Jumat, 22 Oktober 2021

Memotong Jenggot Tidaklah Haram


Dewasa ini banyak muncul tulisan dari berbagai kalangan yang membahas tentang kewajiban memelihara jenggot dan menganggap haram dan bid’ah mencukurnya. Sebenarnya isi tulisan tersebut tidak perlu dipersoalkan selama masih dalam koridor ijtihad masing-masing umat Islam dan itu didukung oleh argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun kita tidak sependapat dengan kesimpulan argumentasi yang dikemukakannya. Namun ini menjadi masalah ketika orang yang berpendapat wajib  memelihara jenggot dan menganggap haram dan bid’ah mencukurnya mengklaim bahwa pendapat tersebut merupakan ijmak ulama, dimana konsekwensinya, maka barangsiapa yang menyalahinya, maka ia telah menyalahi ijmak, pelaku bid’ah dan kemungkaran yang wajib dicegah serta merupakan pendapat sesat dan menyesatkan. Ini tentu sangat berbahaya bagi akidah umat Islam, karena itu, melalui tulisan ini penulis mencoba menempatkan masalah ini (hukum memelihara dan mencukur jenggot) pada posisi yang sebenarnya dengan mengutip pendapat ulama-ulama mazhab dan ahli ilmu. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi bermanfaat bagi kita semuanya, Amin ..!

Ada banyak nash syar’i yang berderajat shahih tentang jenggot kita temukan, berupa sabda Rasulullah SAW Di antaranya dalil-dalil berikut ini :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Dari Ibnu Umar radhiyalahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Berbedalah dengan orang-orang musyrik. Panjangkanlah jenggot dan potonglah kumis. (HR. Bukhari)

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah berdabda,”Pendekkan kumis dan panjangkan jenggot, berbedalah kalian dari orang-orang majusi”. (HR. Muslim)

عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ فَعَدَّ مِنْهَا إِعْفَاءَ اللِّحْيَةِ

Dari Aisyah radhiyallahuanha dari Nabi SAW,”Ada sepuluh perkara yang termasuk fithrah, di antaranya memanjangkan jenggot. (HR. Muslim)

Sebenarnya masih banyak lagi nash-nash terkait dengan jenggot, namun saya cukupkan tiga hadits saja

al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:

وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)

“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)

Dalam riwayat berbeda dinyatakan:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نُعْفِي السِّبَالَ إِلاَّ فِى حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ (ابو داود . إسناده حسن اهـ فتح الباري 350/10)

Dari Jabir bin Abdillah “Kami (Para Sahabat) memanjangkan jenggot kami kecuali saat haji dan umrah” (HR Abu Dawud, dinilai hasan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar)

Ahli hadis Abdul Haq al-‘Adzim berkata:

وَفِي الْحَدِيث أَنَّ الصَّحَابَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُمْ كَانُوا يُقَصِّرُونَ مِنْ اللِّحْيَة فِي النُّسُك (عون المعبود ج 9 / ص 246)

“Di dalam riwayat tersebut para sahabat memotong dari jenggot mereka saat ibadah haji atau umrah” (Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 9/246)

Dari dua atsar ini menunjukkan bahwa mencukur jenggot tidak haram, karena Abdullah bin Umar dan Sahabat yang lain mencukurnya saat ibadah haji atau umrah. Kalaulah mencukur jenggot haram, maka tidak akan dilakukan oleh para sahabat, terlebih Abdullah bin Umar adalah sahabat yang dikenal paling tekun dalam meneladani Rasulullah Saw hingga ke tempat-tempat dimana Rasulullah pernah melakukan salat.

Imam an-Nawawi berkata:

 ( وَفِّرُوا اللِّحَى ) فَحَصَلَ خَمْس رِوَايَات : أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا ، وَمَعْنَاهَا كُلّهَا : تَرْكُهَا عَلَى حَالهَا . هَذَا هُوَ الظَّاهِر مِنْ الْحَدِيث الَّذِي تَقْتَضِيه أَلْفَاظه ، وَهُوَ الَّذِي قَالَهُ جَمَاعَة مِنْ أَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ مِنْ الْعُلَمَاء . وَقَالَ الْقَاضِي عِيَاض - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - يُكْرَه حَلْقهَا وَقَصّهَا وَتَحْرِيقهَا ، وَأَمَّا الْأَخْذ مِنْ طُولهَا وَعَرْضهَا فَحَسَن (شرح النووي على مسلم - ج 1 / ص 418)

“Dari 5 redaksi riwayat, makna kesemuanya adalah membiarkan jenggot tumbuh sesuai keadaannya. Ini berdasarkan teks hadisnya. Inilah pendapat sekelompok ulama Syafiiyah dan lainnya. Qadli Iyadl berkata: Makruh untuk memotong dan mencukur jenggot. Adapun memotong jenggot dari arah panjang dan lebarnya, maka bagus” (Syarah Muslim 1/418)

Dengan demikian, dapat disimpulkan:

«حَلْقُ اللِّحْيَةِ» ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ : الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ إِلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ حَلْقُ اللِّحْيَةِ لأَنَّهُ مُنَاقِضٌ لِلأَمْرِ النَّبَوِيِّ بِإِعْفَائِهَا وَتَوْفِيْرِهَا   ...... وَاْلأَصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ : أَنَّ حَلْقَ اللِّحْيَةِ مَكْرُوْهٌ (الموسوعة الفقهية ج 2 / ص 12894)

“Bab tentang mencukur jenggot. Mayoritas ulama fikih, yaitu Hanafiyyah, Malikiyah, Hababilah dan satu pendapat dalam madzhab Syafiiyah menyatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya haram, karena bertentangan dengan perintah Nabi untuk membiarkan jenggot hingga sempurna. Dan pendapat yang lebih unggul dalam madzhab Syafiiyah bahwa mencukur jenggot adalah makruh” (Mausu’ah al-Fiqhiyyah 2/12894)

Pendapat para ulama mengenai hukum mencukur jenggot

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mencukur jenggot. Dr Wahbah Zuhaili memaparkan bahwa ulama Malikiyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur jenggot, sedangkan Hanafiyah menganggapnya sebagai makruh tahrim dan makruh tanzih di sisi Syafi’iyah. Pernyataan Wahbah Zuhaili tersebut dapat dilihat dalam kitabnya, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, sebagai berikut :

اما إرخاء أو إعفاء اللحية: فهو تركها وعدم التعرض لها بتغيير، وقد حرم المالكية والحنابلة حلقها، ولا يكره أخذ ما زاد على القبضة، ولا أخذ ما تحت حلقه، لفعل ابن عمر ويكره حلقها تحريماً عند الحنفية، ويكره تنزيهاً عند الشافعية، فقد ذكر النووي في شرح مسلم عشر خصال مكروهة في اللحية، منها حلقها، إلا إذا نبت للمرأة لحية، فيستحب لها حلقها.
ِ
Adapun menurunkan dan membiarkan jenggot, yaitu membiarkannya serta tidak melakukan perubahan, maka ulama Malikiyah dan Hanabilah  mengharamkan mencukurnya dan tidak memakruhkan memotong yang lebih dari genggaman dan juga tidak memakruhkan memotong yang dibawah halqum seseorang, karena mengikuti perbuatan Ibnu Umar. Di sisi ulama Hanafiyah makruh tahrim mencukurnya dan makruh tanzih di sisi ulama Syafi’iyah. Al-Nawawi dalam Syarh Muslim telah menyebut sepuluh perkara yang makruh pada jenggot, sebagiannya mencukurnya kecuali apabila tumbuh jenggot itu pada seorang perempuan, maka disunatkan mencukurnya.

Kesimpulan Wahbah Zuhaili di atas dapat pula ditelusuri dalam kitab-kitab mazhab-mazhab empat, yaitu sebagai berikut :
a.        Ulama Hanafiyah :
1.      Kitab Radd al-Muhtar ‘ala Dar al-Mukhtar, karangan Ibnu Abidin :

وَلِذَا يَحْرُمُ عَلَى الرَّجُلِ قَطْعُ لِحْيَتِهِ

Karena itu, haramlah atas laki-laki memotong jenggotnya.

2.      Kitab Badaa-i’ al-Shanaa-i’ fi Tartib al-Syara-i’, karangan Abu Bakar al-Kasany

أَنَّ حَلْقَ اللِّحْيَةِ مِنْ بَابِ الْمُثْلَةِ
         
Sesungguhnya mencukur jenggot termasuk dalam bab mutslah.

b.        Ulama Malikiyah :
1.      Kitab Hasyiah al-Dusuqi ‘ala Syarh al-Kabir, karya Muhammad al-Dusuqi :

يَحْرُمُ عَلَى الرَّجُلِ حَلْقُ لِحْيَتِهِ

Haram atas laki-laki mencukur jenggot.

