Selasa, 19 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Waktu Sholat Subuh


‎Sholat bukan hanya sekedar gerakan dan lahiriyah semata, melainkan antara gerakan atau ucapan lahiri dan batini harus sinkron. Hal ini dikarenakan sholat adalah bentuk komunikasi antar hamba dengan tuhannya. Pengertian ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadistnya. Beliau bersabda:”Tatkala salah seorang di antara kalian sedang dalam sholat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (berdialog) kepada tuhannya” (HR.Bukhori Muslim). Dengan demikian semua gerakan dan ucapan di dalam shalat harus secara sadar, dengan penuh penghayatan dan ditujukan semata-mata kepada Alloh.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;
{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (78) وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79) 

Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) S‎ubuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan(oleh malaikat). Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS Al-Isra: 78-79)

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengerjakan salat-salat fardu dalam waktunya masing-masing.

{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ}

Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir.(Al-Isra: 78)

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan dulukusy syamsi ialah tenggelamnya matahari, menurut ibnu Mas'ud, Mujahid, dan ibnu Zaid.

Hasyim telah meriwayatkan dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan dulukusy syams ialah sesudah matahari tergelincir dari pertengahan langit.

Nafi' meriwayatkan pendapat ini dari Ibnu Umar, dan Malik di dalam tafsirnya meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Ibnu Umar.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Barzah Al-Aslami yang juga merupakan riwayat lain dari Ibnu Mas'ud dan Mujahid.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan, Ad-Dahhak, Abu Ja'far Al-Baqir serta Qatadah, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Di antara dalil yang mendukung pendapat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Humaid:

عَنِ الْحَكَمِ بْنِ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، [عَنْ رَجُلٍ]، عَنِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: دَعَوْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ شَاءَ مِنْ أَصْحَابِهِ فَطَعِمُوا عِنْدِي، ثُمَّ خَرَجُوا حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "اخْرُجْ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَهَذَا حِينَ دلكت الشمس"

dari Al-Hakam ibnu Basyir, bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Ibnu Abu Laila, dari seorang lelaki, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa ia pernah mengundang Rasulullah Saw. dan sebagian sahabat yang dekat dengannya untuk suatu jamuan makan yang diadakannya. Mereka selesai dari jamuan makan itu saat matahari tergelincir, lalu Rasulullah Saw. keluar dan bersabda: Hai Abu Bakar, keluarlah, ini adalah saat matahari baru tergelincir.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui Sahl ibnu Bakkar, dari Abu Uwwanah, dari Al-Aswad ibnu Qais, dari Nabih Al-Anazi, dari Jabir, dari Rasulullah Saw. dengan lafaz yang semisal.

Dengan demikian, berarti ayat ini mengandung makna keterangan tentang salat lima waktu.

Dan firman-Nya yang mengatakan:

{لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ}

dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam. (Al-Isra: 78)

Yang dimaksud dengan gasaqil lail ialah gelapnya malam hari, dan me­nurut pendapat lain artinya terbenamnya matahari. Dapat disimpulkan dari makna ayat ini waktu lohor, asar, dan magrib serta isya.

Firman Allah Swt.:

{وَقُرْآنَ الْفَجْرِ}

dan (dirikanlah pula salat) Subuh. (Al-Isra: 78)

Yang dimaksud dengan qura-nal fajri ialah salat Subuh.‎

عن عبد الله بن عمر ورضي الله عنهما قال,ان النبي صلى الله عليه وسلم قال:وقت الظهراذا زلت الشمس وكان ظل الرجل كطوله مالم يحضر العصر,ووقت العصرما لم تصفرالشمس, ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفق, ووقت صلاةالعشاء الى نصف الليل الاوسط, ووقت الصلاة الصبح من طلوع الفجر ما لم تطلع الشمس. (رواه مسلم)

Dari Abdullah ibn Amar ra. Berkata: “bersabda Rasul SAW: Waktu dhuhur ialah apabila tergelincir matahari ke arah barat dan terus berlanjut sehingga menjadi bayangan seseorang sama panjangnya, selama belum lagi datang waktu ashar. Dan waktu ashar sejak habisnya waktu dhuhur hingga matahari belum kuning. Dan waktu maghrib, selama belum hilang mega merah dan waktu isya hingga separuh malam yang pertama dan waktu subuh dari terbit fajar selama belum lagi terbit matahari,” (HR.muslim)‎

   عن جابر بن عبدالله قال ان النبى صلى الله عليه وسلم جاءه جبريل عليه السلام  فقال له قم فصله فصلى الظهر حتى زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلى المغرب حين وجبت الشمس ثم جاءه العشاء فقال قم فصله فصلى العشاء حين غاب الشفق ثم جاءه الفجر فقال قم فصله فصلى  الفجر حين برق الفجر وقال سطع البحر ثم جاءه بعد  الغد للظهر فقال قم فصله فصلى الظهر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف الليل او قال ثلث الليل فصلى العشاء حين جاءه حين اسفر جدا فقال قم فصله فصلى الفجر ثم قال ما بين هذين الوقتين وقت (رواه احمد والنسائ والترمذى ينحوه)

“Dari jabir bin Abdullah r.a berkata; telah datang kepada nabi SAW. Jibril a.s lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat dhuhur di kala matahari tergelincir, kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu ashar lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat ashar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu maghrib lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat maghrib di kala matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi di waktu isya’ lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat isya’ di kala  mega merah telah terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu fajar lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat fajar di kala fajar menyingsing, atau ia berkata di waktu fajar bersinar. Kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu dhuhur, lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat di kala  bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu ashar lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat ashar di kala bayang – bayang matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu maghrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu isya’ di kala telah lalu separoh malam, atau ia berkata: telah hilang sepertiga malam. Kemudian nabi shalat isya’. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu bersembayanglah, kemudian nabi shalat fajar. Kemudian jibril berkata: saat dua waktu itu adalah waktu shalat." ‎(HR Ahmad,An-Nasai) ‎

Melalui hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhuma, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan lebih lanjut tentang waktu-waktu shalat dengan sabdanya :

وقت الظهر إذا زالت الشمس. وكان ظل الرجل كطوله. ما لم يحضر العصر. ووقت العصر ما لم تصفر الشمس. ووقت صلاة المغرب ما لم يغب الشفق. ووقت صلاة العشاء إلى نصف الليل الأوسط. ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر. ما لم تطلع الشمس. فإذا طلعت الشمس فأمسك عن الصلاة. فإنها تطلع بين قرني شيطان

“Waktu Dhuhur jika matahari telah tergelincir sampai bayangan seseorang sama dengan tingginya selama belum masuk waktu ‘Ashar. Waktu ‘Ashar tetap ada selama matahari belum berwarna kuning. Waktu shalat Maghrib selama mega merah (syafaq) belum hilang. Waktu shalat ‘Isya’ hingga tengah malam. (Waktu) shalat Shubuh mulai terbitnya fajar hingga terbit matahari. Apabila matahari telah terbit, maka berhentilah dari shalat, karena matahari itu terbit di antara dua tanduk syaithan”[Diriwayatkan oleh Muslim no. 612, Ahmad 2/210, Ath-Thayalisiy no. 2249, Ath-Thahawiy 1/150, Ibnu Hibban no. 1473, Al-Baihaqiy 1/365, Ibnu Khuzaimah no. 326, dan yang lainnya].
Telah disebutkan di dalam sunnah dari Rasulullah Saw. secara mutawatir melalui perbuatan dan ucapannya yang merincikan waktu-waktu salat tersebut, seperti apa yang sekarang dilakukan oleh semua pemeluk agama Islam. Mereka menerimanya secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi lain yang sesudahnya. Penjelasan secara rinci mengenai hal ini disebutkan di dalam bagiannya sendiri (yaitu kitab-kitab fiqih).

{إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}

Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al- Isra: 78)

قَالَ الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ -وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ"

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dan ia juga telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh, sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78)Bahwa salat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ -وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَضْلُ صَلَاةِ الْجَمِيعِ عَلَى صَلَاةِ الْوَاحِدِ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ دَرَجَةً، وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ". وَيَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا}

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah dan Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Keutamaan salat berjamaah atas salat sendirian ialah dua pu­luh lima derajat, dan malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari berkumpul dalam salat Subuh. Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah jika kalian suka membaca­nya," yaitu firman Allah Swt.: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَحَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا} قَالَ: "تَشْهَدُهُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ، وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asbat telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. Dan telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Nabi Saw. bersabda: Salat Subuh disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.

Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih hasan.

Menurut lafaz lain yang ada di dalam kitab Sahihain melalui jalur Malik, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

" يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفِي صَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ -وَهُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ -كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ"

Malaikat malam hari dan malaikat siang hari silih berganti ke­pada kalian, dan mereka bersua di dalam salat Subuh dan salat Asar, kemudian para malaikat yang bertugas pada kalian di malam hari naik (ke langit), lalu Tuhan mereka Yang lebih menge­tahui menanyai mereka tentang kalian, "Bagaimanakah keada­an hamba-hamba-Ku saat kalian tinggalkan?” Mereka menja­wab, "Kami datangi mereka sedang mengerjakan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang mengerjakan salat.”

Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa kedua malaikat penjaga bersua dalam salat Subuh. Para malaikat yang telah berjaga naik ke langit, se­dangkan para malaikat yang baru datang tetap tinggal menggantikannya. Hai yang sama telah dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan tafsir ayat ini.

Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam bab ini ia ketengahkan melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd, dari Ziyadah, da­ri Muhammad ibnu Ka'b A!-Qurazi, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Abu Darda, dari Rasulullah Saw. lalu ia menyebutkan tentang hadis turunnya para malaikat penjaga itu, yang di dalamnya antara lain disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:

"مَنْ يَسْتَغْفِرْنِي أَغْفِرْ لَهُ، مَنْ يَسْأَلْنِي أُعْطِهِ، مَنْ يَدْعُنِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ"

Barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku, Aku memberi­kan ampun baginya; dan barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya; dan barang siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankan baginya hingga fajar terbit.

Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya: dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isra: 78) Allah menyaksikannya, begitu pula para malaikat malam hari dan para malaikat siang hari.

Adanya tambahan ini dalam riwayat Ibnu Jarir, hanya dia sendirilah yang meriwayatkannya, dan ia mempunyai syahid yang mengatakan ini terdapat di dalam kitab Sunnah Abu Daud.

Firman Allah Swt.:

{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ}

Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)

Ayat ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Saw. untuk mengerja­kan salat sunat malam hari sesudah salat fardu.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw., pernah ditanya mengenai salat yang paling utama sesudah salat fardu. Maka beliau Saw. menjawab melalui sabdanya:

"صَلَاةُ اللَّيْلِ"

salat sunat malam hari.

Karena itulah maka Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menghidupkan malam hari dengan salat sunat tahajud. Makna tahajud ialah salat yang dikerjakan sesudah tidur. Demikianlah menurut pendapat Alqamah, Al-Aswad, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dan inilah pengertian yang dikenal di dalam bahasa Arab. Hal yang sama telah disebutkan di dalam banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menyebutkan bahwa beliau melakukan salat tahajudnya sesu­dah tidur. Hal ini diriwayatkan melalui Ibnu Abbas dan Siti Aisyah serta sahabat-sahabat lainnya, semuanya itu diterangkan secara rinci di tempat­nya sendiri.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tahajud ialah salat yang dila­kukan sesudah salat Isya. Pendapat ini mempunyai interpretasi salat yang dikerjakan sesudah tidur terlebih dahulu.

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya:

{نَافِلَةً لَكَ}

sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. (Al-Isra: 79)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah bahwa Engkau secara khusus wajib melakukan hal itu. Maka mereka menganggapnya sebagai suatu kewajiban khusus bagi Nabi Saw. sendiri, tidak bagi umat­nya. Demikianlah menurut pendapat yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Inilah yang dikatakan oleh salah satu pendapat di antara dua pendapat yang ada di kalangan ulama, juga menurut salah satu penda­pat Imam Syafi'i, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Menurut pendapat lain, susungguhnya mengerjakan salat sunat malam hari dianggap sebagai ibadah tambahan khusus baginya, mengingat semua dosa Nabi Saw. telah diampuni, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Sedangkan bagi selain Nabi Saw. yaitu umatnya salat sunat itu dapat menghapuskan dosa-dosanya. Demikianlah menurut Muja­hid. Pendapat ini disebutkan di dalam kitab Musnad melalui riwayat Abu Umamah Al-Bahlil r.a.

Firman Allah Swt.:

{عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا}

mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Aku lakukan perintah ini kepadamu untuk menempatkanmu di hari kiamat kelak pada kedudukan yang terpuji. Semua makhluk akan memujimu, begitu pula Tuhan yang menciptakan mereka semua.

Ibnu Jarir mengatakan, kebanyakan ulama ahli takwil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji ini ialah kedudukan yang diperoleh Nabi Saw. pada hari kiamat nanti, yaitu memberikan syafa­at bagi umat manusia, agar Tuhan mereka membebaskan mereka dari kesengsaraan hari itu.

Pendapat ulama yang mengatakannya sebagai kedudukan syafaat

حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إسحاق، عنصِلَةَ بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: يُجْمَعُ النَّاسُ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ، حُفَاةً عُراة كَمَا خُلِقُوا قِيَامًا، لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ، يُنَادَى: يَا مُحَمَّدُ، فَيَقُولُ: "لَبَّيْكَ وسعدَيك، وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، وَالْمَهْدِيُّ مَنْ هَدَيْت، وَعَبْدُكَ بَيْنَ يَدَيْكَ، وَبِكَ وَإِلَيْكَ، لَا مَنْجَى وَلَا مَلْجَأَ مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، سُبْحَانَكَ رَبَّ الْبَيْتِ".

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa manusia (kelak di hari kiamat) dikumpulkan di suatu tempat yang datar, suara penyeru terdengar oleh mereka dan pandangan mata mereka tembus (tiada yang menghalanginya). Mereka semua dalam keadaan telanjang dan tak beralas kaki, persis seperti ketika mereka baru dicipta-kan (dilahirkan). Mereka semua dalam keadaan berdiri, tiada seorang pun yang berani berbicara melainkan dengan seizin-Nya. Allah Swt. berseru, "Hai Muhammad!" Nabi Saw. menjawab: Labbaika wa sa'daika, semua kebaikan berada di Tangan-Mu, dan semua keburukan tidak pantas disandarkan kepada-Mu. Orang yang beroleh hidayah hanyalah orang yang Engkau beri hidayah. Hamba-Mu sekarang berada di hadapan-Mu, berasal dari (ciptaan)-Mu dan kembali kepada-Mu. Tiada jalan selamat dan tiada tempat berlindung dari murka-Mu kecuali hanya kepada-Mu. Mahasuci lagi Mahatinggi dan Mahaagung Engkau, wahai Tuhan Pemilik Ka'bah.”

Inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar dan As-Sauri, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa kedudukan yang terpuji ini adalah kedudukan syafaat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid. Pendapat yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.

Qatadah mengatakan bahwa Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat, dan beliau adalah orang yang mula-mula memberi syafaat.

Ahlul 'ilmi berpendapat bahwa hal inilah yang dimaksud oleh Allah dengan kedudukan yang terpuji di dalam firman-Nya: mudah-mudah Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah Saw. mempunyai beberapa ke­muliaan di hari kiamat yang tidak ada seorang pun yang menandinginya. Sebagaimana beliau pun memiliki beberapa keutamaan yang tiada seorang pun dapat menyainginya, yaitu seperti berikut:
1- Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula dibangkitkan dari kubur­nya.
2- Nabi Saw. dibangkitkan dalam keadaan berkendaraan menuju Padang Mahsyar.
3- Nabi Saw. adalah pemegang panji yang bernaung di bawahnya Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lain sesudahnya, semuanya berada di ba­wah panjinya.
4- Nabi Saw. mempunyai telaga (Kausar) yang di tempat perhentian itu tiada sesuatu pun yang lebih banyak pendatangnya daripada telaga yang dimilikinya.
5- Nabi Saw. pemegang syafa'atul 'uzma di sisi Allah agar Allah mau datang untuk memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya. Yang demikian itu terjadi sesudah semua manusia meminta kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, lalu Isa; masing-masing dari mereka mengatakan, "Saya bukanlah orangnya.”Akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Akulah orangnya, akulah orangnya.Mengenai pembahasan masalah ini kami sebutkan nanti secara rinci.
6- Keistimewaan lainnya yang dimiliki oleh Nabi Saw. ialah memberi­kan syafaat kepada sejumlah kaum, padahal kaum-kaum itu telah diperin­tahkan untuk diseret ke dalam neraka, akhirnya mereka diselamatkan darinya.
7- Umat Nabi Saw. adalah umat yang paling pertama menerima ke-putusan dari Allah dalam peradilan-Nya di antara sesama mereka. Dan mereka adalah umat yang mula-mula melewati sirat bersama nabinya.
8- Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula diberi syafaat oleh Allah untuk masuk ke dalam surga, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim. Di dalam hadis sur(sangkakala) disebutkan bahwa semua orang mukmin tidak dapat masuk surga kecuali dengan syafaat dari Nabi Saw. Nabi Saw. adalah orang yang mula-mula masuk surga bersama umatnya sebelum umat-umat lainnya.
9- Nabi Saw. memberikan syafaat untuk meninggikan derajat sejum­lah kaum yang amal perbuatan mereka tidak dapat mencapainya.
10- Nabi Saw. adalah pemilik wasilah yang merupakan kedudukan tertinggi di surga. Kedudukan ini tidak layak disandang kecuali hanya oleh Nabi Saw. sendiri.
11- Apabila Allah Swt. telah memberikan izin untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang durhaka, maka barulah para malaikat, para nabi, dan kaum mukmin memberikan syafaatnya masing-masing. Nabi Saw. memberikan syafaatnya kepada sejumlah besar makhluk yang tiada seorang pun mengetahui bilangannya kecuali hanya Allah Swt. Tiada seorang pun yang dapat menyamainya dan setara dengan dia dalam hal memberi syafaat.
Berikut ini akan kami ketengahkan hadis-hadis yang menyebutkan tentang Kedu­dukan yang Terpuji ini.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Adam ibnu Ali; ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa sesungguh­nya manusia itu kelak di hari kiamat semuanya berlutut, setiap umat mengikuti nabinya masing-masing. Mereka mengatakan, "Hai Fulan, beri­lah syafaat. Hai Fulan, berilah syafaat!" Hingga sampailah syafaat kepada Nabi Saw., hanya dialah yang dapat memberikannya. Yang demikian itu terjadi di hari Allah mendudukkannya di tempat yang terpuji.

Hamzah ibnu Abdullah meriwayatkannya dari ayahnya, dari Nabi Saw.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ حَمْزَةَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنَّ الشَّمْسَ لَتدنو حَتَّى يَبْلُغَ العَرَقُ نصفَ الْأُذُنِ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ، فَيَقُولُ: لَسْتُ صَاحِبَ ذَلِكَ، ثُمَّ بِمُوسَى فَيَقُولُ كَذَلِكَ، ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ فَيَشْفَعُ بَيْنَ الْخَلْقِ ، فَيَمْشِي حَتَّى يَأْخُذَ بِحَلْقَةِ بَابِ الْجَنَّةِ، فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا مَحْمُودًا".

