Kamis, 21 Oktober 2021

Bermegah-Megahan Membuat Manusia Lalai


Manusia banyak yang lalai karena kesibukannya saling berlomba meraih dunia. Ada yang rakus akan kedudukan atau kekuasaan. Ada juga yang saling menyombongkan diri dengan harta dan anaknya. Mereka barulah berhenti ketika sampai di liang lahat. Padahal semua nikmat kelak akan ditanya.
‎‎
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman ‎

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 1-8).

Allah Swt. berfirman, bahwasanya kalian disibukkan oleh kecintaan kalian kepada duniawi dan kesenangannya serta perhiasannya, sehingga kalian melupakan upaya kalian untuk mencari pahala akhirat dan memburunya. Dan kalian terus-menerus sibuk dengan urusan duniawi kalian hingga maut datang menjemput kalian dan kalian dimasukkan ke dalam kubur hingga menjadi penghuninya.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى الوَقار الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ الدَّايِمِ، عَنِ ابْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " {أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ} عَنِ الطَّاعَةِ، {حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ} حَتَّى يَأْتِيَكُمُ الْمَوْتُ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Waqqad Al-Masri, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Abdud Da-im, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian dari ketaatan, sampai kalian masuk ke dalam liang kubur (sampai maut datang menjemput kalian).
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Yakni dengan harta dan anak-anak.

Di dalam kitab Sahih Bukhari dalam Bab "Raqa'iq' telah disebutkan hal yang sama dari Al-Hasan Al-Basri. Dan disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa kami menganggap hal berikut termasuk dari Al-Qur'an sebelum diturunkan firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Yang dimaksud adalah sabda Nabi Saw. yang menyebutkan: Seandainya Anak Adam (manusia) mempunyai lembah emas. dan seterusnya hingga akhir hadis.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ: سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ مُطْرِّف -يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الله بن الشخير-عن أبيه قَالَ: انْتَهَيْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم وَهُوَ يَقُولُ: " {أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ} يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي مَالِي. وَهَلْ لَكَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ؟ ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Qatadah menceritakan dari Mutarrif ibnu Abdullah ibnusy Syikhkhir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia sampai kepada Rasulullah Saw. yang saat itu beliau Saw. sedang membaca firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. (At-Takatsur: 1) Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Ibnu Adam mengatakan, "Hartaku, hartaku.” Tiadalah bagimu dari hartamu selain dari apa yang engkau makan, lain engkau lenyapkan; atau yang engkau pakai, lalu engkau lapukkan; atau engkau sedekahkan, lalu engkau lanjutkan.
Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui jalur Syu'bah dengan sanad yang sama.

قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا سُوِيدُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ الْعَبْدُ: مَالِي مَالِي؟ وَإِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ: مَا أَكَلَ فَأَفْنَى، أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى، أَوْ تَصَدَّقَ فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ"

Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Maisarah dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang hamba mengatakan, "Hartaku, hartaku!" Padahal sesungguhnya tiada dari hartanya selain tiga hal, yaitu apa yang telah dimakannya, lalu ia lenyapkan; atau yang ia pakai, lain ia lapukkan, atau yang ia sedekahkan, lalu ia lanjutkan.Sedangkan yang selain dari itu akan pergi dan akan ia tinggalkan untuk orang lain.
Imam Muslim meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا الحُمَيدي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثلاثةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang telah mendengar dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ada tiga perkara yang mengiringi keberangkatan mayat; maka yang dua perkara kembali, sedangkan yang satunya menemaninya. Keluarganya, harta bendanya, dan amal perbuatannya mengiringinya; maka kembalilah keluarga dan harta bendanya, dan yang tertinggal (bersamanya) adalah amal perbuatannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَبْقَى مِنْهُ اثْنَتَانِ: الْحِرْصُ وَالْأَمَلُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ibnu Adam akan menua, dan akan tetap menemaninya dua perkara, yaitu keinginan dan cita-cita.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing.

Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Al-Ahnaf ibnu Qais yang dijuluki Ad-Dahhak menyebutkan bahwa ia meliliat seorang lelaki yang di tangannya memegang mata uang dirham, lalu ia bertanya "Kepunyaan siapakah uang dirham ini?" Lelaki itu menjawab, "Milikku." Maka Ad-Dahhak mengatakan, "Sesungguhnya uang dirham itu adalah milikmu bilamana kamu belanjakan untuk hal yang mengandung pahala, atau sebagai rasa ungkapan syukurmu." Kemudian Ad-Dahhak alias Al-Ahnaf mengucapkan perkataan seorang penyair:

أَنْتَ لِلْمَالِ إِذَا أَمْسَكْتَهُ ... فَإِذَا أَنْفَقْتَهُ فَالْمَالُ لَكْ

Engkau ditunggangi oleh harta jika engkau pegang dia, maka jika engkau belanjakan dia, berarti harta itu adalah milikmu (bermanfaat bagimu).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Saleh ibnu Hibban, dari Ibnu Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya:bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Bahwa surat ini diturunkan berkenaan dengan dua kabilah Ansar, yaitu Bani Harisah dan Banil Haris, mereka saling membanggakan diri dengan kepemilikan mereka yang banyak. Salah satu pihak mengatakan bahwa apakah di kalangan kalian terdapat orang yang semisal dengan si Fulan bin Fulan dan si Fulan. Sedangkan pihak lain mengatakan hal yang sama pula kepada lawannya. Mereka saling berbangga diri dengan orang-orang yang masih hidup, kemudian mereka mengatakan, "Marilah kita berangkat menuju kuburan." Lalu salah satu pihak mengatakan, "Apakah di kalangan kalian terdapat orang yang seperti si Fulan," seraya mengisyaratkan kepada kuburan seseorang. Dan pihak lainnya mengatakan hal yang sama seraya mengisyaratkan ke kuburan lainnya. Maka turunlah firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 1-2) Sesungguhnya telah ada bagi kalian suatu pelajaran dari apa yang kalian lihat dan juga kesibukan.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 1-2) Dahulu mereka mengatakan, "Kami lebih banyak daripada Bani Fulan, dan kami lebih kuat daripada Bani Fulan," setiap hari mereka saling menjatuhkan yang lainnya tanpa henti-hentinya. Demi Allah, mereka akan terus-menerus demikian sehingga mereka semuanya masuk ke dalam kubur dan menjadi penghuninya.

