Kamis, 21 Oktober 2021

Ingkarnya Bani Israil Dan Ahlu Kitab


Bani Israil atau Yahudi atau Israel memiliki sejarah yang panjang dan penuh hikmah serta pembelajaran. Bagaimana mereka benar-benar diutamakan dari bangsa yang lain. Dipersaksikannya dengan banyak sekali mukjizat yang menakjubkan. Diselamatkan dari perbudakan Firaun yang melampaui batas dengan mukjizat itu.

Kemudian Allah swt menetapkan bahwa kaum Bani Israel memang cerdas sehingga mampu menguasai dunia. Namun dimulai dari jaman Firaun sudah didahului dengan janji yang termaktub dalam kitab Taurat. Bani Israil dimuliakan Allah swt, namun ada janji yang harus ditepati demi tetapnya kemuliaan tersebut. Nyatanya hanya sebagian kecil saja yang memenuhinya dimana sebagian besar mereka mengingkari.

Di dalam belahan dunia, banyak dijumpai orang-orang yahudi yang menjadi tokoh penting dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang ekonomi, ada banyak ekonomi sistem riba yang di pelopori dan dibelakangi oleh yahudi, dalam bidang pengetahuan banyak ilmuwan yang muncul dari bangsa yahudi, dalam bidang politik dan pemerintahan pun mereka pasti turut andil dalam membentengi dan membiayai negara-negara yang butuh dana bahkan ada sebagian negara muslim pun yang ikut terlibat di dalamnya. Tetapi sangat disayangkan, mereka tidak bisa mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan kepada mereka,mereka malah ingkar dan berbuat sombong, seolah-olah tiada kaum yang lebih kuat daripadanya. Apa yang dilakukan mereka saat ini? mereka berbuat kerusakan di bumi dengan segala kelicikan dan kekejamannya.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (12) فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (13) وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللَّهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (14)

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kali­an, sesungguhnya jika kalian mendirikan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kalian bantu me­reka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, se­sungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosa kalian. Dan sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di an­tara kalian sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus." (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempat­nya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedi­kit di antara mereka (yang tidak berkhianat),maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasra­ni," ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka ker­jakan. (QS Al-Maidah Ayat 12-14)

Setelah Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk menunaikan janji Allah yang telah diambil-Nya atas diri mereka melalui lisan hamba dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw.) dan setelah Allah memerintahkan kepada mereka untuk mene­gakkan perkara yang hak serta menjadi saksi dengan adil, setelah Allah mengingatkan kepada mereka akan nikmat-nikmat-Nya atas mereka —baik yang lahir maupun yang batin— yaitu Allah telah memberikan petunjuk perkara yang hak kepada mereka dan juga hi­dayah, maka dalam ayat ini Allah Swt. menerangkan kepada mereka perihal pengambilan janji-Nya atas orang-orang sebelum mereka dari kalangan Ahli Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nas­rani. 

Disebutkan bahwa setelah orang-orang Ahli Kitab itu melanggar janji Allah, maka hal tersebut membuat mereka dikutuk oleh Allah Swt., dijauhkan dari rahmat-Nya, dan hati mereka dikunci mati agar tidak dapat sampai kepada jalan hidayah dan agama yang hak; jalan menujunya adalah melalui ilmu yang bermanfaat dan amal yang sa­leh. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا}

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin. (Al-Maidah: 12)

Yang dimaksud dengan naqib ialah pemimpin atas kabilahnya ma­sing-masing untuk mengajak mereka berbaiat (berjanji setia) untuk tunduk dan taat kepada Allah, rasul, dan kitab-Nya.

Ibnu Abbas menceritakan dari Ibnu Ishaq dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang (dari kalangan bekas Ahli Kitab yang telah ma­suk Islam), bahwa hal ini terjadi ketika Nabi Musa a.s. berangkat me­merangi orang-orang yang gagah perkasa. Maka Nabi Musa a.s. me­merintahkan kepada kaum Bani Israil agar masing-masing kabilah mengangkat seorang naqib (pemimpin).

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, "Tersebutlah bahwa yang menjadi pemimpin kabilah Rubial adalah Syamun ibnu Rakun, kabi­lah Syam'un dipimpin oleh Syafat ibnu Hirri, kabilah Yahuza dipim­pin oleh Kalib ibnu Yufana, kabilah Atyan dipimpin oleh Mikhail ibnu Yusuf, kabilah Yusuf (yakni keturunan Ifrayim) dipimpin oleh Yusya' ibnu Nun, kabilah Bunyamin dipimpin oleh Faltam ibnu Dafun, kabilah Zabulun dipimpin oleh Jaddi ibnu Syura, kabilah Mansya ibnu Yusuf dipimpin oleh Jaddi ibnu Musa, kabilah Dan dipimpin oleh Khamla-il ibnu Haml, kabilah Asyar dipimpin oleh Satur ibnu Mulkil, kabilah Nafsali dipimpin oleh Bahr ibnu Waqsi, dan kabilah Yusakhir dipimpin oleh Layil ibnu Makyad."

Tetapi aku (penulis) melihat di dalam bagian yang keempat dari kitab Taurat terdapat bilangan paranaqib Bani Israil dan nama-nama­nya berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq.

Di dalamnya disebutkan bahwa pemimpin Bani Rubial adalah Al-Yasur ibnu Sadun, pemimpin Bani Syam'un adalah Syamuel ibnu Sur Syaki, pernimpin Bani Yahuza adalah Al-Hasyun ibnu Amyazab, pemimpin Bani Yusakhir adalah Syal ibnu Sa'un, pemimpin Bani Zabulun adalah Al-Yab ibnu Halub, pemimpin Bani Ifrayim adalah Mansya ibnu Amanhur, pemimpin Bani Mansya adalah Hamlayail ibnu Yarsun, pemimpin Bani Bunyamin adalah Abyadan ibnu Jad'un, pemimpin Bani Dan adalah Ju'aizar ibnu Amyasyza, pemimpin Bani Asyar adalah Nahalil ibnu Ajran, pemimpin Bani Kan adalah As-Saif ibnu Da'awayil, dan pemimpin Bani Naftali adalah Ajza' ibnu Amyanan.

