Selasa, 19 Oktober 2021

Landasan Manajemen Akuntansi Dalam Ekonomi Syariah



Studi tentang Ekonomi Islam sudah cukup lama, sejak berdirinya Agama Islam. Sebagain besar landasan tentang Ekonomi Syariah dijumpai dalam literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.

Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.

Guna memahami pengertian Hukum Ekonomi Syariah, maka diperlukan pemahaman terhadap ekonomi syariah secara umum, dan seterusnya mengerucut pada istilah Hukum Ekonomi Syariah itu sendiri.

Hukum dan Ekonomi Syari’ah

Secara etimologi kata hukum yang dikenal dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Arab ”hukm” yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.

Dari sudut pandang ajaran Islam, istilah syariah sama dengan syariat (ta marbuthoh dibelakang dibaca dengan ha) yang pengertiannya berkembang mengarah pada makna fiqh. Dengan demikian yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai Ekonomi yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat Islam untuk membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, dua istilah tersebut, apabila disebut dengan istilah singkat ialah sebagai Sistem Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah.

Pertalian hukum dan ekonomi merupakan salah satu ikatan klasik antara hukum dan kehidupan sosial. Dipandang dari sudut ekonomi, kebutuhan untuk menggunakan hukum sebagai salah satu lembaga di masyarakat turut menentukan kebijakan ekonomi yang akan diambil. Pentingnya pemahaman terhadap hukum karena hukum mengatur ruang lingkup kegiatan manusia pasa hampir semua bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi. Disamping itu, hukum memeiliki peran lain yaitu kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antara manusia didalam mesyarakat.

Dalam rimba ketidakpastian yang akan sangat mempengaruhi langkah-langkah kebijakan ekonomi yang akan diambil, maka ketentuan-ketentuan hukum befungsi untuk mengatur dan membatasi berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat. Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat yang umumnya dituangkan dalam bentuk hukum formal bertujuan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi.

Untuk itulah, dalam dekade belakangan ini diakui adanya hubungan erta antara ekonomi dengan hukum sehingga sering disebut pula hukum ekonomi. Sedangkan Hukum Ekonomi Syariah berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat‎

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;‎
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُون ‎

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain sebagai pekerja. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. (QS Az-Zukhruf Ayat 32)‎

Landasan  Manajemen

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;‎

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (٨)‎

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8)

Maksudnya menegakkan kebenaran/ keadilan, bukan kezaliman. 

وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ أَنَّهُ قَالَ: نَحَلَنِي أَبِي نَحْلا فَقَالَتْ أُمِّي عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهد رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجَاءَهُ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي فَقَالَ: "أُكَلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَهُ؟ " قَالَ: لَا. قَالَ: "اتَّقُوا اللَّهَ، وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ". وَقَالَ: "إِنِّي لَا أَشْهَدُ عَلَى جَوْر". قَالَ: فَرَجَعَ أَبِي فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ.‎

Telah disebut­kan di dalam kitab Sahihain dari An-Nu'man ibnu Basyir yang men­ceritakan bahwa ayahnya telah menghadiahkan kepadanya suatu pem­berian yang berharga. Ibunya bernama Amrah binti Rawwahah ber­kata, "Aku tidak rela sebelum kamu mempersaksikan pemberian ini kepada Rasulullah Saw." Ayahnya datang menghadap Rasulullah Saw. untuk meminta kesaksian atas pemberian tersebut. Maka Ra­sulullah Saw. bertanya: "Apakah semua anakmu diberi hadiah yang semisal?" Ayahku menjawab, "Tidak." Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Bertakwa­lah kamu kepada Allah, dan berlaku adillah kepada anak-anak­mu." Dan Rasulullah Saw. bersabda pula,"Sesungguhnya aku tidak mau bersaksi atas kezaliman." An-Nu'man ibnu Basyir melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ayahnya pulang dan mencabut kembali pemberian tersebut darinya. 
Landasan Akuntansi‎

Penjelasan:Permasalahan pencatatan dalam sebuah perjanjian juga di cover dalam Al-Quran. Karena tabiat manusia yang pelupa dan ingkar janji, Al-Quran memberikan solusi dalam hal muamalah yang satu ini, yaitu apabila kita merasa bahwa dalam suatu muamalah perlu ada perjanjian secara tertulis maka sangat dianjurkan untuk adanya pencatatan dan untuk memperkuat boleh ditambah dengan beberapa saksi, dalam dunia modern pencatatan dalam sebuah perjanjian baik dari segi pengeluaran atau pemasukan individu/perusahaan dikenal dengan Ilmu Akutansi.

Firman-Nya Dalam Surat Al-Baqoroh Ayat 282‎

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢)‎

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 282)

Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an. 
Imam Abu Jafar ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab, telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur'an yang menceritakan peristiwa yang terjadi di Arasy adalah ayat dain (utang piutang).‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْران، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الدَّيْنِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ جَحَدَ آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَنَّ اللَّهَ لَمَّا خَلَقَ آدَمَ، مَسَحَ ظَهْرَهُ فأخرِج مِنْهُ مَا هُوَ ذَارِئٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَجَعَلَ يَعْرِضُ ذُرِّيَّتَهُ عَلَيْهِ، فَرَأَى فِيهِمْ رَجُلًا يَزْهر، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هُوَ ابْنُكَ دَاوُدُ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، كَمْ عُمُرُهُ؟ قَالَ: سِتُّونَ عَامًا، قَالَ: رَبِّ زِدْ فِي عُمُرِهِ. قَالَ: لَا إِلَّا أَنْ أَزِيدَهُ مِنْ عُمُرِكَ. وَكَانَ عُمُرُ آدَمَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَزَادَهُ أَرْبَعِينَ عَامًا، فَكَتَبَ عَلَيْهِ بِذَلِكَ كِتَابًا وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةَ، فَلَمَّا احتُضر آدَمُ وَأَتَتْهُ الْمَلَائِكَةُ قَالَ: إِنَّهُ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمُرِي أَرْبَعُونَ عَامًا، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّكَ قَدْ وَهَبْتَهَا لِابْنِكَ دَاوُدَ. قَالَ: مَا فَعَلْتُ. فَأَبْرَزَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْكِتَابَ، وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةَ".
وَحَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، فَذَكَرَهُ، وَزَادَ فِيهِ: "فَأَتَمَّهَا اللَّهُ لِدَاوُدَ مِائَةً، وَأَتَمَّهَا لِآدَمَ أَلْفَ سَنَةٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa tatkala ayat mengenai utang piutang diturunkan, Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang mula-mula berbuat ingkar adalah Adam a.s. Bahwa setelah Allah menciptakan Adam, lalu Allah mengusap punggung Adam, dan dikeluarkan dari punggungnya itu semua keturunannya hingga hari kiamat, semua keturunannya ditampilkan kepadanya. Lalu Adam melihat di antara mereka seorang lelaki yang kelihatan cemerlang. Maka Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang ini?" Allah menjawab, "Dia adalah anakmu Daud." Adam berkata, "Wahai Tuhanku, berapakah umurnya?" Allah menjawab, "Enam puluh tahun." Adam berkata, "Wahai Tuhanku, tambahlah usianya.” Allah berfirman, "Tidak dapat, kecuali jika Aku menambahkannya dari usiamu." Dan tersebutlah bahwa usia Adam (ditakdirkan) selama seribu tahun. Maka Allah menambahkan kepada Daud empat puluh tahun (diambil dari usia Adam). Lalu Allah mencatatkan hal tersebut ke dalam suatu catatan dan dipersaksikan oleh para malaikat. Ketika Adam menjelang wafat dan para malaikat datang kepadanya, maka Adam berkata, "Sesungguhnya masih tersisa usiaku selama empat puluh tahun.” Lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Adam menyangkal, "Aku tidak pernah melakukannya.” Maka Allah menampakkan kepadanya catatan itu dan para malaikat mempersaksikannya. Telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir ibnu Hammad ibnu Salamah, lalu ia menyebutkan hadis ini, tetapi di dalamnya ditambahkan seperti berikut: Maka Allah menggenapkan usia Daud menjadi seratus tahun, dan menggenapkan bagi Adam usia seribu tahun.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Yusuf ibnu Abu Habib, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Hammad ibnu Salamah. Hadis ini garib sekali. Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an hadis-hadisnya berpredikat munkar (tidak dapat diterima).
Tetapi hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dengan lafaz yang semisal dari hadis Al-Haris ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Wisab, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah. Juga dari riwayat Abu Daud ibnu Abu Hind, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Hurairah; serta dari jalur Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah; juga dari hadis Tammam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Lalu Imam Hakim menuturkan hadis yang semisal.

Firman Allah Swt.:‎

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا تَدايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282)‎

Hal ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya yang mukmin apabila mereka mengadakan muamalah secara tidak tunai, yaitu hendaklah mereka mencatatkannya; karena catatan itu lebih memelihara jumlah barang dan masa pembayarannya serta lebih tegas bagi orang yang menyaksikannya. Hikmah ini disebutkan dengan jelas dalam akhir ayat, yaitu melalui firman-Nya: ‎

{ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا}

Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih dekat kepada tidak' (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)‎‎

Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan transaksi salam yang dibatasi dengan waktu tertentu.
Qatadah meriwayatkan dari Abu Hassan Al-A:raj, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu merupakan hal yang dihalalkan dan diizinkan oleh Allah pemberlakuannya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan. (Al-Baqarah: 282)‎

Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Abdullah ibnu Kasir, dari Abul Minhal, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, para penduduknya telah terbiasa saling mengutangkan buah-buahan untuk masa satu tahun, dua tahun, sampai tiga tahun. Maka Rasulullah Saw. bersabda:

«مَنْ أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ»

Barang siapa yang berutang, maka hendaklah ia berutang dalam takaran yang telah dimaklumi dan dalam timbangan yang telah dimaklumi untuk waktu yang ditentukan.

