Rabu, 20 Oktober 2021

Sebesar Apapun Dosa Manusia Akan Diampuni, Kecuali Musyrik


Dalam kehidupan ini manusia sering lalai pada ketentuan qudrat dan sering berbuat nekat jika mengalami kesulitan dalam kehidupan dengan menghalalkan segala cara demi terpenuhi segala yang ingin dicapai nya. 

Sebagai umat Islam Kita telah diperintahkan untuk menjadi kan Al-Qur;an sebagai Imam dalam kehidupan sehari hari. Di sini kami akan mencoba menjelaskan perintah dan peringatan dari Alloh Di Surat An-Nisa Ayat 47-48 untuk kita kaji bersama guna meningkatkan keimanan kita dan bisa memahami tentang kehidupan bersama.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ آمِنُوا بِما نَزَّلْنا مُصَدِّقاً لِما مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهاً فَنَرُدَّها عَلى أَدْبارِها أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَما لَعَنَّا أَصْحابَ السَّبْتِ وَكانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولاً (47) إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرى إِثْماً عَظِيماً (48)

Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa Ayat 47-48)

Allah Swt. memerintahkan kepada Ahli Kitab agar mereka beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw., berupa Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an terkandung berita yang membenarkan berita-berita yang ada pada kitab mereka menyangkut berita-berita gembira, dan mengandung ancaman bagi mereka jika mereka tidak mau beriman kepadanya. 
Ancaman ini disebutkan melalui firman-Nya: 

{مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا}

sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47)

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya:  sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47); At-tamsartinya membalikkan, yakni memutarkannya ke arah belakang dan pandangan mereka pun menjadi ada di belakang mereka. Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna firman-Nya:sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) ialah Kami tidak akan membiarkan bagi wajah mereka adanya pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Tetapi sekalipun demikian, Kami tetap memutarkannya ke arah belakang.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yang dimaksud dengan mengubahnya ialah membutakan matanya. lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47)

Allah Swt. berfirman, "Kami jadikan muka mereka berada di tengkuknya, hingga mereka berjalan mundur, dan kami jadikan pada seseorang dari mereka dua buah mata pada tengkuknya.

Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Atiyyah Al-Aufi. Hal ini merupakan siksaan yang paling berat dan pembalasan yang paling pedih. Apa yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya ini merupakan perumpamaan tentang keadaan mereka yang berpaling dari perkara yang hak dan kembali kepada perkara yang batil. Mereka menolak hujah yang terang dan menempuh jalan kesesatan dengan langkah yang cepat seraya berjalan mundur ke arah belakang mereka.

Ungkapan ini menurut sebagian ulama sama maknanya dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

إِنَّا جَعَلْنا فِي أَعْناقِهِمْ أَغْلالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ وَجَعَلْنا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا

Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan kami adakan di hadapan mereka dinding. (Yasin: 8-9), hingga akhir ayat.

Dengan kata lain, hal ini merupakan perumpamaan buruk yang dibuatkan oleh Allah tentang mereka dalam hal kesesatan dan penolakan mereka terhadap petunjuk.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yakni sebelum Kami palingkan mereka dari jalan kebenaran. Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maksudnya, mengembalikan mereka ke jalan kesesatan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Yaitu kami cegah mereka dari jalan kebenaran dan Kami kembalikan mereka kepada kekufuran, Kami kutuk mereka sebagai kera-kera (orang-orang yang bersifat seperti kera).

Menurut Abu Zaid, Allah mengembalikan mereka ke negeri Syam dari tanah Hijaz. Menurut suatu riwayat, Ka'b Al-Ahbar masuk Islam ketika mendengar ayat ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Isa ibnul Mugirah yang menceritakan, "Kami pernah membincangkan perihal Ka'b masuk Islam di dekat Maqam Ibrahim." Isa ibnul Mugirah mengatakan bahwa Ka'b masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pada mulanya ia berangkat menuju ke Baitul Maqdis, lalu ia lewat di Madinah, maka Khalifah Umar keluar menemuinya dan berkata kepadanya, "Hai Ka'b, masuk Islamlah kamu." Maka Ka'b menjawab, "Bukankah kalian yang mengatakan dalam kitab kalian hal berikut (yakni firman-Nya): 'Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.' (Al-Jumu'ah: 5) dan sekarang aku membawa kitab Taurat itu. Maka Umar membiarkannya." Kemudian Ka'b meneruskan perjalanannya. Ketika sampai di Himsa, ia mendengar seorang lelaki dari kalangan ulamanya sedang dalam keadaan sedih seraya membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) hingga akhir ayat. Setelah itu Ka'b berkata, "Ya Tuhanku, sekarang aku masuk Islam." Ia bersikap demikian karena takut akan terancam oleh ayat ini, lalu ia kembali dan pulang ke rumah keluarganya di Yaman, kemudian ia datang membawa mereka semua dalam keadaan masuk Islam.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan lafaz yang lain melalui jalur yang lain. 
Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Yunus ibnu Hulais, dari Abu Idris (yaitu Aizullah Al-Khaulani) yang menceritakan bahwa Abu Muslim Al-Jalili dan rombongannya, antara lain terdapat Ka'b; dan Ka'b selalu mencelanya karena ia bersikap terlambat, tidak mau tunduk kepada Rasulullah Saw. Pada suatu hari Abu Muslim mengirimkan Ka'b untuk melihat apakah Rasulullah Saw. itu benar seperti yang disebutkan olehnya (Ka'b). Ka'b mengatakan bahwa lalu ia segera memacu kendaraannya menuju Madinah. Setelah sampai di Madinah, tiba-tiba ia menjumpai seorang qari' sedang membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maka ia segera mengambil air dan langsung mandi. Ka'b menceritakan, "Sesungguhnya aku benar-benar menutupi mukaku karena takut akan dikutuk, kemudian aku masuk Islam." 

Firman Allah Swt.:

أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَما لَعَنَّا أَصْحابَ السَّبْتِ

atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. (An-Nisa: 47)

Yakni orang-orang yang melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu dengan memakai tipu muslihat. Mereka dikutuk oleh Allah menjadi kera-kera dan babi-babi. Dalam surat Al-A'raf kisah mengenai mereka akan disebutkan dengan pembahasan yang terinci. 

Firman Allah Swt.:
وَكانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (An-Nisa: 47)
Apabila Allah memerintahkan sesuatu, maka Dia tidak dapat ditentang dan tidak dapat dicegah.
Kemudian Allah Swt. memberitakan bahwa: 

{لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ}

Dia tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan Dia
yakni Dia tidak akan memberikan ampunan kepada seorang hamba yang menghadap kepada-Nya dalam keadaan mempersekutukan Dia.


{وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ}

dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48) 
Yang dimaksud dengan ma dalam ayat ini ialah segala macam dosa.


{لِمَنْ يَشَاءُ}

bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) 
dari kalangan hamba-hamba-Nya.

Sehubungan dengan makna ayat ini banyak hadis yang berhubungan dengannya dalam keterangan-keterangannya. Maka berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah didapat, yaitu:

Hadis pertama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الْجَوْنِيُّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ بَابَنُوسَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الدَّوَاوِينُ عِنْدَ اللَّهِ ثَلَاثَةٌ؛ دِيوَانٌ لَا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا، وَدِيوَانٌ لَا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا، وَدِيوَانٌ لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ. فَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، فَالشِّرْكُ بِاللَّهِ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ} [الْمَائِدَةِ:72] وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا، فَظُلْمُ الْعَبْدِ نَفْسَهُ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ، مِنْ صَوْمِ يَوْمٍ تَرْكَهُ، أَوْ صَلَاةٍ تَرْكَهَا؛ فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ ذَلِكَ وَيَتَجَاوَزُ إِنْ شَاءَ. وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا، فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا؛ الْقَصَاصُ لَا مَحَالَةَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Jauni, dari Yazid ibnu Abu Musa, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kitab-kitab catatan amal perbuatan di sisi Allah ada tiga macam, yaitu: Kitab catatan yang tidak diindahkan oleh Allah adanya barang sedikit pun, kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, dan kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah. Adapun kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan mempersekutukan Allah. Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Diamengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48), hingga akhir ayat. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga. (Al-Maidah: 72) Adapun mengenai kitab Catatan yang tidak diindahkan oleh Allah barang sedikit pun, berkaitan dengan perbuatan aniaya seorang hamba kepada dirinya sendiri menyangkut dosa antara dia dengan Allah, seperti tidak berpuasa sehari atau meninggalkan suatu salat; maka sesungguhnya Allah mengampuni hal tersebut dan memaafkannya jika Dia menghendaki. Adapun mengenai kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, maka menyangkut perbuatan aniaya sebagian para hamba terhadap sebagian yang lain, hukumannya ialah qisas sebagai suatu kepastian.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).