Pendapat yang sahih menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: sampai kamu masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 2) Yakni hingga kalian dikubur dan menjadi penghuninya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم دَخَلَ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْأَعْرَابِ يَعُودُهُ، فَقَالَ: "لَا بَأْسَ، طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ". فَقَالَ: قُلْتَ: طَهُور؟! بَلْ هِيَ حُمَّى تَفُورُ، عَلَى شَيْخٍ كَبِيرٍ، تُزيره الْقُبُورَ! قَالَ: "فَنَعَم إِذًا"

bahwa Rasulullah Saw. mendatangi seorang lelaki Badui dalam rangka menjenguknya, lalu bersabda:"Tidak mengapa, insya Allah disucikan.” Lelaki itu menjawab, "Engkau katakan disucikan, tidak sebenarnya yang kurasakan adalah demam yang mengguncangkan seorang syekh (berusia lanjut) lagi sudah tua dan sudah dekat ke Liang kuburnya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Kalau begitu, itu yang terbaik.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Hakkam ibnu Salim Ar-Razi, dari Amr ibnu Abu Qais, dari Al-Hajjaj, dari Al-Minhal, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ali yang mengatakan bahwa kami masih tetap meragukan tentang adanya siksa kubur sebelum diturunkan firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 1 -2)

Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Abu Kurajb, dari Hakkam ibnu Salim dengan sanad yang sama, lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Daud Al-Irdi, telah menceritakan kepada kami Abul Malih Ar-Ruqiy, dari Maimun ibnu Mahran yang mengatakan bahwa ketika aku sedang duduk di hadapan Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz, maka ia membaca firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 1-2) Maka dia diam sebentar, lalu berkata, "Hai Maimun, tiadalah kulihat kuburan itu melainkan dalam ziarahku, dan sudah merupakan keharusan bagi orang yang berziarah kembali ke tempat tinggalnya." Abu Muhammad menjelaskan bahwa makna yang dimaksud dengan kembali ke tempat tinggalnya ialah ke surga atau ke neraka.

Hal yang sama telah disebutkan, bahwa pernah ada seorang lelaki Badui mendengar seorang lelaki membaca firman-Nya: sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 2) Lalu ia berkata, "Demi Tuhan yang menguasai Ka'bah, ini artinya hari berbangkit." Yakni sesungguhnya bagi orang yang menziarahi kubur pasti akan pergi dari kubur itu menuju ke tempat yang lain.