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnul Lais, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ubaidillah ibnu Abu Ja'far yang mengatakan, ia pernah mendengar Hamzah ibnu Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdul­lah ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya matahari (kelak di hari kiamat) benar-benar dekat sehingga keringat (manusia) sampai sebatas pertengahan teli­nga (mereka). Ketika mereka dalam keadaan demikian, mereka meminta tolong kepada Adam, maka Adam menjawab, "Saya bukanlah orang yang memiliki syafaat itu." Kemudian kepada Musa. Musa menjawab dengan kata-kata yang sama (seperti yang dikatakan Adam). Dan akhirnya kepada Nabi Muhammad Saw. Maka Nabi Saw. memberikah syafaatnya kepada makhluk. Lalu beliau berjalan (menuju surga) dan memegang halgah (pe­gangan) pintu surga. Pada saat itulah Allah menempatkannya pada kedudukan yang terpuji.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Bab "Zakat" melalui Yahya ibnu Bukair dan Alqamah, dari Abdullah ibnu Saleh, keduanya dari Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad yang sama. Hanya dalam riwayat ini ditambahkan:

"فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللَّهُ مَقَامًا محمودًا، بحمده أَهْلُ الْجَمْعِ كُلُّهُمْ".

bahwa pada hari itu Allah menempatkan­nya pada kedudukan yang terpuji, semua makhluk yang ada di tempat pemberhentian memujinya.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاش، حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزة، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّت لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Ali ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Ham­zah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan doa berikut ketika mende­ngar suara azan, yaitu: "Ya Allah, Tuhan seruan yang sempur­na ini dan salat yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan, dan angkatlah dia ke kedudukan yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan kepadanya, " maka ia akan mendapat syafaatku kelak di hari kiamat.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid, tanpa Imam Muslim.

Hadis Ubay ibnu Ka'b.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا زُهَيْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، كَنْتُ إِمَامَ الْأَنْبِيَاءِ وَخَطِيبَهُمْ، وَصَاحِبَ شَفَاعَتِهِمْ غَيْرَ فَخْر

Imam Ahmad telah mengatakan,, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Apabila hari kiamat tiba, saya menjadi pemimpin para nabi, khatib (pembicara) mereka, dan pemilik syafaat mereka, tanpa membanggakan diri.

Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Abu Amir Ab­dul Malik ibnu Amr Al-Aqdi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil dengan sanad yang sama.
Dalam pembahasan terdahulu dalam hadis Ubay ibnu Ka'b mengenai bacaan Al-Qur'an yang terdiri atas tujuh dialek disebutkan bahwa di akhir hadis tersebut dikatakan:

"فَقُلْتُ: اللَّهُمَّ، اغْفِرْ لِأُمَّتِي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّتِي، وَأَخَّرْتُ الثَّالِثَةَ لِيَوْمٍ يَرْغَبُ إِلَيَّ فِيهِ الْخَلْقُ، حَتَّى إبراهيم عليه السلام"

Maka aku .berdoa, "Ya Allah, berilah ampun kepada umatku. Ya Allah, berilah ampun kepada umatku, " dan aku tangguhkan permintaan yang ketiga buat suatu hari yang di hari itu semua makhluk memerlukan pertolonganku hingga Nabi Ibrahim a.s.

Hadis Anas ibnu Malik.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبة، حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجْتَمِعُ الْمُؤْمِنُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْهَمُونَ ذَلِكَ فَيَقُولُونَ: لَوِ اسْتَشْفَعْنَا إِلَى رَبِّنَا، فَأَرَاحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَأَسْجَدَ لَكَ مَلَائِكَتَهُ، وَعَلَّمَكَ أَسْمَاءَ كُلِّ شَيْءٍ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا هَذَا. فَيَقُولُ لَهُمْ آدَمُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ ذَنْبَهُ الَّذِي أَصَابَ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، مِنْ ذَلِكَ، وَيَقُولُ: وَلَكِنِ ائْتُوا نُوحًا، فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ خَطِيئَةَ سُؤَالَهُ رَبَّهُ مَا لَيْسَ لَهُ بِهِ عِلْمٌ، فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ خَلِيلَ الرَّحْمَنِ. فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُوسَى، عَبْدًا كَلَّمَهُ اللَّهُ، وَأَعْطَاهُ التَّوْرَاةَ. فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَيَذْكُرُ لَهُمُ النَّفْسَ الَّتِي قَتَلَ بِغَيْرِ نَفْسٍ فَيَسْتَحْيِي رَبَّهُ مِنْ ذَلِكَ، وَلَكِنِ ائْتُوا عِيسَى عَبْدَ اللَّهِ وَرَسُولَهُ، وَكَلِمَتَهُ وَرُوحَهُ، فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ: لَسْتُ هُنَاكُمْ، وَلَكِنِ ائْتُوا مُحَمَّدًا عَبْدًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي". قَالَ الْحَسَنُ هَذَا الْحَرْفُ: "فَأَقُومُ فَأَمْشِي بَيْنَ سِماطين مِنَ الْمُؤْمِنِينَ". قَالَ أَنَسٌ: "حَتَّى أَسْتَأْذِنَ عَلَى رَبِّي، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ لَهُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي". قَالَ: "ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَاشْفَعْ تَشَفَّعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي، فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ": "ثُمَّ أَعُودُ  إِلَيْهِ الثَّانِيَةَ، فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه، ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا، فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ، ثُمَّ أَعُودُ فِي الثَّالِثَةِ؛ فَإِذَا رَأَيْتُ رَبِّي وَقَعْتُ -أَوْ: خَرَرْتُ -سَاجِدًا لِرَبِّي، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي، ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ مُحَمَّدُ، قُلْ يُسْمَعْ، وَسَلْ تُعْطَهُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُهُ بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنيه ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ. ثُمَّ أَعُودُ الرَّابِعَةَ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا بَقِيَ إِلَّا مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ". فَحَدَّثَنَا أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيْرَةً، ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّة ثُمَّ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: bahwa pada hari kiamat orang-orang mukmin berkumpul setelah mereka mengalami penderitaan terse­but. Lalu mereka berkata, "Sebaiknya kita meminta syafaat kepada Tuhan, agar Dia membebaskan kita dari tempat yang penuh dengan penderitaan ini." Maka mereka datang kepada Adam dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya sendiri, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, serta Allah telah mengajarkan kepadamu nama segala sesua­tu. Maka mohonkanlah syafaat buat kami kepada Tuhanmu agar Dia membebaskan kita dari tempat kita ini." Nabi Adam menjawab mereka, "Saya bukanlah orang yang kalian harapkan", lalu Adam menyebutkan dosa yang pernah dilakukannya, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahamulia untuk meminta syafaat itu. Lalu ia berkata, "Sebaiknya kalian datang kepada Nuh, karena dia adalah rasul yang mula-mula diutus oleh Allah untuk penduduk bumi." Maka mereka datang kepada Nabi Nuh, lalu ia menjawab, "Saya bukanlah orang yang dapat kalian harapkan," kemudian Nabi Nuh menyebutkan suatu kesalahan, yaitu ia pernah meminta kepada Tuhan sesuatu yang tiada pengetahuan baginya tentang hal ifu, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka minta itu. Dan Nuh a.s. mengatakan, "Sebaiknya kalian pergi kepada Nabi Ibrahim a.s., kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah." Mereka datang kepada Nabi Ibrahim a.s., tetapi Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kalian kepada Musa, seorang hamba yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah dan Allah telah memberinya kitab Taurat." Mereka datang kepada Musa, tetapi Musa menjawab, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan," lalu Musa menyebutkan bahwa ia pernah membunuh seseorang tanpa mendapat balasan qisas, sehingga ia merasa malu kepada Tuhan untuk meminta syafaat yang mereka kehendaki itu. Dan ia mengatakan, "Sebaiknya datanglah kalian kepada Isa, hamba dan Rasul Allah, serta kalimah dan roh-Nya." Mereka datang kepada Isa, tetapi Isa berkata, "Saya bukanlah orang yang kalian maksudkan. Sebaiknya datanglah kamu kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diberi ampun oleh Allah Swt. atas semua do­sanya yang terdahulu dan yang kemudian." Mereka datang kepadaku menurut Al-Hasan terjadi perubahan dalam ungkapan hadis, lalu aku bangkit dan berjalan di antara dua ba­risan kaum mukmin Anas melanjutkan kisahnya ‎sehingga aku meng­hadap kepada Tuhan dan meminta izin untuk bersua dengan-Nya. Mana­kala aku melihat Tuhanku, maka aku menjatuhkan diri (menyungkur) bersujud kepada Tuhanku, dan Tuhanku membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Kemudian Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah muka­mu. Katakanlah, perkataanmu didengar. Dan mintalah syafaat, kamu di­beri izin untuk memberi syafaat. Dan mintalah, pasti kamu diberi apa yang kamu minta!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Lalu aku memberi syafaat, dan Allah memberikan batasan jumlah tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk kedua kalinya; dan apabila aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur bersujud kepada-Nya, dan Dia membiarkan diriku dalam keadaan demikian selama apa yang dikehendaki-Nya. Lalu Allah Swt. berfirman, "Angkatlah mukamu, hai Muhammad. Katakanlah, perkataanmu pasti didengar. Mintalah, permintaanmu pasti dikabulkan. Dan mintalah syafaat, engkau akan diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memberi syafaat, dan Dia membe­rikan batasan kepadaku jumlah tertentu, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya untuk ketiga kalinya; dan mana­kala aku melihat-Nya, maka aku menjatuhkan diri atau menyungkur ber­sujud kepada-Nya. Dia membiarkan diriku dalam keadaan seperti itu selama apa yang Dia kehendaki. Sesudah itu Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah mu­kamu. Katakanlah, perkataanmu pasti di dengar. Mintalah, permintaanmu pasti diberikan. Dan mintalah syafaat, tentulah kamu diberi izin untuk memberi syafaat!" Maka aku mengangkat mukaku dan memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian saya memberikan syafaat, dan Dia memberikan batasan sejumlah orang tertentu kepadaku, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Selanjutnya aku kembali kepada-Nya untuk keempat kalinya dan mengatakan kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, tiada yang tersisa lagi selain orang-orang yang ditahan di dalam neraka oleh Al-Qur'an." Sahabat Anas telah menceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. bersabda: Maka dikeluarkanlah dari neraka orang yang pernah meng­ucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", dan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan seberat biji gandum. Kemudian dike­luarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya ' terdapat sedikit kebaikan sebesar biji jewawut. Kemudian dikeluarkan pula dari neraka orang yang pernah mengucapkan "Tidak ada Tuhan selain Allah", sedangkan di dalam hatinya terdapat sedikit kebaikan sebesar semut yang paling kecil.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwa­yat Syu'bah dengan sanad yang sama.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui Affan, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas dengan teks yang cu­kup panjang.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا حَرْبُ بْنُ مَيْمُونٍ أَبُو الْخَطَّابِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: حَدَّثَنِي نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنِّي لَقَائِمٌ أَنْتَظِرُ أُمَّتِي تَعْبُرُ الصِّرَاطَ، إِذْ جَاءَنِي عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: هَذِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَدْ جَاءَتْكَ يَا مُحَمَّدُ يَسْأَلُونَ -أَوْ قَالَ: يَجْتَمِعُونَ إِلَيْكَ -ويَدْعُون اللَّهَ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ جَمِيعِ الْأُمَمِ إِلَى حَيْثُ يَشَاءُ اللَّهُ، لِغَمِّ مَا هُمْ فِيهِ، فَالْخَلْقُ مُلجَمون بِالْعَرَقِ، فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَهُوَ عَلَيْهِ كالزكْمَة، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيَغْشَاهُ الْمَوْتُ، فَقَالَ: انْتَظِرْ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكَ. فَذَهَبَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ تَحْتَ الْعَرْشِ، فَلَقِيَ مَا لَمْ يَلْقَ مَلَك مُصْطَفًى وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ. فَأَوْحَى اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى جِبْرِيلَ: أَنِ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، وَقُلْ لَهُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعطَه، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فشفَعتُ فِي أُمَّتِي: أَنْ أُخْرِجَ مِنْ كُلِّ تِسْعَةٍ وَتِسْعِينَ إِنْسَانًا وَاحِدًا. فَمَا زِلْتُ أَتَرَدَّدُ إِلَى رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، فَلَا أَقْوَمُ مِنْهُ مَقَامًا إِلَّا شُفِّعْتُ، حَتَّى أَعْطَانِي اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ، أَنْ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَدْخِلْ [مِنْ أُمَّتِكَ] مِنْ خَلْقِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَوْمًا وَاحِدًا مُخْلِصًا وَمَاتَ عَلَى ذَلِكَ "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Maimun Abul Khattab Al-Ansari; dari An-Nadr ibnu Anas, dari Anas yang men­ceritakan, Nabi Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa sesungguhnya Nabi Saw. benar-benar sedang berdiri menunggu umatnya yang sedang menyeberangi sirat. Tiba-tiba datanglah Nabi Isa kepadanya dan mengatakan, "Sesungguhnya nabi-nabi ini datang kepadamu, wahai Muhammad, untuk meminta tolong kepadamu — atau berkumpul kepadamu. Mereka memohon kepada Allah agar Dia memberikan keputusan peradilan-Nya di antara sesama umat menurut apa yang dikehendaki-Nya karena kesusahan yang sedang mereka alami. Semua makhluk tenggelam di dalam keringatnya; orang mukmin terendam oleh keringatnya sampai batas telinganya, adapun orang kafir diliputi oleh kematian (yakni tenggelam seluruhnya)." Maka Nabi Saw. bersabda, "Tunggulah saya hingga saya kembali lagi kepadamu." Lalu Nabi Saw. pergi dan berdiri di bawah ' Arasy, ma­ka Nabi Saw. menjumpai hal-hal yang belum pernah dijumpai oleh malaikat yang terpilih dan belum pernah (pula) oleh seorang nabi yang diutus. Lalu Allah Swt. berfirman kepada Malaikat Jibril, "Pergilah kamu kepada Muhammad dan katakanlah kepadanya agar dia mengangkat kepalanya. Suruhlah dia agar meminta, pasti diberi; dan mintalah syafaat, pasti diberi izin untuk memberikan syafaat." Maka aku (Nabi Saw.) memberikan syafaat kepada umatku, yaitu dengan mengeluarkan seseorang dari setiap sembilan puluh sembilan orang di antara mereka. Saya terus-menerus bolatebalik menghadap kepada Tuhan, dan tidak sekali-kali saya menghadap kepada-Nya melainkan diberi izin memberi syafaat, sehingga pada akhirnya Allah Swt. berfirman kepada saya seba­gai karunia dari-Nya: Hai Muhammad, masukkanlah (ke dalam surga)semua umatmu yang diciptakan oleh Allah Swt., yaitu orang-orang yang di suatu hari telah bersaksi dengan tulus ikhlas bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan ia mati dalam keadaan berpegang kepada kalimah ini.

