Jumat, 22 Oktober 2021

Permudah Jangan Dipersulit Dalam Agama


Mudah dan mempermudah merupakan salah satu dari karaktristik Islam. Islam ingin mempermudah umatnya dalam menerima dan menjalankan kebenaran; dan tidak ingin mempersulit mereka. Sehingga orang menerima dan menjalankan Islam dengan lapang dada dan senang. Hal ini diperkuat oleh Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Di dalam Al-Qur'an kita temukan, Allah menyatakan bahwa dien yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya bukan untuk menyulitkan mereka,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُم في الدِّين مِنْ حَرَجٍ

"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS. Al-Hajj: 78)

Allah berfirman dalam menjelaskan kewajiban puasa yang berat dirasa sebagian orang,

يُريدُ الله بكُمُ اليُسْرَ وَلا يُريدُ بِكُمُ العُسْر

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah; 185)

Allah juga menyebutkan prinsip kemudahan dalam mewajibkan wudhu',

مَا يُريدُ الله لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلكن يُريدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَةُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Maidah: 6)

Atas dasar kemudahan ini pula amal-amal sunnah berjalan. Maka tidaklah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam diberi dua pilihan kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama tidak mengandung dosa. Dan beliau senantiasa berdakwah kepada kemudahan, kelemahlembutan, dan tidak mempersulit.

Dalam prinsip dan cara mengajar memiliki metode yang digunakan oleh pendidik agar peserta didik dapat menerima materi yang disampaikan. Maka disini akan membahas tentang hadis nabi tentang mempermudah dan tidak mempersulit sehingga orang lain akan menjadi riang dan senang dalam proses pembelajaran.

Hadist sunan Abu Daud No. 4195

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا

Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah berkata, telah menceritakan kepada kami Buraid bin Abdullah dari kakeknya Abu Burdah dari Abu Musa ia berkata, "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin mengutus salah seorang sahabatnya atas suatu urusan, beliau berpesan: "Buatlah gembira dan jangan kalian buat lari, mudahkan dan jangan kalian buat sulit."

Hadist Musnad Ahmad no.  2425

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ 

Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq berkata; telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Laits dari Thawus dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "hendaklah kalian Mengajar, mempermudah dan jangan mempersulit. Bila engkau marah maka diamlah. Dan Bila engkau marah maka diamlah. Bila engkau marah maka diamlah."

Hadits Musnad Ahmad No. 1875

قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا 
Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya dari Abu Musa; Dan (Abu Musa Al Asy'ari) Berkata; Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hendak mengutus salah seorang dari sahabatnya untuk suatu urusan, maka beliau berpesan: "Berikanlah kabar gembira dan janganlah menakuti-nakuti, berikanlah kemudahan dan jangan mempersulit."

Islam adalah agama yang mudah berasal dari Dzat yang Maha Murah dan penuh Kasih. Dalam menjalankan segala beban syariat, manusia diberikan banyak kemudahan oleh Allah. Ketika seseorang kesulitan dalam menjalankannya, Allah ringankan, Allah gantikan dengan yang lebih mudah bahkan kadang Allah bebaskan kewajibannya. Namun, ada kalanya justru kemudahan-kemudahan dari Allah ini tertutup oleh kekakuan sikap beberapa muslim. Islam digambarkan sebagai ajaran yang rumit dan seakan hanya sedikit orang yang mampu menjalankannya secara utuh. Padahal Rasullah shallallahu alaihi wasallam telah berpesan kepada Abu Musa dan Mu’ad bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma tatkala mengutus keduanya ke Yaman,

حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ لَمَّا بَعَثَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ قَالَ لَهُمَا يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا قَالَ أَبُو مُوسَى يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا بِأَرْضٍ يُصْنَعُ فِيهَا شَرَابٌ مِنْ الْعَسَلِ يُقَالُ لَهُ الْبِتْعُ وَشَرَابٌ مِنْ الشَّعِيرِ يُقَالُ لَهُ الْمِزْرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Telah menceritakan kepadaku [Ishaq] telah menceritakan kepada kami [An Nadlr] telah mengabarkan kepada kami [Syu'bah] dari [Sa'id bin Abu Burdah] dari [Ayahnya] dari [Kakeknya] dia berkata; "Ketika beliau mengutusnya bersama Mu'adz bin Jabal, beliau bersabda kepada keduanya: "Mudahkanlah setiap urusan & janganlah kamu mempersulit, berilah kabar gembira & jangan kamu membuatnya lari, & bersatu padulah! Lantas Abu Musa berkata; Wahai Rasulullah, di daerah kami sering dibuat minuman dari rendaman madu yg biasa di sebut dgn Al Bit'u & minuman dari rendaman gandum yg biasa di seut Al Mizru. Maka Rasulullah menjawab: Setiap yg memabukkan adl haram. [HR. Bukhari No.5659].‎

Rasulullah di utus sebagai rahmat untuk alam semesta. Dalam berdakwah beliau begitu hanif dan penuh kelembutan, dan mengajari para shahabat untuk bersikap demikian juga ketika berdakwah. Dan sebaliknya, beliau Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak senang dengan orang yang mempersulit dalam beragama ini.

Rasulullah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut. Beliau bersabda.

يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا، وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا

“Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734 dari Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 1732 dari Abu Musa dengan lafaz.

بَشِّرُوا وَلاَ تُُنَفِّرُواوَيَسِّرُوا وَلاَتُعَسِّرُوا

“Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kalian persulit”.

Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no.220 meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya pada kisah tentang seorang Arab Badui yang kencing di masjid.