Firman Allah Swt.:
{كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ}
Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu); dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur. 3-4)
Al-Hasan mengatakan bahwa dalam ayat ini terkandung pengertian ancaman sesudah ancaman lainnya.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur: 4) Yakni hai orang-orang kafir. janganlah begitu, jika kalian mengetahui. (At-Takatsur: 5) Yaitu hai orang-orang mukmin.
Dan mengenai firman selanjutnya, yaitu:
{كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ}
Janganlah begitu, jika kalian mengetahui dengan pengetahuan 'ainul yaqin. (At-Takatsur: 5)
Yakni seandainya kalian mengetahui dengan pengetahuan yang sebenarnya, niscaya kalian tidak akan terlena dengan memperbanyak harta hingga lupa dari mencari pahala akhirat, sampai kalian masuk ke dalam kubur. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ}
niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (At-Takatsur: 6-7)
Ini merupakan penjelasan dari ancaman yang telah disebutkan di atas, yaitu pada firman-Nya:Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu); dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur: 3-4)
Allah mengancam mereka dengan keadaan tersebut, yaitu saat ahli neraka melihat neraka manakala neraka bergolak dengan sekali golak. Maka menyungkurlah semua malaikat terdekat dan nabi yang diutus dengan bersideku di atas kedua lututnya masing-masing karena takut menyaksikan peristiwa-peristiwa yang sangat mengerikan itu, sebagaimana yang akan disebutkan dalam atsar yang menceritakan keadaan tersebut.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ}
kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu). (At-Takatsur: 8)
Yakni kemudian kalian benar-benar akan dimintai pertanggungjawaban di hari itu tentang mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kalian, seperti kesehatan, keamanan, rezeki, dan lain sebagainya, apakah kalian bersyukur dan beribadah kepada-Nya?
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Jazzar Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Isa alias Abu Khalid Al-Jazzar, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ubaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab mengatakan bahwa Rasulullah Saw. keluar di waktu tengah hari, dan beliau menjumpai Abu Bakar berada di dalam masjid. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang mendorongmu keluar di saat seperti ini?" Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, telah mengeluarkan aku Tuhan yang telah mengeluarkanmu." Lalu datanglah pula Umar ibnul Khattab, makaNabi Saw. bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu keluar, hai Ibnul Khattab?" Umar menjawab, "Tuhan yang telah menyebabkan kamu berdua keluar." Lalu Umar duduk, dan Rasulullah Saw. berbicara kepada keduanya, "Maukah kamu berdua aku ajak menuju ke kebun kurma itu, maka kamu akan mendapat makanan, minuman, dan naungan?" Keduanya menjawab, "Kami mau." Rasulullah Saw. bersabda, "Marilah kita singgah di rumah Ibnut Taihan alias Abul Haisam Al-Ansari." Maka Rasulullah Saw. berada di depan kami dan mengucapkan salam serta meminta izin sebanyak tiga kali, sedangkan Ummul Haisam berada di balik pintu rumahnya mendengarkan ucapan Rasulullah Saw. dengan maksud ia mendapat tambahan dari salam Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. hendak pergi, Ummul Haisam keluar dan mengerjarnya dari belakang, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya aku mendengar suara salammu, tetapi aku bermaksud ingin mendapat tambahan dari salammu." Rasulullah Saw. menjawab, "Itu baik." Rasulullah Saw. bertanya, "Mana Abul Haisam, aku tidak melihatnya?"Ummul Haisam menjawab, "Wahai Rasulullah, dia pergi sebentar untuk menyejukkan air minum, sebentar lagi insya Allah dia akan datang, masuklah." Lalu Ummul Haisam menggelarkan permadani di bawah pohon kurma. Tidak lama kemudian datanglah Abul Haisam, dan ia merasa senang dengan kedatangan mereka, lalu ia segera menaiki pohon kurma dan memetik beberapa tangkai buah kurma. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Itu sudah cukup, hai Abul Haisam." Abul Haisam berkata, "Wahai Rasulullah, engkau makan buahnya yang masih gemading dan yang telah masak," lalu Abul Haisam menyuguhkan air minum buat mereka dan mereka pun minum dari air yang disuguhkannya. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda:
"هَذَا مِنَ النَّعِيمِ الَّذِي تُسْأَلُونَ عَنْهُ"
Ini termasuk nikmat yang kelak kamu akan dimintai pertanggungjawaban mengenainya
Hadis berpredikat garib bila ditinjau dari segi jalurnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Ali As-Sada'i, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnul Qasim, dari Yazid ibnu Kaisan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa ketika Abu Bakar dan Umar sedang duduk,' maka datanglah Nabi Saw. kepada keduanya, lalu beliau Saw. bertanya, "Apakah yang membuat kamu berdua duduk di sini?" keduanya menjawab, "Demi Tuhan Yang telah mengutus engkau dengan hak, tiada yang menyebabkan kami keluar melainkan rasa lapar." Nabi Saw. bersabda; "Demi Allah yang telah mengutusku dengan hak, tidak ada yang mendorongku keluar selain dari alasan yang sama." Lalu mereka pergi hingga sampai di rumah seorang lelaki dari kalangan Ansar, maka mereka disambut oleh seorang wanita, dan Nabi Saw. bertanya kepada wanita itu, "Kemanakah si Fulan(suaminya)?" Wanita itu menjawab bahwa suaminya sedang pergi untuk menyejukkan air minum buat dia dan keluarganya. Tidak lama kemudian datanglah orang yang dicari mereka dengan membawa qirbah wadah airnya, dan ia langsung berkata menyambut mereka, "Marhaban (selamat datang), tiada seorang tamu pun berkunjung kepada seseorang lebih afdal daripada Nabi yang hari ini datang berkunjung kepadaku." Lalu ia menggantungkan qirbah wadah airnya ke pohon kurma dan ia pergi, kemudian datang lagi dengan membawa setandan buah kurma. MakaNabi Saw. bersabda kepadanya, "Bukankah engkau telah memetik buah kurmamu?" Lelaki itu menjawab "Aku ingin menghormati kalian dengan rnenyajikan makanan yang masih segar menurut kesukaan kalian." Kemudian ia mengambil pisau besar (untuk menyembelih kambing), maka Nabi Saw. bersabda, "Janganlah kamu sembelih kambing yang sedang menyusui." Ia menyembelih kambing buat mereka di hari itu dan mereka makan makanan yang telah disajikan, lalu Nabi Saw. bersabda:
"لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هَذَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ. أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمُ الْجُوعُ، فَلَمْ تَرْجِعُوا حَتَّى أَصَبْتُمْ هَذَا، فَهَذَا مِنَ النَّعِيمِ"
Sungguh kamu akan ditanyai mengenai hal ini kelak di hari kiamat. Kamu keluar karena terdorong oleh rasa lapar, dan sebelum pulang kamu telah mendapatkan semua ini, dan ini termasuk dari nikmat.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Kaisan dengan sanad yang sama. Abu Ya’la dan Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Al-Mukari, dari Yahya ibnu Ubaidillah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Abu Bakar dengan lafaz yang sama. Arba'ah telah meriwayatkan hadis ini melalui Abdul Malik ibnu Umair, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan teks yang semisal dan juga kisahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan'kepada kami Hasyraj, dari Abu Nadrah, dari Abu Asib maula Rasulullah Saw. yang telah menceritakan bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. keluar. lalu lewat di dekat rumahku, maka beliau memanggilku dan aku pun keluar menemaninya. Lalu Nabi Saw. melewati rumah Abu Bakar dan memanggilnya, maka Abu Bakar keluar dan bergabung bersamanya. Nabi Saw. berangkat meneruskan perjalannya hingga sampailah di sebuah kebun kurma milik seorang Ansar dan beliau memasukinya, lalu berkata kepada pemilik kebun itu, "Berilah kami makan." Lalu pemilik kebun itu datang dengan membawa setandan buah kurma, dan Rasulullah Saw. makan bersama sahabat-sahabatnya, kemudian meminta air sejuk dan minum, lalu bersabda: Sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang ini kelak di hari kiamat. Maka Umar mengambil ketandan buah kurma itu dan memukulkannya ke tanah hingga buahnya yang gemading berceceran di hadapan Rasulullah Saw., kemudian Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita sungguh akan dimintai pertanggungjawaban tentang ini kelak di hari kiamat?" Maka Rasulullah Saw. menjawab:
"نَعَمْ، إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: خِرْقَةٌ لَفَّ بِهَا الرَّجُلُ عَوْرَتَهُ، أَوْ كَسْرَةٌ سَدَّ بِهَا جَوْعَتَهُ، أَوْ جُحْرٌ تَدخَّل فِيهِ مِنَ الْحَرِّ وَالْقَرِّ"
Ya, kecuali tiga hal, yaitu kain yang digunakan oleh seseorang untuk menutupi aurat tubuhnya, atau sepotong roti yang dimakan untuk menutup rasa laparnya, atau rumah tempat bernaungnya dari kepanasan dan kedinginan.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ammar; ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan Umar memakan buah kurma dan minum air, setelah itu Rasulullah Saw. bersabda:
"هَذَا مِنَ النَّعِيمِ الَّذِي تُسْأَلُونَ عَنْهُ"
Ini termasuk nikmat yang kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Ammar ibnu Abu Ammar, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Mahmud ibnur Rabi' yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Ia meneruskan bacaannya sampai pada firman-Nya: kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia ini). (At-Takatsur: 8) Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tentang nikmat apakah yang kami akan ditanyai mengenainya? Padahal sesungguhnya hanya kurma dan air, dan pedang kami yang selalu tersandang, sedangkan musuh menghadang di hadapan. Lalu nikmat apakah yang akan dipertanyakan kepada kami?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya pertanyaan tentang hal itu pasti akan terjadi."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir alias Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Abdullah ibnu Habib, dari ayahnya, dari pamannya yang mengatakan bahwa kami berada di suatu majelis, lalu muncullah Nabi Saw., sedangkan di kepala beliau terdapat bekas air. Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau dalam keadaan senang." Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Kemudian orang-orang berbincang-bincang tentang kekayaan. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى اللَّهَ، وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى اللَّهَ خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى، وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النَّعِيمِ"
Tidak mengapa kekayaan itu bagi orang yang bertakwa kepada Allah, dan sehat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa kepada Allah daripada kekayaan, dan senang hati lebih baik daripada kesenangan.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Khalid ibnu Makhlad, dari Abdullah ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَلَاءِ، عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَرْزَمٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَا يُسْأَلُ عَنْهُ -يَعْنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ-الْعَبْدُ مِنَ النَّعِيمِ أَنْ يُقَالَ لَهُ: أَلَمْ نُصِحّ لك جسمك، ونُرْوكَ من الماء البارد؟ "
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Abdullah ibnul Ala, dari Ad-Dahhak ibnu Abdur Rahman ibnu Arzab Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:Sesungguhnya yang mula-mula dipertanyakan kepada seorang hamba —yakni di hari kiamat nanti— mengenai kesenangan ialah dikatakan kepadanya. Bukankah Kami telah menyehatkan tubuhmu dan memberimu minum dengan air yang sejuk?”
Imam Turmuzi meriwayatkannya secara munfarid.‎
Dan Ibnu Hibban meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui jalur Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdullah ibnul Ala ibnu Zubair dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnu Amr, dari Yahya ibnu Hatib, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Az-Zubair pernah mengatakan bahwa ketika turun firman-Nya:kemudian kalian pasti akan ditanyaipada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu . (At-Takatsur: 8) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang dipertanyakan kepada kami, padahal sesungguhnya makanan kami hanyalah kurma dan air saja?" Rasulullah Saw. menjawab:
"إِنَّ ذَلِكَ سَيَكُونُ"
Sesungguhnya pertanyaan itu akan ada.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Imam Ahmad telah meriwayatkannya dari jalur yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adni, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu). (At-Takatsur: 8) Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang kami dapatkan, sesungguhnya kami hanya makan roti gandum untuk mengganjal perut kami?" Maka Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya:Katakanlah kepada mereka, "Bukankah kamu mengenakan terompah dan minum air yang sejuk? Itu adalah termasuk nikmat.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Asbahani, dari Ibnu Abu Laila, yang menurut perawi diyakini ia menerimanya dari Amir, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu). (At-Takasxir: 8) Kemudian beliau Saw. bersabda: (yaitu) Keamanan dan kesehatan.
Zaid ibnu Aslam telah mengatakan dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: ‎kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan. (At-Takatsur: 8) Yakni perut kenyang, minuman yang sejuk, naungan rumah. penciptaan bentuk yang tegak (sempurna). dan nikmatnya tidur.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dengan sanad seperti di atas, dari Zaid ibnuy Aslam dalam permulaan surat ini.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa akan dipertanyakan juga sampai madu yang diminum. Mujahid mengatakan akan dipertanyakan pula semua kesenangan dunia. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa termasuk nikmat yang akan dipertanyakan ialah makan siang dan makan malam. Abu Qilabah mengatakan bahwa termasuk nikmat ialah makan samin dan madu dengan roti. Dan pendapat yang paling mencakup adalah yang dikemukakan oleh Mujahid.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan. (At-Takatsur: 8) Bahwa nikmat itu adalah kesehatan tubuh, pendengaran, dan penglihatan. Allah akan mempertanyakan hamba-hamba-Nya untuk apakah semuanya itu digunakan, sedangkan Dia Maha Mengetahui hal tersebut dari mereka. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al-Isra: 36)
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sunan Turumuzi serta Sunan Nasai dan Sunan Ibnu Majah telah disebutkan melalui hadis Abdullah ibnu Sa'id ibnu Abu Hindun, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ"
Ada dua macam nikmat yang banyak memperdaya kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang.
Makna yang dimaksud dari hadis ini ialah bahwa mereka melalaikan mensyukuri kedua nikmat tersebut dan tidak mengerjakan apa yang seharusnya dilakukan terhadap keduanya. Dan barang siapa yang tidak menunaikan suatu hak yang diwajibkan atas dirinya, maka dia adalah orang yang terperdaya.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بن الحسن ابن شَقِيقٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَمْزَةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ أَبِي فَزَارَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَوْقَ الْإِزَارِ، وَظِلُّ الْحَائِطِ، وخُبْز، يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، أَوْ يُسْأَلُ عَنْهُ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Muhammad ibnu Yahya Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Lais, dari Abu Fazzarah, dari Yazid ibnu Asam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Pakaian di atas kain, naungan tembok (rumah), dan air minum, kelak seorang hamba akan dihisab mengenainya atau diminta pertanggungjawabannya.
Kemudian Imam Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenai hadis ini kecuali hanya melalui sanad ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَهْزٌ وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -قَالَ عَفَّانُ في حديثه: قال إسحاق ابن عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ -قَالَ عَفَّانُ: يوم القيامة-: يا بن آدَمَ، حَمَلْتُكَ عَلَى الْخَيْلِ وَالْإِبِلِ، وَزَوَّجْتُكَ النِّسَاءَ، وَجَعَلْتُكَ تَرْبَع وَتَرْأَسُ، فَأَيْنَ شُكْرُ ذَلِكَ؟ "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Affan, keduannya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad, bahwa Affan telah mengatakan dalam hadisnya bahwa Ishaq ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Allah Swt. berfirman —Affan mengatakan pada hari kiamat nanti— , "Hai anak Adam, Aku telah membawamu di atas kuda dan unta, dan Aku kawinkan kamu dengan wanita, dan Aku jadikan kamu dapat memimpin dan berkuasa, maka manakah ungkapan rasa syukurmu atas semuanya itu?”
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid melalui jalur ini.
Kenapa dikatakan harta yang disedekahkan atau disalurkan sebagai nafkah itulah yang jadi milik kita? Jawabnya, karena harta seperti inilah yang akan kita nikmati sebagai pahala di akhirat kelak. Sedangkan harta yang kita gunakan selain tujuan itu, hanyalah akan sirna dan tidak bermanfaat di akhirat kelak.