Hadis kedua.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَالِكٍ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ بْنُ أبي الرقاد، عن زياد النمري، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الظُّلْمُ ثَلَاثَةٌ، فَظُلْمٌ لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَظُلْمٌ يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَظُلْمٌ لَا يَتْرُكُهُ اللَّهُ: فَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ فَالشِّرْكُ، وَقَالَ {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} [لُقْمَانَ:13] وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي يَغْفِرُهُ اللَّهُ فَظُلْمُ الْعِبَادِ لِأَنْفُسِهِمْ فِيمَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَبِّهِمْ، وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لَا يَتْرُكُهُ فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا، حَتَّى يَدِينَ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ"

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Malik, telah menceritakan kepada kami Zaidah ibnu Abuz Zanad An-Namiri, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:  Perbuatan aniaya (dosa) itu ada tiga macam, yaitu perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah, perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah, dan perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah barang sedikit pun darinya. Adapun perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan syirik (mempersekutukan Allah). Allah telah berfirman, "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Luqman: 13). Adapun perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah ialah perbuatan aniaya para hamba terhadap dirinya masing-masing menyangkut dosa antara mereka dengan Tuhan mereka. Dan adapun mengenai perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan oleh Allah ialah perbuatan aniaya sebagian para hamba atas sebagian yang lain, hingga Allah memperkenankan sebagian dari mereka untuk menuntut balas kepada sebagian yang lain (yang berbuat aniaya).

Hadis ketiga. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أن يغفره، إلا الرجل يموت كافرا، أو الرَّجُلَ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".

Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang menceritakan bahwa ia telah mendengar Mu'awiyah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Semua dosa mudah-mudahan diampuni oleh Allah kecuali dosa seseorang yang mati dalam keadaan kafir atau seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.

Imam Nasai meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu Musanna, dari Safwan ibnu Isa dengan lafaz yang sama.

Hadis keempat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا شَهْرٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ غَنْمٍ أَنَّ أَبَا ذَرٍّ حَدَّثَهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: يَا عَبْدِي، مَا عَبَدْتَنِي وَرَجَوْتَنِي فَإِنِّي غَافِرٌ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ، يَا عَبْدِي، إِنَّكَ إِنْ لَقِيتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي، لَقِيتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Tamim, bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:Sesungguhnya Allah berfirman, "Hai hamba-Ku, selagi kamu menyembah-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku mengampuni kamu atas semua dosa yang telah kamu lakukan. Hai hamba-Ku, sesungguhnya jika kamu menghadap kepada-Ku dengan dosa-dosa yang sepenuh bumi, kemudian kamu bersua dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan diri-Ku dengan sesuatu pun. niscaya Aku membalasmu dengan ampunan sepenuh bumi."

Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi sanad ini.

Hadis kelima.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ أَنَّ يَحْيَى بْنَ يَعْمَرَ حَدَّثَهُ، أَنَّ أَبَا الْأَسْوَدِ الدِّيلِيَّ حَدَّثَهُ، أَنَّ أَبَا ذَرٍّ حَدَّثَهُ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ" قُلْتُ: وَإِنَّ زَنَى وإن سرق؟ قال: "وإن زنى وإن سرق" قلت: وإن زنى وإن سرق؟ قال: "وإن زَنَى وَإِنْ سَرَقَ". ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ فِي الرَّابِعَةِ: "عَلَى رَغْمِ أَنْفِ أَبِي ذَرٍّ"! قَالَ: فَخَرَجَ أَبُو ذَرٍّ وَهُوَ يَجُرُّ إِزَارَهُ وَهُوَ يَقُولُ: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ". وَكَانَ أَبُو ذَرٍّ يُحَدِّثُ بِهَذَا بَعْدُ وَيَقُولُ: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada Kami Husain Ibnu Buraidah; Yahya ibnu Ya'mur pernah menceritakan kepadanya bahwa Abul Aswad Ad-Dai’li pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang hamba mengucapkan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah", kemudian ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, niscaya ia masuk surga. Aku (Abu Zar) bertanya, "Sekalipun dia telah berbuat zina dan mencuri?" Nabi Saw. menjawab, "Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun dia mencuri." Abu Zar bertanya lagi, "Sekalipun dia telah berzina dan mencuri?" Nabi Saw. menjawab, "Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun mencuri," sebanyak tiga kali, dan pada yang keempat kalinya beliau Saw. bersabda, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos." Abul Aswad Ad-Daili melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Abu Zar keluar seraya menyingsingkan kainnya (karena ketakutan) sambil bergumam, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos." Dan tersebutlah bahwa setelah itu jika Abu Zar menceritakan hadis ini selalu mengatakan di akhirnya, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos."

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Husain dengan lafaz yang sama.

Jalur lain mengenai hadis Abu Zar.

قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: "كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرَّةِ الْمَدِينَةِ عِشَاءً، وَنَحْنُ نَنْظُرُ إِلَى أُحُدٍ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ". فَقُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، [قَالَ] مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي أُحُدًا ذَاكَ عِنْدِي ذَهَبًا أُمْسِي ثَالِثَةً وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ، إِلَّا دِينَارًا أَرْصُدُهُ -يَعْنِي لِدَيْنٍ-إِلَّا أَنْ أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللَّهِ هَكَذَا". وَحَثَا عَنْ يَمِينِهِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَعَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: ثُمَّ مَشَيْنَا فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمُ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا". فَحَثَا عَنْ يَمِينِهِ وَمِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَعَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: ثُمَّ مَشَيْنَا فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، كَمَا أَنْتَ حَتَّى آتِيَكَ". قَالَ: فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي. قَالَ: فَسَمِعْتُ لَغَطًا فَقُلْتُ: لَعَلَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَ لَهُ. قَالَ فَهَمَمْتُ أَنْ أَتَّبِعَهُ، ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَهُ: "لَا تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ" فَانْتَظَرْتُهُ حَتَّى جَاءَ، فَذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي سَمِعْتُ، فَقَالَ: "ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَانِي فَقَالَ: مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دخل الجنة". قلت: وإن زنى وإن سرق؟ قَالَ: "وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ketika ia sedang berjalan bersama Nabi Saw. di tanah lapang Madinah pada suatu petang hari, seraya memandang ke arah Bukit Uhud, maka Nabi Saw. bersabda, "Hai Abu Zar!" Aku (Abu Zar) menjawab, "Labaika, ya Rasulullah." Nabi Saw. bersabda, "Aku tidak suka sekiranya Bukit Uhud itu menjadi emas milikku, lalu berlalu masa tiga hari, sedangkan pada diriku masih tersisa dari dinar darinya —melainkan satu dinar yang kusimpan, yakni untuk membayar utangnya— kecuali aku menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini." Rasulullah Saw. mengatakan demikian seraya meraupkan kedua tangannya dari arah kanan, dari arah kiri, dan dari arah depannya (memperagakan pengambilan untuk sedekahnya). Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai Abu Zar, sesungguhnya orang-orang yang memiliki harta yang banyak kelak adalah orang-orang yang paling sedikit memiliki pahala di hari kiamat, kecuali orang-orang yang bersedekah seperti ini dan seperti ini.' Rasulullah Saw. mengatakan demikian seraya memperagakannya dengan meraupkan kedua tangan dari arah kanan, arah kiri, dan bagian depannya." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Lalu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai Abu Zar, tetaplah kamu di tempatmu sekarang hingga aku datang kepadamu'." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Nabi Saw. pergi hingga tidak kelihatan olehku. Lalu aku mendengar suara gemuruh, dan aku berkata (kepada diriku sendiri), 'Barangkali Rasulullah Saw. mengalami suatu gangguan.' Ketika aku hendak mengikutinya, aku teringat kepada pesan beliau yang mengatakan, 'Jangan kamu tinggalkan tempatmu ini hingga aku datang kepadamu.' Maka terpaksa aku diam menunggu hingga beliau Saw. datang. Lalu aku ceritakan kepadanya suara gemuruh yang tadi aku dengar. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah Jibril, datang menemuiku, lalu berkata, 'Barang siapa dari kalangan umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya dia masuk surga.' Aku (Abu Zar) bertanya, 'Sekalipun dia telah berbuat zina dan sekalipun ia telah mencuri?' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sekalipun dia berzina dan sekalipun dia mencuri'."