Demikian pula halnya ketika Rasulullah Saw. membaiat orang-orang Ansar di malam Al-Aqabah. Jumlah mereka adalah dua belas orang pemimpin:Tiga orang dari kabilah Aus; mereka adalah Usaid ibnul Hudair, Sa'd ibnu Khaisamah, dan Rifa'ah ibnu Abdul Munzir, yang menurut suatu pendapat diganti oleh Abul Haisam ibnut Taihan r.a.Sembilan orang dari kalangan kabilah Khazraj; mereka adalah Abu Umamah As'ad ibnu Zurarah, Sa'd ibnur Rabi’, Abdullah ibnu Rawwahah, Rafi' ibnu Malik ibnul Ajian, Al-Barra ibnu Ma'rur, Ubadah ibnus Samit, Sa'd ibnu Ubadah, Abdullah ibnu Amr ibnu Haram, dan Al-Munzir ibnu Umar ibnu Hunaisy radiyallahu anhum.

Jumlah mereka disebutkan oleh Ka'b ibnu Malik dalam syair yang dibuatnya, sebagaimana Ibnu Ishaq pun menyebutkan mereka di dalam syairnya. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka adalah juru penerang atas kabilahnya masing-masing pada malam itu yang menyampaikan perintah Nabi Saw. kepada mereka mengenai hal ter­sebut. Merekalah yang menangani perjanjian dan baiat kaumnya ke­pada Nabi Saw. untuk bersedia tunduk dan taat kepadanya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ مُجالد، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَهُوَ يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، هَلْ سَأَلْتُمْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمْ يَمْلِكُ هَذِهِ الْأُمَّةَ مِنْ خَلِيفَةٍ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: مَا سَأَلَنِي عَنْهَا أَحَدٌ مُنْذُ قدمتُ الْعِرَاقَ قَبْلَكَ، ثُمَّ قَالَ: نَعَمْ وَلَقَدْ سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "اثْنَا عَشَرَ كَعِدَّةِ نُقَبَاءَ بَنِي إِسْرَائِيلَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ha­san ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang menceritakan, "Keti­ka kami sedang duduk mendengarkan bacaan Al-Qur'an yang dilaku­kan oleh Abdullah ibnu Mas'ud, tiba-tiba ada seorang lelaki mengaju­kan pertanyaan kepadanya, 'Wahai Abu Abdur Rahman, apakah kali­an pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. berapa khalifahkah yang dirniliki oleh umat ini?' Abdullah berkata, 'Belum pernah ada orang yang menanyakan kepadaku masalah itu sejak aku tiba di Irak, selain kamu.' Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud berkata, 'Ya, sesungguhnya kami pernah menanyakannya kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. menjawab: Ada dua belas naqib sama dengan para naqib kaum Bani Isra­il'."

Hadis ini garib bila ditinjau dari segi konteksnya. Asal hadis ini dise­butkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Jabir ibnu Samurah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. ber­sabda:

"لَا يَزَالُ أَمْرُ النَّاسِ مَاضِيًا مَا وَلِيَهُمُ اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا"

Urusan manusia masih tetap lancar selagi mereka diperintah oleh dua belas orang lelaki.
Kemudian Nabi Saw. mengucapkan suatu kalimat yang tidak dapat kudengar dengan baik, lalu aku menanyakan (kepada orang lain) ten­tang apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. Maka ia menjawab bahwa Nabi Saw. bersabda:

"كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ"

Mereka semuanya dari kabilah Quraisy.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim. 

Makna hadis ini mengandung berita gembira yang menyatakan bahwa kelak akan ada dua belas orang khalifah saleh yang menegakkan perkara hak dan bersikap adil di kalangan mereka.

Hal ini tidak memastikan berurutannya mereka, yakni masa-masa pemerintahan mereka. Bahkan terdapat empat orang dari mereka yang berurutan masa pemerintahannya, seperti empat orang ‎Khalifah Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali radiyallahu anhum. Di antara mereka ialah Umar ibnu Abdul Aziz, tanpa diragukan lagi menurut para imam, dan sebagian khalifah dari kalangan Banil Ab­bas. Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum mereka semuanya meme­rintah, sebagai suatu kepastian.

Menurut lahiriahnya salah seorang dari mereka adalah Imam Mahdi yang diberitakan melalui banyak hadis yang menyebutkan be­rita gembira kedatangannya. Disebutkan bahwa nama imam ini sama dengan nama Nabi Saw. dan nama ayah Nabi Saw., lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kearifan, seperti halnya bumi dipenuhi oleh kezaliman dan keangkara-murkaan sebelumnya.

Akan tetapi, Imam Mahdi ini bukanlah imam yang ditunggu-tunggu kedatangannya —menurut dugaan orang-orang Rafidah, dia akan muncul dari bungker-bungker kota Samara— karena sesungguh­nya hal tersebut tidak ada kenyataannya dan tidak ada sama sekali. Bahkan hal tersebut hanyalah merupakan igauan akal-akal yang ren­dah dan ilusi dari akal yang lemah.

Bukanlah yang dimaksud dengan dua belas orang itu adalah para imam yang jumlahnya dua belas orang menurut keyakinan orang-orang Rafidah (sekte dari Syi'ah). Mereka mengatakan demikian ka­rena kebodohan dan kekurang-akalan mereka.

Di dalam kitab Taurat disebutkan berita gembira mengenai ke­datangan Ismail a.s. Allah akan melahirkan dari tulang sulbinya dua belas orang pembesar (pemimpin). Mereka adalah para khalifah yang jumlahnya dua belas orang yang disebutkan di dalam hadis Ibnu Mas'ud dan Jabir ibnu Samurah.

