscaya terjadi. Disadari atau tidak disadari, bergulirnya waktu menhantarkan kita pada ujung dari kehidupan dunia ini. Bagi orang mukmin dekatnya hari kiamat sudah bagian dari pokok keimanan yang tak bisa ditinggalkan. Namun bagi orang-orang kafir, sikap mereka lalai dan berpaling dari peringatan. 

Kiamat pasti terjadi , tidak seorangpun dapat mendustainya. Namun  kapan terjadinya kiamat itu tidak ada yang tahu selain Allah sebagaimana dijelaskan dalam surat al A’raaf 187.

 يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat : “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.Kiamat  itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat  itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” 

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba (Al-A'raf: 187) Allah telah menetapkan bahwa hari kiamat itu tidaklah datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. Dan telah sampai suatu hadis kepada kami, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:‎

"إِنَّ السَّاعَةَ تَهِيجُ بِالنَّاسِ، وَالرَّجُلُ يَصْلِحُ حَوْضَهُ، وَالرَّجُلُ يَسْقِي مَاشِيَتَهُ، وَالرَّجُلُ يُقِيمُ سِلْعَتَهُ فِي السُّوقِ وَيُخْفِضُ مِيزَانَهُ وَيَرْفَعُهُ"

Sesungguhnya hari kiamat datang mendadak menimpa manusia, sedangkan seseorang ada yang sedang memperbaiki kolamnya, ada yang sedang memberi minum ternaknya, ada pula yang sedang menjajakan barang dagangannya di pasar seraya menurunkan dan menaikkan timbangannya.‎
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَنْبَأَنَا شُعَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا، فَإِذَا طَلَعَتْ فَرَآهَا النَّاسُ آمَنُوا أَجْمَعُونَ، فَذَلِكَ حِينَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا، وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ نَشَرَ الرَّجُلَانِ ثَوْبَهُمَا بَيْنَهُمَا، فَلَا يَتَبَايَعَانِهِ وَلَا يَطْوِيَانِهِ. ولتقومَنّ السَّاعَةُ وَقَدِ انْصَرَفَ الرَّجُلُ بِلَبَنِ لقْحَته فَلَا يَطْعَمُه. ولتقومَنّ السَّاعَةُ وَهُوَ يَلِيط حَوْضَهُ فَلَا يَسْقِي فِيهِ. ولتقومَنّ السَّاعَةُ وَالرَّجُلُ قَدْ رَفَعَ أَكْلَتَهُ إِلَى فِيهِ فَلَا يَطْعَمُهَا"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah baratnya, apabila matahari telah terbit dari arah baratnya dan manusia melihatnya, berimanlah mereka semuanya. Yang demikian itu terjadi di masa tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya jika ia tidak beriman sebelumnya, atau semasa imannya itu ia tidak mengerjakan suatu kebaikan pun. Dan sesungguhnya hari kiamat itu terjadi ketika dua orang lelaki sedang menggelarkan kain dagangan di antara keduanya, sehingga keduanya tidak sempat melakukan jual belinya dan tidak sempat melipat kainnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang pulang dengan membawa air susu hasil perahannya, sehingga ia tidak sempat meminumnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang sedang memperbaiki penampungan airnya, sehingga ia tidak sempat meminum airnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya sehingga ia tidak sempat memakannya.‎

وَقَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَقُومُ السَّاعَةُ وَالرَّجُلُ يَحْلِبُ اللِّقْحَة، فَمَا يَصِلُ الْإِنَاءُ إِلَى فِيهِ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ. وَالرَّجُلَانِ يَتَبَايَعَانِ الثَّوْبَ فَمَا يَتَبَايَعَانِهِ حَتَّى تَقُومَ. وَالرَّجُلُ يَلُوطُ حَوْضَهُ فَمَا يَصْدُرُ حَتَّى تَقُومَ"

Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan, Rasulullah SAW telah memberitahukan kepadanya bahwa: "Hari kiamat terjadi ketika seseorang sedang memerah hewan perahannya; tetapi sebelum ia sempat mencicipi hasilnya, kiamat telah terjadi. Ketika dua orang lelaki sedang tawar menawar pakaian; sebelum keduanya melakukan transaksi jual beli hari kiamat telah terjadi. Dan ketika seorang lelaki sedang membersihkan kolam penampungan airnya; tetapi sebelum ia selesai dari pekerjaannya, hari kiamat telah terjadi."