Hadis Buraidah r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَصِيرة، عَنِ ابْنِ بُرَيْدة، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى مُعَاوِيَةَ، فَإِذَا رَجُلٌ يَتَكَلَّمُ، فَقَالَ بُرَيْدَةُ: يَا مُعَاوِيَةُ، تَأْذَنُ لِي فِي الْكَلَامِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ -وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ يَتَكَلَّمُ بِمِثْلِ مَا قَالَ الْآخَرُ -فَقَالَ بُرَيْدَةُ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنِّي لَأَرْجُوَ أَنْ أُشَفَّعَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَدَدَ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ وَمَدَرَةٍ". قَالَ: فَتَرْجُوهَا أَنْتَ يَا مُعَاوِيَةُ، وَلَا يَرْجُوهَا عَلِيٌّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؟!

Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Israil, dari Al-Haris ibnu Hadirah, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ia pernah menghadap Mu'awiyah, tiba-tiba ia men­jumpai seseorang sedang berbicara, maka Buraidah berkata, "Hai Mu'awiyah, bolehkah saya ikut bicara?" Mu'awiyah menjawab, "Ya." Mu'awiyah menduga bahwa Buraidah pasti akan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh lelaki itu. Lalu Buraidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku berharap akan memberi syafaat di hari kiamat kepada orang-orang yang jumlahnya sama banyaknya dengan semua pohon dan rumah yang ada di muka bumi.Buraidah berkata, "Sekarang berharaplah engkau, hai Mu'awiyah, untuk mendapat syafaat itu, karena Ali r.a. tidak mengharapkannya."