دَعُوهُ وَهَرِيْقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءِ أَوْ ذَنُو بًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِشْتُمُ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَشُوا مُعَسِّرِيْنَ

“Biarkanlah dia ! Tuangkanlah saja setimba atau seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah hadits no.6927 bahwa Rasulullah bersabda.

يَاعَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِيْ الأَمْرِ كُلِّهِ

“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 2593 dengan lafaz.

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

“Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”

Muslim meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594 dari Aisyah, Nabi bersabda.

إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”

Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ

“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa,‎

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ (أحمد ، ومسلم عن عائشة)

“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit  urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.(HR. Muslim)

Diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:‎‎

« إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ » [رواه البخاري ]

“Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”.(HR. Bukhari)

Banyak kemudahan dan keringan yang Allah berikan ketika seseorang menjalankan ibadah. Sampai-sampai Allah sangat senang ketika seseorang mengambil keringanan yang diberikan kepadanya. Ini menunjukkan bahwa Allah menginginkan kemudahan-kemudahan atas hamba-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ » [رواه أحمد وابن حزيمة ]

“Sesungguhnya Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana -Dia membenci kemaksiatannya didatangi/dikerjakan” [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Khuzaimah dan disahihkan olah Al Albany]

Dalam riwayat lain disebutkan

« كَمَايُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ »

“Sebagaimana Allah menyukai kewajiban-kewajibannya didatangi”

Salah satu contoh mudahnya Islam dan mempermudah kepada umat adalah riwayat dari Anas bin Malik ‎Radhiyallaahu 'Anhu berkata, “Ketika kami duduk di masjid bersama Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tiba-tiba datang seorang badui lalu kencing di masjid. Para sahabat Nabi menghardiknya, “Berhenti, berhenti.” Lalu Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Jangan bentak dia, biarkan dia (jangan putus kencingnya).” Lalu para sahabat membiarkan orang badui tadi menyelesaikan kencingnya. Kemudian Nabi ‎Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memanggilnya dan berkata kepadanya,

إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ

 “Sesungguhnya masjid-masjid ini tidaklah boleh untuk buang air kecil atau buang kotoran. Masjid itu tempat untuk dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalat dan membaca Al-Qur`an.”

Dan beliau Shallallaahu 'Alaihi Wasallam berkata kepada para sahabat,

إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ أَهْرِيقُوا عَلَيْهِ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ

“Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah bukan untuk mempersulit. Siramlah dengan satu ember air pada tempat kencingnya.” Lalu orang Badui tadi berkata, “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engaku rahmati yang lain bersama kami.” Lalu Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Egkau telah menyempitkan yang luas.” (Muttafaq ‘Alaih)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberi teladan dalam berdakwah kepada orang yang jahil. Agar mempermudah dan tidak mempersulit dengan tetap menyampaikan kebenaran dan meluruskan kesalahan dengan cara yang lembut. Hal ini agar manusia tidak lari dari Islam dan meninggalkan kebenaran.

Kita lihat, orang badui tadi telah melakukan sesuatu yang memancing kemarahan para sahabat yang hadir di situ. Namun Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang mereka menghentikan kencingnya dan memarahinya, karena akan menimbulkan mafsadat dan dampak yang lebih buruk. Beliau perintahkan sahabatnya agar menyiram air kencing badui tersebut dengan air sehingga hilanglah najis. Dengan ini masalah najis air kencingnya sudah selesai. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallammemanggilnya dan berkata lembut kepadanya tentang kedudukan masjid dan fungsinya sehingga Badui tadi memahaminya. Sehingga ia bisa menerima kebenaran dengan lapang dada dan tidak lari dari kebenaran. Sampai-sampai ia berucap, "Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam ‎menemuiku dan beliau tidak mencela, tidak memarahi, dan tidak memukul." (HR. Ahmad)

Mempermudah segala perkara merupakan contoh dan perintah dari Nabi Muhammad S.A.W. Seharusnya sebagai orang yang mengaku sebagai umatnya Nabi, kita sebaiknya menjadikan ringan suatu perkara baik perkara tersebut berupa perkara keduniaan yang sedang kita alami secara pribadi, ataupun masalah yang acap kali timbul ketika berinteraksi dengan orang lain. Namanya hidup pasti banyak cobaannya, ketika kita menganggap berat cobaan kita, pasti akan terasa berat. Tapi bila kita menganggapnya ringan,maka akan jadi lebih ringan, karena Allah selalu beserta persangkaan hamba-Nya. Begitu pula dalam berinteraksi dengan orang lain pasti sering terjadi masalah, dan bila kita mengingat bahwa kita bukan orang yang sempurna yang bisa melakukan segalanya tanpa bantuan orang lain, maka kita juga akan lebih mudah memaklumi kesalahan orang lain. Selanjutnya tinggal cari penyelesaian yang terbaik bagi semuanya. Intinya hidup sudah susah, jangan dibuat tambah susah. Enjoy your life.

Terlebih lagi bagi seorang yang berstatus pemimpin publik, misalnya sebagai pemimpin suatu instansi, organisasi, ataupun suatu perkumpulan, maka sebaiknya selalu mempermudah perkara yang ada, agar tidak membuat yang dipimpinnya lari dan tertekan. Jangan sampai perkara kecil malah dibesar-besarkan, perkara yang mudah malah diperberat. Sebaiknya sebisa mungkin empati dengan yang diaturnya, karena mereka juga manusia yang punya hati, punya banyak kelemahan, dan juga butuh privasi untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Dulu saja Nabi ketika membuat aturan, selalu memikirkan akan memberatkan umatnya atau tidak. Seperti siwakkan setiap akan sholat, Nabi tidak menjadikannya wajib agar tidak memberatkan umatnya. Bukankah Nabi yang paling tahu tentang keadaan umatnya? Bukankah di dalam diri Nabi terdapat contoh yang baik? Lalu kalau Nabi saja tidak suka memberi aturan yang memberatkan umatnya, apa poin yang akan di dapat dari seorang pemimpin dengan memperberat orang yang dipimpinnya? 