2.      Kitab Bulghah al-Saalik li Aqrab al-Masalik, karya Syekh Ahmad al-Shawi :

قوله : ( بحلق لحيته و لا تسخيم وجهه ) : أي يحرم ذلك

Perkataan Mushannif : (Tidak dita’zir dengan mengukur jenggot dan tidak menghitamkan mukanya) artinya haram yang demikian itu.

Qadhi ‘Iyazh, salah seorang ulama terkemuka dari kalangan Malikiyah berpendapat bahwa mencukur jenggot merupakan perbuatan makruh, bukan haram sebagaimana pendapat yang masyhur dikalangan Malikiyah. Hal ini sebagaimana disebut dalam kitab Tharh al-Tatsrib karangan al-Hafizh al-‘Iraqi sebagai berikut :

قال القاضي عياض يكره حلقها وقصها وتحريقها

Qadhi ‘Iyazh mengatakan : makruh mencukur, memotong dan membakar jenggot
c.         Ulama Hanabilah
1.    Kitab al-Furu’, karangan Ibnu Muflih :

وَيُعْفِي لِحْيَتَهُ ، وَفِي الْمَذْهَبِ مَا لَمْ يُسْتَهْجَنْ طُولُهَا وَيَحْرُمُ حَلْقُهَا ذَكَرَهُ شَيْخُنَا

Dibiarkan jenggotnya, di dalam mazhab selama tidak dikuatirkan buruk panjangnya dan haram mencukurnya, itu disebut oleh guru kami.

2.    Kitab Kasyf al-Qana’ ‘an Matn al-Iqna’ :


( وَيُحَرَّمُ ) التَّعْزِيرُ ( بِحَلْقِ لِحْيَتِهِ ) لِمَا فِيهِ مِنْ الْمُثْلَةِ

Haram ta’zir dengan cara mencukur jenggotnya, karena hal itu termasuk mutslah

d.        Ulama Syafi’iyah
Sedangkan ulama Syafi’iyah berbeda pendapat dalam menentukan hukum mencukur jenggot, namun yang mu’tamad yang dianggap sebagai mazhab adalah pendapat yang menyatakan makruh, sebagaimana terlihat dalam kutipan kitab-kitab Syafi’iyah di bawah ini :

a.     Kitab Fathul Mu’in karangan Zainuddin al-Malibari :

ويحرم حلق لحية، وخضب يدي الرجل ورجليه بحناء، خلافا لجمع فيهما. وبحث الاذرعي كراهة حلق ما فوق الحلقوم من الشعر.وقال غيره إنه مباح.

Haram mencukur jenggot dan mewarnai dua tangan seorang laki-laki dan dua kakinya dengan inai, khilaf dengan sekelompok ulama pada masalah keduanya. Al-Azra’i telah membahas makruh mencukur bulu di atas halqum, sedangkan lainnya mengatakan mubah.
Al-Nawawi dalam Syarah Muslim telah menyebut perkara-perkara yang makruh pada jenggot, sebagiannya yaitu :

الثانية عشر حلقها الا إذا نبت للمرأة لحية فيستحب لها حلقها

Yang kedua belas adalah mencukurnya kecuali apabila tumbuh jenggot itu pada seorang perempuan, maka disunatkan mencukurnya.

c.    Kitab I’anah al-Thalibin, karangan al-Bakri al-Dimyathi dalam mengomentari pernyataan pengarang Fathul Mu’in di atas menyebutkan :

المعتمد عند الغزالي وشيخ الإسلام وابن حجر في التحفة والرملي والخطيب وغيرهم: الكراهة

Pendapat yang mu’tamad di sisi al-Ghazali, Syekh Islam, Ibnu Hajar al-Haitamy dalam al-Tuhfah, al-Ramli, al-Khatib dan lainnya adalah makruh.

d.   Kitab Asnaa al-Mathalib, karangan Zakariya al-Anshari :

(وَ) يُكْرَهُ (نَتْفُهَا) أَيْ اللِّحْيَةِ أَوَّلَ طُلُوعِهَا إيثَارًا لِلْمُرُودَةِ وَحُسْنِ الصُّورَةِ

Makruh mencabut jenggot ketika baru tumbuh, untuk nampak seperti orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk tampilan yang bagus.

e.    Kitab Tuhfah al-Muhtaj, karangan Ibnu Hajar al-Haitamy :

ذَكَرُوا هُنَا فِي اللِّحْيَةِ وَنَحْوِهَا خِصَالًا مَكْرُوهَةً مِنْهَا نَتْفُهَا وَحَلْقُهَا

Mereka (ulama) telah menyebut di sini berkenaan dengan jenggot dan seumpamanya tentang perkara-perkara yang dimakruhkan, di antaranya mencabut dan mencukur jenggot.

f.     Kitab Mughni al-Muhtaj, karangan Khatib Syarbaini :

و يُكْرَهُ نَتْفُْ اللِّحْيَةِ أَوَّلَ طُلُوعِهَا إيثَارًا لِلْمُرُودَةِ

Makruh mencabut jenggot ketika baru tumbuh, untuk nampak seperti orang yang baru tumbuh jenggot.

g.    Kitab Hasyiah Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj:

(قَوْلُهُ أَوْ يَحْرُمُ كَانَ خِلَافَ الْمُعْتَمَدِ إلَخْ) قَالَ فِي شَرْحُ الْعُبَابِ فَائِدَةٌ قَالَ الشَّيْخَانِ يُكْرَهُ حَلْقُ اللِّحْيَةِ وَاعْتَرَضَهُ ابْنُ الرِّفْعَةُ فِي حَاشِيَةِ الْكَافِيَةِ بِأَنَّ الشَّافِعِيَّ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - نَصَّ فِي الْأُمِّ عَلَى التَّحْرِيمِ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَكَذَا الْحَلِيمِيُّ فِي شُعَبِ الْإِيمَانِ وَأُسْتَاذُهُ الْقَفَّالُ الشَّاشِيُّ فِي مَحَاسِنِ الشَّرِيعَةِ

(Perkataan mushannif : “atau haram, maka pendapat yang menyalahi yang mu’tamad”), dikatakan dalam Syarh al-‘Ubab : “Faedah :  Kedua Syekh (yaitu Nawawi dan Rāfi'ī) menganggap makruh mencukur jenggot. Ibnu Ar-Rifa'ah menentang pendapat mereka dalam Hasyiyah al-Kāfiyah karena ada nash dari Imam Syafi'i r.a. dalam kitabnya, al-Umm haram mencukur jenggot. Az-Zarkasyī menyatakan bahwa hal yang sama dinyatakan oleh Al-Hulaimi dalam kitabnya, Syu'ab Al-Iman, serta gurunya Al-Qaffāl Ash-Syasyi dalam Mahasin Asy-syari'ah.

Apabila kita perhatikan kutipan-kutipan di atas, maka dapat diterangkan di sini bahwa kebanyakan ulama Syafi’iyah berpendapat makruh mencukur jengggot, bukan haram, yaitual-Ghazali, al-Nawawi, al-Rafi’i, Syekh Islam (Zakariya al-Anshari), Ibnu Hajar al-Haitamy dalam al-Tuhfah, al-Ramli, al-Khatib, dan lainnya. Sedangkan yang menyatakan haram adalah Ibnu al-Rifa’ah, al-Hulaimy dan al-Qafal al-Syasyi. Kita berkesimpulan bahwa pendapatmakruh mencukur jengggot, yaitu pendapat al-Ghazali, al-Nawawi, al-Rafi’i, Syekh Islam (Zakariya al-Anshari), Ibnu Hajar al-Haitamy dalam al-Tuhfah, al-Ramli, al-Khatib merupakan pendapat mu’tamad dalam mazhab Syafi’i karena berdasarkan kesepakatan ulama Syafi’iyah mutaakhiriin bahwa yang menjadi ikutan dalam mazhab Syafi’i adalah pendapat yang dipegang oleh al-Nawawi dan al-Rafi’i, kemudian Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Ramli, Zakariya al-Anshari, al-Khatib dan kemudian ulama-ulama lainnya yang berada di bawahnya. Dalam Fathul Mu’in disebutkan :

إعلم أن المعتمد في المذهب للحكم والفتوى ما اتفق عليه الشيخان، فما جزم به النووي فالرافعي فما رجحه الاكثر فالاعلم فالاورع.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya yang mu’tamad dalam mazhab untuk penetapan hukum dan fatwa adalah apa yang menjadi kesepakatan dua syaikh (al-Nawawi dan al-Rafi’i), kemudian yang dipastikan oleh al-Nawawi, kemudian oleh al-Rafi’i, kemudian hukum yang ditarjih oleh kebanyakan, kemudian yang lebih ‘alim dan kemudian yang lebih wara’.