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Qutaibah, dari Jarir, dari Abdul Hamid, dari Abdul Aziz ibnu Raff, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan: 

خَرَجْتُ لَيْلَةً مِنَ اللَّيَالِي، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي وَحْدَهُ، لَيْسَ مَعَهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَكْرَهُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَهُ أَحَدٌ. قَالَ: فَجَعَلْتُ أَمْشِي فِي ظِلِّ الْقَمَرِ، فَالْتَفَتَ فَرَآنِي، فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ " فَقُلْتُ: أَبُو ذَرٍّ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَالَ". قَالَ: فَمَشَيْتُ مَعَهُ سَاعَةً فَقَالَ: "إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ أَعْطَاهُ الله خيرا فنفخ فِيهِ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَائَهُ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا". قَالَ: فَمَشَيْتُ مَعَهُ سَاعَةً فَقَالَ لِي: "اجْلِسْ هَاهُنَا"، قَالَ: فَأَجْلَسَنِي فِي قَاعٍ حَوْلَهُ حِجَارَةٌ، فَقَالَ لِي: "اجْلِسْ هَاهُنَا حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكَ". قَالَ: فَانْطَلَقَ فِي الْحَرَّةِ حَتَّى لَا أَرَاهُ، فَلَبِثَ عَنِّي فَأَطَالَ اللُّبْثَ، ثُمَّ إِنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ مُقْبِلٌ، وَهُوَ يَقُولُ: "وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى". قَالَ: فَلَمَّا جَاءَ لَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، جعلني الله فداءك، من تكلم فِي جَانِبِ الْحَرَّةِ؟ مَا سَمِعْتُ أَحَدًا يَرْجِعُ إِلَيْكَ شَيْئًا. قَالَ: "ذَاكَ جِبْرِيلُ، عَرَضَ لِي مِنْ جَانِبِ الْحَرَّةِ فَقَالَ: بَشِّرْ أُمَّتَكَ أَنَّهُ من مات لا يشرك بالله شيئا دخل الْجَنَّةَ. قُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ، وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ شَرِبَ الْخَمْرَ"

Bahwa di suatu malam ia pernah keluar. Tiba-tiba ia bersua dengan Rasulullah Saw. yang sedang berjalan sendirian tanpa ditemani oleh seorang pun. Abu Zar mengatakan bahwa ia menduga Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan tidak suka berjalan dengan seorang teman pun. Maka aku (Abu Zar) berjalan dari kejauhan di bawah terang sinar rembulan. Tetapi Nabi Saw. menoleh ke belakang dan melihatku. Maka beliau bertanya, "Siapakah kamu?" Aku menjawab, "Abu Zar, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, kemarilah!" Lalu aku berjalan bersama beliau selama sesaat, dan beliau bersabda:Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak hartanya adalah orang-orang yang mempunyai sedikit pahala kelak di hari kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan (harta) oleh Allah, lalu ia menyebarkannya (menyedekahkannya) ke arah kanan, ke arah kiri, ke arah depan, dan ke arah belakangnya, serta harta itu ia gunakan untuk kebaikan. Aku berjalan lagi bersamanya selama sesaat, lalu ia bersabda kepadaku, "Duduklah di sini." Beliau Saw. menyuruhku duduk di suatu legokan yang dikelilingi oleh bebatuan. Kemudian beliau bersabda, "Duduklah di sini hingga aku kembali kepadamu!" Rasulullah Saw. pergi ke arahharrah (padang pasir) hingga aku tidak melihatnya lagi. Beliau cukup lama pergi meninggalkan aku. Beberapa lama kemudian aku mendengar suara langkah-langkah beliau datang seraya mengatakan, "Sekalipun dia telah berzina dan sekalipun dia telah mencuri." Ketika beliau datang, aku tidak sabar lagi untuk mengajukan pertanyaan. Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikan diriku ini sebagai tebusanmu, siapakah orang yang berbicara denganmu di dekat harrah tadi? Karena sesungguhnya aku mendengar suara seseorang yang melakukan tanya jawab denganmu." Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah Jibril yang menampakkan dirinya kepadaku di sebelah padang itu, lalu dia berkata, "Sampaikanlah berita gembira ini kepada umatmu, bahwa barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya ia masuk surga." Aku bertanya, "Wahai Jibril, sekalipun dia telah mencuri dan telah berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Sekalipun dia telah mencuri dan berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya." Aku bertanya lagi, "Dan sekalipun ia telah mencuri dan berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya, sekalipun ia telah minum khamr."

Hadis keenam. 

قال عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ فِي مُسْنَدِهِ: أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْمُوَجِبَتَانِ ؟ قَالَ: "مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ".

Abdu ibnu Humaid menceritakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, dari Ibnu Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan dua perkara yang memastikan itu?" Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, pastilah ia masuk surga. Dan barang siapa yang mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, pastilah ia masuk neraka.

Abdu ibnu Humaid mengetengahkan hadis ini secara munfarid, bila ditinjau dari sanad ini, lalu ia mengetengahkan hadis ini hingga selesai.

Jalur lain. 

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرِو بْنِ خَلَادٍ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، الرَّبَذِيُّ، أَخْبَرَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ نَفْسٍ تَمُوتُ، لَا تُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا حَلَّتْ لَهَا الْمَغْفِرَةُ، إِنْ شَاءَ اللَّهُ عَذَّبَهَا، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهَا: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr ibnu Khallad Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Ismail Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ubaidah At-Turmuzi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ubaidah, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, melainkan magfirah (ampunan) dapat mengenainya; jika Allah menghendaki, mengazabnya; dan jika Dia menghendaki, niscaya mengampuninya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Al-Hafiz Abu Ya'la meriwayatkannya di dalam kitab musnad melalui hadis Musa ibnu Ubaidah, dari saudaranya (yaitu Abdullah ibnu Ubaidah), dari Jabir. bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

"لَا تَزَالُ الْمَغْفِرَةُ عَلَى الْعَبْدِ مَا لَمْ يَقَعِ الْحِجَابُ". قِيلَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، وَمَا الْحِجَابُ؟ قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ". قَالَ: "مَا مِنْ نَفْسٍ تَلْقَى اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا إِلَّا حَلَّتْ لَهَا الْمَغْفِرَةُ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى، إِنْ يَشَأْ أَنْ يُعَذِّبَهَا، وَإِنْ يَشَأْ أَنْ يَغْفِرَ لَهَا غَفَرَ لَهَا". ثُمَّ قَرَأَ نَبِيُّ اللَّهِ: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Magfirah (ampunan Allah) terus-menerus mengenai seorang hamba selagi dia tidak melakukan hijab (dosa yang menghalangi ampunan). Seseorang ada yang bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan hijab itu, wahai Nabi Allah?" Nabi Saw. menjawab, "Mempersekutukan Allah." Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seseorang menghadap kepada Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun, melainkan ia akan memperoleh ampunan dari Allah Swt. Jika Dia menghendaki untuk mengazabnya (Dia akan mengazabnya), dan jika Dia menghendaki untuk mengampuninya (Dia akan mengampuninya). Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. ( An-Nisa: 48)

Hadis ketujuh. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ لا يشرك بالله شيئا دخل الْجَنَّةَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.