Begitu pula bagi orang-orang yang mengurusi pelayanan publik. Terbalik dari perintah Nabi tersebut, malah ada istilah "kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?", bahkan di tambah lagi embel-embel "Wani piro????". Tidakkah mereka ingat, ketika mereka menolong orang lain, maka Allah juga akan menolong mereka?? Tapi sepertinya bagi sebagian dari mereka uang yang ga seberapa itu tampak lebih menyenangkan dari pertolongan Allah. Tidakkah terpikir bahwa semua uang yang mereka makan dengan tanpa ridho itu akan mereka pertanggungjawabkan nanti di akhirat??

Kita (termasuk saya) memang jauh dari sempurna, karena itu kita bersyukur agama ini telah dibuat mudah oleh Allah. Begitu pula urusan dunia, hanya dianggap remeh oleh Allah. Maka tidak ada gunanya dari mempersulit segala urusan (walaupun kadang memang terasa sulit). Yang penting adalah menjalankan segala kewajiban dari Allah dan Rosul-Nya, sepol kemampuan kita, dan jangan mempersulit perkara orang lain.

Dalam islam pula tidak dibenarkan mempersulit masalah dan seolah-olah kaku dalam pengajaran yang menjadikan kesan fanatik padahal islam adalah agama yang fleksibel yang setiap orang bisa menjalankan setiap ajaran dan pengetahuan dalam islam karena islam menganjurkan untuk mempermudah dan tidak mempersulit dalam dakwah dan pengajaran sehingga masyarakat senang dengan pengajaran yang disampaikan dan tidak membuat masyarakat menjadi bingung menjalankan syari’at serta pengetahuan dalam islam hanyakarena adanya sedikit masalah.
Permudahlah, dan janganlah mempersulit… Semoga Allah memudahkan urusan kita semua.

 

Jangan Menunda Pekerjaan


Setiap hari manusia tidak lepas dari yang namanya aktifitas atau pekerjaan.Setiap pekerjaan atau suatu perbuatan yang dilakukan haruslah dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya karena Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikitpun. Niat ikhlas bisa dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah amal dilakukan. Salah satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah adanya kesempatan untuk beramal. Menjadi jalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain. Karenanya, jangan pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukanlah kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Serahkan segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi dari amal yang ikhlas.

Implikasi tentang amal

عن امير المؤمنين ابي حفص عمر بن الخطا ب رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول : انما الاعمل با لنيات وانما لكل امرئ ما نوى فمن كا نت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله, ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امر اة ينكحها فهجرته الي ما ها جر اليه

Dari amirul mukminin, abi hafs Umar bin AL khattab Radiallahuanhu, dia berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda : sesungguhnya setiap perbuatan (tergantung pada niatnya ). Dan sesungguhnya setiap orang ( akan dibalas ) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena ( ingin mendapatkan keridhaan ) Allah dan rasulnya, maka hijrahnya kepada ( keridhaan ) Allah dan rasulnya. Dan siapa yang hijrahnya karena karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (  akan bernilai sebagaimana ) yang dia niatkan.‎
( hadis riwayat dua Imam hadis, Abu abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al mughiroh bin bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain. Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qhusairi An Naishaburi dan kedua kita shahihnya yang merupakan kitab yang palig shahih yang pernah dikarang ).‎

Rasulullah SAW mengeluarkan Hadist diatas ( asbab Al-wurud ) nya adalah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya rasulullah SAW. dari mekkah ke madinah. Yang diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu salah seorang laki-laki yang turut berhijrah. Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuangan Islam melainkan hendak menikah dengan seorang wanita yang bersama Ummu Qais. Wanita itu rupanya telah bertekad akan turut hiijrah. Sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya memilih tinggal di mekkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini ditempat tujuan hijrahnya rasulullah SAW. yakni madinah, sehingga laki-laki itupun ikut hijrah ke madinah.
Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada rasulullah SAW, apakah hijrah dengan motif itu diterima ( maqbul ) atau tidak,  rasulullah SAW menjawab secara umum seperti disebutkan pada hadis diatas.

Dalam beberapa hadis banyak kita jumpai hadis yang mengandung perintah untuk berbuat ( amal ) kebaikan, menjaga, menggunakan, memanfaatkan, waktu sebaik-baiknya. Agar waktu yang telah terlewatkan tidak terbuang secara sia-sia karena kita tanpa menggunakan waktu sebagaimana mestinya.
selain itu kita juga harus tahu bahwa setiap amal perbuatan yang kita lakukan baik kecil maupun besar pasti juga akan mendapat ganjaran yang pantas sesuai dengan apa yang telah kita kerjakan.
Diantara hadis yang juga menunjukkan bahwa balasan seseorang sesuai dengan amalannya adalah :‎

Nabi Muhammad SAW bersabda :

من نفس عن مؤمن كربه من كرب الدنيا نفس الله عنه كربه من كرب يوم القيا مه, ومن يسر علي معسر يسر الله عليه  في الدنيا والا خرة , ومن ستر مسلما ستره الله في الدنيا والاخرة, والله في عون اخيه , ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا الي الجنة .