Firman Allah Swt.:‎
فَاكْتُبُوهُ

hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282)

Melalui ayat ini Allah memerintahkan adanya catatan untuk memperkuat dan memelihara. Apabila timbul suatu pertanyaan bahwa telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:‎

«إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ»

Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (buta huruf), kami tidak dapat menulis dan tidak pula menghitung.‎

Maka bagaimanakah menggabungkan pengertian antara hadis ini dan perintah mengadakan tulisan (catatan)?
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa utang piutang itu bila dipandang dari segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada asalnya. Dikatakan demikian karena Kitabullah telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafal manusia; demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari Rasulullah Saw. Hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dicatat hanyalah masalah-masalah rinci yang biasa terjadi di antara manusia. Maka mereka diperintahkan untuk melakukan hal tersebut dengan perintah yang mengandung arti petunjuk, bukan perintah yang berarti wajib seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama.‎

Ibnu Juraij mengatakan, "Barang siapa yang melakukan transaksi utang piutang, hendaklah ia mencatatnya; dan barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia mengadakan persaksian.
Qatadah mengatakan, disebutkan kepada kami bahwa Abu Sulaiman Al-Mur'isyi (salah seorang yang berguru kepada Ka'b) mengatakan kepada teman-teman (murid-murid)nya, "Tahukah kalian tentang seorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan?" Mereka menjawab, "Mengapa bisa demikian?" Abu Sulaiman berkata, "Dia adalah seorang lelaki yang menjual suatu barang untuk waktu tertentu, tetapi ia tidak memakai saksi dan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa pembayarannya, ternyata si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan. Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya (tidak menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untuk mencatat atau mempersaksikan hal itu)."‎

Abu Sa'id, Asy-Sya'bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya mengatakan bahwa pada mulanya hal ini (menulis utang piutang dan jual beli) hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman-Nya:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمانَتَهُ

Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).(Al-Baqarah: 283)‎

Dalil lain yang memperkuat hal ini ialah sebuah hadis yang menceritakan tentang syariat umat sebelum kita, tetapi diakui oleh syariat kita serta tidak diingkari, yang isinya menceritakan tiada kewajiban untuk menulis dan mengadakan persaksian. ‎
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُز، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ "أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ سَأَلَ بَعْضَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يُسْلفه أَلْفَ دِينَارٍ، فَقَالَ: ائْتِنِي بِشُهَدَاءَ أُشْهِدُهُمْ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. قَالَ: ائْتِنِي بِكَفِيلٍ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلًا. قَالَ: صَدَقْتَ. فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى، فَخَرَجَ فِي الْبَحْرِ فَقَضَى حَاجَتَهُ، ثُمَّ الْتَمَسَ مَرْكَبًا يَقَدَمُ عَلَيْهِ لِلْأَجَلِ الَّذِي أجله، فلم يجد مركبا، فأخذ خشبة فنقرها فَأَدْخَلَ فِيهَا أَلْفَ دِينَارٍ وَصَحِيفَةً مَعَهَا إِلَى صَاحِبِهَا، ثُمَّ زَجج مَوْضِعَهَا، ثُمَّ أَتَى بِهَا الْبَحْرَ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّكَ قَدْ عَلِمْتَ أَنِّي اسْتَسْلَفْتُ فُلَانًا أَلْفَ دِينَارٍ، فَسَأَلَنِي كَفِيلًا فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَسَأَلَنِي شَهِيدًا، فَقُلْتُ: كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَإِنِّي قَدْ جَهِدْتُ أَنْ أَجِدَ مَرْكَبًا أَبْعَثُ بِهَا إِلَيْهِ بِالَّذِي أَعْطَانِي فَلَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا، وَإِنِّي اسْتَوْدعْتُكَها. فَرَمَى بِهَا فِي الْبَحْرِ حَتَّى وَلَجَتْ فِيهِ، ثُمَّ انْصَرَفَ، وَهُوَ فِي ذَلِكَ يَطْلُبُ مَرْكَبًا إِلَى بَلَدِهِ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ أَسْلَفَهُ يَنْظُرُ لَعَلَّ مَرْكَبًا تَجِيئُهُ بِمَالِهِ، فَإِذَا بِالْخَشَبَةِ الَّتِي فِيهَا الْمَالُ، فَأَخَذَهَا لِأَهْلِهِ حَطَبًا فَلَمَّا كَسَرَهَا وَجَدَ الْمَالَ وَالصَّحِيفَةَ، ثُمَّ قَدِمَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ تَسَلف مِنْهُ، فَأَتَاهُ بِأَلْفِ دِينَارٍ وَقَالَ: وَاللَّهِ مَا زِلْتُ جَاهِدًا فِي طَلَبِ مَرْكَبٍ لِآتِيَكَ بِمَالِكَ فَمَا وَجَدْتُ مَرْكَبًا قَبْلَ الَّذِي أَتَيْتُ فِيهِ. قَالَ: هَلْ كُنْتَ بَعَثْتَ إِلَيَّ بِشَيْءٍ؟ قَالَ: أَلَمْ أُخْبِرْكَ أَنِّي لَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا قَبْلَ هَذَا الَّذِي جِئْتُ فِيهِ؟ قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَدَّى عَنْكَ الَّذِي بَعَثْتَ بِهِ فِي الْخَشَبَةِ، فَانْصَرِفْ بِأَلْفِكَ رَاشِدًا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang mengisahkan dalam sabdanya:  Bahwa (dahulu) ada seorang lelaki dan kalangan Bani Israil meminta kepada seseorang yang juga dari kalangan Bani Israil agar meminjaminya uang sebanyak seribu dinar. Maka pemilik uang berkata kepadanya, "Datangkanlah kepadaku para saksi agar transaksiku ini dipersaksikan oleh mereka." Ia menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi." Pemilik uang berkata, "Datangkanlah kepadaku seorang yang menjaminmu." Ia menjawab, "Cukuplah Allah sebagai penjamin." Pemilik uang berkata, "Engkau benar." Lalu pemilik uang memberikan utang itu kepadanya untuk waktu yang ditentukan. Lalu ia berangkat memakai jalan laut (naik perahu). Setelah keperluannya selesai, lalu ia mencari perahu yang akan mengantarkannya ke tempat pemilik uang karena saat pelunasan utangnya hampir tiba. Akan tetapi, ia tidak menjumpai sebuah perahu pun. Akhirnya ia mengambil sebatang kayu, lalu melubangi tengahnya, kemudian uang seribu dinar itu dimasukkan ke dalam kayu itu berikut sepucuk surat buat alamat yang dituju. Lalu lubang itu ia sumbat rapat, kemudian ia datang ke tepi laut dan kayu itu ia lemparkan ke dalamnya seraya berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa aku pernah berutang kepada si Fulan sebanyak seribu dinar. Ketika ia meminta kepadaku seorang penjamin, maka kukatakan, 'Cukuplah Allah sebagai penjaminku,' dan ternyata ia rela dengan hal tersebut. Ia meminta saksi kepadaku, lalu kukatakan, 'Cukuplah Allah sebagai saksi,' dan ternyata ia rela dengan hal tersebut. Sesungguhnya aku telah berusaha keras untuk menemukan kendaraan (perahu) untuk mengirimkan ini kepada orang yang telah memberiku utang, tetapi aku tidak menemukan sebuah perahu pun. Sesungguhnya sekarang aku titipkan ini kepada Engkau." Lalu ia melemparkan kayu itu ke laut hingga tenggelam ke dalamnya. Sesudah itu ia berangkat dan tetap mencari kendaraan perahu untuk menuju ke negeri pemilik piutang. Lalu lelaki yang memberinya utang keluar dan melihat-lihat barangkali ada perahu yang tiba membawa uangnya. Ternyata yang ia jumpai adalah sebatang kayu tadi yang di dalamnya terdapat uang. Maka ia memungut kayu itu untuk keluarganya sebagai kayu bakar. Ketika ia membelah kayu itu, ternyata ia menemukan sejumlah harta dan sepucuk surat itu. Kemudian lelaki yang berutang kepadanya tiba, dan datang kepadanya dengan membawa uang sejumlah seribu dinar, lalu berkata, "Demi Allah, aku terus berusaha keras mencari perahu untuk sampai kepadamu dengan membawa uangmu, tetapi ternyata aku tidak dapat menemukan sebuah perahu pun sebelum aku tiba dengan perahu ini." Ia bertanya, "Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu kepadaku?" Lelaki yang berutang balik bertanya, "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahwa aku tidak menemukan sebuah perahu pun sebelum perahu yang datang membawaku sekarang?" Ia berkata, "Sesungguhnya Allah telah membayarkan utangmu melalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu tersebut. Maka kembalilah kamu dengan seribu dinarmu itu dengan sadar."
Sanad hadis ini sahih, dan Imam Bukhari meriwayatkannya dalam tujuh tempat (dari kitabnya) melalui berbagai jalur yang sahih secara muallaq dan memakai sigat jazm (ungkapan yang tegas). Untuk itu ia mengatakan bahwa Lais ibnu Sa'id pernah meriwayatkan, lalu ia menuturkan hadis ini.
Menurut suatu pendapat, Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadis ini melalui Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Lais, dari Al-Lais.

Firman Allah Swt.:‎

وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كاتِبٌ بِالْعَدْلِ

Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. (Al-Baqarah: 282)‎

Yakni secara adil dan benar. Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam tulisannya; tidak pula menuliskan, melainkan hanya apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tanpa menambah atau menguranginya.

Firman Allah Swt.:
وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ

Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Janganlah seorang yang pandai menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya buat orang lain; tiada suatu hambatan pun baginya untuk melakukan hal ini. Sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui sebelumnya, maka hendaklah ia bersedekah kepada orang lain yang tidak pandai menulis, melalui tulisannya. ‎
Hendaklah ia menunaikan tugasnya itu dalam menulis, sesuai dengan apa yang disebutkan oleh sebuah hadis:
«إِنَّ مِنَ الصَّدَقَةِ أَنْ تُعِينَ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعَ لِأَخْرَقَ»

Sesungguhnya termasuk sedekah ialah bila kamu memberikan bantuan dalam bentuk jasa atau membantu orang yang bisu.
Dalam hadis yang lain disebutkan:‎
«مَنْ كَتَمَ عِلْمًا يَعْلَمُهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»

Barang siapa yang menyembunyikan suatu pengetahuan yang dikuasainya, maka kelak di hari kiamat akan dicocok hidungnya dengan kendali berupa api neraka.
Mujahid dan Ata mengatakan, orang yang pandai menulis diwajibkan mengamalkan ilmunya. 

Firman Allah Swt.:‎

وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ

dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.(Al-Baqarah: 282)
Dengan kata lain, hendaklah orang yang berutang mengimlakan kepada si penulis tanggungan utang yang ada padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam hal ini.‎

وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً

dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. (Al-Baqarah: 282)‎

Artinya, jangan sekali-kali ia menyembunyikan sesuatu dari utangnya.

فَإِنْ كانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهاً

Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya.(Al-Baqarah: 282)‎

Yang dimaksud dengan istilah safih ialah orang yang dilarang ber-tasarruf karena dikhawatirkan akan berbuat sia-sia atau lain sebagainya.‎

أَوْ ضَعِيفاً

atau lemah keadaannya. (Al-Baqarah: 282)‎

Yakni karena masih kecil atau berpenyakit gila.‎

أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ

atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan. (Al-Baqarah: 282)‎

Umpamanya karena bicaranya sulit atau ia tidak mengetahui mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan (tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah). Dalam keadaan seperti ini disebutkan oleh firman-Nya: ‎

{فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ}

maka   hendaklah   walinya   mengimlakan   dengan   jujur.   (Al-Baqarah: 282)

Adapun firman Allah Swt.:‎

وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجالِكُمْ

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kalian). (Al-Baqarah: 282)
Ayat ini memerintahkan mengadakan persaksian di samping tulisan untuk lebih memperkuat kepercayaan.‎

فَإِنْ لَمْ يَكُونا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتانِ

Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Sesungguhnya persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki tempat seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita itu kurang. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya: ‎

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرو، عَنِ المَقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الِاسْتِغْفَارَ، فَإِنِّي رأيتكُن أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ"، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلة: وَمَا لَنَا -يَا رَسُولَ اللَّهِ -أَكْثَرُ أَهْلِ النَّارِ ؟ قَالَ: "تُكْثرْنَ اللَّعْنَ، وتكفُرْنَ الْعَشِيرَ، مَا رأيتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِي لُب مِنْكُنَّ". قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ؟ قَالَ: "أَمَّا نُقْصَانُ عَقْلِهَا فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدل شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي لَا تُصَلِّي، وَتُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ، فَهَذَا نُقْصَانُ الدين"

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, dari Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hai semua kaum wanita, bersedekahlah dan banyaklah beristigfar, karena sesungguhnya aku melihat kalian adalah mayoritas penghuni neraka. Lalu ada salah seorang wanita dari mereka yang kritis bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa kami adalah kebanyakan penghuni neraka?" Nabi Saw. menjawab, "Kalian banyak melaknat dan ingkar kepada suami. Aku belum pernah melihat orang (wanita) yang lemah akal dan agamanya dapat mengalahkan orang (lelaki) yang berakal selain dari kalian." Wanita itu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan lemah akal dan agamanya itu?" Nabi Saw. bersabda, "Adapun kelemahan akalnya ialah kesaksian dua orang wanita mengimbangi kesaksian seorang lelaki, inilah segi kelemahan akalnya. Dan ia diam selama beberapa malam tanpa salat serta berbuka dalam bulan Ramadan (karena haid), maka segi inilah kelemahan agamanya."