Al-Bakri al-Dimyathi dalam I’anah al-Thalibin (kitab hasyiah bagi kitab Fathul Mu’in di atas) menjelaskan :

واعلم أنه إذا اختلف كلام المتأخرين عن الشيخين - كشيخ الاسلام وتلامذته - فقد ذهب علماء مصر إلى اعتماد ما قاله الشيخ محمد الرملي، خصوصا في نهايته، لانها قرئت على المؤلف إلى آخرها في أربعمائة من العلماء فنقدوها وصححوها.وذهب علماء حضرموت وأكثر اليمن والحجاز إلى أن المعتمد ما قاله الشيخ أحمد بن حجر في كتبه، بل في تحفته لما فيها من الاحاطة بنصوص الامام مع مزيد تتبع المؤلف فيها، ولقراءة المحققين لها عليه الذين لا يحصون، ثم إذا لم يتعرضا بشئ فيفتي بكلام شيخ الاسلام، ثم بكلام الخطيب، ثم بكلام الزيادي، ثم بكلام ابن قاسم، ثم بكلام عميرة، ثم بكلام ع ش، ثم بكلام الحلبي، ثم بكلام الشوبري، ثم بكلام العناني، ما لم يخالفوا أصول المذهب.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya apabila khilaf kalam muatakhirin mengenai pendapat dua syeikh (al-Nawawi dan al-Rafi’i) seperti Syeikh Islam dan murid-muridnya, maka ulama Mesir berpegang kepada pendapat yang dipegang oleh Syeikh Muhammad al-Ramli, terutama dalam kitab al-Nihayah, karena kitab tersebut sudah dibaca kepada pengarangnya hingga akhirnya pada empat ratus ulama dimana mereka mengkritik dan mentashihnya. Ulama Hazramaut dan kebanyakan ulama Yaman dan Hijaz berpedapat bahwa yang mu’tamad adalah pendapat Syeikh Ahmad Ibnu Hajar dalam semua kitabnya, bahkan terutama dalam Tuhfah, karena dalamnya diperhatikan nash-nash imam serta lebih teliti pengarangnya serta juga karena telah dibaca para ulama muhaqiqin yang tidak terbatas banyaknya. Kemudian apabila keduanya (Ibnu Hajar dan al-Ramli) tidak mengemukakan pendapat apapun, maka difatwakan dengan kalam Syeikh Islam, kalam al-Khatib, al-Ziyadi, Ibnu Qasim, ‘Amirah, ع ش  (‘Ali Syibran al-Malusi), al-Halabi, al-Syaubari, dan kemudian kalam al-‘Inaani, selama mereka itu tidak menyalahi ushul mazhab.

Hal senada dengan di atas, juga telah dikemukakan oleh Sayyed ‘Alawi bin Ahmad al-Saqaf dalam kitabnya, al-Fawaid al-Makkiyah dan al-Faqih al-Muhaqqiq Sayyed Ahmad Miqaari Syumailah al-Ahdal dalam kitabnya, Sulam al-Muta’allim al-Muhtaj ila ma’rifah Rumuz al-Minhaj dan lainnya.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman bin ’Abdil-Jabbar bin Kamil (salah seorang murid besar dari Imam Asy-Syafi’i) meriwayatkan bahwa Imam Asy-Syafi’i membolehkan memotong jenggot yang panjangnya melebihi satu genggam berdasarkan riwayat Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma. Ar-Rabi’ berkata :

قال الشافعي: وأخبرنا مالك عن نافع أن ابن عمر كان إذا حلق في حج أو عمرة أخذ من لحيته وشاربه.
[قال الربيع]: قلت: فإنا نقول( ) : ليس على أحد الأخذ من لحيته وشاربه، إنما النسك في الرأس؟
قال الشافعي: وهذا مما تركتم عليه بغير رواية عن غيره عندكم علمتها.

”Telah berkata Asy-Syafi’i : Telah mengkhabarkan kepada kami Malik (bin Anas) dari Nafi’ : Bahwasannya Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma apabila mencukur (rambut) ketika ibadah haji, maka beliau memotong jenggotnya (selebih dari genggaman tangan) dan kumisnya”. Aku (yaitu Ar-Rabi’) berkata : ”Sesungguhnya kami berkata : Tidak boleh bagi seorangpun untuk memotong jenggot dan kumisnya. Bukankah dalam ibadah haji hanya disyari’atkan mencukur kepala saja ?”. Maka Asy-Syafi’i berkata : ”Ini termasuk hal yang kalian tinggalkan atasnya tanpa dasar riwayat dari selainnya di sisi kalian yang aku ketahui” [Ikhtilaaful-Imam Malik wasy-Syafi’i 7/253]. Di sini Imam Asy-Syafi’i memegang atsar Ibnu ’Umar dalam hal tersebut.
Dalam kitab lain Imam Asy-Syafi’i berkata :

وأحب إلي لو أخذ من لحيته وشاربه، حتى يضع من شعره شيئاً لله، وإن لم يفعل فلا شيء عليه، لأن النسك إنما هو في الرأس لا في اللحية.

”Aku menyukai jika ia memotong jenggot dan kumisnya, hingga ia meletakkan dari rambutnya sesuatu karena Allah. Jika ia tidak melakukannya, maka tidak apa-apa baginya, karena dalam ibadah haji yang wajib hanyalah (memotong) rambut kepala, tidak pada jenggot” [Al-Umm 2/2032].

Diperbolehkan memotong jenggot yang terlalu panjang (yang melebihi batas genggaman tangan) sehingga membuat jelek penampilannya. Pendapat ini merupakan pendapat masyhur dari Malik bin Anas dan Qadli ’Iyadl.
Perkataan Imam Malik tentang bolehnya memotong jenggot karena panjangnya sehingga nampak padanya aib adalah sebagaimana terdapat dalam At-Tamhid karya Ibnu ’Abdil-Barr (24/145) dan Al-Muntaqaa karya Al-Baaji (3/32). 
Telah berkata Al-Qadli ’Iyadl ;

 يكره حلق اللحية وقصها وتحذيفها وأما الأخذ من طولها وعرضها إذا عظمت فحسن بل تكره الشهرة في تعظيمها كما يكره في تقصيرها

”Mencukur, memangkas, dan mencabut jenggot adalah dibenci. Adapun jika ia memotong karena terlalu panjang dan (menjaga) kehormatannya jika ia membiarkannya (sehingga nampak jelek), maka itu adalah baik. Akan tetapi dibenci untuk membiarkan selama sebulan sebagaimana dibenci untuk memendekkannya” [Fathul-Baari 10/351 no. 5553].

Disukai untuk memotong jenggot yang melebihi satu genggam secara mutlak, tidak dibatasi oleh waktu haji dan ’umrah. Pendapat ini merupakan pendapat masyhur dari kalangan Hanafiyyah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Hanabilah, serta sebagian tabi’in.
Telah berkata Muhammad bin Al-Hasan – shahabat besar Abu Hanifah –rahimahumallah :
أخبرنا أبو حنيفة عن الهيثم عن ابن عمر -رضي الله عنهما-: أنه كان يقبض على لحيته ثم يقص ما تحت القبضة. قال محمد: وبه نأخذ، وهو قول أبي حنيفة.

”Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hanifah, dari Al-Haitsam, dari Ibnu ’Umar ‎radliyallaahu ’anhuma : Bahwasannya ia (Ibnu ’Umar) menggenggam jenggotnya, kemudian memotong apa-apa yang berada di bawah genggaman tersebut”. Berkata Muhammad (bin Al-Hasan) : Kami mengambil pendapat tersebut. Dan itulah perkataan Abu Hanifah” [Al-Aatsaar 900].
Ibnu ’Abidin Al-Hanafy berkata :
ويحرم على الرجل قطع لحيته ـ أي حلقها, وصرح في النهاية بوجوب قطع ما زاد على القبضة, وأما الأخذ منها وهي دون ذلك كما يفعله بعض المغاربة ومخنثة الرجال, فلم يبحه أحد, وأخذ كلها فعل يهود الهند, ومجوس الأعاجم