Artinya : barang siapa menghilangkan kesempitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan di dunia.  Allah akan menghilangkan kesulitan yang menimpanya dari kesulitan-kesulitan yang menimpanya di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan seseorang yang sedang tertimpa kesulitan, maka Allah akan meringankan bebannya di dunia dan akherat. Allah akan menutup kejelekannya di dunia dan akherat. Dan Allah akan menolong hambanya apabila hambanya menolong sasudaranya. Dan barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju ke surga ( H.R. Muslim ).

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

فمن يعمل مثفا ل ذرة خيرا يره , ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره ,

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzzarahpun, niscaya dia akan melihat ( balasan ) Nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahaatn sebesar dzarrahpun, Niscaya dia akan melihat ( balasan ) nya pula( QS. al-zalzalah 7-8 ).

Sudah menjadi rahasia umum dalam masalah waktu, masyarakat kita dikenal suka menggunakan sistem “jam karet”. Layaknya sebuah karet, ia akan bisa kita ulur sekehendak kita. Begitu pula halnya dengan jam karet, tidak ada prinsip tepat waktu di dalam penerapannya. Ia selalu molor, molor, dan molor. Sebagai contoh, ketika kita hendak mengadakan rapat ataupun kegiatan sejenisnya yang berkaitan dengan ketepatan waktu, maka setiap kali itu pula pemunduran jadwal dari waktu yang telah disepakati, senantiasa terjadi.

Sepakat kumpul jam tujuh, tibanya jam setengah delapan. Berjanji untuk datang jam sepuluh, munculnya malah jam sebelas, begitu seterusnya, dan begitu seterusnya. Dan ‘tradisi’ ini terjadi, bermuara pada karakter masyarakat yang ‘doyan’ menunda-nunda pekerjaan/waktu.

Ironinya, kasus tersebut (menunda-nunda) tidak hanya melanda golongan bawah (masyarakat biasa) negeri ini, namun, mereka yang ‘duduk’ di kursi pemerintahan (yang seharusnya menjadi tauladan) pun melakukan hal serupa. Perilaku yang kurang terpuji ini, tentu sangat memprihatinkan, sebab sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya kita harus lebih cermat dalam memanfaatkan waktu. Kenapa? Karena dalam ajaran Islam, tidak mengenal konsep menunda-nunda. Laa tuakhir ‘amalaka ilal ghaadi maa taqdiru an-ta’malal yaum (janganlah kamu menunda-nunda pekerjaanmu besok hari, apa yang bisa kamu lakukan sekarang).

Seandainya kita merencanakan melakukan sesuatu pekerjaan, lakukanlah saat ini juga dan jangan menunda-nundanya sampai esok hari, karena kita tidak tahu apa yang terjadi pada hari besok.

Allah berfirman

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa “ ( Qs. Ali Imran : 133 )

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“ Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” ( Qs al-Anbiya’ : 90 )

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

            “ Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” ( Qs. al-Mukminun : 61 )

 Ketiga ayat di atas menunjukkan bahwa sifat orang yang bertaqwa dan hamba-hamba Allah yang do’a mereka akan didengar dan dikabulkan Allah adalah orang – orang yang bersegera di dalam mengerjakan kebaikan dan tidak menunda-nunda suatu amal. 

كَتَبَ عُمر بن الخَطَّاب اِلىَ أبَىِ مُوسَى الأشْعرَى وهو بالبَصْرة : " لاَ تُؤَجِل عَمَلَ اليَومِ الِىَ الغَدِّ فَتَزْدحِم علَيكَ الأَعْمال فَتَضيع "

“ Suatu ketika Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari – waktu itu beliau sedang di Bashrah - : “ Janganlah anda menunda  pekerjaan hari ini pada esok hari, karena pekerjaan anda akan menjadi menumpuk sehingga( tidak sanggup anda kerjakan ) dan akan hilang semuanya. “

Ada seseorang bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz : “ Sebaiknya tuan bertamasya dan beristirahat . “ Beliau bertanya : “ Jika saya beristirahat siapa yang menggantiku ? Mereka berkata : “ Anda bisa menundanya sampai besok . “ Beliau berkata : “ Pekerjaan satu hari saja sudah menyusahkanku, apalagi kalau saya harus mengerjakan dua pekerjaan dalam satu hari. “

Seorang penyair pernah menulis bait-baitnya dalam masalah ini:

مَضَى أَمْسِكَ الْمَاضِي شَهِيْدُ مُعْدِلًا وَأَعْقَبَهُ يَوْمٌ عَلَيْكَ جَدِيْدُ

فَيَوْمُكَ إِنْ أَغْنَيْتَهُ عَادَ نَفْعُـــهُ عَلَيْكَ وَمَاضَي الْأَمْسِ لَيْسَ يَعُوْدُ     

فَأِنْ كُنْتَ إِقْتَرَفْتَ إِسَــــاءَةً فَثَنٍ بِإِحْسَانٍ وَأَنْتَ حَمِيْدً

فَلَا تُرْجِ فِعْلَ الْخَيْرِ يِوْمًا إِلَى غَدٍ لَعَلَّ غَدًا يَأْتِي وَأَنْتَ فَقِيْدً

“Harimu kemarin telah berlalu sebagai saksi bagimu, kemudian datang hari baru untukmu…..

Hari ini adalah harimu, manfaatnya untuk kamu, sedang hari kemarin tidak akan kembali lagi ….

Jika hari kemarin anda telah melakukan kesalahan, maka segera anda ikuti dengan perbuatan baik, sedang anda mensyukurinya…..