Sebagian orang Yahudi yang telah masuk Islam yang kurang akalnya dan terpengaruh oleh sebagian golongan Syi'ah menduga bahwa mereka adalah para imam yang dua belas orang itu (yang di kalangan Syi'ah lazim disebut "Isna "Asy-ariyah"), sehingga akibat­nya banyak dari kalangan mereka yang masuk Syi'ah karena kebo­dohan dan kedunguan mereka, juga karena minimnya ilmu mereka serta ilmu orang-orang yang mengajari mereka akan hal tersebut ten­tang sunnah-sunnah yang telah terbukti bersumber dari Nabi Saw.

Firman Allah Swt.:

{وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ}
dan Allah 
berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kalian." (Al-Maidah: 12)
Yakni pemeliharaan-Ku, perlindungan-Ku, dan pertolongan-Ku selalu menyertai kalian.

{لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي}

sesungguhnya jika kalian mendirikan salat dan menunaikan za­kat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku. (Al-Maidah: 12)
Yaitu kalian percaya kepada mereka dalam semua wahyu yang di­sampaikan oleh mereka kepada kalian.

{وَعَزَّرْتُمُوهُمْ}

dan kalian bantu mereka. (Al-Maidah: 12)
Maksudnya, kalian tolong dan kalian dukung mereka dalam membela perkara yang hak.

{وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا}

dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik. (Al-Maidah: 12)
Makna yang dimaksud ialah menginfakkan harta di jalan Allah dan jalan yang diridai-Nya.

{لأكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ}

sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosa kalian. (Al-Maidah: 12)
Yaitu dosa-dosa kalian Kuhapuskan dan Kututupi, Aku tidak akan menghukum kalian karenanya.

{وَلأدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}

Dan sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Al-Maidah: 12)
Artinya, Aku akan menolak dari kalian larangan dan menuntun kalian untuk mencapai apa yang kalian maksudkan.
Firman Allah Swt.:

{فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ}

Maka barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah itu, se­sungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 12)

Yakni barang siapa yang melanggar perjanjian ini sesudah dijadikan dan dikukuhkan, lalu ia menyimpang dan mengingkarinya, memperla­kukannya seperti perlakuan orang yang tidak mengetahuinya, berarti dia telah keliru dari jalan yang jelas, menyimpang dari hidayah me­nuju ke arah kesesatan.

Kemudian Allah Swt. memberitahukan perihal siksaan yang akan menimpa mereka yang melanggar perjanjian dengan-Nya dan meru­sak janji itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ}

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka. (Al-Maidah: 13)
Dengan kata lain, disebabkan mereka merusak janjinya yang telah di­ambil oleh Allah atas diri mereka, maka Allah mengutuki mereka. Yakni Allah menjauhkan mereka dari perkara yang hak dan mengusir mereka dari jalan hidayah.

{وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً}

dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. (Al-Maidah: 13)
Karenanya mereka tidak dapat menyerap nasihat, sebab hati mereka keras dan membeku.

{يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ}

Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempat­nya. (Al-Maidah: 13)

Maksudnya, pemahaman mereka telah rusak, sepak terjang mereka sangat buruk terhadap ayat-ayat Allah. Mereka menakwilkan KitabNya dengan penakwilan yang tidak sesuai dengan penurunannya, menginterpretasikannya dengan pengertian yang berlainan dengan makna yang dimaksud, juga mengatakan terhadap Kitab Allah hal-hal yang tidak dikatakan oleh Allah Swt.

{وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ}

dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya.(Al-Maidah: 13)

Yakni mereka tidak mau mengamalkannya karena benci terhadapnya. Menurut Al-Hasan, mereka meninggalkan ikatan agamanya dan ke­wajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah atas diri mereka, pa­dahal amal perbuatan tidak akan diterima-Nya kecuali dengan me­ngerjakan kewajiban-kewajiban itu.

Sedangkan selain Al-Hasan (Al-Basri) mengatakan bahwa me­reka meninggalkan amal saleh sehingga berada dalam keadaan yang amat buruk. Maka hati mereka sakit, fitrah mereka tidak lurus, dan amal perbuatan mereka tidak diterima.

{وَلا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ}

dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka. (Al-Maidah: 13)
Yakni tipu muslihat dan makar mereka terhadap dirimu dan para sa­habatmu.

Mujahid dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimak­sud ialah persekutuan mereka untuk menghancurkan Rasulullah Saw.

{فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ}

maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka.(Al-Maidah: 13)

Hal ini merupakan suatu kemenangan dan keberuntungan dalam ben­tuk yang lain, seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama Salaf, "Im­bangilah perbuatan orang yang durhaka kepada Allah terhadap dirimu dengan taat kepada Allah dalam hal tersebut." Dengan demikian, me­reka menjadi segan dan malu, mau berdampingan dengan kebenaran, dan mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada mereka. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}

sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Maidah: 13)
Yaitu memaafkan orang yang berbuat jahat terhadap dirimu. 

Qatadah mengatakan bahwa firman-Nya berikut ini: maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka. (Al-Maidah: 13); telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِر

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian. (At-Taubah: 29), hingga akhir ayat.