Era akhir zaman adalah era penuh fitnah dan gelombang kerusakan. Sebagaimana yang telah diprediksikan oleh Rosululloh dalam sabdanya:

إِنَّ بَيْنَ يَدَىِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا وَيُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْمَاشِى فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِى فَكَسِّرُوا قِسِيَّكُمْ وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا سُيُوفَكُمْ بِالْحِجَارَةِ فَإِنْ دُخِلَ – يَعْنِى عَلَى أَحَدٍ مِنْكُمْ – فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَىْ آدَمَ
 ‎
Dari Abu Musa Al Asy’ari beliau berkata; telah bersabda Rosululloh: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah terjadinya fitnah-fitnah seperti sepenggal malam yang gelap gulita, seseorang di pagi harinya sebagai seorang mukmin dan di sore harinya menjadi kafir, dan ada seseorang yang di sore harinya mukmin di pagi harinya menjadi kafir. Orang yang duduk di zaman itu lebih baik dari orang yang berdiri, dan orang yang berjalan di zaman itu lebih baik dari pada orang yang bekerja, maka patahkanlah oleh kalian busur-busur kalian dan putuslah tali-talinya, dan pukullah pedang-pedang kalian dengan batu, maka jika (zaman itu) masuk –atas salah seorang di antara kalian- maka jadilah engkau sebaik-baik dari kedua anak Adam”. (HR. Abu Dawud)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُوْنُ حَتَّى تَكُوْنَ عَشْرُ آيَاتٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ فِي جَزِيْرَةِ الْعَرَبِ، وَالدُّخَانُ، وَالدَّجَّالُ، ودَابَّةٌ، وَيَأْجُوْجُ وَمَأْجُوْجُ، وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ، وَنُزُوْلُ عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ e.

“Hari Kiamat tidak akan terjadi sehingga kalian melihat sepuluh tanda: (1) penenggelaman permukaan bumi di timur, (2) penenggelaman permukaan bumi di barat, (3) pe-nenggelaman permukaan bumi di Jazirah Arab, (4) keluarnya asap, (5) keluarnya Dajjal, (6) keluarnya binatang besar, (7) keluarnya Ya’juj wa Ma’juj, (8) terbitnya matahari dari barat, dan (9) api yang keluar dari dasar bumi ‘Adn yang meng-giring manusia, serta (10) turunnya ‘Isa bin Maryam Alaihissallam.” ‎

Secara umum, manusia terbagi menjadi tiga kelompok di dalam menyikapi nubuwat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang peristiwa-peristiwa akhir zaman :

Pertama : Kelompok yang menolak akan keyakinan datangnya hari akhir. Kelompok ini banyak diwakili oleh kebanyakan bangsa barat atau timur -semisal Jepang- yang secara umum berideologi paganisme atau sekulerisme. Kelompok ini didominasi oleh mereka yang tidak menganut agama samawi. Kecanggihan teknologi yang mereka miliki menjadikan mereka memiliki kesimpulan tersendiri tentang nasib dunia di masa mendatang. Termasuk kelompok ini adalah darwinisme dan mereka yang sepaham dengannya.

Kedua : Mereka yang kurang peduli dengan nash-nash tentang peristiwa akhir zaman dan tidak banyak mengkajinya karena dianggap kurang realistis dan bukan masanya. Mereka menganggap bahwa berbicara tentang petaka akhir zaman sebagai penghalang menuju kemajuan, karena merasa telah dibatasi oleh takdir tentang berakhirnya alam semesta. Apalagi jika peristiwa akhir zaman itu dikaitkan dengan kemenangan umat Islam di bawah kepemimpinan Al Mahdi yang akan menaklukkan seluruh dunia, mereka anggap itu hanyalah ilusi dan mimpi kosong. Kelompok ini terbagi menjadi dua :