Hadis ibnu Mas’ud.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ البُنَاني، عَنْ عُثْمَانَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: جَاءَ ابْنَا مُلَيْكَة إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَا إِنَّ أمَّنا [كَانَتْ] تُكْرِمُ الزَّوْجَ، وَتَعْطِفُ عَلَى الْوَلَدِ -قَالَ: وَذَكَرَ الضَّيْفَ -غَيْرَ أَنَّهَا كَانَتْ وَأَدَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ؟ فَقَالَ: "أُمُّكُمَا فِي النَّارِ". قَالَ: فَأَدْبَرَا وَالسُّوءُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا، فَأُمِرَ بِهِمَا فَرُدَّا، فَرَجَعَا وَالسُّرُورُ يُرَى فِي وُجُوهِهِمَا؛ رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ قَدْ حَدَثَ شَيْءٌ، فَقَالَ: "أُمِّي مَعَ أُمِّكُمَا". فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُنَافِقِينَ: وَمَا يُغْنِي هَذَا عَنْ أُمِّهِ شَيْئًا! وَنَحْنُ نَطَأُ عَقِبَيْهِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ -وَلَمْ أَرَ رَجُلًا قَطُّ أَكْثَرَ سُؤَالًا مِنْهُ-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ وَعَدَكَ رَبُّكَ فِيهَا أَوْ فِيهِمَا؟. قَالَ: فَظَنَّ أَنَّهُ مِنْ شَيْءٍ قَدْ سَمِعَهُ، فَقَالَ: "مَا شَاءَ اللَّهُ رَبِّي وَمَا أَطْمَعَنِي فِيهِ، وَإِنِّي لَأَقُومُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فقالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا ذَاكَ المقام المحمود؟ قال:" ذاك إذا جِيءَ بِكُمْ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا فَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَقُولُ: اكْسُوا خَلِيلِي. فَيُؤْتَى بِرَيْطَتَيْنِ بَيْضَاوَيْنِ، فَيَلْبَسُهُمَا ثُمَّ يُقْعِدُهُ مُسْتَقْبِلَ الْعَرْشِ، ثُمَّ أُوتَى بِكِسْوَتِي فَأَلْبَسُهَا، فَأَقُومُ عَنْ يَمِينِهِ مَقَامًا لَا يَقُومُهُ أَحَدٌ، فَيَغْبِطُنِي فِيهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ. وَيُفْتَحُ نَهْرٌ مِنَ الْكَوْثَرِ إِلَى الْحَوْضِ". فَقَالَ الْمُنَافِقُونَ: إِنَّهُ مَا جَرَى مَاءٌ قَطُّ إِلَّا عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "حَالُهُ الْمِسْكُ، وَرَضْرَاضُهُ التُّوم". [قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ. قلَّما جَرَى مَاءٌ قَطُّ عَلَى حَالٍ أَوْ رَضْرَاضٍ، إِلَّا كَانَ لَهُ نَبْتَةٌ. فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ نَبْتٌ؟ قَالَ "نَعَمْ، قُضْبَانُ الذَّهَبِ"]. قَالَ الْمُنَافِقُ: لَمْ أَسْمَعْ كَالْيَوْمِ، فَإِنَّهُ قَلَّمَا يَنْبُتُ قَضِيبٌ إِلَّا أَوْرَقَ، وَإِلَّا كَانَ لَهُ ثَمَرٌ! قَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لَهُ ثَمَرَةٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلْوَانُ الْجَوْهَرِ، وَمَاؤُهُ أَشَدَّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ بَعْدَهُ، وَمَنْ حُرِمَهُ لَمْ يَرْوَ بَعْدَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hakam Al-Bannani, dari Usman, dari Ibrahim, dari Akjamah dan Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa dua orang anak Mulaikah datang menghadap Nabi Saw. Lalu keduanya berkata, "Sesungguhnya ibu kami sangat menghormati suaminya dan kasih sayang kepada anak-anaknya." Disebutkan pula bahwa ibunya suka menghormati tamu, hanya saja ia pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah (dan ibunya telah mati di masa Jahiliyah). Maka Nabi Saw. bersabda: Ibumu berdua berada di dalam neraka.Lalu keduanya pergi dengan wajah yang muram penuh duka, kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar keduanya kembali. Maka kembalilah keduanya, sedangkan wajah keduanya kelihatan gembira karena berhaiap bahwa sesuatu telah terjadi perubahan (terhadap nasib ibu mereka). Nabi Saw. bersabda: Ibuku bersama-sama dengan ibu kamu berdua. Maka berkatalah seorang lelaki dari kaum munafik, "Orang ini (maksud­nya Nabi Saw.) tidak dapat memberi manfaat (pertolongan syafaat) kepa­da ibunya sendiri barang sedikit pun," sedangkan kami menginjak kedua telapak kakinya (agar diam). Maka berkatalah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang menurut Buraidah belum pernah melihat seseorang yang lebih banyak bertanya selain dari dia—, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu sesuatu sehingga engkau dapat menolong wanita itu atau kedua orang itu?" Buraidah menduga bahwa sabda Nabi Saw. berikut pernah ia dengar sebelumnya, yaitu: Apa yang dikehendaki oleh Allah Tuhanku (pasti terjadi). Alang­kah inginnya aku untuk mendapatkannya, sesungguhnya aku pada hari kiamat berdiri di tempat yang terpuji.Orang Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji itu?" Nabi Saw. bersabda, "Yang demikian itu terjadi di saat kalian telah dihadapkan dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki, serta tidak berkhitan. Maka orang yang mula-mula diberi pakaian ialah Ibrahim a.s. Allah berfirman, 'Berilah kekasih-Ku pakaian!' Maka didatangkanlah dua lapis jubah putih, lalu dipakaikan kepadanya. Kemudian Ibrahim a.s. didudukkan di tempat yang menghadap ke arah 'Arasy. Lalu didatangkanlah pakaianku dan aku memakainya, lalu aku berdiri di sebelah kanan Ibrahim a.s., yaitu di suatu tempat yang tiada seorang pun berani mendudukinya; sehingga semua orang yang terdahulu dan yang kemudian iri melihatku duduk di tempat itu (yakni menginginkan­nya)." Kemudian dibukalah bagi mereka aliran Sungai Al-Kausar (salah satu sungai surga) hingga membentuk telaga. Orang munafik itu berkata, "Sesungguhnya air itu tidak dapat menga­lir kecuali di atas tanah atau batu kerikil." Rasulullah Saw. menjawab, "Tanahnya adalah minyak kesturi dan batu kerikilnya adalah mutiara." Orang munafik itu berkata lagi, "Saya belum pernah mendengar hal seperti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali air mengalir di atas tanah atau batu kerikil, melainkan pasti ada tumbuh-tumbuhannya." Maka ber­tanyalah lelaki dari kalangan Ansar itu, "Wahai Rasulullah, apakah di pinggir sungai itu ada tumbuh-tumbuhannya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, batangnya dari emas." Orang munafik itu berkata, "Saya belum pernah mendengar hal se­perti hari ini. Sesungguhnya jarang sekali ada batang pohon tumbuh, melainkan ada dedaunannya dan pasti ada buahnya." Maka lelaki Ansar itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah pohonnya ada buahnya?" Nabi Saw. bersabda: Ya, buah-buahannya adalah intan berlian yang beraneka war­na, dan airnya lebih putih daripada susu serta rasanya lebih manis daripada madu. Barang siapa yang meminum sekali mi­num darinya, tentu tidak akan haus lagi sesudahnya; dan ba­rangsiapa yang tidak dapat meminumnya, tentulah dia merasa kehausan terus sesudahnya.

Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Salamah ibnu Kahil, dari ayahnya, dari Abuz Za'ra, dari Ab­dullah yang mengatakan bahwa kemudian Allah Swt. memberikan izin untuk memberi syafaat. Maka bangkitlah Ruhul Qudus, yaitu Malaikat Jibril (untuk memberi syafaat); setelah itu bangkitlah Ibrahim kekasih Allah memberi syafaat, dan disusul oleh Isa atau Musa.

Abuz Za'ra mengatakan bahwa ia tidak ingat lagi yang manakah yang dimaksud dari keduanya (Isa ataukah Musa). Abu Za'ra melanjut­kan kisahnya, bahwa lalu bangkitlah Nabi kalian (Nabi Muhammad Saw.) sebagai orang yang keempat, maka dia memberikan syafaatnya. Tiada seorang pun yang memberikan syafaat lebih banyak daripada dia sesu­dahnya, dan hal inilah yang dimaksud dengan kedudukan terpuji yang tertera di dalam firman Allah Swt.: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Hadis Ka'b ibnu Malik r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا الزُّبَيْدِيُّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ [بْنِ كَعْبِ] بْنِ مَالِكٍ، عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي عَلَى تَلٍّ، وَيَكْسُونِي رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، حُلَّةً خَضْرَاءَ ثُمَّ يُؤْذَنُ لِي فَأَقُولُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ أَقُولَ، فَذَلِكَ الْمَقَامُ الْمَحْمُودُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah mencerita­kan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbihi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari Ka'b ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia dibangkitkan pada hari kiamat, maka aku dan umatku berada di sebuah lereng, dan Tuhanku memberiki pakaian yang  berwarna hijau. Kemudian aku diberi izin (untuk memberi syafa­at),maka aku memohon kepada-Nya sebanyak apa yang dikehendaki oleh-Nya. Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.

Hadis Abu Darda r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابن جُبَير، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِالسُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ، فَأَنْظُرُ إِلَى مَا بَيْنَ يَدِي، فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَمِنْ خَلْفِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ يَمِينِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَعَنْ شِمَالِي مِثْلَ ذَلِكَ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، فِيمَا بَيْنَ نُوحٍ إِلَى أُمَّتِكَ؟ قَالَ: "هُمْ غُرٌّ مُحَجَّلُون، مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، لَيْسَ أَحَدٌ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يُؤتَونَ كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ تَسْعَى بين أيديهم ذريتهم"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk bersujud pada hari kiamat (untuk memohon syafaat), dan aku adalah orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, sehingga aku dapat melihat pemandangan yang ada di ha­dapanku, maka aku dapat mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku melihat hal yang sama di arah belakang­ku, juga di arah sebelah kanan dan kiriku. Maka ada seseorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya yang di mulai dari umat Nabi Nuh sampai dengan umatmu?" Nabi Saw. bersabda: Mereka mengeluarkan cahaya putih dari bekas semua anggota wudunya, tiada seorang pun yang mempunyai ciri khas itu sela­in dari mereka. Saya mengenal mereka bahwa kitab catatan amal perbuatan mereka diberikan dari sebelah kanannya, dan saya mengenal mereka karena anak cucu mereka berjalan di depan mereka.