”Dan diharamkan bagi seorang laki-laki memotong jenggotnya – yaitu mencukurnya. Dan telah dijelaskan dalam ‎An-Nihayah atas wajibnya memotong apa-apa yang melebihi genggaman tangan. Adapun mengambil kurang dari itu (yaitu memotong jenggot yang belum melebihi satu genggaman tangan) - sebagaimana yang dilakukan sebagian orang-orang Maghrib dan orang-orang banci, maka tidak seorang pun ulama yang membolehkannya. Dan memotong seluruh jenggot merupakan perbuatan orang-orang Yahudi Hindustan dan orang-orang Majusi A’jaam (non-Arab)” [Raddul-Mukhtaar 2/418].
Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal adalah membolehkan memotong/mencukur jenggot selebih genggaman tangan, namun tidak boleh kurang dari itu. Telah berkata Al-Khalaal : Telah mengkhabarkan kepadaku Harb, ia berkata : Ahmad (bin Hanbal) pernah ditanya tentang memotong jenggot. Maka beliau menjawab : ”Sesungguhnya Ibnu ’Umar memotongnya, yaitu rambut jenggot yang melebihi genggaman tangannya”. (Harb berkata) : ”Seakan-akan beliau berpendapat dengan perbuatan Ibnu ’Umar tersebut”. Aku (Harb) bertanya kepada beliau : ”Apa hukumnya memelihara (jenggot) ?”. Beliau berkata : ”Telah diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam (tentang perintah tersebut)”. Harb berkata : ”Seakan-akan beliau berpendapat tentang wajibnya memelihara jenggot (yaitu tidak boleh memotongnya sama sekali)”. Selanjutnya Al-Khalaal berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Harun, bahwasannya Ishaq (bin Haani’) telah menceritakan kepada mereka, bahwa ia berkata : ”Aku bertanya kepada Ahmad (bin Hanbal) tentang seorang laki-laki yang memotong rambut yang tumbuh di kedua pipinya”. Maka beliau menjawab : ”Hendaknya ia memotong jenggotnya yang panjangnya melebihi genggaman tangan”. Aku (Ishaaq) berkata : ”Bagaimana dengan hadits Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :Potonglah kumis dan peliharalah jenggot ?”. Maka beliau menjawab : ”Hendaknya ia memotong karena panjang jenggotnya (yang melebihi genggaman tangan), dan (rambut yang tumbuh) di bawah tenggorokannya”. (Ishaq berkata) : Aku melihat Abu ’Abdillah (Ahmad bin Hanbal) memotong panjang jenggotnya (yang melebihi genggaman tangan) dan (rambut yang tumbuh) di bawah tenggorokannya” [Kitab At-Tarajjul min Kitaabil-Jaami’ hal. 113-114].

Rahasia Kekuatan Seks Laki-Laki Beriman


Terkadang pasien dengan penyakit lemah syahwat putus asa setelah berobat ke sana-sini. Berbagai metode telah ditempuh, akan tetapi terkadang lupa dengan menempuh sebab-sebab syar’i. Misalnya berdoa, berobat dengan sedekah dan berobat dengan Al-Quran. (yang biasa dilakukan orang awam adalah hanya menempuh sebab-sebab kauniy , misalnya ke dokter, minum obat penyembuh, terapi khusus dan lain-lain)
Banyak yang mengira Al-Quran hanyalah obat penyakit hati dan obat kerasukan jin dan  setan, akan tetapi Al-Quran adalah obat untuk penyakit Jasmani dan hati. Allah Ta’ala berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

فالقرآن هو الشفاء التام من جميع الأدواء القلبية والبدنية، وأدواء الدنيا والآخرة، وما كل أحد يؤهل ولا يوفق للاستشفاء به، وإذا أحسن العليل التداوي به، ووضعه على دائه بصدق وإيمان، وقبول تام، واعتقاد جازم، واستيفاء شروطه، لم يقاومه الداء أبدا كيف تقاوم الأدواء كلام رب الأرض والسماء الذي لو نزل على الجبال لصدعها، أو على الأرض لقطعها، فما من مرض من أمراض القلوب والأبدان إلا وفي القرآن سبيل الدلالة على دوائه وسببه

“Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit teratur  berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh  kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurna-kan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi. Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik  penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan)-nya.”

Sebagaimana diketahui lemah syahwat bukan hanya satu penyebabnya namun ada beberapa hal yang bisa menjadi pemicu penyakit itu. Ada yang bersifat fisik dan ada yang bersifat psikis. Tidak semua lemah syahwat bersifat permanen. Oleh karena itu kami sarankan di awal supaya anda merujuk ke dokter dan para ahli di bidang ini untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai.

Dalam salah satu riwayat disebutkan:

قَالَتِ الأَعْرَابُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا نَتَدَاوَى؟ قَالَ: " نَعَمْ، يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً، أَوْ قَالَ: دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا " قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُوَ؟ قَالَ: «الهَرَمُ» 

Seorang badui berkata,' wahai Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam apakah kita perlu berobat. Beliau menjawab,"Ya. Wahai hamba Allah berobatlah, sebab Allah telah menurunkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, ….kecuali satu penyakit. Para sahabat bertanya: "Apa gerangan penyakit itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Penyakit pikun" (H.R Tirmidzi No:2038 dan yang lainnya. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Pertanyaan:

هل يجوز علاج الضعف الجنسي بالقرآن؟

Apakah boleh mengobati lemah syahwat dengan Al-Quran?

Jawaban:

فإن القرآن الكريم شفاء وعلاج لكل الأمراض البدنية والنفسية …

فقد قال الله تعالى وَنُنَزِّلُ مِنَ القُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ {الإسراء:82}” وقال تعالى: قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ {فصِّلت:44}”

فهذه النصوص وما أشبهها نصوص عامة تشمل شفاء القرآن لجميع الأمراض؛ ولذلك فلا مانع من علاج الأمرض الجنسية وغيرها بالقرآن الكريم .

“Al-Quran adalah penyembuh dan obat untuk segala macam penyakit jasmani dan jiwa.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”  (Al-Isra’: 82)

Allah Ta’ala berfirman,

“Katakanlah: “Al Quraan itu adalah petunjuk dan penawar /obat bagi orang-orang mu’min.” (Fushsilat: 44)

Maka dalil-dalil ini dan semacamnya adalah dalil umum yang mencakup pengobatan Al-Quran untuk segala macam penyakit. Oleh karena itu tidak ada larangan mengobati penyakit lemah syahwat dan lainnya dengan Al-Quran Al-Karim.‎

Lemah syahwat adalah jenis penyakit yang mengenai semua kalangan, baik muslim maupun non-muslim, kaya ataupun miskin, pejabat atau rakyat, orang desa maupun orang kota. Kehebatan sex laki-laki tidak terletak pada ketampanan dan benda-benda yang dimilikinya. Keutuhan rumah tangga lebih banyak bukan karena ketampanan dan harta (rumah besar, mobil, atau pangkat, dsb) yang dimiliki laki-laki, tetapi rahasia keharmonisan rumah tangga secara dzahir lebih banyak karena tuntutan sex sang istri yang terpenuhi/istri puas di tempat tidur walaupun secara ghaibiyah (bathin) adalah amalan-amalan yang mengundang rahmat di dalam rumah, menggunakan rumah untuk ibadah, ta’lim wa ta’lum, melayani tetamu dengan baik, dsb sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.

Banyak suami kehilangan kewibawaan dan kehormatan di mata istrinya karena tuntutan sex istri yang tak terpenuhi. Kadang ia seorang laki-laki yang dihormati di masyarakat tetapi menjadi laki-laki lemah di mata istri. Tak ada gunanya orang yang memiliki pangkat yang tinggi dan harta yang banyak, serta ketampanan yang luar biasa jika ia memiliki kelemahan syahwat di hadapan wanita. Walaupun pada mulanya banyak wanita yang menyenanginya tetapi lama-lama akan meninggalkannya karena membosankan dan tak ada gunanya. Jika mereka sudah menikah maka sang wanita akan kecewa dan akan cari gara-gara agar dapat lari darinya, sehingga gara-gara persoalan kecil akan besar dan jadi sumber keretakan rumah tangga. Bila sang istri sudah mulai macam-macam dan sang suami mengancam akan menikah lagi maka dengan nada merendahkan sang istri akan katakana: “Idiiih…Mau kimpoi lagi? Satu aja kagak bisa dipuasin bagaimana mungkin dua, atau tiga!!!”‎

Lemah Syahwat Penyakit Tenar Abad Ini

Menurut Dokter Hubert O Swartout dalam bukunya “Penjagaan Kesehatan” selepas abad ke-20 hampir 50% rata-rata kaum lelaki yang berusia 30-50 tahun mengalami lemah syahwat. Daftar penyakit tenar pada era ini tak bisa diragukan bisa dilihat dari indicator iklan di TV ataupun media massa yang ditayangkan setiap hari.selain tentang penyakit jantung, diabetes, stroke maka yang paling banyak diiklankan di koran adalah tentang pengobatan lemah syahwat dan diiklankan pembesaran kemaluan dan dijualnya alat-alat yang membantu memuaskan sex untuk berjaya dalam permainan sex.

Banyaknya obat yang dijual dan iklan yang continue di Koran tentunya karena larisnya pengobatan tentang sex ini, baik cara urut, mistik ataupun minyak, pil biru, dsb. Bahkan penjualan obat-obat sex dijajakan dipinggir jalan. Penyakit lemah syahwat dapat menyebabkan jatuhnya kehormatan laki-laki sehingga mereka berani bayar berapapun untuk mengembalikan kehormatan diri. Mereka tak berfikir lagi tentang harga obat yang dibuat oleh peramu obat yang ahli bahkan ditangani oleh kedokteran modern walaupun terkadang khasiatnya tak manjur tetapi mereka tetap membeli.