Maka janganlah anda sekali-kali menangguhkan perbuatan baik sampai besok hari, barangkali besok hari tiba, sedang anda sudah tiada… …”

Orang Barat mengatakan :  “ Tomorrow Never Comes “,  besok tidak akan datang selamanya. Artinya jika anda selalu mengundurkan suatu pekerjaan pada esok harinya, jangan-jangan anda sudah meninggal terlebih dahulu, sehingga besok bagi anda tidak pernah datang selamanya.  

Salah satu penyebab kekalahan orang-orang Arab pada zaman sekarang, karena kebiasaan menunda pekejaan yang mestinya bisa dikerjakan hari ini, menjadi hari besok.

Penulis sempat belajar lama di Timur Tengah, baik di Madinah maupun di Kairo, dan pernah berkunjung kebeberapa Negara Arab lainnya. Walaupun Negara-negara itu kadang berbeda kebiasaan masyarakatnya satu dengan yang lainnya, tetapi mereka mempunyai satu kesamaan yaitu masyarakatnya suka menunda pekerjaan yang bisa diselesaikan hari ini kepada esok hari.  

Sudah menjadi hal yang lumrah jika mengurusi berkas di kantor manapun juga, baik di lembaga-lembaga resmi pemerintah maupun di lembaga-lembaga pendidikan, maka yang sering kita dengar kata-kata “ Bukroh “, artinya diundur besok saja. Dan ketika besoknya kita datang, maka terdengar kata-kata “ Bukrah “ lagi. Padahal kalau kita perhatikan, mereka tidak punya kesibukan, hanya minum kopi dan teh saja, memang sifatnya pemalas…Penulis berpikir, kalau gaya hidupnya seperti ini…kapan bangsa Arab bisa maju ??? 
Suka menunda adalah kebiasaan orang yang malas dan tidak menghargai waktu. Orang seperti ini biasanya tidak mempunyai rencana hidup yang jelas…tidak punya cita-cita yang tinggi,  tidak biasa melakukan pengorbanan untuk sebuah perjuangan.

Kebiasaan menunda juga berakibat fatal pada kesehatan jiwa, karena akan terus menerus menyerang kebahagiaan dirinya. Karena dengan menunda suatu pekerjaan berarti terdapat beban mental dalam dirinya, dan akan terus terbayang-bayang dalam dirinya bahwa tugasnya belum selesai. Hal ini sering membuat seseorang menjadi stress memikirkan beban tersebut. Apalagi kalau sudah mendekati dead line atau batas akhir tugas tersebut, maka jiwanya akan merasa dikejar-kejar, pikiran menjadi kacau…dari situlah muncul gejala stroke, darah tinggi dan lain-lainnya.         
Hara Estroff Marano dalam tulisannya di Psychology Today, memaparkan bahwa orang yang suka menunda pekerjaan tersebut bukan hanya sebatas pada tindakan atau kebiasaan membiarkan atau menunda penyelesaian tugas. Justru kebiasaan ini muncul karena ada energi negatif yang aktif dalam dirinya.

Orang yang suka menunda pekerjaan, dia akan menjalani hidupnya dengan berat, selain beban-beban pekerjaan yang belum diselesaikan, kebiasaan ini juga akan dapat merusak relasi dan hubungan antara manusia, khususnya  apabila tugas tersebut terkait dengan amanah dan kepercayaan orang lain.

Bagaimana Mengatasi Sikap Suka Menunda?

Pertama, yakini dalam diri anda bahwa menunda pekerjaan itu bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah, justru sebaliknya, malah menambah beban menjadi bertumpuk-tumpuk.

Orang bijak mengatakan : “ Bahwa pekerjaan berat itu sebenarnya adalah tumpukan pekerjaan-pekerjaan kecil yang ditunda. “

Penulis sering mengatakan kepada para mahasiswa yang mendapatkan tugas meringkas buku minimal sehari 2 lembar, seminggu 14 lembar, sebulan 56 lembar, satu semester 336, satu tahun 672 lembar, “ Kalau kalian melakukan  tugas ini tepat pada waktunya, maka akan teras ringan, sebaliknya jika kalian mengundurkan pekerjaan ini satu hari saja, maka beban anda  bertambah berat, yang tadinya satu hari hanya 2 lembar menjadi 4 lembar, bayangkan  kalau kalian mengundurkan sampai 1 bulan, maka anda terpaksa harus menulis dalam satu hari 56 lembar…dan seterusnya “

Kedua, yakinilah pada diri anda bahwa menunda suatu pekerjaan tanpa ada alasan adalah bisikan syetan pada diri manusia agar menjadi  pemalas. Setiap ada orang yang ingin bertaubat dari suatu maksiat, maka syetan akan membisikkan ke dalam dirinya : ” Taubatnya besok saja, jangan sekarang, toh besok anda masih hidup…” Atau syetan akan membisikkan : “ Anda masih muda, taubatnya nanti saja kalau sudah tua, toh masih ada waktu panjang ”

 Ketiga, lawan rasa malas tersebut sekuat tenaga dengan cara mengerjakan  pekerjaan tersebut. Insya Allah anda akan mendapatkan kebahagiaan yang dia tara, karena mampu melawan bisikan syetan. Dan akan anda rasakan bahwa ternyata rajin itu nikmat dan malas serta kebiasaan menunda pekerjaan itu membuat hati sempit dan hidup tidak bahagia.