Hadis Abu Hurairah r. a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّان، حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَحْمٍ، فَرُفع إِلَيْهِ الذِّرَاعُ -وَكَانَتْ تَعْجِبُهُ -فَنَهَسَ مِنْهَا نَهْسة ، ثُمَّ قَالَ: "أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مِمَّ ذَاكَ؟ يَجْمَعُ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ، يُسْمعهم الدَّاعِي ويَنفذُهم الْبَصَرُ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ. فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ: [أَلَّا تَرَوْنَ إِلَى مَا أَنْتُمْ فِيهِ؟ أَلَا تَرَوْنَ إِلَى مَا قَدْ بَلَغَكُمْ؟ أَلَا تَنْظُرُونَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ؟ فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ لِبَعْضٍ]: أَبُوكُمْ آدَمُ!. فَيَأْتُونَ آدَمَ، فَيَقُولُونَ: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ؛ فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ آدَمُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ نَهَانِي عَنِ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ. فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ، وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ نُوحٌ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ عَلَى قَوْمِي، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي! اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ. فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُونَ: يَا إِبْرَاهِيمُ، أَنْتَ نَبِيُّ اللَّهِ وَخَلِيلُهُ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، [اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ] أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، فَذَكَرَ كَذِبَاتِهِ نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي [اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي] اذْهَبُوا إِلَى مُوسَى.فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُونَ: يَا مُوسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَاتِهِ وَبِكَلَامِهِ عَلَى النَّاسِ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ مُوسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنِّي قَتَلْتُ نَفْسًا لَمْ أُومَرْ بِقَتْلِهَا، نَفْسِي، نَفْسِي، نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى عِيسَى. فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُونَ: يَا عِيسَى، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ -قَالَ: هَكَذَا هُوَ -وَكَلَّمْتَ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ لَهُمْ عِيسَى: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبْ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَلَمْ يَذْكُرْ ذَنْبًا، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى مُحَمَّدٍ. فَيَأْتُونِي فَيَقُولُونَ: يَا مُحَمَّدُ، أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، وَخَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ، فَاشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَأَقُومُ فَآتِي تَحْتَ الْعَرْشِ، فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيَّ، وَيُلْهِمُنِي مِنْ مَحَامِدِهِ وَحُسْنِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ مَا لَمْ يَفْتَحْهُ عَلَى أَحَدٍ قَبْلِي. فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ، ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَسَلْ تُعْطَهْ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي، يَا رَبِّ، أُمَّتِي أُمَّتِي! فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ: أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِ مِنَ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْأَبْوَابِ". ثُمَّ قَالَ: "وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَمَا بَيْنَ مِصْراعين مِنْ مَصَارِيعِ الْجَنَّةِ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وَهَجَر، أَوْ كَمَا بَيْنَ مَكَّةَ وبُصْرَى".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menerima kiriman daging yang telah dimasak, lalu disuguhkan kepada beliau kaki kambing yang disukainya. Maka beliau memakan sebagian darinya sekali makan, kemudian bersabda, "Aku adalah penghulu umat manusia di hari kiamat. Tahukah kalian mengapa demikian?"Allah pada hari kiamat menghimpun semua orang yang terdahulu dan yang kemudian di suatu tanah lapang. Mereka digiring ke tempat itu oleh suara yang,terdengar oleh mereka semua, dan mereka semua terlihat berada dalam pengawasan. Matahari berada di dekat mereka, sehingga manusia saat itu mengalami penderitaan dan malapetaka yang tidak kuat mereka sanggah. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Tidakkah kalian merasakan apa yang sedang kalian derita yang tidak mampu kalian sanggah ini? Tidakkah kalian mencari orang yang dapat meminta syafaat bagi kalian kepada Tuhan kalian?" Maka sebagian dari mereka menjawab, "Sebaiknya kalian datang kepada Adam." Maka mereka datang kepada Adam a.s. dan berkata, "Hai Adam, engkau adalah bapak manusia- Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan Dia telah meniupkan sebagian dari roh-Nya kepadamu, serta Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadamu. Maka mintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau melihat apa yang sedang kami alami, betapa menderitanya kami." Adam a.s. menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah Dia alami sebelumnya semisal sekarang, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya seperti murka-Nya pada hari ini. Sesungguhnya Dia pernah melarangku mende­kati sebuah pohon, tetapi aku mendurhakai-Nya. Sekarang aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Nuh." Mereka datang kepada Nuh dan mengatakan, "Hai Nuh, engkau adalah mula-mula rasul di muka bumi, Allah telah memberimu nama seorang hamba yang banyak bersyukur. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan yang kami alami? Tidakkah engkau lihat bagaimana keadaan kami sekarang?" Nuh menja­wab, "Sesungguhnya Tuhanku hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang belum pernah dialami-Nya semisal dengan hari ini, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini. Dan se­sungguhnya aku pernah memanjatkan suatu doa kepada-Nya untuk kebi­nasaan umatku. Maka pada hari ini aku hanya dapat menyelamatkan di­riku sendiri. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Ibrahim." Mereka datang kepada Ibrahim dan mengatakan kepadanya, "Hai Ibrahim, engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya dari kalangan pendu­duk bumi. Mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Maka Ibrahim menjawab, "Sesungguhnya tuhanku pada hari ini sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum itu, dan Dia tidak akan murka lagi sesudahnya dengan kemurkaan seperti hari ini," lalu Ibrahim menyebutkan beberapa kedustaan yang pernah di­lakukannya. Karena itu, ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Musa." Mereka datang kepada Musa dan mengatakan, "Hai Musa, engkau adalah rasul Allah, Allah telah memilihmu untuk membawa risalah-Nya dan berbicara langsung dengan-Nya untuk engkau sampaikan kepada manusia. Makamintakanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Musa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku sedang murka dengan kemurkaan yang tidak pernah dilakukan-Nya sebelum hari ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi dengan kemurkaan seperti sekarang. Sesungguhnya aku pernah membunuh seseorang yang aku ti­dak diperintahkan untuk membunuhnya. Sekarang aku hanya dapat me­nyelamatkan diriku sendiri saja. Pergilah kalian kepada selain aku, pergilah kalian kepada Isa." Mereka datang kepada Isa dan mengatakan, "Hai Isa engkau adalah rasul Allah, engkau diciptakan melalui perintah Allah yang disampaikan kepada Maryam melalui tiupan roh (ciptaan)-Nya, dan engkau dapat berbicara kepada manusia selagi engkau masih bayi dalam usia buaian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah eng­kau lihat penderitaan kami, tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Isa menjawab, "Sesungguhnya Tuhanku pada hari ini sedang dalam keadaan murka dengan kemurkaan yang belum pernah dilakukan-Nya sebelum ini, dan di masa mendatang Dia tidak akan murka lagi seperti kemurkaan-Nya pada hari ini.'Tetapi Isa tidak menyebutkan suatu dosa pun, dan ia mengatakan, "Aku hanya dapat menyelamatkan diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain, pergilah kalian kepada Muhammad Saw." Maka mereka datang kepada Nabi Muhammad Saw. dan mengata­kan, "Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan Nabi terakhir, sesungguhnya Allah telah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian. Maka mohonkanlah syafaat kepada Tuhanmu buat kami. Tidakkah engkau lihat penderitaan kami? Tidakkah engkau lihat keadaan kami?" Nabi Saw. bersabda, "Maka aku bangkit dan mendatangi bagian bawah' Arasy, lalu aku menyungkur bersujud kepada Tuhanku. Kemudian Allah membukakan bagiku dan memberiku ilham cara memuji dan me-nyanjung-Nya dengan pujian dan sanjungan yang belum pernah Dia ajar­kan kepada seorang pun sebelumku. Maka dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, angkatlah mukamu; dan mintalah, pasti engkau diberi apa yang kamu minta; dan mintalah syafaat, tentu engkau akan diberi izin memberikan syafaat.' Maka aku mengangkat mukaku dan berkata, 'Wa­hai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku.' Dikatakan kepadaku, 'Hai Muhammad, masukkanlah ke dalam surga dari kalangan umatmu orang-orang yang tidak ada hisabnya melalui pintu surga yang ada di sebelah kanan, sedangkan pintu-pintu lainnya buat se­mua orang yang lainnya bersama-sama'." Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak di antara kedua sisi pintu surga itu sama dengan jarak antara Mekah dan Hajar, atau antara Mekah dan Basra."
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahihnya masing-masing.

قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا الْحَكْمُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا هِقْلُ بْنُ زِيَادٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، حَدَّثَنِي أَبُو عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ فرُّوخ، حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مُشَفَّع"

Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Haql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Abu Ammar, telah menceri­takan kepadaku Abdullah ibnu Farrukh, telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku adalah penghulu Anak Adam pada hari kiamat, dan orang yang mula-mula dikeluarkan dari kubur di hari kiamat, orang yang mula-mula diberi izin untuk memberi syafaat, serta orang yang mula-mula memberi syafaat.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ دَاوُدَ بْنِ يَزِيدَ الزَّعَافِرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} ، سُئِلَ عَنْهَا فَقَالَ: "هِيَ الشَّفَاعَةُ "

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Daud ibnu Yazid Az-Za'afiri, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna ayat ini:mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Ketika beliau Saw. ditanya mengenai makna kedudukan yang terpuji, beliau Saw. menjawab bahwa kedudukan yang terpuji ialah syafaat.

رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ وَكِيعٍ وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ دَاوُدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} قَالَ: "هُوَ الْمَقَامُ الَّذِي أَشْفَعُ لِأُمَّتِي فِيهِ"

Imam Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Muhammad ibnu Ubaid, dari Daud, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. sehu­bungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Yaitu kedudukan yang darinya aku memberikan syafaat buat umatku.

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، مَدَّ اللَّهُ الْأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيمِ، حَتَّى لَا يَكُونَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعُ قَدَمِهِ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُدْعَى، وَجِبْرِيلُ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ وَاللَّهِ مَا رَآهُ قَبْلَهَا، فَأَقُولُ رَبِّ، إِنَّ هَذَا أَخْبَرَنِي أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: صَدَقَ، ثُمَّ أُشَفَّعُ. فَأَقُولُ: يَا رَبِّ عِبَادُكَ عَبَدُوكَ فِي أَطْرَافِ الْأَرْضِ"، قَالَ: "فَهُوَ المقام المحمود"

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat terjadi, maka bumi digelarkan seperti kulit yang digelarkan (yakni rata), hingga tiada tempat bagi seorang manusia pun kecuali hanya untuk kedua telapak kakinya(yakni penuh sesak dengan manusia). Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, "Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, Jibril ber­ada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah. Demi Allah, saya belum pernah melihat Jibril dalam rupa seperti itu sebelumnya. Lafu aku berkata, "Wahai Tuhanku sesungguhnya dia pernah menyampaikan berita kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Allah Swt. berfirman, "Dia benar." Kemudian aku memohon syafaat dan mengatakan, "Wahai Tuhanku, tolonglah hamba-hamba-Mu yang telah menyembah-Mu di berbagai belahan bumi.” Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji.”
Hadis ini berpredikat mursal.

Penjelasan Surat An-Nisa Ayat 77-79


 Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;‎

‎أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتالُ إِذا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقالُوا رَبَّنا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتالَ لَوْلا أَخَّرْتَنا إِلى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتاعُ الدُّنْيا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلاً (77) أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمالِ هؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً (78) مَا أَصابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَما أَصابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفى بِاللَّهِ شَهِيداً (79)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan kepada kami berperang? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? Apa.saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah; dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.(QS An-Nisa: 77-79)‎
Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka diperintahkan untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.
Mereka sangat merindukan adanya perintah dari Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka, untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu mereka. Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab, antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di negeri mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru diperintahkan hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.
Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya, ternyata sebagian dari mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: 
{وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ}
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77)
Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan kewajiban berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتالُ
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang. (Muhammad: 20), hingga beberapa ayat berikutnya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمة وَعَلِيُّ بْنُ زِنْجَةَ قَالَا حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابن عباس: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ، فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ، فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً: قَالَ: "إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ". فَلَمَّا حَوَّلَهُ اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَهُ بِالْقِتَالِ، فَكَفُّوا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ [وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً] } الآية.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, dari Abu Zar'ah dan Ali ibnu Rumhah; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan beberapa orang temannya datang menemui Nabi Saw. di Mekah. Lalu mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik. Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik). Karena itu, janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan Nabi Saw. ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang)." (An-Nisa: 77), hingga akhir ayat.
Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang sama.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu mereka meminta kepada Allah agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang disebutkan firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77) Yang dimaksud dengan ajalin qarib ialah mati.  Allah Swt. berfirman:  Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi; diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Dan firman-Nya: 
{قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى}
Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) 
Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah lebih baik daripada kehidupan dunianya.
{وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا}
dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 77) 
Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.
Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya: ‎Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar." (An-Nisa: 77) Lalu ia berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia ini semuanya dari awal sampai akhir, tiada lain sama halnya dengan seorang lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya."
Ibnu Mu'in mengatakan bahwa Abu Mishar mengatakan dalam bait-bait syairnya:
وَلَا خَيْرَ فِي الدنيا لِمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ... مِنَ اللَّهِ فِي دَارِ الْمُقَامِ نَصيبُ...
فِإِنْ تُعْجب الدُّنْيَا رجَالا فِإِنْهَا ...مَتَاع قَلِيلٌ والزّوَال قريبُ ...