Ditinjau dari segi sanad ini Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (menyendiri).

Hadis kedelapan. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو قُبَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَاشِرٍ مِنْ بَنِي سريع قال: سمعت أبا رهم قاصن أَهْلِ الشَّامِ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ لَهُمْ: "إن ربكم، عز وجل، خيرني بَيْنَ سَبْعِينَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَفْوًا بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَبَيْنَ الْخَبِيئَةِ عِنْدَهُ لِأُمَّتِي". فَقَالَ لَهُ بعض أصحابه: يا رسول الله، أيخبأ ذَلِكَ رَبُّكَ؟ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ خَرَجَ وَهُوَ يُكَبِّرُ، فَقَالَ: "إِنَّ رَبِّي زَادَنِي مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعِينَ أَلْفًا وَالْخَبِيئَةُ عِنْدَهُ" قَالَ أَبُو رُهْمٍ: يَا أَبَا أَيُّوبَ، وَمَا تَظُنُّ خَبِيئَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَكَلَهُ النَّاسُ بِأَفْوَاهِهِمْ فَقَالُوا: وَمَا أَنْتَ وَخَبِيئَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟! فَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ: دَعُوا الرَّجُلَ عَنْكُمْ، أُخْبِرْكُمْ عَنْ خَبِيئَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَظُنُّ، بَلْ كَالْمُسْتَيْقِنِ. إِنَّ خَبِيئَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقُولَ: مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ مُصَدِّقًا لِسَانَهُ قَلْبُهُ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ"

Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Abdullah ibnu Nasyir, dari Bani Sari’ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Rahm —seorang ulama Syam— mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ayub Al-Ansari menceritakan hadis berikut: Di suatu hari Rasulullah Saw. keluar menjumpai mereka (para sahabat). Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya Tuhan kalian Yang Mahaagung lagi Mahatinggi telah menyuruhku memilih antara tujuh puluh ribu orang masuk surga dengan cuma-cuma tanpa hisab dan simpanan yang ada di sisi-Nya bagi umatku." Salah seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu menyimpan hal tersebut?" Rasulullah Saw. (tidak menjawab), lalu masuk (ke dalam rumah), kemudian ke luar lagi seraya bertakbir dan bersabda, "Sesungguhnya Tuhanku memberikan tambahan kepadaku pada setiap seribu orang (dari mereka yang tujuh puluh ribu itu) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang lagi, dan (menyuruhku memilih antara itu dengan) simpanan di sisi-Nya." Abu Rahm (perawi) bertanya, "Wahai Abu Ayyub, apakah yang dimaksud dengan simpanan buat Rasulullah itu menurut dugaanmu? Agar tidak menjadi bahan pertanyaan orang-orang yang nantinya mereka mengatakan, 'Apakah urusanmu dengan simpanan Rasulullah Saw.?'." Akhirnya Abu Ayyub mengatakan, "Biarkanlah lelaki ini, jangan kalian hiraukan. Aku akan menceritakan kepada kalian tentang simpanan Rasulullah Saw. itu menurut dugaanku —bahkan dia mengatakan demikian seakan-akan merasa yakin—. Sesungguhnya simpanan Rasulullah Saw. itu adalah sabda beliau yang mengatakan: 'Barang siapa yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dengan lisannya yang dibenarkan oleh kalbunya, niscaya ia masuk surga'."

Hadis kesembilan. 

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْمُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ (ح) وَأَخْبَرَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ الْحَرَّانِيُّ -فِيمَا كَتَبَ إِلَيَّ-قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ نَفْسُهُ، عَنْ وَاصِلِ بْنِ السَّائِبِ الرُّقَاشِيِّ، عَنْ أَبِي سَوْرَةَ ابْنِ أَخِي أَبِي أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم فقال: إن لي ابْنَ أَخٍ لَا يَنْتَهِي عَنِ الْحَرَامِ. قَالَ: "وَمَا دِينُهُ؟ " قَالَ: يُصَلِّي وَيُوَحِّدُ اللَّهَ تَعَالَى. قَالَ "اسْتَوْهِبْ مِنْهُ دِينَهُ، فَإِنْ أَبَى فَابْتَعْهُ مِنْهُ". فَطَلَبَ الرَّجُلُ ذَاكَ مِنْهُ فَأَبَى عَلَيْهِ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ: وَجَدْتُهُ شَحِيحًا فِي دِينِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnul Fadl Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus. Juga telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani melalui suratnya yang ditujukan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus sendiri, dari Wasil ibnus Saib Ar-Raqqasyi, dari Abu Surah (keponakan Abu Ayyub Al-Ansari), dari Abu Ayyub yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi Saw., lalu bertanya, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang keponakan yang tidak pernah berhenti dari melakukan perbuatan yang diharamkan." Nabi Saw. bertanya, "Apakah agama yang dipeluknya?" Ia menjawab, "Dia salat dan mengesakan Allah Swt." Rasulullah Saw. bersabda, "Agamanya kamu minta saja. Apabila ia tidak mau memberikan, maka belilah darinya."Lelaki itu berangkat dan meminta hal tersebut kepada keponakannya, tetapi si keponakan tetap menolaknya (tidak mau memberi, tidak mau pula menjualnya). Maka lelaki itu datang menghadap Nabi Saw. dan menceritakan hal tersebut seraya berkata, "Aku menjumpainya sangat teguh dengan agamanya." Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48)

Hadis kesepuluh. 

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الضَّحَّاكِ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مَسْتُورٌ أَبُو هَمَّامٍ الْهُنَائِيُّ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تَرَكْتُ حَاجَةً وَلَا ذَا حَاجَةٍ إِلَّا قَدْ أَتَيْتُ. قَالَ: "أَلَيْسَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ؟ " ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِنَّ ذَلِكَ يَأْتِي عَلَى ذَلِكَ كُلِّهِ"

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Hammam Al-Hanai, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, aku tidak pernah membiarkan suatu keperluan pun dan tidak pula seorang pun yang perlu ditolong melainkan aku memberinya." Rasulullah Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah?" Hal ini dikatakannya sebanyak tiga kali. Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Maka sesungguhnya kesaksianmu itulah yang membuat semuanya diterima."