Semua penyakit itu merupakan adzab dan bencana dari Allah dengan sebab buruknya amalan manusia. Misalnya HIV karena sodomi atau sex yang tidak pada tempatnya yang diperintahkan Allah dan karena sex bebas atau perzinahan.

Cara Mengembalikan Kekuatan Sex laki-Laki

1. Jangan melanggar hukum-hukum Allah 

Melanggar syariat dalam sex termasuk sering/pernah berzina, homo sex, lesbi, dll. Pergaulan bebas yang menyebabkan maksiat mata yang tak terjaga melihat aurat wanita atau bahkan sarana hiburan yang berbau syahwat yang sering ditonton menyebabkan syahwat naik yang lama kelamaan menjadi biasa dan nafsu tak menggebu lagi ketika akan berhubungan suami istri. Ibarat lampu senter yang akan digunakan pada waktu malam apabila listrik padam, tapi karena sering dinyalakan pada waktu siang bukan pada saat dibutuhkan sehingga lama-kelaman cahaya lampu senter tersebut semakin redup, karena baterai/akinya sudah soak akibat sering digunakan tidak pada waktunya. 

2. Jangan pakai alat-alat bantu sex

Walaupun tak dipungkiri ada orang yang bisa bertahan dengan istrinya padahal ia terbiasa dalam pergaulan bebas, namun buat menaikkan syahwat yang alami sangatlah sulit, akhirnya keduanya menciptakan berbagai tehnik hubungan sex yang dilihat dari film dan gambar porno. Bahkan ada yang menggunakan alat bantu sex seperti vibrator, boneka sex, kemaluan palsu, dll. Di Jakarta ada kasus keluarga yang apabila ingin berhubungan sex harus sewa gigolo atau pelacur untuk mempraktekan sex yang ditonton live show sambil menanti syahwat suami istri naik. Tak jarang sang istri bermain dengan gigolo dan suami dengan pelacur, ketika keduanya sudah konaks barulah bercinta suami istri. Tapi sex yang di luar syariat/fitrah/alami pasti berefek buruk buat jasmani dan rohani. Dari segi jasmani jelas tidak alami karena sudah ada alat tambahan dan sebagainya, sehingga suatu saat tak ada alat bantu maka saat itu syahwat tak bisa dibangkitkan lagi. 

Secara Rohani hubungan sex yang tidak asli/alami lagi akan mengurangi kasih sayang pasangan karena keduanya tawajjuh pada alat dan tak akan menghargai pasangan karena merasa kepuasan datang karena alat bantu. Walau mendapat anak tetapi hal tersebut semata karena pertemuan benih dalam rahim saja bukan karena rasa kasih sayang dan nikmat yang hakiki. Sehingga ada istri bosan mengandung dan benci anak yang dikandungnya karena kandungan bukan azas kasih sayang.

3. Jangan melanggar adab-adab jima’ (adab-adab berhubungan seksual menurut sunnah)

Bagi seorang muslim, dia wajib mengetahui adab-adab jima' tersebut, adab-adab yang menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan sebelum, di saat, dan setelah melakukan hubungan suami istri agar mendapatkan manfaat yang banyak baik dari segi dunia maupun akhirat. Jangan hanyai faham Kamasutra ala Perancis, Jepang, dsb, tapi tidak faham Kamasutra Sunnah. Silakan bertanya kepada Ulama atau baca buku-buku yang mengajarkan adab-adab jima’. Dengan memahami adab-adab jima' maka 3 fungsi hubungan suami istri akan terwujud, yaitu sebagai fungsi rekreasi/refreshing (merasakan kebahagiaan/kenikmatan lahir dan bathin, fungsi reproduksi (jika punya anak maka anaknya akan menjadi anak yang taat, shalih dan shalihah), dan fungsi ibadah (berhubungan intim sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya sehingga walaupun kelihatan menyalurkan nafsu syahwat tetapi mendapatkan keridhoan dan pahala dari Allah). Di sini tidak saya tuliskan supaya tidak dianggap mengundang pornografi dan porno aksi.

4. Jangan bikin dosa sebelum nikah

Bedanya sekarang dengan zaman Siti Nurbaya, kalau Siti Nurbaya dipaksa kawin, sedangkan muda-mudi sekarang terpaksa kawin karena banyak yang hamil sebelum menikah. Sehingga azas pernikahan kini bukanlah sebagai suatu yang sakral dan sarana ibadah dalam mentaati Allah untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah tetapi hanya berlandaskan nafsu syahwat belaka. Mereka sudah mengumbar hawa nafsu sebelum menikah, baik dengan wanita yang akan menjadi istrinya ataupun dengan orang lain. Bahkan di Jakarta ada tradisi ‘Pesta Melepas Bujang’ sehari sebelum menikah, mereka mengadakan tradisi sex bebas bersama teman-teman sepermainan. Sungguhpun pernikahannya sah menurut syariat nantinya, tetapi mereka memulai dengan kesalahan fatal sehingga kesalahan lain saling susul menyusul dalam rumah tangga, perselingkuhan dll tak bisa dihindari.

5. Jangan kencing berdiri

Orang-orang dahulu melarang anaknya kencing berdiri, orang kini senang dengan yang simple dan praktis sehingga kebanyakan WC umum bahkan di masjid sekalipun karena ketidakpahaman banyak dipasang closed yang berdiri. Padahal ini bukan perkara kecil, selain berikhtilaf dengan sunnah Nabi tapi juga mengandung resiko bagi kesehatan. Kencing berdiri sudah dibuktikan tak bisa menuntaskan keluarnya air dari kandung kemih secara total dan pastilah terasa tidak puas. Kencing jongkok dalam keadaan bertinggung antara kedua tulang paha menyebabkan merenggangnya himpitan kepada zakar dan akan memudahkan air keluar habis dari kandung kemih sehingga kekuatan otot sekitar zakar akan terpelihara. Tersisanya air kencing dalam kandung kemih akan menyebabkan sisa air membatu dan mengampas pada ginjal, inilah penyebab penyakit batu ginjal atau kencing batu. Orang yang mengalami kencing batu bukan hanya sakit dan perlu biaya besar tetapi mempengaruhi kekuatan zakarnya ketika tegang yang tak akan maksimal dan penyakit lemah syahwat akan datang.

6. Jangan Onani

D alam banyak buku kajian Psikologi remaja didapati bahwa 90% para remaja baik laki-laki maupun wanita yang telah baligh telah melakukan onani atau masturbasi. Onani bukan hanya dilakukan oleh orang tak beristri tetapi oleh orang beristripun melakukannya dikarenakan ketidakpuasan dalam hubungan sex. Dr. Abdullah Nasih Ulwan dalam kitab ‘Tarbiyatul Awlad’ (Pendidikan Anak) menulis akibat buruk onani bagi kesehatan pisik yakni: menghilangkan tenaga, lemah badan, sering gemetar badannya, jantung berdebar-debar, mengaburkan penglihatan, akal menjadi lemah, alat pencernaan mudah rusak, mudah terkena radang paru-paru, terjangkit penyakit TBC, kurang darah, muka pucat, dan mudah pusing. Sedangkan kerugian dari segi sex: kemaluan yang lembek, mudah terpancar mani atau ejakulasi dini, cepat lelah badannya, akibatnya nafsu syahwat menjadi lemah. 

Bila suami istri yang sebelum nikah telah sering melakukan onani maka akibatnya mereka akan kecewa dalam melakukan hubungan sex karena masing-masing tidak akan mencapai kepuasan maksimal, walaupun sperma telah terpancar tetapi tidak mendapat kepuasan karena masa persetubuhan terlalu singkat, rasa ingin melakukannya lagi tak kuat. Kekuatan lamanya orang yang berhubungan sex yang sebelumnya sering onani paling lama 5 atau 10 menit saja. Menurut dokter ahli kekuatan normal apabila tak pernah onani bisa mencapai 1 jam lamanya. Selain itu orang yang sering onani menjadi pelupa, malas berfikir, suka menyendiri, pemalu tidak pada tempatnya/minder, pamalas, penakut, wajahnya muram terus, sering tidur siang hari, dll. 

7. Jangan minum khamr (minuman keras)

Menurut Encyclopedia Britannica mengemukakan bahwa minuman keras dapat melemahkan kecerdasan akal, lemah berfikir, mengganggu peredaran darah, melemahkan syahwat, penyakit jantung, sesak nafas, mengganggu pencernaan dan mudah terkena gestrik. Orang yang terbiasa dengan kehidupan malam, biasanya tak lepas dari minuman keras dan wanita, bahkan sebelum zina mereka minum minuman keras sampai teler sehingga nafsu naik, namun karena didopping maka tak lama kemudian ketika pengaruh mabuknya hilang maka syahwat menjadi lemah bahkan zakar tak bangun lagi.