Firman Allah Swt.:‎
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَداءِ

dari saksi-saksi yang kalian ridai. (Al-Baqarah: 282)
Di dalarn ayat ini terkandung makna yang menunjukkan adanya persyaratan adil bagi saksi. Makna ayat ini bersifat muqayyad (mengikat) yang dijadikan pegangan hukum oleh Imam Syafii dalam menangani semua kemutlakan di dalam Al-Qur'an yang menyangkut perintah mengadakan persaksian tanpa syarat. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal. Untuk itu ia mempersyaratkan, hendaknya seorang saksi itu haras adil lagi disetujui.

Firman Allah Swt.:‎

أَنْ تَضِلَّ إِحْداهُما‎

Supaya jika seorang lupa. (Al-Baqarah: 282)‎

Yakni jika salah seorang dari kedua wanita itu lupa terhadap kesaksiannya,‎

فَتُذَكِّرَ إِحْداهُمَا الْأُخْرى

maka yang seorang lagi mengingatkannya. (Al-Baqarah: 282)
Maksudnya, orang yang lupa akan diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian yang telah dikemukakannya. Berdasarkan pengertian inilah sejumlah ulama ada yang membacanyafatuzakkira dengan memakai tasydid. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa kesaksian seorang wanita yang dibarengi dengan seorang wanita lainnya, membuat kesaksiannya sama dengan kesaksian seorang laki-laki; sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Pendapat yang benar adalah yang pertama. 

Firman Allah Swt.:‎

وَلا يَأْبَ الشُّهَداءُ إِذا مَا دُعُوا

Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. (Al-Baqarah: 282)‎

Makna ayat ini menurut suatu pendapat yaitu 'apabila para saksi itu dipanggil untuk mengemukakan kesaksiannya, maka mereka harus mengemukakannya'. Pendapat ini dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Hal ini sama dengan makna firman-Nya: ‎

وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ

Dan janganlah penults enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Berdasarkan pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mengemukakan kesaksian itu hukumnya fardu kifayah. Menurut pendapat yang lain, makna ini merupakan pendapat jumhur ulama; dan yang dimaksud dengan firman-Nya:Dan janganlah saksi-saksi itu  enggan  (memberi keterangan) apabila dipanggil. (Al-Baqarah: 282), menunjukkan pengertian pemberian keterangan secara hakiki. Sedangkan firman-Nya, "Asy-syuhada" yang dimaksud dengannya ialah orang yang menanggung persaksian. Untuk itu apabila ia dipanggil untuk memberikan keterangan, maka ia harus menunaikannya bila telah ditentukan. Tetapi jika ia tidak ditentukan, maka hukumnya adalah fardu kifayah.‎

Mujahid dan Abu Mijlaz serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, "Apabila kamu dipanggil menjadi saksi, maka kamu boleh memilih antara mau dan tidak. Tetapi jika kamu telah bersaksi, kemudian dipanggil untuk memberikan keterangan, maka kamu harus menunaikannya." 
Di dalam kitab Sahih Muslim telah ditetapkan demikian pula di dalam kitab-kitab sunnah lainnya melalui jalur Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Amr ibnu Usman), dari Abdur Rahman ibnu Abu Amrah, dari Zaid ibnu Khalid, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:‎

«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ يُسْأَلَهَا»

Maukah aku ceritakan kepada kalian sebaik-baik para saksi? Yaitu orang yang memberikan keterangan (kesaksian)nya sebelum diminta untuk mengemukakannya.‎

Hadis lain dalam kitab Sahihain menyebutkan:‎

«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِشَرِّ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ يُسْتَشْهَدُوا»

Maukah aku ceritakan kepada kalian para saksi yang buruk? Yaitu orang-orang yang mengemukakan kesaksiannya sebelum diminta melakukannya.
Demikian pula sabda Nabi Saw. yang mengatakan:


«ثُمَّ يَأْتِي قَوْمٌ تَسْبِقُ أَيْمَانُهُمْ شَهَادَتَهُمْ، وَتَسْبِقُ شَهَادَتُهُمْ أَيْمَانَهُمْ»

Kemudian datanglah suatu kaum yang kesaksian mereka mendahului sumpah, dan sumpah mereka mendahului kesaksiannya.‎

Menurut riwayat yang lain disebutkan:‎

"ثُمَّ يَأْتِي قَوْمٌ يَشْهَدُون وَلَا يُسْتَشْهَدون"

Kemudian datanglah suatu kaum yang selalu mengemukakan kesaksian mereka, padahal mereka tidak diminta untuk mengemukakan kesaksiannya.
Mereka adalah saksi-saksi palsu.‎

Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan Al-Basri bahwa makna ayat ini mencakup kedua keadaan itu, yakni menanggung dan mengemukakan persaksian.

Firman Allah Swt.:‎

وَلا تَسْئَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيراً أَوْ كَبِيراً إِلى أَجَلِهِ

dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. (Al-Baqarah: 282)‎

Hal ini merupakan kesempurnaan dari petunjuk, yaitu perintah untuk mencatat hak, baik yang kecil maupun yang besar. Karena disebutkan pada permulaannya. la tas-amu, artinya janganlah kalian merasa enggan mencatat hak dalam jumlah seberapa pun, baik sedikit ataupun banyak, sampai batas waktu pembayarannya. 

Firman Allah Swt.:‎

ذلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهادَةِ وَأَدْنى أَلَّا تَرْتابُوا

Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)‎

Maksudnya, hal yang Kami perintahkan kepada kalian yaitu mencatat hak bilamana transaksi dilakukan secara tidak tunai merupakan hal yang lebih adil di sisi Allah. Juga lebih menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian si saksi bila ia membubuhkan tanda tangannya; karena manakala ia melihatnya, ia pasti ingat akan persaksiannya. Mengingat bisa saja seandainya ia tidak membubuhkan tanda tangannya, ia lupa pada persaksiannya, seperti yang kebanyakan terjadi.‎

وَأَدْنى أَلَّا تَرْتابُو

dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Al-Baqarah: 282)‎

Yakni lebih menghapus keraguan; bahkan apabila kalian berselisih pendapat, maka catatan yang telah kalian tulis di antara kalian dapat dijadikan sebagai rujukan, sehingga perselisihan di antara kalian dapat diselesaikan dan hilanglah rasa keraguan. 

Firman Allah Swt.:‎‎

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجارَةً حاضِرَةً تُدِيرُونَها بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَلَّا تَكْتُبُوها

kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian, maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya. (Al-Baqarah: 282)‎

Dengan kata lain, apabila transaksi jual beli dilakukan secara kontan dan serah terima barang dan pembayarannya, tidak mengapa jika tidak dilakukan penulisan, mengingat tidak ada larangan bila tidak memakainya.‎

Adapun mengenai masalah persaksian atas jual beli, hal ini disebutkan oleh firman-Nya: ‎

وَأَشْهِدُوا إِذا تَبايَعْتُمْ

Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli. (Al-Baqarah: 282)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abdullah ibnu Bakr, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli. (Al-Baqarah: 282) Yaitu buatlah persaksian atas hak kalian jika memakai tempo waktu, atau tidak memakai tempo waktu. Dengan kata lain, buatlah persaksian atas hak kalian dalam keadaan apa pun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Jabir ibnu Zaid, Mujahid, Ata, dan Ad-Dahhak hal yang semisal.‎

Asy-Sya'bi dan Al-Hasan mengatakan bahwa perintah yang ada dalam ayat ini di-mansukh oleh firman-Nya: Akan tetapi jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanat-nya (utangnya). (Al-Baqarah: 283)
Tetapi menurut jumhur ulama, perintah yang terkandung di dalam ayat ini ditafsirkan sebagai petunjuk dan anjuran, namun bukan perintah wajib. 
Sebagai dalilnya ialah hadis Khuzaimah ibnu Sabit Al-Ansari yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:‎

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، حَدَّثَنِي عمَارة بْنُ خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ عَمَّهُ حَدَّثَهُ -وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَاعَ فَرَسًا مِنْ أَعْرَابِيٍّ، فَاسْتَتْبَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَقْضِيَهُ ثَمَنَ فَرَسِهِ، فَأَسْرَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبْطَأَ الْأَعْرَابِيُّ، فَطَفِقَ رِجَالٌ يَعْتَرِضُونَ الْأَعْرَابِيَّ فَيُسَاوِمُونَهُ بِالْفَرَسِ، وَلَا يَشْعُرُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَاعَهُ، حَتَّى زَادَ بَعْضُهُمُ الْأَعْرَابِيَّ فِي السَّوْمِ عَلَى ثَمَنِ الْفَرَسِ الَّذِي ابْتَاعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَادَى الْأَعْرَابِيُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ مُبْتَاعًا هَذَا الْفَرَسَ فابتَعْه، وَإِلَّا بعتُه، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حين سمع نداء الأعرابي، قال: "أو ليس قَدِ ابْتَعْتُهُ مِنْكَ؟ " قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: لَا وَاللَّهِ مَا بِعْتُكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَلْ قَدِ ابْتَعْتُهُ مِنْكَ". فَطَفِقَ النَّاسُ يَلُوذُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَعْرَابِيِّ وَهُمَا يَتَرَاجَعَانِ، فَطَفِقَ الْأَعْرَابِيُّ يَقُولُ: هَلُم شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي بَايَعْتُكَ. فَمَنْ جَاءَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ: وَيْلَكَ! إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ إِلَّا حَقًّا. حَتَّى جَاءَ خزَيْمة، فَاسْتَمَعَ لِمُرَاجَعَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُرَاجَعَةِ الْأَعْرَابِيِّ يَقُولُ هَلُمَّ شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي بَايَعْتُكَ. قَالَ خُزَيْمَةُ: أَنَا أَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَايَعْتَهُ. فَأَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خُزَيْمَةَ فَقَالَ: "بِمَ تَشْهَدُ؟ " فَقَالَ: بِتَصْدِيقِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَجَعَلَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهَادَةَ خُزَيمة بِشَهَادَةِ رَجُلَيْنِ.

telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Khuzaimah Al-Ansari, bahwa pamannya yang merupakan salah seorang sahabat Nabi Saw. pernah menceritakan kepadanya hadis berikut: Nabi Saw. pernah membeli seekor kuda dari seorang Arab Badui. Setelah harganya disetujui, maka Nabi Saw. mencari lelaki Badui itu untuk membayar harga kuda tersebut. Nabi Saw. mengambil keputusan yang cepat, sedangkan lelaki Badui itu terlambat. Akhirnya di tengah jalan lelaki Badui itu dikerumuni oleh banyak orang lelaki; mereka menawar harga kuda itu, sedangkan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi Saw. telah membelinya. Hingga salah seorang dari mereka ada yang mau membelinya dengan harga yang lebih tinggi dari apa yang pernah ditawar oleh Nabi Saw. Lalu lelaki Badui itu berseru kepada Nabi Saw., "Jika engkau ingin membeli kuda ini, maka belilah; dan jika engkau tidak mau membelinya, aku akan menjualnya (kepada orang lain)." Maka Nabi Saw. berdiri dan bangkit ketika mendengar seruan itu, lalu beliau bersabda, "Bukankah aku telah membelinya darimu?" Lelaki Badui itu menjawab, "Tidak, demi Allah, aku belum menjualnya kepadamu." Nabi Saw. bersabda,"Tidak, bahkan aku telah membelinya darimu."Maka orang-orang mengerumuni Nabi Saw. dan lelaki Badui yang sedang berbantahan itu. Orang Badui itu berkata, "Datangkanlah seseorang yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual kuda ini kepadamu." Lalu setiap orang yang datang dari kaum muslim mengatakan kepada lelaki Badui itu, "Celakalah kamu ini, sesungguhnya Nabi Saw. tidak pernah berbicara tidak benar melainkan hanya benar belaka." Hingga datanglah Khuzaimah, lalu ia mendengarkan pengakuan Nabi Saw. dan sanggahan lelaki Badui yang mengatakan, "Datangkanlah seorang saksi yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual(nya) kepadamu." Lalu Khuzaimah berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Nabi Saw.) telah membeli kuda itu darinya." Lalu Nabi Saw. berpaling ke arah Khuzaimah dan bersabda, "Dengan alasan apakah kamu bersaksi?" Khuzaimah menjawab, "Dengan percaya kepadamu, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. menjadikan persaksian Khuzaimah sama kedudukannya dengan persaksian dua orang lelaki.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui hadis Syu'aib dan An-Nasai melalui riwayat Muhammad ibnul Walid Az-Zubaidi; keduanya meriwayatkan hadis ini dari Az-Zuhri dengan lafaz yang semisal.
Akan tetapi, untuk lebih hati-hati sebagai tindakan preventif ialah pendapat yang mengatakan sebagai petunjuk dan sunnah, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh kedua Imam, yaitu Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui riwayat Mu'az ibnu Mu'az Al-Anbari, dari Syu'bah, dari Firas, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:‎

«ثَلَاثَةٌ يَدْعُونَ اللَّهَ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ لَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ دَفَعَ مَالَ يَتِيمٍ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ، وَرَجُلٌ أَقْرَضَ رَجُلًا مَالًا فَلَمْ يُشْهِدْ»

Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi tidak diperkenankan bagi mereka, yaitu seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk, tetapi ia tidak menceraikannya. Seorang lelaki yang menyerahkan harta anak yatim kepada anak yatim yang bersangkutan sebelum usianya balig, dan seorang lelaki yang memberikan sejumlah utang kepada lelaki lain tanpa memakai saksi.‎

Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain. Imam Hakim mengatakan, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya, mengingat murid-murid Syu'bah me-mauquf-kan hadis ini hanya pada Abu Musa (yakni kata-kata Abu Musa). Sesungguhnya yang mereka sepakati sanad hadis Syu'bah hanyalah hadis yang mengatakan: Ada tiga macam orang yang diberikan pahalanya kepada mereka dua kali lipat...

Firman Allah Swt.:‎

وَلا يُضَارَّ كاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ

dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan. (Al-Baqarah: 282)‎

Menurut suatu pendapat, makna ayat ini ialah janganlah penulis dan saksi berbuat menyeleweng, misalnya dia menulis hal yang berbeda dari apa yang diimlakan kepadanya, sedangkan si saksi memberikan keterangan yang berbeda dengan apa yang didengarnya, atau ia menyembunyikan kesaksiannya secara keseluruhan. Pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah serta selain keduanya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tidak boleh mempersulit keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain (yakni Ibnu Hafs), telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan. (Al-Baqarah: 282) Bahwa seorang lelaki datang, lalu memanggil keduanya (juru tulis dan saksi) supaya mencatat dan mempersaksikan, lalu keduanya mengatakan, "Kami sedang dalam keperluan." Kemudian ia berkata, "Sesungguhnya kamu berdua telah diperintahkan melakukannya." Maka tidak boleh baginya mempersulit keduanya. ‎

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Tawus, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Atiyyah, Muqatil ibnu Hayyan, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta As-Saddi.

Firman Allah Swt.: 

وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ

Jika kalian lakukan (yang demikian itu), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada diri kalian. (Al-Baqarah: 282)

Yakni jika kalian menyimpang dari apa yang diperintahkan kepada kalian atau kalian melakukan hal yang dilarang kalian melakukannya, maka hal ini merupakan perbuatan kefasikan yang kalian lakukan. Kalian dicap sebagai orang yang fasik, tidak dapat dielakkan lagi; dan kalian tidak terlepas dari julukan ini. 
Firman Allah Swt.:

وَاتَّقُوا اللَّهَ

Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Baqarah: 282)

Yaitu takutlah kalian kepada-Nya, tanamkanlah rasa raqabah (pengawasan Allah) dalam diri kalian, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan tinggalkanlah apa yang dilarang oleh-Nya.

وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ

Allah mengajari kalian. (Al-Baqarah: 282)

sama pengertiannya dengan firman Allah Swt.:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقاناً

Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian Furqan. (Al-Anfal: 29)

Sama pula dengan makna firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُوراً تَمْشُونَ بِهِ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian dua bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya, dengan cahaya itu kalian dapat berjalan. (Al-Hadid: 28)

Adapun firman Allah Swt.:

وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 282)

Yakni Dia mengetahui semua hakikat, semua urusan, kemaslahatan-kemaslahatannya, dan akibat-akibatnya; tiada sesuatu pun yang samar bagi Dia, melainkan pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk.

Ketika Kita Mati Kelak Akan Ditanya Oleh Dua Malaikat


Menurut kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, setiap manusia akan ditanya setelah ia meninggal, biar ia dikubur atau pun tidak. Maka seandainya ia menjadi mangsa biantang  buas, atau terbakar hingga menjadi abu dan membumbung ke angkasa, atau tenggelam di dasar laut, ia akan tetap ditanya tentang amal perbuatannya, mereka akan ditanyakan oleh malaikat Munkar danNakir tentang amalnya dikala hidup yang kemudian akan dibalas dengan kebaikan atau keburukan. Balasan itu akan diterima oleh rohani dan jasmaninya dalam bentuk kenikmatan atau azab kubur. 
Walaupun demikian ada pula yang berpendapat bahwa siksa kubur atau kenikmatan di alam kubur itu hanyalah dalam segi  rohaninya semata dan tidak pada jasmaninya. Sedangkan yang mempertahankan adanya siksaan atau nikmat kerohanian dan jasmani di alam kubur adalah beralasan pada hadits-hadists yang menyebutkan “Ia akan mendengar suara sandal mereka,” “terdengarkah suaranya ketika dipukul dengan palu”’ “ Akan dipukul diantara dua telinganya”dll, yang kesemuanya menunjukkan adanya sifat-sifat jasmani atau badan seperti ketika hidupnya.

Melalui pengamatan nas-nas yang shohih dari Al Quran dan sunnah serta di topang oleh pemahaman dan pandangan para ulama dalam memahami nansh-nash tersebut, bahwa manusia menempuh kehidupan empat Alam: alam rahim, alam dunia, alam barzahk (kubur), alam akhirat.

Yang mana proses kehidupan setiap alam tersebut memiliki kekhususan masing-masing, tidak bisa disamakan proses kehidupan dalam setiap alam tersebut dengan kehidupan alam yang lainnya, alam rahim umpamanya mungkin saja bisa diketahui sebahagian proses kehidupan disana melalui peralatan kedokteran yang canggih, tapi di balik itu semua masih banyak keajaiban yang tidak terungkap dengan jalan bagaimanapun, semua itu merupakan rahasia yang sengaja Allah tutup dari ilmu dan pandangan umat manusia.

Allah telah menerangkan dalam firmannya yang berbunyi:

{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا} [الإسراء/85]

“Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja”

Apalagi bila kita hendak berbicara tentang kehidupan alam kubur dan alam akhirat, tiada pintu yang bisa kita buka kecuali pintu keimanan dengan yang ghaib, melalui teropong nas-nas Al Quran dan sunnah. Beriman dengan hal yang ghaib adalah barometer pembeda antara seorang mu’min dengan seorang kafir.

Sebagaimana termaktub dalam firman Allah:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ [البقرة/2، 3]

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib”.

Banyak sekali nas-nas dari Al Quran dan sunnah yang mengukuhkan persoalan ini yang tidak mungkin untuk kita urai dalam tulisan yang singkat ini.

Keadaan manusia dalam alam kubur

Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melewati Alam kubur. Alam ini disebut pula alam barzakh yang artinya perantara antara alam dunia dengan alam akhirat.

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah:

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ [المؤمنون/99، 100]

“Apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, ia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada Barzakh (pembatas) hingga hari mereka dibangkitkan”.

Para ahli tafsir dari ulama salaf sepakat mengatakan: “Barzakh adalah perantara antara dunia dan akhirat, atau perantara antara masa setelah mati dan hari berbangkit“.‎

Dinamakan alam Barzakh dengan alam kubur adalah atas keadaan yang umum terjadi, karena umumnya manusia bila meninggal dunia di kubur dalam tanah. Namun bukan berarti orang yang tidak dikubur telepas dari peristiwa-peristiwa alam barzakh. Seperti orang yang dimakan binatang buas, tenggelam di lautan, dibakar ataupun terbakar. Sebab Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Seperti yang diceritakan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dalam sabdanya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال (قال رجل لم يعمل خيرا قط فإذا مات فحرقوه واذروا نصفه في البر ونصفه في البحر فوالله لئن قدر الله عليه ليعذبنه عذابا لا يعذبه أحدا من العالمين فأمر الله البحر فجمع ما فيه وأمر البر فجمع ما فيه ثم قال لم فعلت ؟ قال من خشيتك وأنت أعلم فغفر له ) متفق عليه.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Seorang yang tidak pernah beramal baik sedikitpun berkata kepada keluarganya: apabila ia meninggal maka bakarlah dia, lalu tumbuk tulangnya sehalus-halusnya. Kemudian sebarkan saat terjadi angin kencanng bertiup, sebagian di daratan dan sebagian lagi di lautan. Lalu ia berkata: Demi Allah, Jika Allah mampu untuk menghidupkannya, tentu Allah akan mengazabnya dengan azab yang tidak diazab dengannya seorangpun dari penduduk alam. Maka Allah memerintahkan kepada lautan dan daratan untuk mengumpulkan debunya yang terdapat dalamnya. Maka tiba-tiba ia berdiri tegak. Lalu Allah bertanya kepadanya: Apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut?