Hadis kesebelas. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ، عَنْ ضَمْضَمِ بْنِ جَوْسٍ الْيَمَامِيِّ قَالَ: قَالَ لِي أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا يَمَامِيُّ لَا تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ. أَوْ لَايُدْخِلُكَ الْجَنَّةَ أَبَدًا. قُلْتُ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ إِنَّ هَذِهِ كَلِمَةٌ يَقُولُهَا أَحَدُنَا لِأَخِيهِ وَصَاحِبِهِ إِذَا غَضِبَ قَالَ: لَا تَقُلْهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كَانَ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ رَجُلَانِ كَانَ أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدًا فِي الْعِبَادَةِ، وَكَانَ الْآخَرُ مُسْرِفًا عَلَى نَفْسِهِ، وَكَانَا مُتَآخِيَيْنِ وَكَانَ الْمُجْتَهِدُ لَا يَزَالُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى ذَنْبٍ، فَيَقُولُ: يَا هَذَا أَقْصِرْ. فَيَقُولُ: خَلِّنِي وَرَبِّي! أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ قَالَ: إِلَى أَنْ رَآهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ اسْتَعْظَمَهُ، فَقَالَ لَهُ: وَيْحَكَ! أَقْصِرْ! قَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي! أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ فَقَالَ: والله لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ -أَوْ لَا يُدْخِلُكَ الْجَنَّةَ أَبَدًا-قَالَ: فَبَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِمَا مَلَكًا فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا وَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي. وَقَالَ لِلْآخَرِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا؟ أَكُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ. قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسُ أبي القاسم بيده لتكلم بكلمة أو بقت دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Damdam ibnu Jausy Al-Yamami yang mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah berkata kepadanya, "Hai Yamami, jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap seseorang, 'Semoga Allah tidak mengampunimu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke dalam surga'." Aku (Yamami) berkata, "Hai Abu Hurairah, sesungguhnya kalimat tersebut biasa dikatakan oleh seseorang terhadap saudaranya dan temannya jika ia dalam keadaan marah." Abu Hurairah berkata, "Jangan kamu katakan hal itu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda," yaitu: Dahulu di kalangan umat Bani Israil terdapat dua orang lelaki; salah seorangnya rajin beribadah, sedangkan yang lainnya zalim terhadap dirinya sendiri (tukang maksiat); keduanya sudah seperti saudara. Orang yang rajin ibadah selalu melihat saudaranya berbuat dosa dan mengatakan kepadanya, "Hai kamu, hentikanlah perbuatanmu." Tetapi saudaranya itu menjawab, "Biarkanlah aku dan Tuhanku, apakah kamu ditugaskan untuk terus mengawasiku?" Hingga pada suatu hari yang rajin beribadah melihat saudaranya tukang maksiat itu melakukan suatu perbuatan dosa yang menurut penilaiannya sangat besar. Maka ia berkata kepadanya, "Hai kamu, hentikanlah perbuatanmu." Dan orang yang ditegurnya menjawab, "Biarkanlah aku, ini urusan Tuhanku, apakah engkau diutus sebagai pengawasku?" Maka yang rajin beribadah berkata, "Demi Allah, semoga Allah tidak memberikan ampunan kepadamu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke surga untuk selama-lamanya." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya: bahwa setelah itu Allah mengutus seorang malaikat untuk mencabut nyawa kedua orang tersebut, dan keduanya berkumpul di hadapan Allah. Maka Allah Swt. berfirman kepada orang yang berdosa, "Pergilah, dan masuklah ke dalam surga karena rahmat-Ku." Sedangkan kepada yang lainnya Allah Swt. berfirman, "Apakah kamu merasa alim, apakah kamu mampu meraih apa yang ada di tangan kekuasaan-Ku? Bawalah dia ke dalam neraka!" Nabi Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang jiwa Abul Qasim berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya orang tersebut (yang masuk neraka) benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya."

Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, bahwa Damdam ibnu Jausy menceritakan kepadanya dengan lafaz yang sama.

Hadis kedua belas. 

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شَيْخٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَجْلَانَ الْأَصْبَهَانِيِّ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ عَلِمَ أَنِّي ذُو قُدْرَةٍ عَلَى مَغْفِرَةِ الذُّنُوبِ غَفَرْتُ لَهُ وَلَا أُبَالِي، مَا لَمْ يُشْرِكْ بِي شَيْئًا" .

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abusy Syekh, dari Muhammad ibnul Hasan ibnu Ajlan Al-Asfahani, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Abban, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang mengetahui bahwa Aku mempunyai kekuasaan untuk mengampuni segala dosa, niscaya Aku memberikan ampunan baginya tanpa peduli selagi dia tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu.

Hadis ketiga belas. 

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ وَالْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى [الْمَوْصِلِيُّ] حَدَّثَنَا هُدْبَةُ -هُوَ ابن خالد-حدثنا سهل بْنُ أَبِي حَزْمٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ وَعَدَهُ اللَّهُ عَلَى عَمَلٍ ثَوَابًا فَهُوَ مُنْجِزُهُ لَهُ، وَمَنْ تَوَعَّدَهُ عَلَى عَمَلٍ عِقَابًا فَهُوَ فِيهِ بِالْخِيَارِ".

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar dan Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah (yaitu Ibnu Khalid), telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Abu Hazm, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang dijanjikan suatu pahala oleh Allah atas suatu amal perbuatan, maka Dia pasti menunaikan pahala itu baginya. Dan barang siapa yang diancam oleh Allah mendapat suatu siksaan karena suatu amal perbuatan, maka Dia sehubungan dengan hal ini bersikap memilih (antara memaafkan dan menghukum).
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahr ibnu Nasr Al-Khaulani, telah menceritakan kepada kami Khalid (yakni Ibnu Abdur Rahman Al-Khurrasani), telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Hammad, dari Salam ibnu Abu Muti', dari Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa kami sahabat Nabi Saw. tidak meragukan lagi terhadap pembunuh jiwa, pemakan harta anak yatim, menuduh berzina wanita yang memelihara kehormatannya, dan saksi palsu (bahwa mereka pasti masuk neraka), hingga turun ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) Maka sejak saat itu semua sahabat Nabi Saw. menahan diri dari kesaksian.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Al-Haisam ibnu Hammad dengan lafaz yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Saleh (yakni Al-Murri), telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Dahulu kami tidak meragukan lagi terhadap orang yang dipastikan oleh Allah masuk neraka di dalam Al-Qur'an, hingga turun kepada kami ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya" (An-Nisa: 48). Setelah kami mendengar ayat ini, maka kami menahan diri dari kesaksian dan mengembalikan segala urusan kepada Allah Swt."

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraib, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Dahulu kami tidak mau memohon ampun buat orang-orang yang berdosa besar, hingga kami mendengar Nabi kami membacakan firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya' (An-Nisa: 48).

Dan Nabi Saw. telah bersabda:

«أَخَّرْتُ شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

'Aku tangguhkan syafaatku buat orang-orang yang berdosa besar dari umatku kelak di hari kiamat'."

Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi', telah menceritakan kepadaku Muhabbar, dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan,yaitu firman-Nya: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat. Maka ada seorang lelaki berdiri dan bertanya, "Bagaimanakah dengan dosa mempersekutukan Allah, wahai Nabi Allah?" Rasulullah Saw. tidak suka dengan pertanyaan tersebut, lalu beliau Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui berbagai jalur dari Ibnu Ulnar.

Ayat yang ada dalam surat Az-Zumar tadi mengandung suatu syarat, yaitu tobat. Maka barang siapa yang bertobat dari dosa apapun, sekalipun ia melakukannya berulang-ulang, niscaya Allah menerima tobatnya. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: 

{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}

Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Az-Zumar: 53) 

Yakni dengan syarat tobat. Seandainya diartikan tidak demikian, niscaya termasuk pula ke dalam pengertian ayat ini dosa mempersekutukan Allah. Pengertian ini jelas tidak benar, mengingat Allah Swt. telah memastikan tiada ampunan bagi dosa syirik dalam ayat ini (An-Nisa: 48), dan Dia telah memastikan pula bahwa Dia mengampuni semua dosa selain dari dosa mempersekutukan Allah, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain, sekalipun pelakunya belum bertobat, hal ini memberikan pengertian bahwa ayat surat An-Nisa ini lebih besar harapannya daripada ayat surat Az-Zumar tadi, bila ditinjau dari segi ini.

Firman Allah Swt.:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرى إِثْماً عَظِيماً

Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48)
Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)

Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang menceritakan hadis berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ...” وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثَ.

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Nabi Saw. menjawab, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu.” hingga akhir hadis.

قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا إسحق بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا مَعْنٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُخْبِرُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ" ثُمَّ قَرَأَ: {وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا} وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ". ثُمَّ قَرَأَ: {أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ma’an, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku akan menceritakan kepada kalian tentang dosa besar yang paling berat, yaitu mempersekutukan Allah. Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya:Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48) ; dan menyakiti kedua orang tua. Lalu beliau membacakan firman-Nya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman: 14)

Kisah Kaum Kafir Yang Menghalangi Ibadah Di Masjidil Harom


BERIBADAH kepada Allāh swt. adalah kewajiban bagi setiap muslim. Di antara ibadah-ibadah kepada Allāh swt., shalat adalah ibadahyang paling vital.