Sekali-kali Lihatlah Orang di Bawahmu
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,
أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي
“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): (1) Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad, 5: 159. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)
Al Ghozali –rahimahullah- mengatakan, “Setan selamanya akan memalingkan pandangan manusia pada orang yang berada di atasnya dalam masalah dunia. Setan akan membisik-bisikkan padanya: ‘Kenapa engkau menjadi kurang semangat dalam mencari dan memiliki harta supaya engkau dapat bergaya hidup mewah[?]’ Namun dalam masalah agama dan akhirat, setan akan memalingkan wajahnya kepada orang yang berada di bawahnya (yang jauh dari agama). Setan akan membisik-bisikkan, ‘Kenapa dirimu merasa rendah dan hina di hadapan Allah[?]” Si fulan itu masih lebih berilmu darimu’.” (Lihat Faidul Qodir Syarh Al Jaami’ Ash Shogir, 1/573)
Mengapa Mesti Berbangga-bangga?
Mengapa kita mesti berbangga-bangga, sedangkan harta hanyalah titipan.
Mengapa kita mesti berbangga-bangga, sedangkan harta yang bermanfaat jika digunakan dalam kebaikan.
Semua yang digunakan selain untuk jalan kebaikan, tentu akan sirna dan sia-sia.
Seharusnya yang kita banggakan adalah bagaimana keimanan kita, bagaimana ketakwaan kita di sisi Allah, bagaimana kita bisa amanat dalam menggunakan harta titipan ilahi.
Al Qurthubi pernah menerangkan mengenai ayat berikut ini,
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7). Beliau berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa harta kalian bukanlah miliki kalian pada hakikatnya. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta tersebut yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang setelah kalian. ”
Lantas Al Qurtubhi menutup penjelasan ayat tersebut, “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholih di antara kalian, lalu mereka menginfakkan harta mereka di jalan Allah, bagi mereka balasan  yang besar yaitu SURGA.” (Tafsir Al Qurthubi, 17/238)
Raihlah surga Allah, raihlah jannah-Nya. Itulah yang mesti kita cari dan kita kejar.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Sesungguhnya kepada Allah-lah tempat kalian semua kembali.” (QS. Al Ma’idah: 48)
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”
Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat sombong dan membanggakan diri dalam hal harta dan dunia. Karuniakanlah pada kami sifat qona’ah, selalu merasa berkecukupan.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf –menjauhkan diri dari hal haram- dan sifat ghina –hidup berkecukupan-) (HR. Muslim no. 2721)