8. Jangan merokok

Menurut berbagai kajian kesehatan, 74% perokok tahu bahaya merokok, bahkan dalam label-label rokok, pemerintah mengharuskan mencantumkan bahaya merokok langsung oleh pabrik rokok tersebut. Pemerintah sudah warning: “Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi, dan gangguan pada janin”.

Ada satu guyonan yang menarik (ini hanya guyonan tak bisa dijadikan dalil), nanti para perokok yang masuk Syurga, mulutnya asem setelah menikmati hidangan syurga. Semua keinginan ahli Syurga pasti dipenuhi termasuk apabila minta rokok Maka ia mencari api untuk menyalakan rokok, padahal di syurga tak ada api. Dia Tanya kepada Malaikat Ridwan sebagai penjaga syurga: Wan …dimana bisa dapatkan api? Ridwan ‘Alaihi Salam langsung menunjuk ke Neraka, sebab semua di Syurga tak perlu masak sedangkan api adanya di Neraka untuk menyiksa orang-orang yang ingkar. Orang itu keluar sebentar dari Syurga minta izin kepada Malaikat Ridwan, karena ahli syurga badannya dari nur tak mungkin terbakar di Neraka. Dia masuk ke Neraka dan menyalakan rokok Setelah itu ia mau masuk lagi ke Syurga, tetapi dia tak bisa masuk dan kaget, tertulis di depan pintu Syurga: ‘NO SMOKING AREA!!!’. 

9. Jangan bekerja terlalu berat

Telah diketahui bahwa hawa atau suhu pada tubuh mempengaruhi tenaga dalam kita, dimana tenaga itulah yang mengatur penegangan pada zakar. Badan yang hangat akan mudah menegangkan kemaluan sedangkan saat dingin misalnya habis mandi, kehujanan, dsb akan menjadikan kemaluan kecil. Padahal suhu tubuh salah satunya disebabkan oleh makanan yang dimakan dan terjadi proses pembakaran untuk menghasilkan tenaga. 

Walaupun tak semua pembakaran dalam tubuh dapat menjadi tenaga sebab ada kalanya ia terserap oleh sel-sel tubuh dan menjadi usang dan tak berguna. Ini semua bisa terjadi manakala seseorang dalam keadaan tekanan fikiran dan tekanan pekerjaan/stress. Akibatnya tekanan darah lebih banyak ke atas atau kepala sehingga berpengaruh dengan distribusi darah pada jantung dan inilah awalnya penyakit darah tinggi, stroke, dan lemah syahwat. 
Berat dan banyaknya pekerjaan seseorang melebihi kekuatan tubuhnya terkadang memaksa seseorang minum kopi agar tak tidur atau minuman suplemen berkimia, sehingga bila tiba puncaknya ia akan mengeluh badannya lesuh, dsb akibat melewati fitrahnya. Lihatlah jika seseorang gagal dalam pekerjaannya maka hilang rasa lapar dan tak bisa tidur. Inilah tanda tekanan pekerjaan yang berat berakibat buruk pada jasmani dan rohani, dan berpengaruh pada tenaga syahwatnya. Sebagaimana anggota badan yang lain, karena sel-sel syaraf akan rusak jika dibawa kerja melebihi fitrah baik tenaga fisik maupun tenaga fikiran, maka orang tersebut memerlukan suatu kerehatan total untuk menormalkan kembali ketegangan syaraf dan fikiran (release tension). Untuk maksud tersebut diciptakanlah metode Yoga bagi orang Hindu, ANMO bagi orang China.

Untuk orang Islam rehatnya dalam shalat, sebagaimana ucapan Nabi kepada Shahabat Bilal: “Arihna bish shalati ya Bilal”, “Istirahatkan kami dengan shalat ya Bilal”. Shalat adalah mi’raj yakni sebagai istirahat dari keduniaan menuju Allah, Yang Maha Memberi kekuatan, termasuk kekuatan sexual. Hendaknya para pekerja berat sangat menekankan hal ini yakni menjaga shalat berjamaah ketika adzan berkumandang dan mendirikan shalat tahajud di malam hari agar kembali kekuatan bathinnya.

10. Jangan asal makan

Banyak makanan dan minuman yang apabila sering dikonsumsi akan melemahkan tenaga bathin antara lain: ubi jalar, air kelapa, putih telur, teh ‘O’ (teh pahit), terong, air es (es batu), minuman keras, belimbing, duku, jambu air, jambu biji, pisang hijar, manggis, langsat, tembikai, nanas, pisang berangan (ambon), tomat, ubi sengkuang, timun, dan buah-buah lain yang sifatnya sejuk atau sayuran yang sejuk seperti kangkung, pakis, dll.

11. Jangan berhubungan sex dengan cara yang tak normal

A. Style istri di atas dan suami di bawah, jika selalu dilakukan terus-menerus dan sampai terpancarnya sperma, maka gaya ini akan membuat kehilangan kekuatan. Jika dilakukan sekedar variasi, sesekali tidak masalah, bahkan harus untuk menghilangkan kejenuhan.

B. Menunda keluarnya sperma, hal ini akan membuat ketegangan zakar berkurang mendadak dan sangat drastis, jika terus menerus dilakukan akan menyebabkan berkurangnya nafsu syahwat.

C. Berhubungan pada hari-hari yang dilarang, misalnya pada awal bulan, tengah bulan, dan akhir bulan (bulan hijriyah).

D. Berhubungan dalam kamar yang terlalu gelap yang tak ada cahaya langsung.

E. Tidak berhubungan disaat esoknya akan bepergian atau dalam perjalanan, hal tersebut akan mengurangi kekuatan bathin dan syahwat.

12. Jangan banyak tidur siang

Dalam Kitab Thibbun Nabawi (Pengobatan Cara Nabi) dikatakan bahwa banyak tidur ketika siang hari amatlah tidak baik karena akan mewarisi penyakit kebengkakan , merusak warna kulit, menimbulkan penyakit radang limfa/pneumonia atau imflammation of the spleen yaitu yang bisa melemahkan syaraf dan syahwat. Tidur siang yang tidak berbahaya adalah qailulah yaitu tidur sebelum waktu dzuhur sekitar 1 jam. Dalam Kitab Miskat Masabih juz 1 hal 587 disebutkan bahwa qailulah tidur tengah hari tidaklah keji karena Rasulullah melakukannya.

13. Jangan tidur tengkurap

Dr. Danil Zaenal Abidin dalam bukunya ‘Konsep Pengobatan Dalam Islam’ menulis bahwa tidur tiarap atau tengkurap akan membawa kemudharatan karena bisa mengganggu pernafasan dan mengganggu proses penghancuran makanan. Dengan terhalangnya penghancuran makanan maka akan mengganggu pembakaran dalam tubuh sehingga mengganggu suhu tubuh dan menurunkan syahwat. Nabi melarang tidur tengkurap dalam riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi melihat seorang laki-laki tidur tiarap lalu Beliau bersabda: “Inilah cara tidur yang dibenci Allah”, dalam riwayat lain disebutkan bahwa tidur tiarap adalah cara tidur syaithan.

14. Jangan Pakai Narkoba

Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa narkoba lebih berbahaya dari minuman keras karena narkoba/hasyisy adalah barang haram yang digunakan orang yang mengandung bahan penghayal dan memabukkan, menimbulkan krisis dalam diri seseorang yang memberi kesan pada kerusakan akal fikiran dan mendorong kepada kejahatan. Dalam kitab Al Halal Wal Haram Fil Islam oleh Prof. Dr Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa sejenis bahan berbahaya yang terkenal dengan narkoba seperti ganja, mariyuana, dsb memang sudah terkenal kesan buruknya terhadap perasaan dan fikiran sehingga orang yang mengkonsumsinya tidak bisa membedakan perkara baik dan buruk, tidak dapat berfikir dengan sempurna, berkhayal dan tenggelam dalam lamunan yang bukan-bukan. Orang itu bukan saja lupa diri tapi ia lupa agamanya dan dunianya, selain melumpuhkan dan merusak kekuatan badannya, merusak rumah tangga sehingga ‘alim ulama menghukuminya haram. Menurut ahli pengobatan, orang yang mengkonsumsi narkoba maka seluruh dirinya menjadi tak berdaya sehingga syahwatpun menjadi tak berfugsi.

15. Penyaki-Penyakit Yang Melemahkan Syahwat.

Penyakit-penyakit berikut bisa menyebabkan lemah syahwat yaitu kurang selera sex (lambat) terangsang, tidak tahan lama, ejakulasi dini, dsb. Penyakit tersebut antara lain: migraine, tekanan darah tinggi, darah rendah, stress, wasir/ambeien, kondor/hernia, kencing manis, sakit pinggang, masuk angin, kencing-kencing atau anyang-anyang.