Mereka yang secara lahir adalah kelompok ilmuan / ulama yang banyak bergelut dengan dunia ilmu dan penelitian. Mereka menakwilkan hadits-hadits tentang akhir zaman dan hanya mau menerima yang bisa diterima oleh akal dan sesuai dengan logika. Sebagian ada yang membuat persyaratan-persyaratan batil untuk sahnya hadits-hadits tersebut (semisal harus mutawatir dan bukan ahad). Kelompok ini didominasi kelompok rasionalis juga sekuler, namun tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yang merupakan orang-orang bayaran musuh-musuh islam yang bertujuan untuk menebarkan keragu-raguan tentang janji kemenangan islam di akhir zaman. Kelompok ini juga membicarakan tentang peristiwa akhir zaman, namun cara yang mereka tempuh adalah bertolak belakang dengan apa yang menjadi kebiasaan para salaf dalam memahaminya.
Mereka yang secara umum termasuk umat islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap ilmu syar’i, tidak pernah mempelajari perkara-perkara iman kecuali sebatas jumlah dan nama rukun iman. Kelompok ini tidak pernah mendengar istilah-istilah seputar fitnah akhir zaman, tidak mengenal Dajjal, nabi Isa as, Imam Mahdi, Ya’juj wa Ma’juj, dan tema-tema semisal. Kelompok ini tidak pernah tahu tentang detilnya perihal hari kiamat kecuali sebatas katanya dan katanya, sehingga sikap mereka terhadap hari kiamat sebagaimana sikap mereka terhadap berita-berita lainnya. Kelompok ini –meski mereka juga percaya dengan adanya kiamat- namun keyakinannya tidak memberikan manfaat sama sekali untuk sikap hidupnya. Mereka tidak pernah bisa mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka juga tidak menyadari adanya bahaya besar yang mengancam agama dan dunia mereka, dan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka telah terperosok dalam bahaya yang pernah diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang dahsyatnya fitnah akhir zaman :
إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنْ السَّاعِي فَاكْسِرُوا قِسِيَّكُمْ وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا بِسُيُوفِكُمْ الْحِجَارَةَ فَإِنْ دُخِلَ عَلَى أَحَدِكُمْ بَيْتَهُ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ

“Sesungguhnya sebelum terjadinya hari kiamat akan timbul berbagai fitnah bagaikan sepotong malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang masih beriman, tetapi pada pagi harinya telah menjadi kafir. Pada saat itu orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada berlari. Karena itu pecahkanlah kekerasanmu, potonglah tali busurmu, dan pukulkanlah pedangmu ke batu (yakni jangan kamu gunakan untuk memukul atau membunuh manusia). Jika salah seorang di antara kamu terlibat dalam urusan (fitnah) itu, maka hendaklah ia bersikap seperti sikap terbaik dari dua orang putra Adam (yakni bersikap seperti Habil, jangan seperti Qabil).” .

Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menceritakan bahwa salah satu tanda dekatnya kiamat adalah banyaknya fitnah besar yang menyebabkan tercampurnya antara hak dan batil. Di saat itu iman manusia mudah tergoncang. Bahkan saking beratnya fitnah yang dihadapi manusia, ada di antara mereka yang di waktu pagi dalam keadaan beriman di sore hari telah menjadi kufur. Di sore hari mereka beriman ketika masuk waktu pagi mereka telah kufur. Dalam riwayat muslim disebutkan,

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
”Bersegeralah kalian melakukan amal shalih sebelu datangnya fitnah, dimana fitnah itu seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pagi pagi seorang masih beriman, tetapi di sore hari sudah menjadi kafir; dan sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi kafir.”‎

Ketiga: Kelompok yang beriman dan yakin dengan semua yang dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang dekatnya kehancuran alam semesta (kiamat), yang itu semua di dahului dengan tanda-tanda kecil dan besar yang mendahuluinya. Kelompok ini terbagi menjadi tiga :