Waspadailah Segala Bentuk Tipudaya Kaum Kafir Yang Ingin Memadapkan Cahaya Islam


Bagi para missionaris, mengkristenkan kaum Muslim adalah keharusan. Dalam laporan tentang Konferensi Seabad Misi-misi Protestan Dunia (Centenary Conference on the Protestant Missions of the World) di London (1888), tercatat ucapan Dr George F Post, “Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme. Ini merupakan pertarungan hidup dan mati.” Selanjutnya, dia berpidato, “… kita harus masuk ke dalam Arabia; kita harus masuk ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan kita harus mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris mengarungi gurun-gurun, dan mereka akan menyapu laksana api melahap kekristenan kita dan melahapnya.”
Ringkasnya, misionaris ini menyatakan: Kristenkan orang Islam, atau mereka akan mengganyang Kristen!”
Kekuatan “kata” yang dipadu dengan “kasih” seperti yang diungkapkan Henry Martyn perlu mendapat catatan serius. Konon, “orang Jawa” – sebagaimana huruf Jawa — akan mati jika “dipangku”.
Jika seseorang dibantu, dibiayai, diberi perhatian yang besar (kasih), maka hatinya akan luluh. Pendapatnya bisa goyah. Bisa, tapi tidak selalu.
Ketika kaum Muslim tidak lagi memahami Islam dengan baik, tidak meyakini Islam, dan menderita penyakit mental minder terhadap peradaban Barat, maka yang terjadi kemudian adalah upaya imitasi terhadap apa saja yang dikaguminya. Abdullah Cevdet, seorang tokoh Gerakan Turki Muda menyatakan, “Yang ada hanya satu peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawarnya mau pun durinya sekaligus.”
Socrates, seperti diceritakan muridnya, Plato (427-347 SM), dalam karyanya The Republic, memandang demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tidak ideal; lebih rendah nilainya dibandingkan aristokrasi (negara dipimpin para pecinta hikmah/kebenaran), ‘timokrasi’ (negara dipimpin para ksatria pecinta kehormatan), dan oligarchi (negara dipimpin oleh sedikit orang). Di negara demokrasi (pemerintahan oleh rakyat – the rule of the people), kata Socrates, semua orang ingin berbuat menurut kehendaknya sendiri, yang akhirnya menghancurkan negara mereka sendiri. Kebebasan menjadi sempurna. Ketika rakyat lelah dengan kebebasan tanpa aturan, maka mereka akan mengangkat seorang tiran untuk memulihkan aturan. (… when men tire of the lawlessness of a liberty… they appoint a strong man to restore order).
Sebagai umat Islam tentu kita harus waspada terhadap semua orang kafir dan tidak boleh terjerumus ke dalam tipu daya dan propaganda sesat mereka. Bagaimanapun juga orang-orang kafir adalah orang-orang zhalim dan salah satu kezhaliman terbesar mereka adalah perbuatan syirik mereka.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (32) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (33) 

Mereka berkehendak memadamkan cahaya(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk(Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS At-Taubah Ayat 32-33)

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab:

{أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ}

Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah.(At-Taubah: 32)

Yakni petunjuk dan agama yang hak yang Allah turunkan melalui Rasulullah Saw. Mereka bermaksud memadamkannya dengan bantahan dan kedustaan yang mereka buat-buat. Allah mengumpamakan perbuatan mereka itu dengan seseorang yang berkeinginan memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan tiupan. Dengan kata lain hal ini jelas tidak mungkin dan tidak ada jalan untuk itu. Maka demikian pula apa yang disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya, pasti akan sempurna dan akan menang. Karena itulah Allah Swt. menjawab niat dan kehendak mereka itu melalui firman-Nya:

{وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}

dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (At-Taubah: 32)

Istilah kafir menurut pengertian bahasa ialah 'orang yang menutupi sesuatu dan menyembunyikannya'. Karena itu, maka malam hari dina­makan kafir, sebab ia menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. Seorang petani dinamakan pula kafir menurut istilah bahasa, karena ia mengubur biji (benih) tanaman ke dalam tanah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya (menurut salah satu qiraat), yaitu:  {أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ}"Menyenangkan hati penanam-penanamnya". Kemudian Allah Swt. berfirman:

{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ}

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33)

Petunjuk ialah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. berupa berita-berita yang benar, iman yang benar, dan ilmu yang bermanfaat. Dan agama yang hak ialah amal-amal yang benar lagi bermanfaat di dunia dan akhirat.

{لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ}

untuk dimenangkan-Nya atas segala agama. (At-Taubah: 33)

Yakni atas semua agama lain, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي مَا زُوي لِي مِنْهَا"

Sesungguhnya Allah melipatkan bumi untukku bagian barat dan bagian timurnya, dan kelak kerajaan umatku akan mencapai semua bagian yang dilipatkan bagiku darinya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ: سَمِعْتُ شَقِيقَ بْنَ حَيَّانَ يُحَدِّثُ عَنْ مَسْعُودِ بْنِ قَبِيصة -أَوْ: قَبِيصَةَ بْنِ مَسْعُودٍ -يَقُولُ: صَلَّى هَذَا الْحَيُّ مِنْ "مُحَارب" الصُّبْحَ، فَلَمَّا صَلَّوْا قَالَ شَابٌّ مِنْهُمْ: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيُفْتَحُ لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ وَمَغَارِبُهَا، وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ، إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ya'qub, bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Hayyan menceritakan hadis berikut dari Mas'ud ibnu Qubaisah atau Qubaisah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa suatu kabilah dari Bani Muharib melakukan salat Subuh. Setelah mereka menyelesaikan salatnya, salah seorang pemuda mereka berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kelak akan dibukakan bagi kalian belahan timur dan belahan barat bumi ini, dan sesungguhnya orang-orang yang menguasainya dimasukkan ke dalam neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan amanat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الأمرُ مَا بَلَغَ الليلُ وَالنَّهَارُ، وَلَا يَتْرُكُ اللَّهُ بَيْتَ مَدَر وَلَا وَبَر إِلَّا أَدْخَلَهُ هَذَا الدِّينَ، بعِزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ، عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الْإِسْلَامَ، وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ"،

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Tamim Ad-Dari r.a. yang mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya perkara ini (agama Islam) akan mencapai apa yang dicapai oleh malam dan siang hari. Dan Allah tidak akan  membiarkan suatu kota pun —tidak pula suatu kampung pun— melainkan dimasuki oleh agama ini. Agama ini memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina; ia menjadi mulia karena Allah memuliakannya melalui agama Islam, dan menjadi terhina karena Allah menghinakan orang kafir melaluinya.