Shalat adalah yang amat menentukan kualitas kerohanian seorang muslim. Sehingga Allāh swt. sangat memuliakan orang yang sedang melaksanakan shalat. Allāh swt. amat memuliakan tempat yang dipakai untuk shalat.

Begitu pula sebaliknya, Allāh swt. sangat murka terhadap orang-orang yang menghalangi orang untuk beribadah kepada-Nya, khususnya ibadah shalat. Apalagi, sampai mengusir orang-orang yang sedang shalat sehingga mereka kesulitan untuk melaksanakan ibadah kepada Allāh swt..
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 
‎‎
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (25) 

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (QS Al-Hajj Ayat 25)
Allah Swt. berfirman, memprotes perbuatan orang-orang kafir yang menghalang-halangi orang-orang mukmin untuk mendatangi Masjidil Haram guna menunaikan manasik mereka di dalamnya, juga memprotes pengakuan mereka yang mengklaim bahwa mereka adalah para penguasa Masjidil Haram. Untuk itu Allah Swt. telah berfirman:

{وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}

dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. (Al-Anfal: 34), hingga akhir ayat.

Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ayat yang sedang kita bahas adalah ayat Madaniyyah, sama halnya seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah oleh firman-Nya:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ}

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar(dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217)

Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram. (Al-Hajj: 25)

Yakni ciri khas orang-orang kafir itu di samping mereka adalah kafir, juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menghalang-halangi mereka untuk sampai ke Masjidil Haram. Yaitu menghalang-halangi kaum mukmin yang hendak menuju ke Masjidil Haram, padahal mereka adalah orang-orang yang paling berhak terhadap Masjidil Haram. Ungkapan tertib dalam ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:

{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra'd: 28)
Artinya, ciri khas orang-orang yang beriman itu ialah hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.

Firman Allah Swt.:

{الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}

yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)
Yakni orang-orang kafir itu menghalang-halangi orang-orang yang beriman untuk dapat sampai ke Masjidil Haram, padahal Allah telah menjadikannya sebagai tempat ibadah bagi semua manusia, tanpa ada beda, baik yang bermukim di situ maupun yang datang jauh dari luar.

{سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ}

sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25)

Karena itulah maka manusia mempunyai hak yang sama terhadap kawasan Mekah dan untuk tinggal di dalamnya.
seperti yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk Mekah dan selain mereka dapat tinggal di sekitar Masjidil Haram.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa penduduk asli Mekah dan selain mereka mempunyai hak yang sama untuk bertempat tinggal di Mekah.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Saleh, Abdur Rahman ibnu Sabit, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa sama saja haknya bagi penduduk asli Mekah maupun selain mereka dalam bertempat tinggal di Mekah.

Masalah inilah yang diperselisihkan oleh Imam Syafii dan Ishaq ibnu Rahawaih di Masjid Khaif, saat itu Imam Ahmad ibnu Hambal hadir pula. Imam Syafii berpendapat bahwa tanah kawasan Mekah boleh dimiliki, diwariskan, dan disewakan.

Imam Syafii mengatakan pendapat ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri, dari Ali ibnul Hasan, dari Amr ibnu Usman, dari Usamah ibnu Zaid yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.; "Wahai Rasulullah, apakah engkau besok akan turun di rumahmu di Mekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Apakah Uqail telah meninggalkan sebidang tanah bagi kami (untuk tempat tinggal)?" Kemudian beliau Saw. bersabda:

"لَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ، وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ"

Orang kafir tidak boleh mewarisi orang muslim, dan tidak pula orang muslim mewarisi orang kafir.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain.

Juga dengan sebuah asar yang telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah membeli sebuah rumah di Mekah dari Safwan ibnu Umayyah dengan harga empat ribu dirham, lalu Khalifah Umar menjadikannya sebagai rumah tahanan.

Tawus dan Amr ibnu Dinar mengatakan, Ishaq ibnu Rahawaih berpendapat bahwa tanah Mekah tidak dapat diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab segolongan ulama Salaf, dan dinaskan oleh Mujahid serta Ata. Ishaq ibnu Rahawaih melandasi pendapatnya dengan sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Isa ibnu Yunus, dari Umar ibnu Sa'id ibnu Abu Haiwah, dari Usman ibnu Abu Sulaiman, dari Alqamah ibnu Nadlah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. wafat, begitu pula Abu Bakar dan Umar; sedangkan kawasan Mekah tiada seorang pun mengklaim memilikinya, melainkan semuanya adalah tanah sawaib (milik Allah). Barang siapa yang miskin, boleh tinggal padanya; dan barang siapa yang kaya, boleh memberikan tempat tinggal.

Abdur Razzaq ibnu Mujahid telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa rumah-rumah di Mekah tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh pula disewakan. Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, bahwa Ata melarang menyewakan tanah Mekah. Ibnu Juraij telah menceritakan pula kepadanya bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melarang pembuatan pintu di rumah-rumah di Mekah agar para jamaah haji dapat tinggal di halaman-halamannya. Orang yang mula-mula membuat pintu pada rumahnya adalah Suhail ibnu Amr. Maka Umar ibnul Khattab mengirimkan utusan kepadanya guna menyelesaikan perkara tersebut. Maka Suhail ibnu Amr menjawab, "WahaiAmirul Mu’minin, sesungguhnya saya adalah seorang pedagang, maka saya bermaksud membuat dua buah pintu guna memelihara barang dagangan saya." Maka Khalifah Umar berkata, "Kalau demikian, kamu boleh melakukannya."

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Mansur,dari Mujahid, bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Hai ahli Mekah, janganlah kalian buat pintu-pintu di rumah-rumah kalian agar orang yang datang dari jauh dapat tinggal di mana pun ia suka."

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seseorang yang mendengarnya dari Ata sehubungan dengan makna firman-Nya: sama saja, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (Al-Hajj: 25) Bahwa mereka boleh tinggal di mana pun mereka suka di Mekah.

Imam Daruqutni telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf. Barang siapa yang memakan dari hasil sewa rumah Mekah, berarti dia memakan api."

Imam Ahmad ber­pendapat pertengahan, untuk itu ia mengatakan bahwa tanah Mekah boleh dimiliki, tetapi tidak boleh diwariskan dan tidak boleh disewakan. Pen­dapatnya ini merupakan kesimpulan gabungan dari dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}

dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25)

Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa perbuatan tersebut ditujukan kepada orang Arab. Huruf ba dalam ayat ini adalah zaidah, sama halnya dengan huruf ba yang ada dalam firman-Nya:

{تَنْبُتُ بِالدُّهْنِ}

yang menghasilkan minyak. (Al-Mu’minun: 20)
Artinya adalah tanbutud duhna (menghasilkan minyak). Begitu pula makna firman-Nya:

{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ}

dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Artinya adalah man yurid fihi ilhadan, yakni barang siapa yang bermaksud melakukan kejahatan di dalamnya. Sama pula dengan apa yaag terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu Al-Asya:

ضَمنَتْ بِرِزْقِ عِيَالِنَا أرْماحُنا ... بَيْنَ المَرَاجِل، والصّريحَ الْأَجْرَدِ

Tombak-tombak kami yang ada di antara panci-panci dan wadah-wadah kosong menjadi sarana yang menjamin rezeki anak-anak kami.

Dan ucapan seorang penyair lainnya, yaitu:

بوَاد يَمانِ يُنْبتُ الشَّثّ صَدْرُهُ ...وَأسْفَله بالمَرْخ والشَّبَهَان ...

Di Lembah Yaman di Markh dan Syabhan tumbuhlah rerumputan di bagian tengah dan bagian bawahnya.