Mereka yang menerima nash-nash tersebut apa adanya, dimana sikap mereka terhadap nash-nash seputar nubuwat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hanya sebatas meriwayatkan dan menerjemahkan tanpa perlu mengaktualisasikan dengan zaman dan kondisi dimana mereka hidup. Kelompok ini kurang bisa memahami maksud dan tujuan di balik turunnya hadits-hadits tersebut. Nash-nash yang sebenarnya memiliki makna peringatan dan larangan lebih diartikan sebagai khabar yang tidak mengandung pesan. Sebenarnya banyak sabda-sabda beliau tentang dekatnya kiamat yang memiliki makna peringatan agar setiap muslim menjauhi perkara itu semampunya, bukan menganggapnya sesuatu yang lazim dan biasa. Sebagaimana peringatan beliau tentang munculnya para polisi di akhir zaman yang selalu membawa cemeti, dimana mereka berangkat pagi-pagi dengan kemurkaan Allah dan pulang di sore hari dengan kemarahan dari-Nya. Mereka pahami nash tersebut sebatas khabar tanpa makna, padahal itu merupakan peringatan keras agar seseorang berhati-hati untuk tidak memilih profesi seperti ini.
Juga hadits tentang permusuhan orang islam terhadap Yahudi, dimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa kiamat tidak akan terjadi hingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi. Nash ini merupakan khabar yang mengandung pesan tentang pastinya kaum muslimin memerangi Yahudi / Israel Zionis. Maka merupakan sebuah tindakan konyol jika seorang muslim membenarkan damai dengan kelompok mereka. Mereka yang menerima nash-nash tersebut dengan penuh keyakinan, namun bersikap melampaui batas dalam menerjemahkan sekaligus mengaktualisasikannya. Kelompok ini menjadikan hadits-hadits dha’if bahkan maudhu sebagai hujjah untuk mendukung pemikiran mereka. Bahkan sebagian ada yang memaksakan nash-nash tersebut untuk mendukung kelompoknya dengan menjatuhkan lawan politiknya. Kelompok ini juga banyak menggunakan khabar-khabar israiliyat, bahkan komentar-komentar ahli kitab yang tidak tsiqah dengan agama al Masih.
Kelompok yang menerima nash-nash tersebut dengan penuh keyakinan, bahwa semua itu benar adanya dari nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berusaha untuk mengambil posisi yang benar terhadap hadits-hadits tersebut secara proposional, tidak cuek dan tidak terlalu kaku sebagaimana kelompok pertama, namun tidak juga terlalu ekstrim dan berlebihan sebagaimana kelompok kedua. Kelompok ini berusaha menjadikan semua nash-nash nubuwah Rasulullah sebagai pijakan hidup, agar setiap langkah mereka tidak keliru. Mereka juga selalu mencari tahu tentang hakikat yang sebenarnya dari hadits-hadits fitnah dengan maksud agar mereka selamat dari fitnah tersebut tanpa melakukan pemastian-pemastian pada hal-hal yang belum qath’i.
Mereka tetap waspada terhadap fitnah Dajjal, maka pada setiap shalat yang mereka lakukan selalu diiringi dengan doa perlindungan fitnah Dajjal. Mereka juga melakukan persiapan-persiapan amal nyata, jika suatu ketika apa yang diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam benar-benar nyata di depan mata.
Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Abdullah bin Abu Malikah, ia berkata: “Pada suatu pagi saya pergi kepada Ibnu ‘Abbas.” Maka ia berkata: “Malam tadi aku tidak dapat tidur sampai pagi.” Aku bertanya: “Apa sebabnya.” Beliau menjawab: “Karena orang-orang berkata bahwa bintang berekor sudah terbit, maka saya cemas akan kedatangan asap (dukhan) yang sudah mengetuk pintu, sehingga saya tidak dapat tidur sampai pagi.”

Pada riwayat di atas Ibnu Abbas termasuk khawatir dengan kejadian komet yang akan disusul dengan dukhan azab, padahal peristiwa dukhan azab merupakan salah satu tanda kiamat besar yang akan muncul di akhir zaman.
Sikap lain juga ditunjukkan beberapa sahabat ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bercerita tentang Dajjal, maka ada di antara mereka yang berjaga-jaga, bahkan sampai ada yang memeriksa kebun-kebun mereka karena khawatir jika Dajjal telah masuk ke dalamnya.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...