16. Hindari Homo Sexual, Bisex, dan Kebanci-Bancian

Seorang pakar homo dan juga seorang homo telah menulis dalam Koran bahwa: “Kita para homo tak pernah punya anak tetapi kita beranak dimana-mana”. Tak bisa dipungkiri dunia homo semakin berjaya kini, di setiap kota ada saja lokasi-lokasi tempat memburu pemuda-pemuda homo yang bisa dijadikan gigolo bagi para homo berduit. Di Jakarta ada disekitar Lapangan Banteng, bahkan di Jembatan Jatinegara di pinggir jalan banyak homo menjajakan diri dan mereka membagi lokasi dengan para pelacur wanita. 

Fenomena ini berawal dari dimulainya laki-laki menindik kupingnya untuk pakai anting-anting. Tadinya mereka meniru preman-preman di film-film luar negeri supaya orang takut kepadanya. Dalam perjalanannya, akhirnya mempengaruhi jiwa para pemakainya menjadi agak kewanita-wanitaan. Hal ini dipercepat oleh artis-artis papan atas yang kalau bicara pakai gaya wanita seperti para presenter dengan ucapan: “Sialan Bok....masa sih....memangnya kita cowok apaan.....”. Dan justru presenter yang kebanci-bancian yang semakin laris. Jiwa wanita inilah yang akhirnya menimbulkan sifat homo/bisex/binan. Apabila homo menjadi pilihan hidup maka mereka akan masuk komunitas manusia penyebab murka Allah sebagaimana kaum Sadum atau Sodom yang pernah dihancurkan Allah di zaman Nabi Luth.

CARA MENGEMBALIKAN CIRI-CIRI LAKI-LAKI SEJATI MENURUT QURAN DAN SUNNAH

Jika laki-laki mengikuti cirri-ciri laki-laki sebagaimana yang diperintahkan maka di hadapan Allah dialah lelaki sejati sehingga Allah Subhanallahi Wa Ta’ala akan memberi kekuatan layaknya laki-laki, bahkan seperti shahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Mereka para shahabat sibuk memenuhi syarat-syarat laki-laki dalam Al Quran sehingga mereka benar-benar diberikan Allah tenaga sebagaimana idealnya laki-laki. Walaupun badan mereka kecil dibandingkan orang Romawi, makan mereka kurang, sering puasa, jumlah mereka sedikit, persenjataan apa adanya tapi kemenangan demi kemenangan diperoleh oleh para shahabat.

Ciri-Ciri Laki-laki (Ar Rijal) Dalam Al Quran:

1. Laki-laki mencari nafkah

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا (34)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. ‎(QS. An Nisa:34)

Laki-laki sebagai kepala keluarga wajib menafkahi keluarganya, jangan sampai sebaliknya, apalagi istri yang sibuk memenuhi nafkah keluarga sehingga meninggalkan keluarga sampai keluar negeri. Yang dibutuhkan umat adalah keberkahan dalam harta bukan banyaknya harta, harta yang berkah walaupun sedikit akan mencukupi dan dapat digunakan untuk kebaikan dan amal shalih.

‎Ibnu Murdawaih menyandarkan hadis ini ke jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan: 
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ النَّسَائِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَاشِمِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَشْعَثُ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُوسَى بْنِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ علي قال: أَتَى النَّبِيَّ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ بِامْرَأَةٍ لَهُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ زَوْجَهَا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ الْأَنْصَارِيُّ، وَإِنَّهُ ضَرَبَهَا فَأَثَّرَ فِي وَجْهِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ليْسَ ذَلِكَ لَه". فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ [بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ]} أَيْ: قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ فِي الْأَدَبِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَرَدْتُ أمْرًا وأرَادَ اللَّهُ غَيْرَه"
Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali An-Nasai, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hibatullah Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad Al-Asy'as, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail ibnu Musa ibnu Ja'far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, dari kakekku, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa datang kepada Rasulullah Saw. seorang lelaki dari kalangan Ansar dengan seorang wanita mahramnya. Lalu si lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya suami wanita ini (yaitu Fulan bin Fulan Al-Ansari) telah menampar wajahnya hingga membekas padanya." Rasulullah Saw. bersabda, "ia tidak boleh melakukan hal itu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34) Yakni dalam hal mendidik. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku menghendaki suatu perkara, tetapi ternyata Allah menghendaki yang lain.
Hadis ini di-mursal-kan pula oleh Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Saddi; semuanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah. 
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمقبري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيرُ النساءِ امرأةٌ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أمَرْتَها أطاعتكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظتْكَ فِي نَفْسِها ومالِكَ". قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ} إِلَى آخِرِهَا.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik wanita ialah seorang istri yang apabila kamu melihat kepadanya, membuatmu gembira; dan apabila kamu memerintahkannya, maka ia menaatimu; dan apabila kamu pergi meninggalkan dia, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan hartamu. Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Habib, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Zi-b, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ عُبيد اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرَ: أَنَّ ابْنَ قَارِظٍ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا صَلَّت الْمَرْأَةُ خَمسها، وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَها؛ وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far; Ibnu Qariz pernah menceritakan kepada-nya bahwa Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Seorang wanita itu apabila mengerjakan salat lima waktunya, puasa bulan (Ramadan)nya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya, "Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana pun yang kamu sukai."
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid(menyendiri) oleh Imam Ahmad melalui jalur Abdullah ibnu Qariz, dari Abdur Rahman ibnu Auf.
2. Laki-laki menghidupkan ta’lim rumah

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا (34)
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah (Quran) dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut Lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Ahzab: 34)

Laki-laki menghidupkan ta’lim wa ta’lum (belajar & mengajar) agama kepada istri dan anak-anaknya. Tertib dalam mencari ilmu adalah laki-laki harus keluar rumah mencari ilmu kemudian diajarkan kepada ahli keluarganya dengan lemah lembut dan kasih sayang. Dahulu para shahabat belajar kepada Nabi di masjid dan pulang ke rumah mengajarkan kepada anak istrinya. Tidak seperti zaman sekarang, sang suami hanya sibuk dengan urusan dunia, menyebabkan tidak ada kemampuan dan kesempatan untuk mengajari keluarganya, sukses memanage dunia (nafkah lahir/jasmani) tapi tidak mampu untuk memanage waktu untuk urusan agama keluarga (nafkah bathin/ruhani).

3. Laki-laki Shalat berjamaah‎

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (37‎
“Rijal (laki-laki) yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. (QS: An Nuur: 37)

Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّف عَلَى صِلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ، خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا.
Salat seseorang dalam jamaah, pahalanya berkali lipat salat di dalam rumahnya, dan di dalam pasarnya sebanyak dua puluh lima kali lipat.
Demikian itu karena apabila ia berwudu dengan baik, lalu berangkat ke masjid tanpa niat lain kecuali hanya melakukan salat di masjid, maka tidaklah ia melangkah satu kali langkah melainkan ditinggikan baginya pahala satu derajat dan dihapuskan darinya satu buah dosa. Apabila ia telah menunaikan salatnya, para malaikat terus-menerus memohonkan ampun baginya selama ia masih berada di tempat salatnya, "Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah dia." Dia telah berada dalam salatnya selagi ia menunggu kedatangan waktu salat itu.
Dalam hadis Imam Daruqutni disebutkan sebuah hadis marfu' yang mengatakan:
"لَا صَلَاةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ"
Tiada salat (yang sempurna) bagi tetangga masjid kecuali di dalam masjid.
Di dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut:
"بشِّر الْمَشَّائِينَ إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي الظُّلَمِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan kaki menuju ke masjid di kegelapan (malam) dengan nur (cahaya) yang sempurna kelak di hari kiamat.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (18) ‎
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah (adalah) orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat hidayah (petunjuk). (QS. At Taubah: 18)