Akan tetapi, pendapat yang terbaik ialah yang mengatakan bahwa kata kerja yurid dalam ayat ini mengandung makna yuhimmu. Karena itulah maka diperlukan adanya huruf ba sebagai ta'diyah:

{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ}

dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan. (Al-Hajj: 25)
Yakni berniat hendak melakukan suatu perbuatan maksiat yang besar di dalamnya.
Firman-Nya:

{بِظُلْمٍ}

secara zalim. (Al-Hajj: 25)
Yaitu melakukannya dengan sengaja dan sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan zalim, tidak mengandung arti lain. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas; pendapat ini dapat dijadikan sebagai pegangan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan zalim di sini adalah perbuatan musyrik.

Mujahid mengatakan, maksudnya bila disembah di dalamnya selain Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa perbuatan zalim ini ialah bila kamu melanggar kesucian tanah haram dengan melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah kamu melakukannya, seperti perbuatan menyakiti orang lain atau membunuh. Dengan kata lain, kamu menganiaya orang yang tidak menganiaya kamu dan membunuh orang yang tidak bermaksud membunuhmu. Apabila seseorang melakukan hal tersebut, pastilah baginya azab yang pedih.

Mujahid mengatakan bahwa zalim di sini maksudnya perbuatan yang buruk atau jahat akan ia lakukan di tanah suci. Ini merupakan salah satu dari kekhususan tanah suci, yaitu bahwa seorang yang jauh akan dihukum dengan keburukan oleh Allah bilamana ia berniat akan melakukannya di tanah suci, sekalipun ia masih belum melakukannya.

Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari As-Saddi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seseorang menceritakan hadis dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Bahwa seandainya ada seorang lelaki berniat akan melakukan suatu kejahatan secara zalim di dalamnya, sedangkan ia masih berada di negeri 'Adn yang jauh, tentulah Allah akan merasakan kepadanya sebagian dari azab-Nya yang pedih.

Syu'bah mengatakan, "As-Saddi-lah orang yang me-rafa'-kannya bagi kami, dan saya tidak me-rafa'-kannya bagi kalian."

Syu'bah bermaksud bahwa dia pun ikut terlibat dalam me-rafa-kan hadis ini. Ahmad telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama.

Menurut saya, sanad hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Imam Bukhari, tetapi predikat mauquf-nya lebih mendekati kebenaran daripada predikat marfu'-nya. Karena itulah maka Syu'bah meyakinkan akan ke-mauquf-annya hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu Mas'ud r.a.

Demikian pula Asbat dan As-Sauri telah meriwayatkannya dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara mauquf hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa tiada seorang lelaki pun yang berniat akan melakukan suatu perbuatan jahat (di tanah suci), melainkan dicatatkan baginya niat jahatnya itu. Dan seandainya seorang lelaki yang berada jauh di negeri 'Adn berniat akan membunuh seseorang di tanah suci ini, tentulah Allah akan merasakan terhadapnya sebagian dari azab-Nya yang pedih.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna bi-ilhadin fihi. Ia mengatakan bahwa maknanya adalah ilhadin fihi.Pada mulanya ia menolak, kemudian mengiyakan (yakni huruf ba-nya dapat dikatakan sebagai ba zaidah atau ba ta'diyah, pent.)
Telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr hal yang semisal dengan riwayat di atas. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mencaci pelayan adalah perbuatan zalim, terlebih lagi yang lebih parah dari itu.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ata, dari Maimun ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa termasuk perbuatan zalim ialah seorang amir melakukan perniagaan di tanah suci.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa memperjualbelikan makanan di tanah suci merupakan perbuatan ilhad (jahat).

Habib ibnu Abu Sabit telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Makna yang dimaksud ialah melakukan penimbunan di Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ، أَنْبَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ عَمِّهِ عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ بَاذَانَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ؛ أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: "احْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ إِلْحَادٌ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ishaq Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Ja'far ibnu Yahya, dari pamannya (Imarah ibnu Sauban), telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Bazan, dari Ya'la ibnu Umayyah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Melakukan penimbunan makanan di Mekah merupakan perbuatan jahat.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara aniaya. (Al-Hajj: 25) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Unais. Rasulullah Saw. mengutusnya bersama dua orang lelaki, yang salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari kalangan Ansar. Kemudian di tengah jalan mereka saling membanggakan diri dengan keturunannya masing-masing. Abdullah ibnu Unais naik pitam, akhirnya ia membunuh orang Ansar tersebut. Kemudian ia murtad dari Islam dan lari ke Mekah (menggabungkan diri dengan orang-orang musyrik). Lalu turunlah firman Allah Swt.: dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim. (Al-Hajj: 25) Yakni barang siapa yang datang ke tanah suci dengan niat berbuat jahat. Yang dimaksud ialah menyimpang dari ajaran Islam (alias kafir).‎

Semua asar yang telah disebutkan di atas —sekalipun pengertiannya menunjukkan bahwa hal-hal tersebut termasuk perbuatan ilhad (jahat)— tetapi makna yang dimaksud lebih mencakup dari semuanya, bahkan di dalam pengertiannya terkandung peringatan terhadap perbuatan yang lebih parah daripada hanya sekadar perbuatan ‎ilhad. Karena itulah di saat tentara bergajah bermaksud merobohkan Ka'bah, mereka diazab oleh Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

{وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ *تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ * فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}

dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (Al-Fil: 3-5)

Yakni Allah menghancurkan mereka dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran dan peringatan terhadap setiap orang yang berniat akan melakukan perbuatan jahat terhadap Baitullah. Karena itulah telah di­sebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"يَغْزُو هَذَا الْبَيْتَ جَيْشٌ، حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الْأَرْضِ خُسِف بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ" الْحَدِيثَ

Kelak Baitullah ini akan diserang oleh suatu tentara, hingga manakala mereka berada di tengah padang sahara, maka barisan yang terdepan dan barisan terbelakang dari mereka semuanya dibenamkan ke dalam bumi.

# Hadis ini menceritakan kejadian yang akan terjadi menjelang hari kiamat nanti. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan Zus Suwaiqatain.#

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كُنَاسة، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عبدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ وَالْإِلْحَادَ فِي حَرَم اللَّهِ، فَإِنِّي سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سيلحدُ فِيهِ رَجُلٌ مَنْ قُرَيْشٍ، لَوْ تُوزَن ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَرَجَحَتْ"، فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kanasah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, dari ayahnya yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang menemui Abdullah Ibnuz Zubair, lalu ia bertanya, "Hai Ibnuz Zubair, jangan sekali-kali kamu berbuat ilhad di tanah suci Allah ini, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya kelak akan berbuat ilhad seseorang lelaki dari kalangan Quraisy di Masjidil Haram ini; seandainya dosa-dosanya ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah dosanya lebih berat.' Maka berhati-hatilah, janganlah sampai dia itu adalah kamu."

Imam Ahmad telah mengatakan pula di dalam Musnad Abdullah ibnu Amr ibnul As,

حَدَّثَنَا هاشم، حدثنا إسحاق بن سعيد، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَتَى عبدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو ابنَ الزُّبَيْرِ، وَهُوَ جَالِسٌ فِي الحِجْر فَقَالَ: يَا بْنَ الزُّبَيْرِ، إِيَّاكَ والإلحادَ فِي الْحَرَمِ، فَإِنِّي أَشْهَدُ لسَمعتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَحِلُّهَا وَيَحِلُّ بِهِ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَوْ وُزنت ذُنُوبُهُ بِذُنُوبِ الثَّقَلَيْنِ لَوَزَنَتْهَا". قَالَ: فَانْظُرْ لَا تَكُنْ هُوَ

Bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr yang mengatakan, bahwa Abdullah ibnu Umar datang kepada Abdullah ibnuz Zubair yang saat itu sedang duduk di Hijir Isma'il. Lalu Ibnu Umar berkata, "Hai Ibnuz Zubair, hati-hatilah terhadap perbuatan ilhad di tanah suci, karena sesungguhnya aku bersumpah bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Bahwa kelak tanah suci ini akan dihalalkan oleh seorang lelaki dari kalangan Quraisy; seandainya dosa-dosa dia ditimbang dengan dosa-dosa dua makhluk (jin dan manusia), tentulah sebanding'." Kemudian Abdullah ibnu Umar berkata, "Maka perhatikanlah, janganlah sampai dia adalah kamu."