Adapun firman Allah Swt.:

{وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ}

Dan di antara orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani," ada yang telah Kami ambil per­janjian mereka. (Al-Maidah: 14)

Yakni di antara orang-orang yang mengakui dirinya Nasrani meng­ikuti Isa ibnu Maryam a.s., padahal kenyataannya mereka tidak demi­kian; telah kami ambil janji atas diri mereka untuk mengikuti Rasulullah Saw. dan menolongnya, mendukungnya, dan mengikuti jejaknya, mau beriman kepada semua nabi yang telah diutus oleh Allah ke bumi ini. Tetapi mereka melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Dengan kata lain, mereka melanggar dan mengingkari perjanjian tersebut. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

{فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}

tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang me­reka telah diberi peringatan dengannya, maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. (Al-Maidah: 14)

Maksudnya, Kami timpakan atas mereka kebencian dan permusuhan di antara mereka, sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain, dan yang demikian itu masih terus berkelanjutan hingga hari kiamat. Demikian pula golongan Nasrani dengan berbagai sekte-sektenya masih senantiasa saling membenci dan saling memusuhi, mengalirkan sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain, dan mengutuk se­bagian dari mereka terhadap sebagian yang lain. Setiap sekte dari mereka mengharamkan sekte lainnya dan melarang mereka memasuki tempat peribadatannya. Sekte Malikiyah mengafirkan sekte Ya'qubiyah, demikian pula yang lainnya. Hal yang sama dilakukan oleh sekte Nusturiyah dan Al-Aryusiyah, masing-masing golongan mengafirkan golongan lain di dunia ini hingga hari para saksi bangkit nanti (yakni hari kiamat).

Kemudian Allah Swt. berfirman:

{وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللَّهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ}

Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. (Al-Maidah: 14)

Di dalam ayat ini terkandung ancaman dan kecaman yang tegas ditu­jukan kepada orang-orang Nasrani yang telah melakukan kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan perbuatan mereka yang berani menisbatkan kepada Allah hal-hal yang Allah Mahatinggi lagi Maha­suci dari hal-hal itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Yaitu mereka menjadikan bagi Allah istri dan anak, Mahatinggi Allah lagi Mahasuci Tuhan Yang Maha Esa yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak diperanakkan, dan tidak beranak, serta tiada seorang pun yang menyerupai-Nya.

 

Kisah Mimpinya Nabi Yusuf As


Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ (4) 

(Ingatlah) ketika Yusuf berkala kepada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS Yusuf Ayat 4)

Allah Swt. berfirman, "Ceritakanlah kepada kaummu, hai Muhammad, dalam kisah-kisahmu kepada mereka tentang kisah Yusuf. Yaitu ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s."

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَرِيمُ، ابْنُ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، ابْنِ الْكَرِيمِ، يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia adalah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Abdus Samad dengan sanad yang sama.

قَالَ الْبُخَارِيُّ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْد اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِل رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارِكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهوا".

Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat?" Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling terhormat di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Orang yang paling mulia adalah Yusuf Nabi Allah anak Nabi Allah anak Nabi Allah anak kekasih Allah. Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan kepada engkau." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kalian menanyakan kepadaku tentang orang-orang Arab yang paling mulia?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terpandang dari kalian di masa Jahiliah adalah orang-orang yang terpandang pula di masa Islam jika mereka mengerti (yakni masuk Islam).

Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Usamah, dari Ubaidillah.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Ulama tafsir telah membahas tentang makna mimpi ini, bahwa ungkapan sebelas bintang dimaksudkan adalah saudara-saudara Nabi Yusuf yang jumlah keseluruhannya ada sebelas orang; jumlah anak Nabi Ya'qub ada dua belas orang termasuk Nabi Yusuf. Sedangkan yang dimaksud dengan matahari dan bulan adalah ayah dan ibunya. Hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, Sufyan As-Sauri, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Takwil mimpi Nabi Yusuf ini baru terealisasi sesudah selang empat puluh tahun kemudian, pendapat lain mengatakan sesudah delapan puluh tahun. Yang demikian itu terjadi ketika Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk menduduki kursi singgasananya, sedangkan semua saudaranya berada di hadapannya.

{وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}

Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.”(Yusuf: 100)

Di dalam sebuah hadis disebutkan nama bintang-bintang yang sebelas tersebut.

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan:

حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الْكِنْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ ظُهَيْرٍ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، [عَنْ جَابِرٍ] قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ مَنْ يَهُودَ يُقَالُ لَهُ: "بُسْتَانَةُ الْيَهُودِيُّ"، فَقَالَ لَهُ: يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الْكَوَاكِبِ الَّتِي رَآهَا يُوسُفُ أَنَّهَا سَاجِدَةٌ لَهُ، مَا أَسْمَاؤُهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاعَةً فَلَمْ يُجِبْهُ بِشَيْءٍ، وَنَزَلَ [عَلَيْهِ] جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَأَخْبَرَهُ بِأَسْمَائِهَا. قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَقَالَ: "هَلْ أَنْتَ مُؤْمِنٌ إِنْ أَخْبَرْتُكَ بِأَسْمَائِهَا؟ " فَقَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "خَرْتَانِ والطارِقُ، والذَّيَّال وَذُو الكَنَفَات، وَقَابِسٌ، ووَثَّاب، وعَمُودَان، والْفَيلَقُ، والمُصَبِّحُ، والضَّرُوحُ، وَذُو الْفَرْغِ، والضِّيَاُء، والنُّور"، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: إيْ وَاللَّهِ، إِنَّهَا لَأَسْمَاؤُهَا.

telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Zahir, dari As-Saddi, dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir yang menceritakan bahwa seorang Yahudi yang dikenal dengan nama Bustanah datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku bintang-bintang yang dilihat oleh Yusuf dalam mimpinya bersujud kepadanya, apa sajakah nama-nama bintang-bintang tersebut?" Rasulullah Saw. diam sesaat, tidak men­jawab sepatah kata pun. Lalu Jibril a.s. turun dan menceritakan kepada Nabi Saw. semua nama bintang itu. Maka Nabi Saw. menyuruh agar lelaki Yahudi itu dipanggil menghadap. Setelah lelaki Yahudi itu sampai, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah engkau mau beriman jika aku sebutkan kepadamu nama bintang-bintang itu?" Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jiryan, Tariq, Zayyal, Zul Kanfat, Qabis, Wassab, 'Amudan, Faliq, Misbah, Daruh, Zul Farag, Diya, dan Nur. Lelaki Yahudi itu berkata, "Memang benar, demi Allah, itulah nama bintang-bintang tersebut."

Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya melalui hadis Sa'id ibnu Mansur, dari Al-Hakam ibnu Zahir.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh dua orang Hafiz, yaitu Abu Ya'la Al-Mausuli dan Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad masing-masing, juga oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya.Adapun menurut riwayat Abu Ya’la, maka ia menceritakannya dari empat orang gurunya, dari Al-Hakam ibnu Zahir, dengan sanad yang sama. Di dalam riwayatnya ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"لَمَّا رَآهَا يُوسُفُ قَصّها عَلَى أَبِيهِ يَعْقُوبَ، فَقَالَ لَهُ أَبُوهُ: هَذَا أَمْرٌ مُتَشَتَّتٌ يَجْمَعُهُ اللَّهُ مِنْ بَعْدُ؛ قَالَ: وَالشَّمْسُ أَبُوهُ، وَالْقَمَرُ أُمُّهُ"

Setelah Yusuf melihat mimpinya itu dan ia menceritakannya kepada ayahnya Ya’qub, maka Ya’qub berkata kepadanya, "Ini merupakan suatu perkara yang berpecah belah, lalu Allah menghimpunkannya kembali sesudah itu.” Matahari adalah ayahnya, sedangkan bulan adalah ibunya.

Hal ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir Al-Fazzari. Para imam menilainya daif dan banyak ulama yang tidak memakai hadisnya. Al-Jauzani mengatakan bahwa hal itu tidak benar, dia adalah pemilik hadis yanghasan. Kemudian ia menceritakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, bahwa seorang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang nama bintang-bintang yang dilihat oleh Nabi Yusuf dalam mimpinya, yakni apakah nama bintang-bintang tersebut. Lalu Nabi Saw. menjawabnya. Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Al-Hakam ibnu Zahir yang dinilai daif oleh Arba'ah.

Sifat-Sifat Manusia Dalam Al-Qur'an


Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Makhluk yang Allah SWT sempurnakan dalam penciptaannya. Allah SWT telah mengutus manusia di dunia ini untuk senantiasa memakmurkan dunia, sehingga terciptalah kehidupan. Harus kita sadari bahwa sifat manusia itu mencakup dua sisi, yaitu sisi baik (sebagaimana mewarisi sifat malaikat) dan sisi buruk (sebagaimana mewarisi sifat setan yang suka membangkang). Apabila manusia mengikuti sifat malaikat, maka ia berpotensi untuk menjadi makhluk terbaik di sisi Allah SWT, namun sebaliknya jika ia mewarisi sifat setan maka ia berpotensi lebih buruk dari hewan sekalipun. 

Allah Swt. menceritakan perihal manusia dan watak-watak buruk yang telah menjadi pembawaannya.

{إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا}

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. (Al-Ma'arij: 19)
Yang hal ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya:

{إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا}

Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah.(Al-Ma'arij: 20)
Yakni apabila tertimpa kesusahan, ia kaget dan berkeluh kesah serta hatinya seakan-akan copot karena ketakutan yang sangat, dan putus asa dari mendapat kebaikan sesudah musibah yang menimpanya.

Fenomena yang sering terjadi adalah banyak orang yang mengeluhkan problemnya kepada orang lain…bahkan terkadang keluhan tersebut mereka cantumkan dalam status facebook mereka, atau Blackberry atau Twitter, mereka terkadang melakukan demikian karena mengharapkan belas kasih dari sahabat-sahabat mereka yang membaca status mereka tersebut.

Mereka mengeluhkan kondisi mereka, kemiskinan mereka, kesulitan yang mereka hadapi kepada orang lain. Bahkan diantara mereka tidak jarang yang mengeluh sambil menunjukkan “nada protes” dengan keputusan Allah yang Allah taqdirkan kepadanya.

Seorang salaf tatkala melihat ada seseorang yang mengeluhkan kondisinya kepada orang lain maka ia berkata :

وَإِذَا شَكَوْتَ إِلَى ابْنِ آدَمَ إِنَّمَا ... تَشْكُو الرَّحِيْمَ إِلَى الَّذِي لاَ يَرْحَمُ

Jika engkau mengeluhkan (kondisimu) kepada anak Adam maka sesungguhnya…
Engkau sedang mengeluhkan Allah Yang Maha Penyayang kepada anak Adam yang bukan penyayang…

Keluh, kesah, gundah, resah dan gelisah ini adalah suatu sifat tercela (madzmumah) yang mengotori hati manusia pada daging yang segumpal di dalamnya, yang sebagai gambaran isi hati yang di rundung derita yang tak kunjung sirna akibat menjalani proses pada kehidupan ini, keluh kesah dalam jiwa manusia adalah hal yang wajar, sifat ini mempunyai kehendak yang selalu pada mulanya di motori oleh iblis dan syetan, sifat keluh kesah ini sama sekali tidak boleh di turuti kehendaknya, ia akan senantiasa menggambarkan ketidak berdayaan dalam mengarungi kehidupan dan berarti tidak percaya atas kehendak dan ketentuan Allah Swt pada dirinya, jika ingin merubah ketentuan dan kehendak pengaturan Allah Swt ini, maka hadapkanlah hati hanya kepada Allah Swt dan sampaikan kepada-Nya melalui shalat sebagaimana firman Allah Swt di atas, bukan kepada sesama makhluk, karena hal ini akan menjauh dari nilai-nilai kesabaran dan kepribadian yang qana’ah, jika di ikuti kemauannya maka stress dan putus asa akan selalu menghantuinya, lakukanlahshalat dan do’a, karena ini adalah sarana yang menghubungkan langsung antara hamba dengan Khaliq-Nya, juga sebagai penolong dan alat kontrol diri, dan ini hanya dapat di rasakan oleh mereka yang shalatnya sejalan dengan anjuran dan ukuran Rasulullah Saw serta di barengi keikhlasan dan kekhusyuan yang mantap, adapun do’a merupakan isyarat permohonan seorang hamba kepada Rab-Nya atas segala apa yang di timpakan-Nya termasuk keluh, kesah, gundah, resah dan gelisah atas segala bentuk persoalan hidup, bukan kepada sesama makhluk, karena tiada satupun makhluk yang akan mampu untuk memberikan pertolongan terhadap manusia, apalagi untuk memberikan pertolongan yang berbentuk ketentuan dan pengaturan Allah Swt terhadap perjalanan kehidupan dunia ini.