Tamim Ad-Dari mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah mengenal dengan baik semua orang yang ada di lingkungan keluarganya. Orang yang masuk Islam dari kalangan mereka memperoleh kebaikan, kemuliaan, dan kehormatan; dan orang yang kafir di antara mereka tertimpa oleh kehinaan, dipandang remeh, dan dikenakan jizyah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ جَابِرٍ، سَمِعْتُ سُلَيْمَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر، إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلَامِ بعزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بذلِّ ذَلِيلٍ، إِمَّا يُعِزُّهُمُ اللَّهُ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أهلها، وإما يذلهم فيدينون لها"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jabir; ia pernah mendengar Salim ibnu Amir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Miqdad ibnul Aswad mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada yang tersisa dimuka bumi ini suatu rumah pun, baik di kota maupun di kampung melainkan dimasuki oleh kalimah Islam. Islam memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina. Adapun orang yang ditakdirkan mulia oleh Allah, maka Allah menjadikannya termasuk ahlinya; dan orang yang ditakdirkan hina oleh Allah, maka mereka dihinakan oleh kalimah Islam (yakni tidak mau masuk Islam).

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan pula bahwa:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيّ، عَنْ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ سَمِعَهُ يَقُولُ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَا عَدِيُّ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ". فَقُلْتُ: إِنِّي مِنْ أَهْلِ دِينٍ. قَالَ: "أَنَا أَعْلَمُ بِدِينِكَ مِنْكَ". فَقُلْتُ: أَنْتَ أَعْلَمُ بِدِينِي مِنِّي؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلَسْتَ مَنِ الرَّكُوسِيَّة، وَأَنْتَ تَأْكُلُ مِرْبَاعَ قَوْمِكَ؟ ". قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: "فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ لَكَ فِي دِينِكَ". قَالَ: فَلَمْ يَعْدُ أَنْ قَالَهَا فَتَوَاضَعْتُ لَهَا، قَالَ: "أَمَا إِنِّي أَعْلَمُ مَا الَّذِي يَمْنَعُكَ مِنَ الْإِسْلَامِ، تَقُولُ: إِنَّمَا اتَّبَعَهُ ضَعَفَةُ النَّاسِ وَمَنْ لَا قُوَّةَ لَهُ، وَقَدْ رَمَتْهم الْعَرَبُ، أَتَعْرِفُ الْحِيرَةَ؟ " قُلْتُ: لَمْ أَرَهَا، وَقَدْ سَمِعْتُ بِهَا. قَالَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لِيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينة مِنَ الْحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَتَفْتَحُنَّ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ". قُلْتُ: كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ؟. قَالَ: "نَعَمْ، كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ، وليُبْذَلنَّ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ". قَالَ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: فَهَذِهِ الظَّعِينَةُ تَخْرُجُ مِنْ الْحِيرَةِ، فَتَطُوفُ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَقَدْ كُنْتُ فِيمَنْ فَتَحَ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَكُونَنَّ الثَّالِثَةَ؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد قَالَهَا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Abu Huzaifah, dari Addi ibnu Hatim. Abu Huzaifah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Addi ibnu Hatim menceritakan hadis berikut bahwa ia masuk menemui  Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Addi, masuk Islamlah kamu, maka selamatlah kamu." Addi menjawab, "Saya telah memeluk suatu agama." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku lebih mengetahui agamamu daripada kamu." Addi bertanya, "Benarkah engkau lebih mengetahui agamaku daripada aku sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bukankah kamu dari kalangan Raksawiyyah, dan kamu biasa memakan (memungut) upeti kaummu?" Addi ibnu Hatim menjawab, "Memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya hal itu tidak dihalalkan me­nurut agamamu." Addi ibnu Hatim mengatakan bahwa Nabi Saw. tidak mengulangi ucapannya itu sehingga ia merasa rendah diri dan malu kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui hal yang menghambatmu untuk masuk Islam. Kamu menduga bahwa agama Islam hanyalah diikuti oleh orang-orang yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan, dan memang dugaan yang serupa telah dilontarkan pula oleh orang-orang Arab. Tahukah kamu Hirah?' Addi ibnu Hatim menjawab, "Saya belum pernah melihatnya, tetapi saya pernah mendengarnya." Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, sesungguhnya Allah akan menyempurnakan urusan ini (agama Islam) sehingga seorang wanita bepergian dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun (yakni keadaan atau situasi masa itu sangat aman). Dan sesung­guhnya kelak perbendaharaan kerajaan Persia benar-benar akan dibuka (dikuasai oleh kaum muslim). Addi ibnu Hatim berkata, "Apakah yang dimaksud adalah kerajaan Kisra Ibnu Hurmuz?, Nabi SAW Bersabda : Ya, Kisra ibnu Hurmuz; dan sesungguhnya harta benda akan diberikan hingga tidak ada lagi seseorang yang mau menerimanya.Addi ibnu Hatim mengatakan, "Musafir wanita itu memang telah berangkat dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun. Dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang yang ikut membuka perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, akan terjadi hal yang ketiga, karena Rasulullah Saw. telah menyebutkannya (yakni saat harta benda diberikan, kemudian tiada seorang pun yang mau menerimanya; yang dimaksud ialah dekat hari kiamat. Pent.)."

قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْنٍ زَيْدُ بْنُ يَزِيدَ الرّقَاشِيّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَد اللاتُ والعُزّى". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ} أَنَّ ذَلِكَ تَامٌّ، قَالَ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً [فَيَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّة خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ] فَيَبْقَى مَنْ لَا خَيْرَ فِيهِ، فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ"

Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'an Zaid ibnu Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Al-Aswad ibnul Ala, dari Abu Salamah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Malam dan siang hari tidak akan lenyap sebelum Lata dan 'Uzza disembah (kembali) Aku (Siti Aisyah r.a.) bertanya.”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menduga bahwa ketika Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 'Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk(Al-Qur’an ) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33), hingga akhir ayat." Hal tersebut memberikan pengertian bahwa segala sesuatunya telah sempurna."Rasulullah Saw. bersabda:Sesungguhnya kelak sebagian dari hal itu(penyembahan kepada berhala) akan terjadi menurut apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian Allah mengirimkan angin yang harum, maka matilah semua orang yang di dalam kalbunya terdapat iman (walau) seberat zarrah, dan yang masih hidup adalah orang-orang yang di dalam dirinya tidak terdapat suatu kebaikan pun, maka mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha’ kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka” (QS. al-Baqarah: 120).