Allah Swt. mempersaksikan keimanan orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 
حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ؛ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيمَانِ؛ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ}
telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, bahwa Darij —yakni Abus Samah—pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian melihat seorang lelaki biasa pergi ke masjid, maka saksikanlah oleh kalian bahwa dia beriman. Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (At-Taubah: 18)
Imam Turmuzi, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Mu.stadrak-nya telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb dengan sanad yang sama.
Abdur Rahman ibnu Humaid telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa:
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا صَالِحٌ الْمُرِّيُّ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ سِيَاهٍ، وَجَعْفَرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا عُمَّارُ المساجد هم أهل الله"
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sabit Al-Bannani, dari Maimun ibnu Siyah dan Ja'far ibnu Zaid, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah.
وَرَوَاهُ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ، عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ غِيَاثٍ، عَنْ صَالِحِ بْنِ بَشِيرٍ الْمُرِّيِّ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "إنما عُمَّارُ الْمَسَاجِدِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya dari Abdul Wahid ibnu Gayyas, dari Saleh ibnu Basyir Al-Murri, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah.
Kemudian Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, "'Kami tidak mengetahuinya diriwayatkan dari Sabit selain oleh Saleh."
Imam Daruqutni di dalam kitab Ifrad-nya telah meriwayatkannya melalui jalur Hikamah binti Usman ibnu Dinar, dari ayahnya, dari saudaranya—yaitu Malik ibnu Dinar—dari Anas secara marfu': 
"إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَاهَةً، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْمَسَاجِدِ، فَصَرَفَ عَنْهُمْ"
Apabila Allah menghendaki azab atas suatu kaum, maka Dia memandang kepada ahli masjidnya ‎(orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid) ;‎maka Allah berpaling dari mereka (tidak jadi mengazab mereka).
Kemudian Imam Daruqutni mengatakan bahwa hadis ini garib.‎

Kemudian Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، حَدَّثَنَا الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الْإِنْسَانِ، كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاةَ الْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ، فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ، وَعَلَيْكُمْ بالجماعة والعامة والمسجد"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, telah mencerita­kan kepada kami Al-Ala ibnu Ziyad, dari Mu'az ibnu Jabal, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:Sesungguhnya setan itu adalah serigala manusia, sama halnya dengan serigala kambing: ia memangsa kambing yang jauh dan kambing yang memisahkan diri. Karena itu, hati-hatilah kalian terhadap perpecahan, berpeganglah kalian kepada jamaah (persatuan), publik, dan masjid.
Masjid adalah jantungnya suatu kampung, barometer kemakmuran suatu kampung adalah masjid, apabila masjid makmur dengan amalan (bukan dilihat dari fisik masjid yang megah) maka kampung tersebut pasti akan makmur, tapi apabila masjidnya kosong, sepi dari amalan maka akan banyak terjadi masalah di kampng tersebut (pencurian, penipuan, mabuk-mabukan, perzinahan, perselisihan, dsb). 

Jantung yang sehat akan memompakan darah ke seluruh bagian tubuh, ada peredaran darah bolak-balik dari tangan, kaki, kepala, dsb ke jantung. Apabila tidak ada peredaran darah lagi misalnya dari kaki ke jantung maka lama-kelamaan akan terjadi penyakit di kaki seperti stroke atau bahkan bisa diamputasi.

Dalam shalat berjamaah kita disuruh merapatkan dan meluruskan shaf, apabila shaf tidak rapat, renggang maka dalam riwayat dikatakan syaithan akan masuk disela-sela shaf yang tidak rapat tersebut dan akan menyelisihkan hati-hati orang yang shalat. Orang yang shalat berjamaah saja yang shafnya tidak rapat maka hatinya akan diselisihkan syaithan bagaimana dengan orang yang tidak mau berjamaah, berapa jaraknya dan berapa banyak syaithan yang akan masuk, sehingga tidak heran, salah satu penyebab perselisihan di masyarakat, Negara, ataupun keluarga adalah karena orang-orangnya tidak mau shalat berjamaah di masjid atau mushalla sehingga syaithan mudah untuk menggoda hatinya.

Shalat berjamaah lafadznya dalam hadits disebutkan pahalanya adalah 27 derajat daripada shalat sendirian bukan 27 kali lipat. Dalam ilmu matematika derajat disebut eksponen atau pangkat, jadi 27 derajat sama dengan 10 pangkat 27 atau 1.000.000.000.000.000.000.000.000.000. Jadi, walaupun kita shalat seumur hidup tapi tidak bisa menyamai pahala 1X orang yang shalat berjamaah. 

Shalat berjamaah adalah shalat yang pasti diterima Allah, sebagaimana kalau kita membeli pisang, pisang apabila belinya hanya satu maka akan dilihat dan dipilih yang bagus saja apakah masak, tidak busuk, besar, dsb, tapi apabila beli satu sisir atau satu tandan maka akan diambil semua baik yang bagus, masak, setengah masak, mentah, yang hampir busuk, bahkan yang sudah dipatuk burung pun akan diikutkan. Begitulah kalau kita shalat sendirian maka akan dilihat semua, dari kekhusyukannya, bacaannya, gerakannya, dsb apakah baik atau tidak, dan tentunya ini sangat sulit, tapi apabila berjamaah, kita tidak khusyu’ namun imam khusyu’ maka dihitung khusyu’ semua, begitu juga apabila imam tidak khusyu’ tapi ada salah satu makmum yang khusyu’ maka akan dihitung khusyu’ semua, tidak ada yang khusyu’ tapi shafnya rapat dan lurus maka tetapa diterima oleh Allah, dsb.

4. Laki-laki adalah berdakwah meneruskan kerja Nabi

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43‎
“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu melainkan seorang rijal (laki-laki) yang kami wahyukan kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (tentang Nabi & Kitab-Kitab) jika kamu tidak mengetahui”. (An Nahl: 43)

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (108) ‎

“Katakanlah (Muhammad kepada umatmu): ‘Inilah satu-satunya jalanku (yaitu) mengajak kepada Allah (dakwah ilallah) dengan bashirah (hujjah yang nyata & keyakinan sempurna), aku (Muhammad) dan orang-orang yang mengikutiku’. Maha suci Allah, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108)
Dakwah yang dimaksud adalah dakwah cara Nabi yaitu mendatangi bukan didatangi, memberi tuntunan (contoh) bukan tontonan, dengan harta dan diri sendiri bukan dengan minta-minta sumbangan atau bayaran. Apabila orang dakwah tidak cara Nabi maka ketika suami pulang ke rumah maka istri akan tanya (jika orang Jawa) “enthuk piro Pak” (dapat berapa Pak) istri semakin senang apabila semakin banyak uang yang didapatkan, tapi kalau dakwah cara Nabi ketika pulang maka istri akan tanya “enthek piro Pak” (habis berapa Pak), istri semakin senang apabila semakin banyak harta yang habis untuk agama. Dalam Islam tidak ada satu pun ayat Al Quran yang menyuruh meminta-minta apalagi untuk urusan agama, tapi sebaliknya banyak ayat menyuruh untuk berinfaq (mengeluarkan sebagian harta) baik untuk membantu fakir dan miskin maupun untuk urusan dakwah dan perjuangan.

5. Laki-laki siap untuk berjuang di jalan Allah

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلا (23)‎
“Dari kalangan orang beriman ada rijal (laki-laki) yang menunaikan janjinya kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur (syahid). Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu (apa yang telah dijanjikan Allah) dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)”. (QS. Al Ahzab: 23)

قُلْ إِنْ كانَ آباؤُكُمْ وَأَبْناؤُكُمْ وَإِخْوانُكُمْ وَأَزْواجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوالٌ اقْتَرَفْتُمُوها وَتِجارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسادَها وَمَساكِنُ تَرْضَوْنَها أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفاسِقِينَ (24)‎

“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi hidayah (petunjuk) kepada orang-orang fasik”. (QS. At Taubah: 24)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ زُهْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ". فَقَالَ عُمَرُ: فَأَنْتَ الْآنَ وَاللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "الْآنَ يَا عُمَرُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Zahrah ibnu Ma bad, dari kakeknya yang mengatakan bahwa kami bersama Rasulullah Saw., pada saat itu beliau Saw. sedang memegang tangan Umar ibnul Khattab. Umar ibnul Khattab "berkata, Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku sukai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidaklah beriman (dengan iman yang sempurna) seseorang di antara kalian sebelum aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri. Lalu Umar ibnul Khattab berkata, "Sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Dan Rasulullah Saw. bersabda, "Memang begitulah seharusnya, hai Umar."
Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini secara munfarid. Dia meriwayatkannya dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Ibnu Wahb, dari Hauwah ibnu Syuraih, dari Abu Aqil Zahrah ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Hisyam) mencerita­kan hadis ini dari Nabi Saw.
Di dalam hadis yang sahih telah disebutkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sebelum diriku ini lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan semua orang.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini berdasarkan lafaz yang ada pada Imam Abu Daud, melalui hadis Abu Abdurrahman Al-Khurrasani, dari Ata Al-Khurrasani, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ بِأَذْنَابِ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ"
Apabila kalian melakukan transaksi barang ‎dagangan, dan kalian mengikuti ekor sapi, serta kalian puas dengan pertanian, sedangkan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian yang tidak dapat dicabut, kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian.

Imam Ahmad telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Yazid ibnu Harun, dari Abu Hubab, dari Syahr ibnu Hausyab, bahwa ia mendengar Abdullah ibnu Amr, dari Rasulullah Saw., hadis yang semisal. Hadis ini menjadi syahid yang menguatkan hadis di atas.‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...