Agama Islam tidak tertutup dalam menangani permasalahan keluh dan kesah ini, hukum membolehkan untuk melakukan keluh kesah kepada sesama makhluk hanya terbatas kepada mahramnya saja, jika di luar mahramnya sehubungan peringatan Rasulullah Saw pada hadist ini : "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya." (H.R. Bukhari dan Muslim), dari ucapan Rasulullah Saw ini sudah jelas pula hukumnya untuk jangan melakukan “CURAHAN HATI” kepada yang bukan mahramnya, pengertian “KHALWAT” di atas adalah berbicara hanya berdua tanpa adanya saksi saat itu atau adanya kehadiran mahramnya yang ikut mendengar, namun hukum telah mengatur segala bentuk keresahan, kegundahan, kesusahan hati yang tercurah hanya sampaikan kepada Allah Swt saja dan kepada ahli keluarga yang memang mahramnya, jika sebaliknya yang di lakukan akan menjadi petaka baginya karena bertentangan dengan aturan yang telah di gariskan Allah Swt dan Dia akan menghukum hamba-Nya yang melakukan ini, pada dasarnya ini adalah penyakit hati dan kalbu pada manusia yang merongrong akan keimanan hamba tersebut.

Makna mendasar firman Allah Swt di atas adalah, hendaknya manusia menyadari diri dan menghinakan diri dalam sesuatu persoalan yang menimpanya dalam kehidupan dunia ini kepada makhluk lain kecuali hanya kepada Allah Swt, berkeluh kesah ini pada sesama makhluk hanya boleh di lakukan kepada mahramnya, sampaikanlah kepada ahli keluarga atau para mahramnya atas segala bentuk penderitaan atau apa saja yang mengakibatkan diri pribadi secara bathiniah dan rohaniah mengeluh, kalau memang harus di lakukan juga jika mengalami sesuatu persoalan yang pelik, baik itu tentang kehidupan dunia (penghidupan), pergaulan sehari-hari, akibat hubungan sesama manusia dan lain sebagainya, setelah itu bagi orang-orang yang beriman hendaklah untuk meningkatkan kesabaran dan ketaqwaannya kepada Allah Swt dan melakukan tafakkur serta muhasabah terhadap diri sendiri melalui ibadah shalat sunat istikharah yang memang telah di anjurkan dan di turunkan gunanya untuk hal ini sebagai sarana dan prasarana penyampaian atas segala bentuk keresahan, kegelisahan dan lain sebagainya atau sebagai curahan hati, sehingga hal sedemikian dapat menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menghela kepada kemaksiatan, keingkaran, kemungkaran dan kejahatan lainnya.

Jika di lakukan kepada sesama makhluk maka akan berpotensi kepada hal-hal yang negatif yang dapat menghela kepada kerusakan yang lebih kepada diri sendiri, berakibat kurangnya percaya diri, kurangnya keimanan dan ketaqwaan, karena ia hanya melakukan keluh kesahnya kepada sesama makhluk, sementara yang menciptakan keluh kesah itu adalah Allah Swt, jadi hanya kepada Allah Swt sajalah tempat untuk mengadukan segala kesusahan hati, keresahan hati, kegundahan hati dan lain sebagainya yang menyangkut tentang hati dan perasaan yang sebagai sumber timbulnya rasa keluh dan kesah ini.

Istiqomah dan optimislah yang dapat menjaga eksistensi keberlangsungan iman dan Islam seorang mu’minin dan mu’minat (orang-orang yang beriman), ia tidak akan surut walau di terjang maut sekalipun atas akibat dari segala bentuk keluh dan kesah, ia akan senantiasa berpegang teguh pada aqidah yang menguncinya aturan perjalanan hidupnya sebagai wujud bahwa dirinya memenuhi janji dan syahadat yang di ikrarkannya,  apabila istiqamah dan optimisme ini mampu membeku dalam qalbu, terpatri dalam hati, maka konsekuensinya rasa ridha, syukur dan ketenangan akan terlahir darinya atas karunia dan hidayah Allah Swt.

Haram melakukan perkara-perkara yang bisa menghela kepada timbulnya perbuatan yang mungkar, seperti hawa, nafsu dan syahwat, timbulnya fitnah karena dan yang bisa membangkitkan hawa dan nafsu, contohnya yang berlaku pada kebanyakan umat manusia sekarang, di mana sms, e-mail, chat atau facebook atau jejaring sosial lainnya, bisa dengan mudahnya untuk menjadi alat sebagai dasar perantara perjanjian memadu kasih yang memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing melunaskan keinginan dan kesenangannya semata-mata, membicarakan perkara-perkara yang tiada guna, melakukan pembicaraan yang maksiat karena hanya terhubung berdua secara pribadi, ajang bercerita tentang aib keluarga, aib hati atau aib perasaannya kepada orang lain yang bukan mahramnya, yang mana hal ini adalah sangat berpotensi menimbulkan fitnah lucah lebih-lebih lagi hukumnya adalah haram.