Makna ayat di atas sejatinya sungguh gamblang, jelas dan terang benderang bagi orang yang hatinya bersih dan mau menerima Al Qur’an dengan tasliim. Bisa dipahami orang yang awam sekalipun. Namun orang yang di dalam hatinya ada penyakit, senantiasa berusaha menimbulkan kerancuan dan keraguan. Sehingga dari ayat di atas, dimunculkan tiga pertanyaan dan kerancuan yang disebarkan sebagian orang di internet belakangan ini.

Pertanyaan 1: Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata “kepadamu..” pada ayat tersebut? Apakah maksudnya adalah bahwa ayat ini hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja? Sehingga maknanya ketidak-senangan kaum Yahudi dan Nasrani bukan kepada kaum Muslimin secara umum?

Pertanyaan 2: Apakah benar bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang Yahudi dan Nashrani” pada ayat di atas adalah hanya orang-orang Yahudi dan Nashrani yang ada di zaman Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukanlah kaum Yahudi dan Nashrani secara umum?

Pertanyaan 3: Apa makna kata “millah” pada ayat di atas? Apakah maknanya adalah “agama”, atau maknanya adalah “jalan”, seperti yang disebutkan oleh Imam al-Baghawiy rahimahullahdalam kitab tafsirnya? Sehingga menyatakan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani selalu berusaha mengajak kaum Muslimin ke agama mereka itu tidak benar?

Mari kita bahas pertanyaan-pertanyaan ini, insyaAllah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiqNya.

Kaidah ilmu tafsir: memahami ayat dengan keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab
Sebuah metode yang telah diajarkan oleh para ulama’ agar kita terhindar dari salah tafsir atau salah dalam memahami makna ayat/hadits adalah dengan mengumpulkan dalil-dalil yang berbicara tentang permasalahan tersebut, kemudian baru menarik kesimpulan. Janganlah hanya membaca satu ayat/hadits, kemudian langsung menyimpulkan. Ini karena bisa saja ada dalil lain yang menjelaskan makna ayat/hadits tersebut, atau bisa saja keumuman lafazhnya dikhususkan, atau kekhususan lafazhnya diumumkan, dsb.

Dalam permasalahan ini, dalil lain yang bisa membantu kita memahami surat Al Baqarah ayat 120 di atas, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,,

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109).

Dalam kitab tafsirnya, Ibn Katsir rahimahullah menukil beberapa atsar yang menyebutkan tentang asbaabun-nuzuul (sebab turunnya) ayat ini, yaitu bahwa ayat tersebut turun dengan sebab satu atau dua orang Yahudi. Namun demikian, ternyata beliau tetap menafsirkan ayat ini dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan asbaabun-nuzuul-nya. Perhatikan perkataan beliau berikut,

يحذر تعالى عباده المؤمنين عن سلوك طرائق الكفار من أهل الكتاب، ويعلمهم بعداوتهم لهم في الباطن والظاهر وما هم مشتملون عليه من الحسد للمؤمنين، مع علمهم بفضلهم وفضل نبيهم. ويأمر عباده المؤمنين بالصفح والعفو والاحتمال، حتى يأتي أمر الله من النصر والفتح. ويأمرهم بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة. ويحثهم على ذلك ويرغبهم فيه، كما قال محمد بن إسحاق: حدثني محمد بن أبي محمد ، عن سعيد بن جبير، أو عكرمة، عن ابن عباس، قال: كان حيي بن أخطب وأبو ياسر بن أخطب من أشد يهود للعرب حسدا، إذ خصهم الله برسوله صلى الله عليه وسلم، وكانا جاهدين في رد الناس عن الإسلام ما استطاعا، فأنزل الله فيهما: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) الآية.

“Allah Ta’ala memperingatkan para hambaNya untuk tidak berjalan di atas jalan orang kafir dari kalangan ahli kitab, dan mengabarkan kepada mereka (yaitu, para hambaNya) tentang permusuhan ahli kitab (kepada kaum muslimin) baik secara bathin maupun zhahir, dan (mengabarkan juga) tentang hasad/dengki yang mereka miliki kepada kaum mukminin, padahal mereka tahu keutamaan kaum mukminin dan keutamaan Nabi. Allah juga memerintahkan para hambaNya, yaitu orang-orang yang beriman, untuk membiarkan, memaafkan, dan menoleransi mereka hingga datang ketetapan dari Allah berupa pertolongan dan kemenangan. Allah juga memerintahkan mereka untuk menegakkan shalat dan membayar zakat. Allah menyemangati dan memotivasi mereka untuk melakukannya. Muhammad ibn Ishaq berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad ibn Abi Muhammad, dari Sa’id ibn Jubair, atau ‘Ikrimah, dari Ibn ‘Abbas, bahwa beliau berkata: Huyay ibn Akhthab dan Abu Yasir ibn Akhthab adalah termasuk orang-orang Yahudi yang paling dengki kepada orang Arab karena Allah mengistimewakan mereka dengan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berdua itu sangat berusaha semampu mereka untuk menjauhkan manusia dari Islam. Maka Allah menurunkan ayat ini tentang mereka, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran.’”‎

Ibn Katsir rahimahullah kemudian melanjutkan,

وقال عبد الرزاق، عن معمر عن الزهري، في قوله تعالى: (ود كثير من أهل الكتاب) قال: هو كعب بن الأشرف. وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبي، حدثنا أبو اليمان، حدثنا شعيب، عن الزهري، أخبرني عبد الرحمن بن عبد الله بن كعب بن مالك، عن أبيه: أن كعب بن الأشرف اليهودي كان شاعرا، وكان يهجو النبي صلى الله عليه وسلم. وفيه أنزل الله: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) إلى قوله: (فاعفوا واصفحوا)

“‘Abdur-Razzaq berkata, ‘Dari Ma’mar, dari az-Zuhriy, tentang firman Allah Ta’ala, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab,’ (maka ‘Abdur-Razzaq berkata) ia adalah Ka’b ibn al-Asyraf.’ Ibn Abi Hatim berkata: Ayahku telah mengabarkan kepada kami, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Abul-Yaman, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Syu’aib, dari az-Zuhriy, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepadaku ‘Abdur-Rahman ibn ‘Abdillah ibn Ka’b ibn Malik, dari ayahnya, bahwa Ka’b ibn al-Asyraf, seorang Yahudi, adalah seorang penyair, dan bahwa dia ini mengolok-ngolok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah menurunkan ayat tentangnya, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran,’ hingga firmanNya, ‘Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka.’” ‎