Ketahuilah bahwa selagi manusia masih ada harapan hidup maka tidak akan terputus harapannya untuk mendapatkan dunia. Bahkan terkadang dirinya tidak mau mencabut diri dari kelezatan dan syahwat yang maksiat. Setan pun selalu membisikkan untuk mengakhirkan taubat hingga akhir umurnya. Sehingga bila ia telah yakin akan mati dan tidak ada harapan lagi untuk hidup, barulah ia sadar dari mabuknya akan syahwat dunia. Ia pun menyesali penyia-nyiaan umurnya dengan penyesalan yang hampir membunuh dirinya. Ia meminta dikembalikan ke dunia untuk bertaubat dan beramal shalih. Namun permintaannya tidak digubris, sehingga berkumpullah padanya sakaratul maut dan penyesalan atas sesuatu yang telah lewat.
Allah telah memperingatkan hamba-Nya akan hal ini, supaya mereka bersiap-siap menghadapi kematian dengan bertaubat dan beramal shalih sebelum datangnya. Allah berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ. وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ. أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَـمِنَ السَّاخِرِينَ

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah’.” (Az-Zumar: 54-56) [Lihat Latha`iful Ma’arif, Al-Imam Ibnu Rajab t hal. 449-450]

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Dunia pergi membelakangi, sedangkan akhirat datang menyambut, dan bagi masing-masingnya ada anak-anak (pecinta)nya. Maka jadilah kalian termasuk ahli akhirat dan jangan menjadi ahli dunia. Hari ini (kehidupan dunia) adalah tempat beramal bukan hisab, dan besok (kiamat) hanya ada hisab, tidak ada amal.” (Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitab Ar-Riqaq Bab Fil Amal Wa Thulihi)
Nabi bersabda:

لاَ يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيْرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ

“Orang yang sudah tua senantiasa berhati muda pada dua perkara: dalam cinta dunia dan panjangnya angan-angan (yakni panjangnya umur).” (HR. Al-Bukhari no. 6420)

Menunda Berbuat Kebaikan Akan Menuai Kerugian


Dalam Sebuah Hadis Disebutkan 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ

Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]

Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6491), Muslim (no. 131 [207]) dan Ahmad (I/310, 361).

Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas banyak sekali. Di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allâh Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat :

إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً ؛ فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَـا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِـيْ فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ؛ فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ

Jika hamba-Ku berniat melakukan kesalahan, maka janganlah kalian menulis kesalahan itu sampai ia (benar-benar) mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, maka tulislah sesuai dengan perbuatannya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut karena Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan. Jika ia ingin mengerjakan kebaikan namun tidak mengerjakannya, tulislah sebagai kebaikan untuknya. Jika ia mengerjakan kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh kali kebaikannya itu hingga tujuh ratus (kebaikan).’”

Dalam riwayat Muslim, disebutkan:

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْ ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا ، وَإِذَا تَـحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّـئَةً ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْهَا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَتِ الْـمَلَائِكَةُ : رَبِّ ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيْدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً (وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ) فقَالَ : اُرْقُبُوْهُ ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، إِنَّمَـا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ ، وَكُلُّ سَيِّـئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللهَ.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ’Jika hamba-Ku berniat mengerjakan kebaikan, maka Aku menuliskan baginya satu kebaikan selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, Aku menuliskan baginya sepuluh kali kebaikannya itu. Jika ia berniat mengerjakan kesalahan, maka Aku mengampuninya selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakan kesalahan tersebut, maka Aku menulisnya sebagai satu kesalahan yang sama.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Para malaikat berkata, ’Wahai Rabb-ku, itu hamba-Mu ingin mengerjakan kesalahan –Dia lebih tahu tentang hamba-Nya-.’ Allâh berfirman, ’Pantaulah dia. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, tulislah sebagai satu kesalahan yang sama untuknya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut, tulislah sebagai kebaikan untuknya, karena ia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang dikerjakannya ditulis dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat dan setiap kesalahan yang dikerjakannya ditulis dengan satu kesalahan yang sama hingga ia bertemu Allâh."
Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tahadduts yaitu haditsunnafsi (niat) kuat yang disertai ambisi untuk beramal. Jadi, tidak hanya sekedar bisikan hati yang kemudian hilang tanpa semangat dan tekad untuk beramal.

Jika niat sudah disertai perkataan dan usaha, maka balasan sudah pasti diraih dan orang itu sama seperti orang yang melakukan, seperti diriwayatkan dari Abu Kabsyah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :

إِنَّمَـا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ : عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًـا فَهُوَ يَـتَّـقِيْ فِيْهِ رَبَّـهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِـمَهُ وَيَعْلَمُ لِلهِ فِيْـهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْـمَنَازِلِ.وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًـا وَلَـمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِـّـيَّـةِ يَقُوْلُ : لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ ، فَهُوَ بِنِـيَّـتِـهِ فَأَجْرُهُـمَـا سَوَاءٌ , وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَلَـمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًـا فَهُوَ يَـخْبِطُ فِـي مَالِـهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِـيْـهِ رَحِـمَهُ وَلَا يَعْلَمُ للهِ فِـيْـهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْـمَنَازِلِ , وَعَبْدٍ لَـمْ يَرْزُقْـهُ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًـا فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ فِيْـهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُـمَـا سَوَاءٌ

Sesungguhnya dunia hanyalah diberikan untuk empat orang : (pertama) hamba yang Allâh berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi, dan ia menyadari bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Inilah kedudukan paling baik (di sisi Allâh). (kedua) hamba yang Allâh berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Maka dengan niatnya itu, pahala keduanya sama. (ketiga) hamba yang Allâh berikan harta namun tidak diberikan ilmu, lalu ia menggunakan hartanya sewenang-wenang tanpa ilmu, tidak bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, tidak menyambung silaturahmi dan tidak mengetahui bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Ini adalah kedudukan paling jelek (di sisi Allâh). Dan (keempat) hamba yang tidak Allâh berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Maka dengan niatnya itu, keduanya mendapatkan dosa yang sama.”