Boleh saja beraktifitas mengikuti pada teknologi perkembangan dunia, karena semua ini di ciptakan Allah Swt hanya untuk kenikmatan umatnya juga, namun sikapi dan lakukanlah hanya untuk kebaikan dan bukan untuk menebar kemaksiatan, kemungkaran dan keingkaran melalui postingan porno, ucapan-ucapan atau kata-kata yang tidak perlu dan tiada manfaatnya dan lain sebagainya, namun lakukanlah hanya untuk yang baik-baik saja, seperti pendidikan, komunikasi penting dan berguna, bisnis untuk perekonomian, hal-hal keagamaan yang bersifat syi’ar dan lain sebagainya, tebarlah manfaat selagi sempat, jangan tebar kemaksiatan, kemungkaran dan keingkaran dalam waktu yang singkat ini.

{وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا}

dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.(Al-Ma'arij: 21)
Yaitu apabila ia mendapat nikmat dari Allah Swt., berbaliklah ia menjadi orang yang kikir terhadap orang lain, dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada padanya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُلَيّ بنُ رَباح: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مَرْوَانَ بن الحكم قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيرة يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌ هَالِعٌ، وَجُبْنٌ خَالِعٌ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali ibnu Rabah, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Abdul Aziz ibnu Marwan ibnul Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sifat terburuk yang ada pada diri seorang lelaki ialah kikir yang keterlaluan dan sifat pengecut yang parah.

Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abdullah ibnul Jarah, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama, dan ia tidak mempunyai hadis dari Abdul Aziz selain dari hadis ini.

Hal yang sangat penting untuk diketahui setiap muslim ialah bahwa harta yang dimiliki dalam bentuk apapun yang ada di sekitarnya adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala. Tidaklah dia mendapatkan harta dan semua yang menjadi miliknya kecuali dengan izin Allah, manusia tidaklah berkuasa sepenuhnya pada harta tersebut. Status harta itu hanya amanah atau titipan dari Allah saja. Sebagaimana dalam hadits:

يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِيْ أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِيْ أَكْسُكُمْ

“Wahai para hamba-Ku, kalian semua pada asalnya lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka mohonlah makanan pada-Ku. Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian pada asalnya telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian, maka mohonlah kepada-Ku pakaian.” (HR Muslim)

Gambaran hadits di atas menguatkan bahwa manusia tidaklah memiliki apa-apa semua kebutuhan hidupnya dicukupi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan perlu diingat, manakala lahir di dunia manusia tidaklah membawa apapun walau sehelai benang, lalu Allah berikan rizki kepadanya berupa pakaian dengan berbagai aneka ragam jenis dan jumlahnya.

Lalu dengan hikmah-Nya yang mulia, Allah telah memerintahkan kepada kita selaku penerima nikmat untuk menunaikan hak harta tersebut dengan zakat, infaq dan shadaqah sehingga kita menjadi orang yang dermawan karena kedermawanan adalah salah satu jalan menuju surga. Dan Allah melarang dari sifat bakhil (kikir atau pelit) yang merupakan lawan dari sifat dermawan.

Bakhil adalah sifat yang tercela karena sifat ini terlahir dari godaan syaithan. Bakhil dijadikan oleh syaithan sebagai jalan untuk menuju jalan ke neraka. Definisi bakhil adalah perbuatan seorang hamba untuk menahan harta yang ada pada kepemilikannya tanpa menunaikan hak dan kewajiban yang terkait dengan harta tersebut. Dalil yang melarang dari perbuatan bakhil di antaranya adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هِيَ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالشُّحُّ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ»

“Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  beliau berkata, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Jauhillah tujuh kehancuran yang dapat menimpa kalian.’ Lalu (shahabat) bertanya, ‘Apakah itu wahai Rasulullah?’ Lalu beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, kikir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh zina wanita mukminat yang suci.” (HR. an-Nasa`i)

Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhil. Salah satunya adalah Qarun sebagai raja kebakhilan yang pernah muncul di muka bumi ini. Di mana Allah akhirnya menenggelamkannya beserta pengikut dan hartanya. Kisah detailnya bisa dibaca dalam Al-Qur`an pada surah Al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhil dapat membawa kehancuran di dunia dan di akhirat.

Sifat bakhil muncul diakibatkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya.

Sudah sepantasnya bagi hamba-hamba yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjauhi sifat yang tercela ini, agar tidak menyesal kelak di kemudian hari.

Apapun posisi dan kedudukan kita, janganlah berbuat bakhil, bila kita sebagai suami janganlah bakhil pada istri dan anak-anak tentu dengan tidak mengajari sifat boros kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، وَيُقَالُ لَهُ : أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ   ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ، دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»

“Dari sahabat Abu Abdillah atau terkadang dipanggil Abu Abdirrahman Tsauban  berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah.” (HR. Muslim)

Atau jika kita seorang pejabat janganlah kita bakhil pada bawahan. Bila menjadi seorang pedagang janganlah bakhil pada karyawannya, karena bila bakhil maka ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkannya yaitu:

لَا يَسْأَلُ رَجُلٌ مَوْلَاهُ مِنْ فَضْلٍ هُوَ عِنْدَهُ، فَيَمْنَعُهُ إِيَّاهُ، إِلَّا دُعِيَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَضْلُهُ الَّذِيْ مَنَعَهُ شُجَاعًا أَقْرَعَ

“Tidaklah seseorang meminta kelebihan harta yang dimiliki tuannya lalu dia tidak memberinya kecuali akan didatangkan ketika hari kiamat kelebihan harta itu berupa ular gundul.”(HR. Abu Dawud)

Agar kita terhindar dari sifat kikir para ulama telah memberikan solusi. Di antaranya dengan banyak bersedekah dan berinfak, memikirkan tentang kehinaan dan kerendahan harta di sisi Allah, memikirkan balasan yang besar di sisi Allah, memahami hakekat keberadaan harta yang ada di sekitarnya,banyak bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhi orang-orang yang mempunyai sifat bakhil.