Dari kisah yang disebutkan dalam hadits di atas dapat kita lihat bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk lari dari azab Allah dengan cara yang menurut akal pikirannya dapat membuatnya lolos dan lepas dari azab Allah. Tetapi hal tersebut tidak dapat melemahkan kekuasaan Allah. Bila seandainya ada seseorang mau melakukan tipuan terhadap Allah agar ia terlepas dari azab kubur, sesungguhnya kekuasan jauh lebih kuat daripada tipuanya. Pada hakikatnya yang ditipunya adalah dirinya sendiri.

Di alam kubur manusia akan mengalami kehidupan sampai teropet sangkakal ditiup oleh malaikat Isrofil. Di sana ada yang bersukacita dan ada pula yang berdukacita, ada yang bahagia dan ada pula yang menderita.

Alam kubur atau biasanya orang menyebut dengan alam barzah adalah suatu yang membatasi alam dunia dan akherat. Setiap manusia akan mengalami mati, kemudian berada pada alam kubur atau alam barzah, yaitu masa setelah manusia mati sampai hari kiamat atau tempat persinggahan pertama menuju akherat.

Orang yang sudah mati di dalam kubur akan mengalami :
Himpitan kubur
Pertanyaan kubur
Siksa kubur atau nikmat kubur
Diperlihatkan tempat duduknya (surga atau neraka)
Tempat ketetapan ruh
Hadits-hadits Rasulullah SAW :

Diperlihatkan Tempat Duduknya (Surga Atau Neraka)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّ اَحَدَكُمْ اِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِاْلغَدَاةِ وَ اْلعَشِيّ اِنْ كَانَ مِنْ اَهْلِ اْلجَنَّةِ فَمِنْ اَهْلِ اْلجَنَّةِ وَ اِنْ كَانَ مِنْ اَهْلِ النَّارِ فَمِنْ اَهْلِ النَّارِ. يُقَالُ: هذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مسلم 4: 2199

Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian apabila meninggal dunia akan diperlihatkan kepadanya tempat duduknya di waktu pagi dan sore. Jika ia termasuk ahli surga, maka akan diperlihatkan surga kepadanya. Dan jika ia termasuk ahli neraka, akan diperlihatkan neraka kepadanya. Lalu dikatakan kepadanya, “Ini adalah tempatmu hingga Allah membangkitkan kamu kepadanya pada hari qiyamat”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2199]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: اِذَا مَاتَ الرَّجُلُ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِاْلغَدَاةِ وَ اْلعَشِيّ اِنْ كَانَ مِنْ اَهْلِ اْلجَنَّةِ فَاْلجَنَّةُ وَ اِنْ كَانَ مِنْ اَهْلِ النَّارِ فَالنَّارُ. قَالَ ثُمَّ يُقَالُ: هذَا مَقْعَدُكَ الَّذِى تُبْعَثُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مسلم 4: 2199

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang meninggal dunia, akan diperlihatkan tempat duduknya pada pagi dan petang hari. Apabila ia termasuk ahli surga maka diperlihatkan surga. Dan jika ia termasuk ahli neraka maka diperlihatkan neraka”. Nabi SAW bersabda : Kemudian dikatakan kepadanya, “Ini adalah tempatmu yang kamu akan dibangkitkan padanya besok pada hari qiyamat”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2199]

Siksa Kubur Atau Nikmat Kubur, Himpitan Kubur  Dan Pertanyaan Kubur

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ ص فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَ نَحْنُ مَعَهُ اِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيْهِ وَ اِذَا اَقْبُرٌ سِتَّةٌ اَوْ خَمْسَةٌ اَوْ اَرْبَعَةٌ. (قَالَ: كَذَا كَانَ يَقُوْلُ اْلجُرَيْرِيُّ) فَقَالَ: مَنْ يَعْرِفُ اَصْحَابَ هذِهِ اْلاَقْبُرِ فَقَالَ رَجُلٌ: اَنَا. قَالَ: فَمَتَى مَاتَ هؤُلاَءِ. قَالَ: مَاتُوْا فِى اْلاِشْرَاكِ. فَقَالَ: اِنَّ هذِهِ اْلاُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبُوْرِهَا فَلَوْلاَ اَنْ لاَ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ اَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ الَّذِى اَسْمَعُ مِنْهُ، ثُمَّ اَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ. فَقَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ. قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ. فَقَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ. قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ. قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ. قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ. قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ. مسلم 4: 2199

Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata : Ketika Nabi SAW berada di kebun banu Najjar dengan mengendarai baghal dan kami bersama beliau, tiba-tiba baghal tersebut berbelok dan lari kencang hampir-hampir melemparkan beliau SAW, lalu berhenti. Dan ternyata di situ ada enam, lima atau empat pusara (demikian yang dikatakan oleh Al-Jurairi). Lalu Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mengenal penghuni kubur ini?”. Lalu ada seorang sahabat yang menjawab, “Saya”. Beliau bertanya lagi, “Kapan mereka itu meninggal?”. Sahabat tadi menjawab, “Mereka itu meninggal dalam kemusyrikan”. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Sekiranya aku tidak khawatir bahwa kalian akan takut mengubur (mayat), tentu aku berdoa kepada Allah agar Allah memperdengarkan siksa kubur kepada kalian sebagaimana yang aku dengar”. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa neraka!”. Lalu para sahabat berdoa, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa neraka”. Beliau bersabda lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur!”. Lalu para sahabat berdoa, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur”. Beliau bersabda lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi!”. Lalu para sahabat berdoa, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah yang tampak dan yang tersembunyi”. Beliau bersabda lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari firnah Dajjal!”. Para sahabat berdoa, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Dajjal”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2199]

اِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً لَوْ كَانَ اَحَدٌ مِنْهَا نَاجِيًا لَنَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ. احمد و ابن جرير

Sesungguhnya qubur itu mempunyai himpitan. Seandainya ada orang yang terlepas dari padanya, niscaya terlepaslah Sa'ad bin Mu’dz dari padanya. [HR. Ahmad dan Ibnu Jarir]

لَوْ نَجَا مِنْ ضَمَّةِ اْلقَبْرِ اَحَدٌ لَنَجَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ وَ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ اُرْخِيَ عَنْهُ. الترمذى و الطبرانى و البيهقى

Seandainya ada seorang yang bisa terselamat dari pada himpitan qubur, niscaya terselamatlah Sa'ad bin Mu’adz. Sesungguhnya ia telah dihimpit dengan satu himpitan, kemudian dikendorkan dari padanya. [HR. Tirmidzi, Thabrani dan Baihaqi]

وَ اِنَّ ضَغْطَةَ اْلقَبْرِ عَلَى اْلمُؤْمِنِ كَاْلاُمّ الشَّفِيْقَةِ يَشْكُوْ اِلَيْهَا ابْنُهَا الصُّدَاعَ فَتَغْمَزُ رَأْسَهُ غَمْزًا رَفِيْقًا وَ لكِنْ يَـا عَائِشَةُ وَيْلٌ لِلشَّاكّيْنَ فِى اللهِ كَيْفَ يُضْغَطُوْنَ فِى قُبُوْرِهِمْ كَضَغْطَةِ الصَّخْرَةِ عَلَى اْلبَيْضَةِ. البيهقى و الديلمى

Sesungguhnya himpitan qubur atas mukmin itu, seperti ibu yang sayang, yang anaknya mengadu sakit kepala kepadanya, lalu dipijit olehnya dengan pijitan yang lembut, tetapi, ya 'Aisyah! Celaka orang-orang yang syak tentang Allah! Dengan amat dahsyat akan dihimpit mereka itu di qubur-qubur mereka, sebagaimana himpitan batu gunung yang besar atas sebutir telur. [HR Baihaqi dan Dailami]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: اِنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ وَ تَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابُهُ، اِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. قَالَ: يَأْتِيْهِ مَلَكَاِن فَيُقْعِدَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ. مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هذَا الرَّجُلِ؟ قَالَ: فَاَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيَقُوْلُ: اَشْهَدُ اَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ. قَالَ: فَيُقَالُ لَهُ: اُنْظُرْ اِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ قَدْ اَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ اْلجَنَّةِ. قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا. قَالَ قَتَادَةُ: وَ ذُكِرَ لَنَا اَنَّهُ يُفْسَحُ لَهُ فِى قَبْرِهِ سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا وَ يُمْـَلأُ عَلَيْهِ خَضِرًا اِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ . مسلم 4: 2200

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabiyullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan di dalam quburnya dan teman-temannya sudah meninggalkannya, ia mendengar suara sandal mereka. Kemudian ia didatangi dua malaikat, lalu mendudukkannya dan bertanya, “Apa pendapatmu tentang laki-laki ini (Muhammad SAW)?”. Adapun orang mukmin akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah dan utusan-Nya”. Maka dikatakan kepadanya, “Lihatlah tempatmu di nereka, Allah telah menggantinya dengan tempat di surga”. Maka ia dapat melihat keduanya”. Qatadah berkata, “Dan disebutkan kepada kami bahwasanya mayyit itu diluaskan quburnya seluas 70 hasta, dan dipenuhi quburnya dengan kenikmatan hingga hari mereka dibangkitkan. [HR. Muslim juz 4, hal. 2200]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ اْلمَيّتَ اِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ اِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ اِذَا انْصَرَفُوْا. مسلم 4: 2201

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang mati ketika diletakkan di dalam quburnya, ia masih mendengar suara sandal orang-orang yang melayatnya ketika mereka pergi meninggalkannya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2201]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض اَنَّهُ حَدَّثَهُمْ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ وَ تَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابُهُ وَ اِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ اَتَاهُ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هذَا الرَّجُلِ لِمُحَمَّدٍ ص؟ فَاَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيَقُوْلُ: اَشْهَدُ اَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ. فَيُقَالُ لَهُ: اُنْظُرْ اِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ قَدْ اَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ اْلجَنَّةِ.فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا.قَالَ وَاَمَّا اْلمُنَافِقُ وَاْلكَافِرُ فَيُقَالُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلُ: لاَ اَدْرِى، كُنْتُ اَقُوْلُ مَا يَقُوْلُ النَّاسُ. فَيُقَالُ: لاَ دَرَيْتَ وَ لاَ تَلَيْتَ؟ وَ يُضْرَبُ بِمَطَارِقَ مِنْ حَدِيْدٍ ضَرْبَةً فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيْهِ غَيْرَ الثَّقَلَيْنِ. البخارى 2: 102

Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya apabila manusia diletakkan dalam quburnya, setelah teman-temannya berpaling dan pergi hingga ia mendengar suara sandal mereka, lalu datanglah kedua malaikat, mendudukkannya dan bertanya kepadanya, “Apa yang dahulu kamu katakan (ketika di dunia) tentang laki-laki ini, yaitu Muhammad SAW?”. Adapun orang mukmin, maka ia menjawab, “Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya”. Maka dikatakan kepadanya, “Lihatlah tempat dudukmu di neraka, Allah telah menggantinya dengan tempat duduk di surga”. Maka ia melihat keduanya. Adapun orang munafiq dan kafir ketika ditanya, “Apa yang dahulu kamu katakan tentang laki-laki ini?”. Ia akan menjawab, “Saya tidak tahu, saya dulu mengatakan apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang”. Maka dikatakan kepadanya, “Kamu tidak tahu dan tidak membaca”. Kemudian ia dipukul dengan pemukul dari besi diantara kedua telinganya, lalu ia berteriak sekeras-kerasnya yang didengar oleh apa yang didekatnya selain jin dan manusia”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 102]