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ”Maka pahala keduanya sama,” maksudnya sama dalam hal ganjaran pokok (balasan niat-red) dan tidak sama dalam pelipatgandaan ganjaran. Karena pelipatgandaan balasan kebaikan hanya khusus diberikan bagi orang yang sudah mengerjakannya, bukan yang sekedar meniatkannya. Jika keduanya disamakan dalam segala hal, maka ini tidak sesuai dengan hadits-hadits yang ada. Ini juga ditunjukkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, “Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak ikut berperang) tanpa mempunyai udzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allâh dengan harta dan jiwanya. Allâh melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allâh menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allâh melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripadanya, serta ampunan dan rahmat. Allâh Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [an-Nisâ’/4:95-96]

Jangan Menunda-nunda Beramal

Mungkin kita sering mendengar orang mengatakan: “Mumpung masih muda kita puas-puaskan berbuat maksiat, gampang kalau sudah tua kita sadar.” Sungguh betapa kejinya ucapan ini. Apakah dia tahu kalau umurnya akan panjang? Kalau seandainya dia ditakdirkan panjang, apa ada jaminan dia akan sadar? Atau justru akan bertambah kesesatannya?! Allah berfirman:
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)‎
Ibnul Qayyim  berkata: “Sesung-guhnya angan-angan adalah modal utama orang-orang yang bangkrut.” (Ma’alim Fi Thariqi Thalabil ‘Ilmi hal. 32)

Abdullah bin Umar berkata:

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْـمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لـِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لـِمَوْتِكَ

“Apabila engkau berada di waktu sore janganlah menunggu (menunda beramal) di waktu pagi. Dan jika berada di waktu pagi, janganlah menunda (beramal) di waktu sore. Gunakanlah masa sehatmu untuk masa sakitmu dan kesempatan hidupmu untuk saat kematianmu.” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

Menyia-nyiakan Kesempatan

Banyak orang yang melewati hari-harinya dengan hura-hura, berfoya-foya, dan perbuatan sia-sia. Bahkan tidak jarang dari mereka yang tenggelam dalam dosa. Tidaklah mereka melakukan ketaatan sebagai bekal di hari kemudian dan tidak pula mengisi dengan kegiatan positif yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia. Seolah keadaannya mengatakan bahwa hidup hanyalah di dunia ini saja. Tiada yang terbayang di benaknya kecuali terpenuhi syahwat dan nafsunya. Orang yang seperti ini tidak jauh dari binatang bahkan lebih jelek keadaannya. Nabi bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“(Ada) dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu padanya, (yaitu nikmat) sehat dan senggang.” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2304)

Ketauhilah, bahwa itulah penyakit At Taswif (menunda-nunda melakukan kebaikan) yang merupakan salah satu trik Iblis yang paling jitu menghadang manusia untuk taat dan bertobat kepada Allah Ta’ala.

Coba perhatikan ayat berikut:

{يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ قَالُوا بَلَى وَلَكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ } [الحديد: 14]

 Artinya: “Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: "Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kalian?" Mereka (orang-orang mukmin menjawab: “Iya Benar, tetapi kalian mencelakakan diri kalian sendiri dan kalian menunggu dan kalian ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kalian telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.” QS. Al Hadid

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: فِي قَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: {ذَلِكُمْ بِأَنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ} قَالَ: " بِالشَّهَوَاتِ "، {وَتَرَبَّصْتُمْ} [الحديد: 14]، قَالَ: " بِالتَّوْبَةِ "، {وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ} [الحديد: 14]، قَالَ: " التَّسْوِيفُ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ "، {حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللهِ} [الحديد: 14]، قَالَ: " الْمَوْتُ "، {وَغَرَّكُمْ بِاللهِ الْغُرُورِ} [الحديد: 14]، قَالَ: " الشَّيْطَانُ "

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang Firman Allah Azza wa Jalla:

 {ذَلِكُمْ بِأَنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ}(tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri); “dengan syahwat”,

{وَتَرَبَّصْتُمْ} (dan menunggu); “untuk bertobat”,

{وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ} (serta kalian ditipu oleh angan-angan kosong); “Yaitu dengan menunda-nunda untuk beramal shalih”,

{حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللهِ} (sehingga datanglah ketetapan Allah); “Yaitu kematian”,

{وَغَرَّكُمْ بِاللهِ الْغُرُورِ} (dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh seorang yang amat penipu) ; “dialah syetan”. Lihat kitab Syu’ab Al Iman, 9/419.

 Dari ayat mulia di atas dan penjelasan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, kita dapat ambil kesimpulan bahwa;

Menunda-munda amal adalah tipuan Iblis
Menunda-nunda amal adalah sifat dominan kaum munafik
Menunda-nunda amal akan mengakibatkan seseorang terlena sampai ajal menjemputnya, sedangkan ia masih belum beramal
Mari perhatikan perkataan-perkataan penuh makna ini:

قَالَ سَهْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: الْجَاهِلُ مَيِّتٌ، وَالنَّاسِي نَائِمٌ، وَالْعَاصِي سَكْرَانُ، وَالْمُصِرُّ هَالِكٌ، وَالْإِصْرَارُ هُوَ التَّسْوِيفُ، وَالتَّسْوِيفُ أَنْ يَقُولَ: أَتُوبُ غَدًا، وَهَذَا دَعْوَى النفس، كيف يتوب غدا وغدا لَا يَمْلِكُهُ!.