Perhatikanlah bagaimana Ibn Katsir rahimahullah, yang telah mengetahui bahwa asbaabun-nuzuul dari ayat ini adalah tentang satu atau dua orang Yahudi, tetap mengambil pelajaran dari keumuman lafazh ayat. Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kita harus memaknai ayat sesuai dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan sebab turunnya. Misalnya, pada ayat di atas, tentu tidak diragukan lagi bahwa Huyay ibn Akhthab, Abu Yasir ibn Akhthab, dan Ka’b ibn al-Asyraf tercakup dalam makna ayat. Namun, ini tidak berarti bahwa ayat itu hanya mencakup mereka. Jika ayat tersebut menggunakan lafazh umum, kita tidak boleh menyempitkannya pada makna khusus kecuali jika ada dalil atau qarinah (petunjuk) yang mendukung.‎

Jika kita bersikeras bahwa yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah satu atau dua orang Yahudi tersebut, maka itu justru bertentangan dengan lafazh “katsir” (banyak) yang digunakan pada ayat di atas. ath-Thabariy rahimahullah telah menjelaskan dalam kitab tafsirnya kemungkinan lain dari makna “katsir” ini, di mana beliau kemudian menegaskan bahwa makna yang benar untuk kata tersebut adalah “banyak secara jumlah”‎

Dari ayat ini kita ketahui para ulama memaknai bahwa secara umum kaum Yahudi dan Nasrani berusaha mengajak kaum Muslimin kepada kekafiran, bukan hanya dilakukan oleh sebagian oknum di antara mereka.

Keumuman lafazh menunjukkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum

Dalil lain yang juga bisa membantu kita memahami masalah ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَـٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا * أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّـهُ ۖ وَمَن يَلْعَنِ اللَّـهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا * أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَّا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا * أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِ ۖ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُم مُّلْكًا عَظِيمًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari alkitab? Mereka beriman kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dilaknat oleh Allah. Barangsiapa yang dilaknat oleh Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan menemukan penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. Ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? Sungguh Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar.” (QS. an-Nisa’: 51-54)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa karena dengkinya kepada kaum muslimin, kaum ahli kitab sampai mengatakan bahwa orang-orang kafir, yang di antara mereka adalah para penyembah berhala, lebih benar jalannya daripada kaum Muslimin.

Ath-Thabariy rahimahullah menyebutkan perbedaan pendapat tentang makna kata “an-naas” (manusia) pada potongan ayat, “ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia”. Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya yang membuat mereka dengki hanyalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Arab, dan ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Quraisy. Namun, ath-Thabariy rahimahullah menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang tercermin pada perkataan beliau,

وأولى الأقوال في ذلك بالصواب أن يقال: إنّ الله عاتب اليهودَ الذين وصف صفتهم في هذه الآيات، فقال لهم في قيلهم للمشركين من عبدة الأوثان إنهم أهدى من محمد وأصحابه سبيلا على علم منهم بأنهم في قيلهم ما قالوا من ذلك كذَبة: أتحسدون محمدًا وأصحابه على ما آتاهم الله من فضله. وإنما قلنا ذلك أولى بالصواب، لأن ما قبل قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، مضى بذّم القائلين من اليهود للذين كفروا: (هؤلاء أهدىَ من الذين آمنوا سبيلا)، فإلحاق قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، بذمهم على ذلك، وتقريظ الذين آمنوا الذين قيل فيهم ما قيل، أشبهُ وأولى، ما لم تأت دلالة على انصراف معناه عن معنى ذلك.

“Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa Allah mencela kaum Yahudi yang sifat mereka dijelaskan pada ayat ini. Maka Allah berkata kepada mereka tentang perkataan mereka kepada kaum musyrikin dari kalangan para penyembah berhala yaitu bahwa mereka lebih benar jalannya daripada Nabi Muhammad dan para sahabatnya padahal mereka (kaum Yahudi) tahu bahwa ada kedustaan dalam perkataan mereka tersebut: (Maka Allah berkata kepada kaum Yahudi tersebut) Apakah kalian dengki kepada Muhammad dan para sahabatnya karena karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? (Kemudian ath-Thabariy rahimahullah melanjutkan) Kami berpendapat bahwa perkataan inilah yang paling mendekati kebenaran karena sebelum ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ adalah celaan Allah kepada kaum Yahudi yang berkata kepada orang-orang kafir dengan perkataan, ‘Mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.’ Maka memaknai ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ dengan celaan kaum Yahudi kepada kaum mukminin, dan memaknai ayat ini dengan pujian kepada kaum mukminin yang telah dicela oleh kaum Yahudi tersebut, adalah pendapat yang lebih utama, selama tidak ada dalil yang memalingkan makna ayat ini dari makna tersebut.”‎

Maka, lihatlah bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak memaknai kata “an-naas” (manusia) tersebut dengan makna zhahirnya yang umum, yaitu seluruh manusia, karena ada qarinah(petunjuk) yang menunjukkan bahwa maknanya hanya mencakup kaum mukminin. Lihatlah juga bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak lebih menyempitkan lagi kata “an-naas” ini dari makna “kaum mukminin” karena tidak ada dalil yang dapat memalingkan maknanya ke makna yang lebih sempit.

Sampai di sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ahli kitab itu dengki kepada kaum mukminin disebabkan karena keutamaan dan karunia yang Allah berikan kepada mereka, berupa risalah dan din. Kesimpulan ini kita dapat dari analisis terhadap dua kelompok ayat, yaitu ayat 109 surat al-Baqarah dan ayat 51-54 surat an-Nisa’. Masih banyak ayat-ayat lain yang menegaskan kesimpulan ini, di mana akan kami bawakan secara ringkas agar pembahasan kita tidak terlalu panjang. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut,

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَـٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَـٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) jika mereka sanggup. Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 217).

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّـهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّـهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ * هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Akan tetapi Allah justru menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus RasulNya dengan membawa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, agar Dia memenangkannya di atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya.”(QS. Ash-Shaff: 8-9).

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً

“Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka kafir, sehingga kalian menjadi sama (dengan mereka)” (QS. an-Nisa’: 89).‎

Dari seluruh dalil-dalil yang tegas dan gamblang ini, dapat kita simpulkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum, dan mereka (kaum kafir) ingin dan terus berusaha untuk menjerumuskan kaum muslimin kepada kekafiran.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...