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا وُضِعَتِ اْلجَنَازَةُ وَ احْتَمَلَهَا الرّجَالُ عَلَى اَعْنَاقِهِمْ فَاِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ قَدّمُوْنِى. وَ اِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ: يَا وَيْلَهَا، اَيْنَ تَذْهَبُوْنَ بِهَا؟ يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ اِلاَّ اْلاِنْسَانَ وَ لَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ. البخارى 2: 87

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila jenazah diletakkan dan orang-orang mengangkatnya di atas pundak mereka, jika jenazah itu baik maka ia berkata, “Ajukanlah saya”. Jika jenazah itu tidak baik maka ia berkata, “Wahai celakanya, kemanakah kalian pergi membawa jenazah?”. Segala sesuatu mendengarnya kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya niscaya ia pingsan”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 87]


عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: اِذَا خَرَجَتْ رُوْحُ اْلمُؤْمِنِ تَلَقَّاهَا مَلَكَانِ يُصْعِدَانِهَا، قَالَ حَمَّادٌ: فَذَكَرَ مِنْ طِيْبِ رِيْحِهَا وَ ذَكَرَ اْلمِسْكَ، قَالَ: وَ يَقُوْلُ اَهْلُ السَّمَاءِ: رُوْحٌ طَيّبَةٌ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ اْلاَرْضِ صَلَّى اللهُ عَلَيْكِ وَ عَلَى جَسَدٍ كُنْتِ تَعْمُرِيْنَهُ. فَيُنْطَلَقُ بِهِ اِلَى رَبّهِ عَزَّ وَ جَلَّ ثُمَّ يَقُوْلُ: اِنْطَلِقُوْا بِهِ اِلَى آخِرِ اْلاَجَلِ. قَالَ: وَ اِنَّ اْلكَافِرَ اِذَا خَرَجَتْ رُوْحُهُ قَالَ حَمَّادٌ: وَ ذَكَرَ مِنْ نَتْنِهَا وَ ذَكَرَ لَعْنًا وَ يَقُوْلُ اَهْلُ السَّمَاءِ: رُوْحٌ خَبِيْثَةٌ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ اْلاَرْضِ. قَالَ: فَيُقَالُ: اِنْطَلِقُوْا بِهِ اِلَى آخِرِ اْلاَجَلِ. قَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ: فَرَدَّ رَسُوْلُ اللهِ ص رَيْطَةً كَانَتْ عَلَيْهِ عَلَى اَنْفِهِ هكَذَا. مسلم 4: 2202

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Apabila ruh orang mukmin keluar, dua malaikat menjemputnya dan membawanya naik. (Hammad berkata : Abu Hurairah menyebutkan harum baunya seperti minyak wangi). Dan penghuni langit berkata, “Ini adalah ruh yang baik yang datang dari bumi. Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu dan kepada jasad yang engkau tempati”. Lalu ruh itu dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla, lalu Dia berfirman, “Bawalah ia ke batas yang terakhir (Sidratul Muntaha)”. Dan apabila ruh orang kafir keluar, (Hammad berkata : Abu Hurairah menyebutkan busuknya bau ruh itu dan ia dilaknati). Kemudian penghuni langit berkata, “Ini adalah ruh yang jelek yang datang dari bumi”. Kemudian difirmankan, “Bawalah ia ke tempat terakhir (ke Sijjin)”. Abu Hurairah berkata, “Lalu Rasulullah SAW menutupkan kain tipis ke hidungnya demikian”. [HR. Muslim juz 2, hal. 2202]

عَنِ اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: ( يُثَبّتُ اللهُ الَّذِيْنَ امَنُوْا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ ) قَالَ: نَزَلَتْ فِى عَذَابِ اْلقَبْرِ فَيُقَالُ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ رَبّيَ اللهُ وَ نَبِيّى مُحَمَّدٌ ص. فَذلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: ( يُثَبّتُ اللهُ الَّذِيْنَ امَنُوْا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ فِى اْلحَيوةِ الدُّنْيَا وَ فِى اْلاخِرَةِ ). مسلم 4: 2201

Dari Baraa’ bin ‘Aazib dari Nabi SAW beliau membaca “Yutsabbitul-loohul-ladziina aamanuu bil qoulits-tsaabit” (Allah meneguhkan iman orang-orang mukmin dengan ucapan yang teguh). [QS. Ibrahim : 27] Lalu beliau bersabda, “Ayat ini turun mengenai siksa qubur. Ditanyakan kepada orang mukmin, “Siapakah Tuhanmu?”. Ia menjawab, “Tuhanku Allah, dan nabiku Muhammad SAW”. Itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah “Allah meneguhkan iman orang-orang mukmin dengan ucapan yang teguh di dalam kehidupan dunia dan akhirat”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2201]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ عُمَرَ بَيْنَ مَكَّةَ وَ اْلمَدِيْنَةِ فَتَرَاءَيْنَا اْلهِلاَلَ وَ كُنْتُ رَجُلاً حَدِيْدَ اْلبَصَرِ فَرَاَيْتُهُ وَ لَيْسَ اَحَدٌ يَزْعُمُ اَنَّهُ رَآهُ غَيْرِى. قَالَ: فَجَعَلْتُ اَقُوْلُ لِعُمَرَ: اَمَا تَرَاهُ؟ فَجَعَلَ لاَ يَرَاهُ. قَالَ: يَقُوْلُ عُمَرُ: سَاَرَاهُ وَ اَنَا مُسْتَلْقٍ عَلَى فِرَاشِى ثُمَّ اَنْشَأَ يُحَدّثُنَا عَنْ اَهْلِ بَدْرٍ. فَقَالَ: اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَ كَانَ يُرِيْنَا مَصَارِعَ اَهْلِ بَدْرٍ بِاْلاَمْسِ يَقُوْلُ: هذَا مَصْرَعُ فُلاَنٍ غَدًا، اِنْ شَاءَ اللهُ، قَالَ فَقَالَ عُمَرُ. فَوَ الَّذِى بَعَثَهُ بِاْلحَقّ مَا اَخْطَئُوا اْلحُدُوْدَ الَّتِى حَدَّ رَسُوْلُ اللهِ ص. قَالَ: فَجُعِلُوْا فِى بِئْرٍ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ فَانْطَلَقَ رَسُوْلُ اللهِ ص حَتَّى انْتَهَى اِلَيْهِمْ فَقَالَ: يَا فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ وَ يَا فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَكُمُ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ حَقًّا؟ فَاِنّى قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِى اللهُ حَقًّا. قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تُكَلّمُ اَجْسَادًا لاَ اَرْوَاحَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَا اَنْتُمْ بِاَسْمَعَ لِمَا اَقُوْلُ مِنْهُمْ غَيْرَ اَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ اَنْ يَرُدُّوْا عَلَيَّ شَيْئًا. مسلم 4: 2202

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Dahulu kami berada diantara Makkah dan Madinah bersama ‘Umar. Kami berusaha melihat bulan (tanggal muda), sedangkan aku orang yang berpenglihatan tajam, maka aku dapat melihatnya, dan tidak ada seorangpun yang menyangka bahwa selain aku dapat melihatnya. Kemudian aku berkata kepada ‘Umar, “Apakah kamu dapat melihatnya?”. Ternyata ia tidak melihatnya, lalu ‘Umar berkata, “Aku akan melihatnya dengan berbaring diatas pembaringanku”. Kemudian ia mulai bercerita kepada kami tentang Ahli Badr, katanya, “Sesungguhnya Rasulullah SAW dahulu pernah menunjukkan kepada kami tempat-tempat terbunuhnya Ahli Badr sebelum terjadi. Sabda beliau, “Ini tempat terbunuhnya si fulan besuk, insya Allah”. ‘Umar berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusnya dengan haq, mereka (yang terbunuh) tidak melampaui batas-batas tempat yang telah ditetapkan Rasulullah SAW”. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam sumur, bertumpuk-tumpuk, setelah itu beliau menuju ke tempat mereka, lalu bersabda, “Hai fulan bin fulan, hai fulan bin fulan, apakah kamu telah mendapatkan apa yang pernah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya dengan nyata? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang pernah dijanjikan Allah kepadaku dengan nyata”. ‘Umar berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana engkau berbicara dengan jasad-jasad yang tidak mempunyai ruh?”. Beliau bersabda, “Kamu tidak lebih mendengar dari pada mereka akan apa yang aku katakan, hanya saja mereka tidak bisa menjawab kepadaku sedikitpun”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2202]


عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص تَرَكَ قَتْلَى بَدْرٍ ثَلاَثًا ثُمَّ اَتَاهُمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ فَقَالَ: يَا اَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، يَا اُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ، يَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، يَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، اَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟ فَاِنّى قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِى رَبّى حَقًّا. فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِيّ ص فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ يَسْمَعُوْا وَ اَنَّى يُجِيْبُوْا وَ قَدْ جَيَّفُوْا؟ قَالَ: وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا اَنْتُمْ بِاَسْمَعَ لِمَا اَقُوْلُ مِنْهُمْ وَ لكِنَّهُمْ لاَ يَقْدِرُوْنَ اَنْ يُجِيْبُوْا. ثُمَّ اَمَرَ بِهِمْ فَسُحِبُوْا فَاُلْقُوْا فِى قَلِيْبِ بَدْرٍ. مسلم 4: 2203

Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW membiarkan tiga orang yang terbunuh di Badr, kemudian beliau mendatangi mereka dan berdiri diatas mereka lalu memanggil mereka, “Hai Abu Jahl bin Hisyam, hai Ummayah bin Khalaf, hai ‘Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kamu telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhanmu dengan nyata? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhanku dengan nyata”. Mendengar sabda Nabi SAW demikian itu ‘Umar bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana mereka bisa mendengar dan menjawab, sedangkan mereka telah menjadi bangkai?”. Beliau bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, kamu tidak lebih mendengar dari pada mereka tentang apa yang aku katakan, tetapi mereka tidak bisa menjawab”. Setelah itu beliau memerintahkan agar mereka disingkirkan, lalu mereka diseret dan dimasukkan ke dalam sumur di Badr. [HR. Muslim juz 4, hal. 2203]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض عَنِ النَّبِيّ ص اَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ: اِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَ مَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيْرٍ. اَمَّا اَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ اْلبَوْلِ، وَ اَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيْمَةِ. ثُمَّ اَخَذَ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِى كُلّ قَبْرٍ وَاحِدَةً. فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، لِمَ صَنَعْتَ هذَا؟ فَقَالَ: لَعَلَّهُ اَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا. البخارى 2: 98

Dari Ibnu ‘Abbas RA, dari Nabi SAW : Bahwasanya Nabi SAW melewati dua qubur, lalu bersabda, “Sesungguhnya kedua-duanya sedang disiksa, dan keduanya tidak disiksa dalam urusan yang (dianggap) besar. Adapun salah seorang dari keduanya, ia tidak mau membersihkan diri dari kencingnya. Sedangkan yang lain, suka mengadu domba”. Kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu beliau membelahnya menjadi dua bagian, kemudian menancapkan tiap bagian pada setiap qubur. Para shahabat lalu bertanya, “Untuk apakah engkau melakukan itu ya Rasulullah ?”. Beliau bersabda, “Mudah-mudahan akan diringankan siksa kedua orang ini selama pelepah kurma itu belum menjadi kering”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 98]

ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَتَّانَيِ الْقَبْرِ فَقَالَ عُمَرُ: اَتُرَدُّ اِلَيْنَا عُقُوْلُنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: نَعَمْ، كَهَيْئَتِكُمُ اْليَوْمَ. فَقَالَ عُمَرُ: بِفِيْهِ اْلحَجَرُ. احمد و الطبرانى

Rasulullah SAW pernah menyebut dua malaikat pemeriksa kubur. Lalu Umar bertanya : "Apakah akal kita akan dikembalikan kepada kita ya Rasulullah?" Jawab Rasulullah SAW : "Ya, seperti keadaan kamu sekarang ini". Maka Umar berkata : "Batu di mulutnya. (Aku akan memberi jawaban yang tepat)". [HR Ahmad dan Thabrani]

قَالَ النَّبِيُّ ص: يُسَلَّطُ عَلَى اْلكَافِرِ فِى قَبْرِهِ تِسْعَةٌ وَ تِسْعُوْنَ تِنّيْنًا تَلْدَغُهُ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ. احمد و ابو يعلى

Nabi SAW bersabda, “Dilepaskan pada orang kafir dalam quburnya 99 ular mematuk (menggigit)nya hingga hari qiyamat”. [HR. Ahmad dan Abu Ya’la]

قَالَ النَّبِيُّ ص: اِنَّ عَذَابَ اْلقَبْرِ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنَ اْلغِيْبَةِ وَ النَّمِيْمَةِ وَ اْلبَوْلِ. فَاِيَّاكُمْ وَ ذلِكَ. البيهقى

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya ‘adzab qubur itu disebabkan oleh tiga hal. Yaitu mengumpat, mengadu-adu dan karena (tidak bersih dari) kencing. Karena itu jagalah diri kalian dari tiga hal tersebut”. [HR. Baihaqi]

Tempat ketetapan ruh

Tempat ketetapan ruh, yakni orang yang sudah mati itu ruhnya akan tetap di tempat yang ditentukan baginya. Nabi SAW bersabda :

اَرْوَاحُ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللهِ فِى حَوَاصِلِ طَيْرٍ حُضْرٍ تَسْرَحُ فِى اَنْهَارِ اْلجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِى اِلَى قَنَادِيْلَ تَحْتَ اْلعَرْشِ. مسلم

Ruh-ruh orang-orang yang mati syahid itu di sisi Allah di tembolok-tembolok burung hijau, berjalan-jalan di sungai-sungai surga kemana saja ia suka, kemudian kembali kepada lampu-lampu di bawah ‘Arsy. [HR. Muslim]

اِنَّمَا نَسَمَةُ اْلمُؤْمِنِ طَائِرٌ تَعَلَّقَ فِى شَجَرِ اْلجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللهُ اِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مالك و احمد و النسائى

Sesungguhnya ruh orang mukmin itu adalah burung yang tergantung di pohon surga hingga Allah mengembalikannya ke badannya di hari qiyamat. [HR. Malik, Ahmad dan Nasai]

قَالَ النَّبِيُّ ص: تَكُوْنُ النَّسَمُ طَيْرًا تَعَلَّقَ بِالشَّجَرِ حَتَّى اِذَا كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ دَخَلَتْ كُلُّ نَفْسٍ فِى جَسَدِهَا. احمد و الطبرانى

Nabi SAW bersabda, “Ruh-ruh itu adalah burung-burung yang bergantung di pohon-pohon, hingga apabila (tiba) hari qiyamat, masuklah tiap-tiap ruh ke badannya”. [HR. Ahmad dan Thabrani]

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ نَسَمَةَ اْلمُؤْمِنِ تَسْرَحُ فِى اْلجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ وَ نَسَمَةَ اْلكَافِرِ فِى سِجّيْنٍ. ابن ماجه و الطبرانى

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ruh orang mukmin itu berjalan-jalan ke manasaja di surga sesukanya dan ruh orang kafir itu di neraka”. [HR. Ibnu Majah dan Thabrani]

قَالَ النَّبِيُّ ص: اِنَّ اَرْوَاحَ اْلمُؤْمِنِيْنَ فِى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ يَنْظُرُوْنَ اِلَى مَنَازِلِهِمْ فِى اْلجَنَّةِ. ابو نعيم

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya ruh-ruh kaum mukminin itu adalah di langit yang ke tujuh, melihat tempat kedudukan mereka di surga”. [HR. Abu Nu’aim]

اِنَّ ابْنَ عُمَرَ عَزَّى اَسْمَاءَ بِابْنِهَا عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ وَ جُثَّتُهُ مَصْلُوْبَةٌ فَقَالَ: لاَ تَحْزَنِى فَاِنَّ اْلاَرْوَاحَ عِنْدَ اللهِ فِى السَّمَاءِ وَ اِنَّمَا هذِهِ جُثَّةٌ. سعيد بن منصور

Sesungguhnya Ibnu ‘Umar pernah menghibur Asma’ karena kematian anaknya yang bernama ‘Abdullah bin Zubair, sedang mayyitnya di salib orang. Ibnu ‘Umar berkata, “Janganlah engkau berduka cita, karena sesungguhnya ruh-ruh itu di sisi Allah di langit. Adapun (yang di depan kita) ini hanyalah badannya”. [HR. Sa’id bin Manshur]

FITNAH (UJIAN) KUBUR
Jika seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur, dua malaikat akan mendatanginya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah (ujian) kubur. Dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad rahimahullah dari sahabat al-Barro bin ‘Azib Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ:فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ لَهُ : وَمَا يُدْرِيْكَ ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ: أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِيفَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ (وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ) وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ , قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ : أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ , فَيَقُولُ لَهُ : مَنْ أَنْتَ , فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ, فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ, فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي

Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu ?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?”Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”.
Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.
Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”. Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.

Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ قَبِيحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوءُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ, فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ فَيَقُولُ رَبِّ لَا تُقِمِ السَّاعَةَ

Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Sipakah Rabbmu?” Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah agamamu?” Dia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?”Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Lalu penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka.” Maka panas neraka dan asapnya datang mendatanginya. Dan kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”. [Lihat Shahîhul Jâmi’ no: 1672]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ الْخَفَّافُ أَبُو نَصْرٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ نَخْلًا لِبَنِي النَّجَّارِ فَسَمِعَ صَوْتًا فَفَزِعَ فَقَالَ مَنْ أَصْحَابُ هَذِهِ الْقُبُورِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَاسٌ مَاتُوا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ قَالُوا وَمِمَّ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ أَتَاهُ مَلَكٌ فَيَقُولُ لَهُ مَا كُنْتَ تَعْبُدُ فَإِنْ اللَّهُ هَدَاهُ قَالَ كُنْتُ أَعْبُدُ اللَّهَ فَيُقَالُ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ فَيَقُولُ هُوَ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ فَمَا يُسْأَلُ عَنْ شَيْءٍ غَيْرِهَا فَيُنْطَلَقُ بِهِ إِلَى بَيْتٍ كَانَ لَهُ فِي النَّارِ فَيُقَالُ لَهُ هَذَا بَيْتُكَ كَانَ لَكَ فِي النَّارِ وَلَكِنَّ اللَّهَ عَصَمَكَ وَرَحِمَكَ فَأَبْدَلَكَ بِهِ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ دَعُونِي حَتَّى أَذْهَبَ فَأُبَشِّرَ أَهْلِي فَيُقَالُ لَهُ اسْكُنْ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ أَتَاهُ مَلَكٌ فَيَنْتَهِرُهُ فَيَقُولُ لَهُ مَا كُنْتَ تَعْبُدُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي فَيُقَالُ لَهُ لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ فَيُقَالُ لَهُ فَمَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ فَيَقُولُ كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيَضْرِبُهُ بِمِطْرَاقٍ مِنْ حَدِيدٍ بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا الْخَلْقُ غَيْرُ الثَّقَلَيْنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بِمِثْلِ هَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيَقُولَانِ لَهُ فَذَكَرَ قَرِيبًا مِنْ حَدِيثِ الْأَوَّلِ قَالَ فِيهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُ فَيَقُولَانِ لَهُ زَادَ الْمُنَافِقَ وَقَالَ يَسْمَعُهَا مَنْ وَلِيَهُ غَيْرُ الثَّقَلَيْنِ ‎

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sulaiman Al Anbari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab bin Atha Al Khaffaf Abu Nashr] dari [Sa'id] dari [Qatadah] dari [Anas bin Malik] ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah masuk ke sebuah kebun milik bani Najjar, lalu beliau mendengar suara hingga beliau kawatir. Beliau bertanya: "Siapa yang dikubur ini?" Para sahabat menjawab, "Wahai Rasulullah, orang-orang yang mati pada masa Jahilliyah." Beliau bersabda: "Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa neraka & fitnah Dajjal. Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, memang kenapa? 
Beliau menjawab: Seorang mukmin jika telah diletakkan dalam kuburnya, maka seorang malaikat akan datang kepadanya seraya berkata, Apa yg kamu sembah? 
Jika Allah memberinya pentunjuk maka ia akan menjawab, Aku menyembah Allah. Lalu ditanyakan kepadanya, Apa yg kau katakan tentang laki-laki ini (Muhammad)? 
Lalu ia menjawab, Dia adl hamba Allah & rasul-Nya. Dan ia tak ditanya kecuali pertanyaan tersebut. Lalu ia dibawa menuju rumah yg disediakan untuknya dalam neraka, dikatakan kepadanya, Ini adl rumah yg semula disediakan untukmu di neraka, tetapi Allah telah melindungi & memberimu rahmat lalu Allah menggantikan rumah di surga. Laki-laki mukmin itu pun berkata, Biarkanlah aku mengabarkan berita baik ini kepada keluargaku. Lalu dikatakan kepadanya, Diamlah., Dan seorang kafir jika telah diletakkan dalam kuburnya, maka seorang malaikat akan datang kepadanya seraya menghardiknya, lalu malaikat itu bertanya, Siapa yg kamu sembah? 
Laki-laki itu menjawab, Aku tak tahu. Lalu dikatakan kepadanya, Engkau tak tahu tapi tak mau membaca! Lalu dikatakan kepadanya, Apa yg kamu katakan tentang ini (Muhammad)? 
Laki-laki itu menjawab, Aku mengatakan sebagaimana yg dikatakan oleh manusia. Malaikat itu lalu memukulnya dgn palu besi antara dua telinganya hingga ia melolong & menjerit kesakitan dgn jeritan yg dapat didengar oleh para semua makhluk kecuali jin & manusia. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dgn sanad yg sama; seperti hadits tersebut. Beliau bersabda:
Jika seorang hamba diletakkan dalam kuburnya, & orang-orang yg menghantarkannya telah kembali, maka ia dapat mendengar bunyi sandal mereka. setelah itu ada dua malaikat mendatanginya & bertanya kepadanya. …lalu ia menyebutkan redaksi yg hampir sama dgn hadits pertama ia menyebutkan (dalam riwayatnya); Adapun orang kafir & munafik, maka kedua malaikat itu akan berkata kepadanya, - ia menambahkan kaliamat, 'munafik', & ia juga menyebutkan dalam riwayatnya; akan dapat didengar oleh makhluk yg disekitarnya selain jin & manusia. [HR. Abudaud No.4126].‎


حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ح و حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَهَذَا لَفْظُ هَنَّادٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ الْمِنْهَالِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ وَلَمَّا يُلْحَدْ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرُ وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ فِي الْأَرْضِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ هَاهُنَا وَقَالَ وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ حِينَ يُقَالُ لَهُ يَا هَذَا مَنْ رَبُّكَ وَمَا دِينُكَ وَمَنْ نَبِيُّكَ قَالَ هَنَّادٌ قَالَ وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ قَالَ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ وَمَا يُدْرِيكَ فَيَقُولُ قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ { يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا } الْآيَةُ ثُمَّ اتَّفَقَا قَالَ فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِي فَأَفْرِشُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا قَالَ وَيُفْتَحُ لَهُ فِيهَا مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَإِنَّ الْكَافِرَ فَذَكَرَ مَوْتَهُ قَالَ وَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ فَيَقُولُ هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَأَفْرِشُوهُ مِنْ النَّارِ وَأَلْبِسُوهُ مِنْ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ قَالَ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا قَالَ وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ زَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ قَالَ ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَبْكَمُ مَعَهُ مِرْزَبَّةٌ مِنْ حَدِيدٍ لَوْ ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ لَصَارَ تُرَابًا قَالَ فَيَضْرِبُهُ بِهَا ضَرْبَةً يَسْمَعُهَا مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ فَيَصِيرُ تُرَابًا قَالَ ثُمَّ تُعَادُ فِيهِ الرُّوحُ حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا الْمِنْهَالُ عَنْ أَبِي عُمَرَ زَاذَانَ قَالَ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ‎

Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Jarir]. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami [Hannad As Sari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] - dan ini adalah lafadz Hannad- dari [Al A'masy] dari [Al Minhal] dari [Zadzan] dari [Al Bara bin Azib] ia berkata, "Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk melihat jenazah seorang laki-laki Anshar, kami pun tiba di pemakaman. Ketika lubang lahad telah dibuat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk, lalu kami ikut duduk di sisinya. Kami diam, seakan-akan di atas kepala kami ada burung. Saat itu beliau memegang sebatang kayu yang ditancapkan ke dalam tanah, beliau lalu mengangkat kepalanya dan bersabda: "Mintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur. Beliau ucapkan kalimat itu hingga dua atau tiga kali. Demikanlah tambahan dalam hadits Jarir. Beliau melanjutkan: Sungguh, mayat itu akan dapat mendengar derap sandal mereka saat berlalau pulang; yakni ketika ditanyakan kepadanya, 'Wahai kamu, siapa Rabbmu? 
Apa agamamu? 
Dan siapa Nabimu? 
' -Hannad menyebutkan; Beliau bersabda:
- lalu ada dua malaikat mendatanginya seranya mendudukkannya. Malaikat itu bertanya, Siapa Rabbmu? 
ia menjawab, Rabbku adl Allah. Malaikat itu bertanya lagi, Apa agamamu? 
ia menjawab, Agamaku adl Islam. Malaikat itu bertanya lagi, Siapa laki-laki yg diutus kepada kalian ini? 
' ia menjawab, Dia adl Rasulullah . malaikat itu bertanya lagi, Apa yg kamu ketahui? 
ia menjawab, Aku membaca Kitabullah, aku mengimaninya & membenarkannya. Dalam hadits Jarir ditambahkan, Maka inilah makna firman Allah: '(Allah meneguhkan (iman) orang-orang yg beriman…) ' hingga akhir ayat. -Qs. Ibrahim: 27- kemudian kedua perawi sepakat pada lafadz, Beliau bersabda:
Kemudian ada suara dari langit yg menyeru, Benarlah apa yg dikatakan oleh hamba-Ku, hamparkanlah permadani untuknya di surga, bukakan baginya pintu-pintu surga & berikan kepadanya pakaian surga. beliau melanjutkan: Kemudian didatangkan kepadanya wewangian surga, lalu kuburnya diluaskan sejauh mata memandang. Beliau melanjutkan: Jika yg meninggal adl orang kafir, maka ruhnya akan dikembalikan kepada jasadnya. Saat itu datanglah dua malaikat serya mendudukkannya. Kedua malaikat itu bertanya, Siapa Rabbmu? 
ia menjawab, Hah, hah, hah. Aku tak tahu. Malaikat itu bertanya, Apa agamamu? 
ia menjawab, Hah, hah. Aku tak tahu. Malaikat itu bertanya lagi, Siapa laki-laki yg diutus kepada kalian ini? 
' ia menjawab, Hah, hah. Aku tak tahu. Setelah itu terdengar suara dari langit: Ia telah berdusta. Berilah ia hamparan permadani dari neraka, berikan pakaian dari neraka, & bukakanlah pintu-pintu neraka untuknya. Beliau melanjutkan: Kemudian didatangkan kepadanya panas & baunya neraka. Lalu kuburnya disempitkan hingga tulangnya saling berhimpitan. Dalam hadits Jarir ditambahkan, Beliau bersabda:‎
Lalu ia dibelenggu dalam keadaan buta & bisu. Dan baginya disediakan sebuah pemukul dari besi, sekiranya pemukul itu dipukulkan pada sebuah gunung niscaya akan menjadi debu. Beliau melanjutkan: Laki-laki kafir itu kemudian dipukul dgn pemukul tersebut hingga suaranya dapat didengar oleh semua makhluk; dari ujung timur hingga ujung barat -kecuali jin & manusia- hingga menjadi debu. Beliau meneruskan ceritanya: Setelah itu, ruhnya dikembalikan lagi. Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair berkata, telah menceritakan kepada kami Al A'masy berkata, telah menceritakan kepada kami Al Minhal dari Abu Umar Zadzan ia berkata; Aku mendengar Al Bara dari Nabi , beliau bersabda…. lalu ia menyebutkan seperti hadits tersebut. [HR. Abudaud No.4127].

Dari hadits yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pertanyaan dalam kubur berlaku untuk umum, baik orang Mukmin maupun kafir.

ADZAB DAN NIKMAT KUBUR‎

Banyak sekali hadits yang menjelaskan keberadaan adzab dan nikmat kubur. Hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah , penulis kitab al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, berkata, “Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasûlullâh tentang keberadaan adzab dan nikmat kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya; Demikian juga pertanyaan dua malaikat. Oleh karena itu, wajib meyakini dan mengimani kepastian ini. Dan kita tidak membicarakan bagaimana caranya, karena akal tidak memahami bagaimana caranya, karena keadaan itu tidak dikenal di dunia ini. Syari’at tidaklah datang membawa perkara yang mustahil bagi akal, tetapi terkadang membawa perkara yang membingungkan akal. Karena kembalinya ruh ke jasad (di alam kubur) tidaklah dengan cara yang diketahui di dunia, namun ruh dikembalikan ke jasad dengan cara yang berlainan dengan yang ada di dunia.” [Kitab Syarah al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, hlm.450; al-Minhah al-Ilâhiyah fii Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah, hlm. 238]

Kalangan atheis dan orang-orang Islam yang mengikuti pendapat para filosof mengingkari adanya adzab kubur. Mereka beralasan bahwa setelah membongkar kubur, mereka tidak melihat sama sekali apa yang diberitakan oleh nash-nash syariat. Mereka semua tidak mempercayai apa yang di luar jangkauan ilmu mereka. Mereka mengira bahwa penglihatan mereka dapat melihat segala sesuatu dan pendengaran mereka dapat mendengar segala sesuatu, padahal kita saat ini telah mengetahui beberapa rahasia alam yang oleh penglihatan dan pendengaran kita tidak dapat menangkapnya.

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membenarkan berita-Nya.

Di dalam al-Qur’ân terdapat isyarat-isyarat yang menunjukkan adanya adzab kubur. Antara lain adalah Firman Allâh Azza wa Jalla tentang Fir’aun dan kaumnya 

وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ ﴿٤٥﴾ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”. [al-Mukmin/40: 45-46]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk”, yaitu tenggelam di lautan, kemudian pindah ke neraka Jahim. “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, sesungguhnya ruh-ruh mereka dihadapkan ke neraka pada waktu pagi dan petang sampai hari kiamat. Jika hari kiamat telah terjadi ruh dan jasad mereka berkumpul di neraka. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”, yaitu kepedihannya lebih dahsyat dan siksanya lebih besar. Dan ayat ini merupakan fondasi yang besar dalam pengambilan dalil Ahlus Sunnah terhadap adanya siksaan barzakh di dalam kubur, yaitu firmanNya ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang’. [Tafsir surat al-Mukmin/40: 45-46]
Setiap kali meninggal, manusia mesti kembali kepada Tuhannya. Namun demikian, ia akan memasuki alam kubur terlebih dahulu. Di alam inilah, malaikat Munkar dan Nakir bekerja. Dua malaikat ini akan menanyakan sikap si mayit perihal tuhan, malaikat, agama, kitab, kiblat, rasul, takdir, nikmat-siksa kubur, hari Kiamat, Surga-Neraka, dan lainnya.

Dalam tanya-jawab inilah penentuan nasib si mayit ke depannya. Kalau di tahap ini gagal, ia akan sengsara di kubur hingga hari Kiamat tiba. Ia akan mengalami pelbagai macam siksa kubur yang dahsyat dan mengerikan. Lebih-lebih nanti pada hari Kiamat kelak.

Mengingat hebatnya tanya-jawab di kubur, setiap manusia perlu mempersiapkannya sejak semasa hidup. Bahkan kalau perlu, manusia melakukan sesuatu agar ia terbilang orang-orang yang dikecualikan dari pertanyaan dua malaikat yang hebat itu. Demikian disebutkan Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’asyin dalam karyanya Busyrol Karim.

والسؤال لكل مكلف إلا من استثني كالأنبياء والشهداء والصديق والمرابط والمبطون وملازم قراءة تبارك أو حم السجدة كل ليلة والميت بالطاعون أو يوم الجمعة وكذا كل شهيد كما قاله القرطبي. ومن لايسأل في قبره لايعذب فيه. وكل مؤمن يوفق للجواب ولو عاصيا ولو بعد تلجلج.

Artinya, pertanyaan malaikat di kubur, berlaku bagi setiap mukallaf kecuali orang yang dibebaskan. Mereka yang dibebaskan misalnya para nabi, syuhada, siddiq, penjaga di perbatasan daerah musuh, wafat karena sakit perut, orang yang melazimkan bacaan surat “Tabarok” atau “Haa Miiim As-Sajdah” setiap malam, mereka yang mati diserang penyakit sampar, atau mereka yang wafat hari Jum’at. Demikian berlaku bagi orang mati syahid. Demikian disebutkan Al-Qurthubi.
Sementara orang yang tidak ditanya Munkar-Nakir, tidak akan disiksa di kuburnya. Setiap orang beriman meskipun bermaksiat, akan diberi taufiq untuk menjawab pertanyaan malaikat. Tetap diberi taufiq kendati setelah tergagap-gagap saat ditanya.

Untuk itu, sebaiknya manusia betul-betul mempersiapkan sejak dini masa depannya untuk di dunia, di alam barzakh, maupun di akhirat kelak. Dengan persiapan yang cukup,insya Allah masa depan sekurang-kurangnya lebih sejahtera.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...