Artinya: “Sahl bin Abdullah (w: 238H) rahimahullah berkata: “Seorang yang bodoh itu adalah (seperti) orang mati, seorang yang lupa adalah (seperti) orang yang tidur, seorang yang bermaksiat adalah (seperti) seorang yang mabuk, seorang yang selalu terus menerus bermaksiat adalah (seperti) seorang yang binasa, dan terus-menerus adalah menunda-nunda, dan menunda-nunda adalah seseorang berkata: “AKu akan bertobat besok”, dan ini adalah pengakuan diri, bagaimana ia akan bertobat besok, padahal besok ia tidak (bisa menjamin) memilikinya.” Lihat Kitab Tafsir Al Qurthubi, 4/211.

  عَنْ أَبِي الْجَلْدِ، قَالَ: وَجَدْتُ [ص:55] التَّسْوِيفَ جُنْدًا مِنْ جُنُودِ إِبْلِيسَ، قَدْ أَهْلَكَ خَلْقًا مِنْ خَلْقِ اللهِ كَثِيرًا

“Abu Al Jald (w: 70H) rahimahullah berkata: “Aku mendapati bahwa at taswif (menunda-munda kebaikan) adalah salah satu dari tentara Iblis, ia telah membinasakan banyak makhluk-makhluk Allah.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’ wa Thabaqat Al Ashfiya’, 6/54.

عن ابْنَ مِقْسَمٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ النَّسَّاجَ، يَقُولُ: سَمِعْتُ السَّرِيَّ، يَقُولُ: «مَنِ اسْتَعْمَلَ التَّسْوِيفَ طَالَتْ حَسْرَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

“Ibnu Miqsam berkata: “Aku pernah mendengar Abu Bakar An Nassaj berkata: “Aku pernah mendengar As Sirri berkata: “Barangsiapa yang memakai (sikap) At Taswif, niscaya akan panjang penyesalannya pada hari kiamat.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’ wa Thabaqat Al Ashfiya.

Oleh sebab inilah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bersegera beramal shalih, jangan menunda-nunda dan jangan membuang-buang kesempatan, yang mungkin tidak akan kembali;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada seseorang, beliau menasehatinya: “Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitamu, kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu dan kehidupanmu sebelum kematianmu.” HR. Al Hakim.

Beliau juga bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا ».

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersegeralah beramal, sebelum datang fitna (ujian, godaan, keadaan genting yang sulit membedakan antara yang haq dengan yang batil-pen) laksana lipatan malam yang gelap, pada pagi hari seorang menjadi seorang yang beriman dan di sore hari menjadi seorang yang kafir  atau sore hari menjadi seorang yang beriman dan pagi hari menjadi seorang yang kafir, (karena) ia menjual agamanya (hanya) dengan sebgaian dari dunia.” HR. Muslim.

Dan inilah yang dipahami oleh kaum salaf dari para shahabat;

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma sering berkata: “Jika kamua memasuki waktu sore maka janganlah tunggu waktu pagi, dan jika kamu memasuki waktu pagi janganlah kamu tunggu waktu sore, dan gunakanlah kesehatanmu untuk masa sakitmu, dan kehidupannya untuk kematianmu.” HR. Bukhari.‎

Sungguh kita akan menyesal dengan semua penundaan kita terhadap kebaikan…

{يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى (23) يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (24)} [الفجر:2324] }

Artinya: “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” “Dia mengatakan: "ALANGKAH BAIKNYA KIRANYA AKU DAHULU MENGERJAKAN (AMAL SALEH) UNTUK HIDUPKU INI." QS. Al Fajr: 23-24.

Ketahuilah bahwa selagi manusia masih ada harapan hidup maka tidak akan terputus harapannya untuk mendapatkan dunia. Bahkan terkadang dirinya tidak mau mencabut diri dari kelezatan dan syahwat yang maksiat. Setan pun selalu membisikkan untuk mengakhirkan taubat hingga akhir umurnya. Sehingga bila ia telah yakin akan mati dan tidak ada harapan lagi untuk hidup, barulah ia sadar dari mabuknya akan syahwat dunia. Ia pun menyesali penyia-nyiaan umurnya dengan penyesalan yang hampir membunuh dirinya. Ia meminta dikembalikan ke dunia untuk bertaubat dan beramal shalih. Namun permintaannya tidak digubris, sehingga berkumpullah padanya sakaratul maut dan penyesalan atas sesuatu yang telah lewat.
Allah telah memperingatkan hamba-Nya akan hal ini, supaya mereka bersiap-siap menghadapi kematian dengan bertaubat dan beramal shalih sebelum datangnya. Allah berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ. وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ. أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَـمِنَ السَّاخِرِينَ

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah’.” (Az-Zumar: 54-56) [Lihat Latha`iful Ma’arif, Al-Imam Ibnu Rajab  hal. 449-450]

‘Ali bin Abi Thalib  berkata: “Dunia pergi membelakangi, sedangkan akhirat datang menyambut, dan bagi masing-masingnya ada anak-anak (pecinta)nya. Maka jadilah kalian termasuk ahli akhirat dan jangan menjadi ahli dunia. Hari ini (kehidupan dunia) adalah tempat beramal bukan hisab, dan besok (kiamat) hanya ada hisab, tidak ada amal.” (Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitab Ar-Riqaq Bab Fil Amal Wa Thulihi)
Nabi bersabda:

لاَ يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيْرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ

“Orang yang sudah tua senantiasa berhati muda pada dua perkara: dalam cinta dunia dan panjangnya angan-angan (yakni panjangnya umur).” (HR. Al-Bukhari no. 6420)

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...