Eits tapi tunggu dulu. Ternyata nggak semua manusia itu biasa berkeluh kesah dan kikir. Ternyata Allah masih memberikan eksepsi, nggak semua orang itu suka berkeluh kesah dan kikir. Mari kita baca ayat selanjutnya. 

Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:

{إِلا الْمُصَلِّينَ}

kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Al-Ma'arij: 22)
Yakni manusia itu ditinjau dari segi pembawaannya menyandang sifat-sifat yang tercela, terkecuali orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik dan petunjuk kepada kebaikan dan memudahkan baginya jalan untuk meraihnya. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan salat.

{الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ}

yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang memelihara salat dengan menunaikannya di waktunya masing-masing dan mengerjakan yang wajib-wajibnya. Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Masruq, dan Ibrahim An-Nakha'i. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan tetap dalam ayat ini ialah orang yang mengerjakan salatnya dengan tenang dan khusyuk, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)

Demikianlah menurut Uqbah ibnu Amir. Dan termasuk ke dalam pengertian ini kalimat al-ma-ud da-im, artinya air yang tenang dan diam, tidak beriak dan tidak bergelombang serta tidak pula mengalir. Makna ini menunjukkan wajib tuma-ninah dalam salat, karena orang yang tidak tuma-ninah dalam rukuk dan sujudnya bukan dinamakan orang yang tenang dalam salatnya, bukan pula sebagai orang yang menetapinya, bahkan dia mengerjakannya dengan cepat bagaikan burung gagak yang mematuk, maka ia tidak beroleh keberuntungan dalam salatnya.

Menurut pendapat yang lain, apabila mereka mengerjakan suatu amal kebaikan, maka mereka menetapinya dan mengukuhkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:

"أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلّ"

Amal yang paling disukai oleh Allah ialah yang paling tetap, sekalipun sedikit.
Menurut lafaz yang lain disebutkan:

«مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ»

yang paling tetap diamalkan oleh pelakunya
Selanjutnya Aisyah r.a. mengatakan, Rasulullah Saw. adalah seorang yang apabila mengamalkan suatu amalan selalu menetapinya. Menurut lafaz yang lain disebutkan selalu mengukuhkannya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23), Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Danial a.s. menyebutkan sifat umat Muhammad Saw. Maka ia mengatakan bahwa mereka selalu mengerjakan salat yang seandainya kaum Nuh mengerjakannya, niscaya mereka tidak ditenggelamkan; dan seandainya kaum 'Ad mengerjakannya, niscaya mereka tidak tertimpa angin yang membinasakan mereka; atau kaum Samud, niscaya mereka tidak akan tertimpa pekikan yang mengguntur. Maka kerjakanlah salat, karena sesungguhnya salat itu merupakan akhlak orang-orang mukmin yang baik.

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ}

dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Al-Ma'arij: 24-25)
Yakni orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang-orang yang memerlukan pertolongan. Masalah ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Az-Zariyat.
Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ}

Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. (Al-Ma'arij: 26)
Yaitu meyakini adanya hari kiamat, hari penghisaban, dan pembalasan; maka mereka mengerjakan amalnya sebagaimana orang yang mengharapkan pahala dan takut akan siksaan. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:

{وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}

dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (Al-Ma'arij:27)
Maksudnya, takut dan ngeri terhadap azab Allah Swt.:

{إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ}

Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). (Al-Ma'arij: 28)
Yakni tiada seorang pun yang merasa aman dari azab-Nya dari kalangan orang yang mengetahui akan perintah Allah Swt. kecuali hanya bila mendapat jaminan keamanan dari Allah Swt.

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ}

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,(Al-Ma'arij: 29)
Yaitu mengekangnya dari melakukan hal yang diharamkan baginya dan menjaganya dari meletakkannya bukan pada tempat yang diizinkan oleh Allah Swt. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

{إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ}

kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. (Al-Ma'arij: 30)
Maksudnya, budak-budak perempuan yang dimiliki oleh mereka.

{فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ}

maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampauibatas. (Al-Ma'arij: 30-31)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam permulaan surat Al-Mu’minun, yaitu pada firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1), hingga beberapa ayat berikutnya. sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam surat ini.

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ}

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Al-Ma'arij: 32)
Yakni apabila mereka dipercaya, mereka tidak khianat; dan apabila berjanji, tidak menyalahinya. Demikianlah sifat orang-orang mukmin dan kebalikannya adalah sifat-sifat orang-orang munafik, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan:

«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ»

Pertanda orang munqfik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, menyalahi; dan apabila dipercaya, khianat.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:

«إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خاصم فجر»

Apabila berbicara, dusta; dan apabila berjanji, melanggar; dan apabila bertengkar, melampaui batas.

Firman Allah Swt:

{وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ}

Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. (Al-Ma'arij: 33)
Yakni bersikap hati-hati dalam bersaksi, tidak menambahi dan tidak mengurangi, tidak pula menyembunyikan sesuatu.

وَمَنْ يَكْتُمْها فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ

Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)
Kemudian Allah Swt. berfirman:

{وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}

Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)
Yakni waktu-waktunya, rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan sunat-sunatnya. Pembicaraan dimulai dengan menyebutkan salat dan diakhiri dengan menyebutkannya pula, hal ini menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah salat dan mengisyaratkan tentang kemuliaannya.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam permulaan surat Al-Mu’minun melalui firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1)
Maka di penghujung pembahasannya disebutkan hal yang sama dengan di sini, yaitu firman-Nya:

أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيها خالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni ) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 10-11)
Dan dalam surat Al-Ma'arij ini disebutkan oleh firman-Nya:

{أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ}

Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (Al-Ma'arij: 35)

Yakni dimuliakan dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan surgawi.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...