Akan tetapi, tiada seorang pun dari pemilik kitab hadis yang mengetengahkannya dari kedua jalur periwayatan ini.

Hadits Ahmad 6188

حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَمُغِيرَةَ الضَّبِّيِّ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ زَوَّجَنِي أَبِي امْرَأَةً مِنْ قُرَيْشٍ فَلَمَّا دَخَلَتْ عَلَيَّ جَعَلْتُ لَا أَنْحَاشُ لَهَا مِمَّا بِي مِنْ الْقُوَّةِ عَلَى الْعِبَادَةِ مِنْ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ فَجَاءَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ إِلَى كَنَّتِهِ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهَا فَقَالَ لَهَا كَيْفَ وَجَدْتِ بَعْلَكِ قَالَتْ خَيْرَ الرِّجَالِ أَوْ كَخَيْرِ الْبُعُولَةِ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا وَلَمْ يَعْرِفْ لَنَا فِرَاشًا فَأَقْبَلَ عَلَيَّ فَعَذَمَنِي وَعَضَّنِي بِلِسَانِهِ فَقَالَ أَنْكَحْتُكَ امْرَأَةً مِنْ قُرَيْشٍ ذَاتَ حَسَبٍ فَعَضَلْتَهَا وَفَعَلْتَ وَفَعَلْتَ ثُمَّ انْطَلَقَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَكَانِي فَأَرْسَلَ إِلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ فَقَالَ لِي أَتَصُومُ النَّهَارَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَمَسُّ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي قَالَ اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ قُلْتُ إِنِّي أَجِدُنِي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاقْرَأْهُ فِي كُلِّ عَشَرَةِ أَيَّامٍ قُلْتُ إِنِّي أَجِدُنِي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ قَالَ أَحَدُهُمَا إِمَّا حُصَيْنٌ وَإِمَّا مُغِيرَةُ قَالَ فَاقْرَأْهُ فِي كُلِّ ثَلَاثٍ قَالَ ثُمَّ قَالَ صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قُلْتُ إِنِّي أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَلَمْ يَزَلْ يَرْفَعُنِي حَتَّى قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا فَإِنَّهُ أَفْضَلُ الصِّيَامِ وَهُوَ صِيَامُ أَخِي دَاوُدَ قَالَ حُصَيْنٌ فِي حَدِيثِهِ ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ لِكُلِّ عَابِدٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِمَّا إِلَى سُنَّةٍ وَإِمَّا إِلَى بِدْعَةٍ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ قَالَ مُجَاهِدٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو حَيْثُ ضَعُفَ وَكَبِرَ يَصُومُ الْأَيَّامَ كَذَلِكَ يَصِلُ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ لِيَتَقَوَّى بِذَلِكَ ثُمَّ يُفْطِرُ بِعَدِّ تِلْكَ الْأَيَّامِ قَالَ وَكَانَ يَقْرَأُ فِي كُلِّ حِزْبِهِ كَذَلِكَ يَزِيدُ أَحْيَانًا وَيَنْقُصُ أَحْيَانًا غَيْرَ أَنَّهُ يُوفِي الْعَدَدَ إِمَّا فِي سَبْعٍ وَإِمَّا فِي ثَلَاثٍ قَالَ ثُمَّ كَانَ يَقُولُ بَعْدَ ذَلِكَ لَأَنْ أَكُونَ قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا عُدِلَ بِهِ أَوْ عَدَلَ لَكِنِّي فَارَقْتُهُ عَلَى أَمْرٍ أَكْرَهُ أَنْ أُخَالِفَهُ إِلَى غَيْرِهِ‎

Telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dan [Hushain bin Abdirrahman] dan [Mughirah Adl Dlabbiy] dari [Mujahid] dari [Abdullah bin Amru] dia berkata; "Ayahku menikahkanku dengan seorang wanita suku Quraisy. Ketika ia menemuiku, aku tidak mau (melayaninya) dan tidak selera terhadapnya. Yang demikian karena aku begitu kuat beribadah berupa puasa dan shalat. Lalu Amru bin Al Ash datang kepada menantu perempuannya dan menanyainya, "Bagaimana suamimu?" Ia menjawab, "Dia sebaik-baik suami, atau seperti suami yang paling baik. Sayangnya, ia tidak pernah melucuti pakaian kami (untuk bersetubuh) dan tidak pernah mengenal tidur bersamaku sekasur." Kemudian dia pun menemuiku, mencaci maki dan mencercaku seraya berkata, "Aku telah menikahkanmu dengan seorang wanita Quraisy yang mempunyai kedudukan akan tetapi kamu malah menyusahkannya dan tidak memperlakukannya sebagai layaknya suami isteri." Kemudian Amr bin Al Ash menghadap Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dan melaporkan kasusku kepada beliau. Lalu beliau mengutus utusan untuk memanggilku. Aku pun akhirnya menghadap beliau. Beliau menanyaiku: "Apakah kamu selalu berpuasa di siang hari?" saya menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Apakah kamu juga selalu melaksanakan shalat malam?" saya menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Saya berpuasa tapi juga berbuka (tidak berpuasa), saya melaksanakan shalat malam tapi juga tidur, & aku juga mengumpuli para isteriku, barangsiapa tak menyukai sunnahku berarti ia bukan golonganku. Beliau berkata:
Bacalah (sampai khatam) Al Qur'an dalam waktu satu bulan! Saya menjawab, Aku lebih kuat dari itu. Beliau berkata, Kalau begitu khatamkanlah dalam jangka waktu sepuluh hari. Aku berkata: ‎Aku lebih kuat dari itu. Salah satu dari keduanya, kalau tak salah Hushain atau Al Mughiroh berkata; Beliau berkata Kalau begitu khatamkanlah dalam jangka waktu tiga hari. Ia berkata; Kemudian beliau bersabda lagi: Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan. Aku berkata, Aku masih mampu jika lebih dari itu. Dan dia masih merasa mampu hingga Nabi berkata: ‎Kalau begitu berpuasalah sehari & berbukalah (tidak berpuasa) sehari sebab seutama-utama puasa ialah puasa saudaraku, Nabi Daud. Hushain berkata dalam hadis (yang diriwayatkannya); Kemudian beliau bersabda:
setiap hamba itu mempunyai rasa semangat, & setiap rasa semangat itu pasti ada masa kebosanan, & kebosanan mengalihkan kepada sunnah atau kepada bid'ah. Barangsiapa kebosanan mengalihkan kepada sunnah, berarti ia telah mendapat petunjuk, & barangsiapa kebosanan dipergunakan selain itu, berarti ia binasa. Mujahid berkata; Dan seiring dgn badan Abdullah bin Umar yg semakin lemah & tua, ia masih melaksanakan puasa pada hari-hari itu, & ia juga menyambung antara sebagian dgn sebagian yg lain agar kuat melaksanakan lalu ia berbuka pada hari itu juga. Mujahid berkata lagi; Ia juga membaca Al Qur'an pada setiap hizbnya & terkadang ia menambahi juga menguranginya tapi ia selalu mengkhatamkannya dalam jangka waktu kalau tak tujuh hari, ia mengkhatamkannya dalam jangka waktu tiga hari. Setelah itu ia berkata; Aku lebih suka menerima rukhshah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam daripada berpaling atau dipalingkan daripadanya. Akan tetapi aku berpisah dgn beliau, sedang aku telah melakukan ajaran yg aku benci jika kuselisihi & justru beralih ke yg lain. [HR. Ahmad No.6188].‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...