Tiada kebaikan pada dunia bagi orang yang tidak mempunyai bagian pahala dari Allah di tempat yang kekal nanti. Jika dunia memang dapat membuat terpesona banyak laki-laki, maka sesungguhnya dunia itu kesenangan yang sebentar dan lenyapnya tidak lama lagi.
Firman Allah Swt
أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)‎
Maksudnya, kalian pasti akan mati, dan tiada seorang pun dari kalian yang selamat dari maut. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman: 26) 
كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali Imran: 185)
وَما جَعَلْنا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu.(Al-Anbiya: 34)
Makna yang dimaksud ialah setiap orang pasti akan mati, tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dia dari kematian, baik dia ikut dalam berjihad ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur manusia itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta kedudukan yang telah ditetapkan baginya. Seperti yang dikatakan oleh Khalid ibnul Walid ketika menjelang kematiannya di atas tempat tidurnya:
لَقَدْ شَهِدْتُ كَذَا وَكَذَا مَوْقِفًا، وَمَا مِنْ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِي إِلَّا وَفِيهِ جُرْحٌ مِنْ طَعْنَةٍ أَوْ رَمْيَةٍ، وَهَا أَنَا أَمُوتُ عَلَى فِرَاشِي، فَلَا نَامَتْ أَعْيُنُ الْجُبَنَاءِ
Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan perang anu, dan tiada suatu anggota tubuhku melainkan padanya terdapat luka karena tusukan atau lemparan panah. Tetapi sekarang aku mati di atas tempat tidurku, semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur.
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Yakni benteng yang kuat, kokoh, lagi tinggi. 
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan ‎buruj ialah bintang-bintang yang ada di langit. Pendapat ini dikatakan oleh As-Saddi, tetapi lemah. Pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah benteng yang kuat. Dengan kata lain, tiada gunanya sikap waspada dan berlindung di tempat yang kokoh dari ancaman maut. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair (Jahiliah), yaitu Zuhair ibnu Abu Salma: 
وَمَن خَاف أسبابَ المَنيّة يَلْقَهَا ...وَلَوْ رَامَ أسبابَ السَّمَاءِ بسُلَّم

Barang siapa yang takut terhadap penyebab kematian, niscaya dia akan didapatkannya sekalipun dia naik ke langit yang tinggi dengan memakai tangga.

Kemudian menurut pendapat yang lain, al-musyayyadah sama artinya dengan al-masyidah.Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: 
وَقَصْرٍ مَشِيدٍ
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Menurut pendapat yang lainnya lagi, di antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu: Kalau dibaca ‎al-musyayyadah dengan memakai tasydid artinya yang ditinggikan, sedangkan kalau dibaca takhfif ‎(tanpa tasydid) artinya yang dibangun dengan memakai batu kapur.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan bab ini mengetengahkan sebuah kisah panjang dari Mujahid: bahwa zaman dahulu terdapat seorang wanita yang sedang melahirkan, lalu si wanita itu memerintahkan kepada pelayannya untuk mencari api. Ketika si pelayan keluar, tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdiri di depan pintu (entah dari mana datangnya). Lalu lelaki itu bertanya, "Apakah wanita itu telah melahirkan bayinya?" Si pelayan menjawab, "Ya, seorang bayi perempuan." Selanjutnya lelaki itu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya bayi perempuan itu kalau sudah dewasa nanti akan berbuat zina dengan seratus orang laki-laki, kemudian ia dikawini oleh pelayan si wanita itu, dan kelak matinya disebabkan oleh laba-laba." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa pelayan itu kemudian kembali ke dalam rumah dan dengan serta-merta ia merobek perut si bayi dengan pisau hingga menganga lebar, lalu ia pergi melarikan diri karena ia merasa yakin bahwa bayi itu telah mati. Melihat hal itu ibu si bayi segera mengobati luka tersebut dengan menjahitnya. Lama-kelamaan luka si bayi sembuh dan ia tumbuh hingga remaja. Setelah dewasa, ia menjadi wanita yang tercantik di kotanya. Sedangkan si pelayan yang kabur tadi pergi menjelajahi semua daerah, dan akhirnya ia menjadi penyelam, lalu berhasil memperoleh harta yang berlimpah (dari dalam laut). Dengan bekal harta itu ia menjadi orang yang paling kaya, lalu ia kembali ke negerinya semula dan bermaksud untuk kawin. Untuk itu ia berkata kepada seorang nenek, "Aku ingin kawin dengan wanita yang paling cantik di kota ini." Si nenek berkata, "Di kota ini tidak ada wanita yang lebih cantik dari si Fulanah." Ia berkata, "Kalau demikian pergilah kamu untuk melamarnya buatku." Si nenek akhirnya berangkat ke rumah wanita yang dimaksud, dan ternyata si wanita itu menyetujui lamarannya. Ketika akan menggaulinya, ia sangat terpesona dengan kecantikan istrinya itu. Maka si istri itu bertanya kepadanya mengenai asal-usulnya. Lalu ia menceritakan kepada istrinya semua yang pernah ia alami hingga menyangkut masalah bayi perempuan tadi. Maka si istri menjawab, "Akulah bayi perempuan itu," lalu si istri memperlihatkan bekas robekan yang ada pada perutnya, hingga ia percaya dengan bukti tersebut. Ia berkata, "Jika dulu engkau benar-benar bayi tersebut, sesungguhnya ada seorang lelaki (barangkali malaikat) yang memberitahukan kepadaku tentang dua perkara yang merupakan suatu keharusan akan menimpamu. Salah satunya ialah bahwa engkau telah berbuat zina dengan seratus orang laki-laki." Si istri menjawab, "Memang aku telah berbuat itu, tetapi aku lupa dengan berapa banyak lelaki aku melakukannya." Si suami menjawab, "Jumlah mereka adalah seratus orang laki-laki." Si suami melanjutkan kisahnya, "Hal yang kedua ialah engkau akan mati karena seekor laba-laba." Karena si suami sangat mencintai istrinya, maka ia membangunkan untuk si istri sebuah gedung yang kokoh lagi tinggi untuk melindunginya dari penyebab tersebut. Tetapi pada suatu hari ketika mereka sedang asyik masyuk, tiba-tiba ada seekor laba-laba di atap rumah. Lalu ia memperlihatkan laba-laba itu kepada istrinya. Maka si istri berkata, "Inikah yang engkau takutkan akan menyerang diriku? Demi Allah, bahkan akulah yang akan membunuhnya." Para pembantu menurunkan laba-laba itu dari atap ke bawah, kemudian si istri dengan sengaja mendekatinya dan menginjaknya dengan jempol kakinya hingga laba-laba itu mati seketika itu juga. Akan tetapi, takdir Allah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Ternyata ada sebagian dari racun laba-laba itu yang masuk ke dalam kuku jari kakinya dan terus menembus ke dagingnya, hingga kaki si wanita itu menjadi hitam dan membusuk; hal tersebutlah yang mengantarkannya kepada kematian.
Dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah kisah tentang Raja Al-Hadar yang bemama Satirun, ketika ia diserang oleh Raja Sabur yang mengepung bentengnya. Akhirnya Sabur dapat membunuh semua orang yang ada di dalam benteng sesudah mengepungnya selama dua tahun. Sehubungan dengan kisah ini orang-orang Arab merekamnya ke dalam syair-syair mereka, yang antara lain mengatakan: 
Raja Al-Hadar, ketika membangun negerinya dan Sungai Tigris dialirkannya menuju negerinya, begitu pula Sungai Khabur, ia membangun istananya dengan memakai batu marmar dan lantainya memakai keramik yang indah lagi anggun. Di atas puncak istananya yang tinggi itu banyak burung merpati bersarang. Tangan-tangan kematian tidak ditakuti oleh benteng yang kokoh lagi tinggi itu. Akan tetapi, si raja binasa dalam membela benteng-nya yang kini menjadi reruntuhan yang ditinggalkan.

Ketika Ali masuk menemui Usman, ia mengatakan, "Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad." Kemudian Ali mengucapkan syair berikut:
Aku melihat bahwa maut tidak menyisakan seorang yang perkesa pun, dan tidak pernah memberikan perlindungan kepada pemberontak di negeri ini dan kawasan ini. Penduduk benteng tinggal dengan aman, sedangkan pintu benteng dalam keadaan tertutup kemegahan dan tingginya menyamai bukit-bukit.

Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Kisra Sabur yang dijuluki Zul Aktaf— yang membunuh Satirun, Raja Al-Hadar. Tetapi di lain kesempatan Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa sesungguhnya orang yang membunuh Raja Al-Hadar adalah Sabur ibnu Ardsyir ibnu Babik, generasi pertama Raja Bani Sasan; dia pulalah yang mengalahkan raja-raja Tawaif dan mengembalikan kekuasaan kepada kekaisarannya. Adapun Sabur yang dijuluki Zul Aktaf, dia baru muncul jauh sesudah itu. 

Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh As-Suhaili. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Sabur mengepung benteng Satirun selama dua tahun. Peperangan itu terjadi karena Satirunlah yang memulainya; Satirun menyerang negeri Sabur di saat Raja Sabur sedang bepergian ke Irak. Pada suatu hari putri Raja Satirun bernama Nadirah naik ke atas benteng, lalu ia melihat-lihat, dan pandangan matanya tertuju ke arah Raja Sabur yang memakai pakaian kebesaran yang terbuat dari kain sutra, di atas kepalanya terdapat mahkota terbuat dari emas murni yang bertatahkan intan dan berbagai macam batu permata yang amat langka. Hati si putri terpikat, lalu ia menyusup menemuinya dan mengatakan kepadanya, "Jika aku bukakan pintu benteng ini, maukah kamu memperistri diriku?" Maka Raja Sabur menjawab, "Ya." Pada sore harinya Raja Satirun minum khamr hingga mabuk, dan sudah menjadi kebiasaannya bila hendak tidur ia mabuk terlebih dahulu. Maka putrinya mengambil kunci pintu gerbang benteng dari bawah bantal ayahnya. Setelah itu kunci tersebut ia kirimkan kepada Raja Sabur melalui seorang bekas budaknya, maka Raja Sabur dapat membuka benteng tersebut. Menurut riwayat yang lain, si putri menunjukkan kepada mereka sebuah rajah yang berada di dalam benteng itu. Benteng tersebut tidak akan dapat dibuka sebelum diambil seckor burung merpati abu-abu, lalu kedua kakinya dibasahi dengan kotoran darali haid seorang gadis yang bermata biru, kemudian baru dilepaskan terbang. Apabila burung merpati itu hinggap di atas tembok benteng, maka tembok benteng itu akan runtuh dan terbukalah pintu gerbangnya. Raja Sabur melakukan hal tersebut. Setelah pintu gerbang benteng terbuka, maka Sabur membunuh Raja Satirun dan berlaku sewenang-wenang kepada penduduk benteng, lalu merusaknya hingga menjadi puing-puing. Kemudian ia berangkat bersama putri tersebut yang telah ia kawini. Tersebutlah bahwa di suatu malam hari ketika si putri telah berada di atas peraduannya, tiba-tiba ia gelisah, tidak dapat tidur. Hal ini membuat resah si raja, lalu ia mengambil sebuah lilin dan memeriksa tempat tidur istrinya, ternyata ia menjumpai selembar daun pohon as (yang pada zaman itu sebagai kertas). Raja Sabur berkata kepadanya, "Rupanya inilah yang menyebabkan kamu tidak dapat tidur. Apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu di masa lalu?" Ia menjawab, "Dahulu ayahku menghamparkan kain sutra kasar buat permadaniku dan memakaikan kepadaku kain sutra yang indah-indah, serta memberiku makan sumsum dan memberiku minuman khamr."
At-Tabari menceritakan bahwa dahulu ayah si putri memberinya makan sumsum dan zubdah serta madu yang bermutu tinggi, dan memberinya minum khamr.
At-Tabari menceritakan pula, bahwa Raja Sabur dapat melihat sumsum betisnya (karena kecantikannya dan keindahan tubuhnya, pent.).
Raja Sabur akhirnya berkata, "Ternyata jasa ayahmu itu dibalas olehmu dengan air tuba, dan engkau pun pasti akan lebih cepat melakukan hal yang sama terhadap diriku." Raja Sabur akhirnya memerintahkan agar permaisurinya itu ditangkap, lalu gelungan rambutnya diikatkan ke buntut kuda, kemudian kudanya dihardik untuk lari sekencang-kencangnya, hingga matilah ia diseret kuda.
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ
dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78)
Yaitu kemakmuran dan rezeki yang berlimpah berupa buah-buahan, hasil pertanian, banyak anak, dan lain-lainnya berupa rezeki. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}
mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) 
Berupa paceklik, kekeringan, dan rezeki yang kering, atau tertimpa kematian anak atau tidak mempunyai penghasilan atau lain-lainnya yang merupakan bencana. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ}
mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) 
Yakni dari sisi kamu, disebabkan kami mengikuti kamu dan memasuki agamamu. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal kaum Fir'aun, yaitu:
{فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang mengikutinya. (Al-A'raf: 131)
Juga semakna dengan apa yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلى حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Demikian pula yang dikatakan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang masuk Islam lahiriahnya, sedangkan hati mereka benci terhadap Islam. Karena itulah bila mereka tertimpa bencana, maka mereka kaitkan hal itu dengan penyebab karena mengikuti Nabi Saw. 
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan al-hasanah ialah kemakmuran dan kesuburan yang membuat ternak mereka berkembang biak dengan pesatnya —begitu pula ternak kuda mereka— dan keadaan mereka menjadi membaik serta istri-istri mereka melahirkan anak-anaknya. mereka mengaiakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka tertimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan sayyiah ialah kekeringan (paceklik) dan bencana yang menimpa harta mereka; maka mereka melemparkan kesialan itu kepada Nabi Muhammad Saw., lalu mereka mengatakan, "Ini gara-gara kamu."  Dengan kata lain, mereka bermaksud bahwa karena kami meninggalkan agama kami dan mengikuti Muhammad, akhirnya kami tertimpa bencana ini. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78)  Adapun firman Allah Swt.:Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa:78) Maksudnya, semuanya itu adalah atas ketetapan dan takdir Allah, Dia melakukan keputusan-Nya terhadap semua orang, baik terhadap orang yang bertakwa maupun terhadap orang yang durhaka, dan baik terhadap orang mukmin maupun terhadap orang kafir, tanpa pandang bulu. 
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Yaitu kebaikan dan keburukan itu semuanya dari Allah. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
Kemudian Allah Swt. berfirman, mengingkari mereka yang mengatakan demikian yang timbul dari keraguan dan kebimbangan mereka, minimnya pemahaman dan ilmu mereka yang diliputi dengan kebodohan dan aniaya, yaitu: 
{فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا}
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78)
Sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) terdapat sebuah hadis garib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar. 
حَدَّثَنَا السَّكن بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّان، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي قَبِيلَتَيْنِ مِنَ النَّاسِ، وَقَدِ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا، فَجَلَسَ أَبُو بَكْرٍ قَرِيبًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ وَجَلَسَ عُمَرُ قَرِيبًا مِنْ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِمَ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُكُمَا؟ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: الْحَسَنَاتُ مِنَ اللَّهِ وَالسَّيِّئَاتُ مِنْ أَنْفُسِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَا قُلْتَ يَا عُمَرُ؟ " قَالَ: قُلْتُ: الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ مِنَ اللَّهِ. تَعَالَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ مِيكَائِيلُ مَقَالَتَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، وَقَالَ جِبْرِيلُ مَقَالَتَكَ يَا عُمَرُ فَقَالَ: نَخْتَلِفُ فَيَخْتَلِفُ أَهْلُ السَّمَاءِ  وَإِنْ يَخْتَلِفْ أَهْلُ السَّمَاءِ يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْأَرْضِ. فَتَحَاكَمَا إِلَى إِسْرَافِيلَ، فَقَضَى بَيْنَهُمْ أَنَّ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ مِنَ اللَّهِ". ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ "احْفَظَا قَضَائِي بَيْنَكُمَا، لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَلَّا يُعْصَى لَمْ يَخْلُقْ إِبْلِيسَ".
Telah menceritakan kepada kami As-Sakan ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hammad, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah Saw., datanglah Abu Bakar bersama dua kabilah, suara mereka kedengaran amat gaduh. Lalu Abu Bakar duduk di dekat Nabi Saw. dan Umar pun duduk di dekat Abu Bakar. Maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Mengapa suara kamu berdua kedengaran gaduh?' Seorang lelaki memberikan jawaban, 'Wahai Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa semua kebaikan dari Allah dan semua keburukan dari diri kita sendiri.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Lalu apakah yang kamu katakan, hai Umar?' Umar menjawab, 'Aku katakan bahwa semua kebaikan dan keburukan dari Allah.' Rasulullah Saw. bersabda,'Sesungguhnya orang yang mula-mula membicarakan masalah ini adalah Jibril dan Mikail. Mikail mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Abu Bakar. Sedangkan Jibril mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Umar.'Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, 'Penduduk langit pun berselisih pendapat mengenainya. Jika penduduk langit berselisih, maka penduduk bumi pun berselisih pula. Lalu keduanya mengajukan permasalahannya kepada Malaikat Israfil. Maka Israfil memutuskan di antara mereka dengan keputusan bahwa semua kebaikan dan semua keburukan berasal dari Allah.' Kemudian Rasulullah Saw. berpaling ke arah Abu Bakar dan Umar, lalu bersabda, 'Ingatlah keputusanku ini olehmu berdua. Seandainya Allah berkehendak untuk tidak didurhakai, niscaya Dia tidak akan menciptakan iblis'."
Syaikhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini maudu' lagi buatan, menurut kesepakatan ahli ma'rifah (para ulama).
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya, tetapi makna yang dimaksud ialah mencakup semua orang, sehingga firman berikut dapat dianggap sebagai jawaban, yaitu: 
{مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ}
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. (An-Nisa: 79) 
Yakni dari kemurahan Allah, kasih sayang serta rahmat-Nya.
{وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ}
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) 
Yaitu akibat perbuatanmu sendiri. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: 
وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu). (Asy-Syura: 30)
As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) Yaitu disebabkan dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) sebagai hukuman buatmu, hai anak Adam, karena dosamu sendiri. 
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
«لَا يُصِيبُ رَجُلًا خَدْشُ عُودٍ وَلَا عَثْرَةُ قَدَمٍ، وَلَا اخْتِلَاجُ عِرْقٍ إِلَّا بِذَنْبٍ، وَمَا يَعْفُو اللَّهُ أَكْثَرُ»
Tidak sekali-kali seseorang terkena lecet (karena tertusuk) kayu, tidak pula kakinya tersandung, tidak pula uratnya terkilir, melainkan karena dosa(nya), tetapi yang dimaafkan oleh Allah jauh lebih banyak.
Hadis mursal yang diriwayatkan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan secara muttasil di dalam kitab sahih, yang bunyinya mengatakan:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ، وَلَا نَصَبٌ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada suatu kesusahan pun yang menimpa orang mukmin, tiada suatu kesedihan pun, dan tiada suatu kelelahan pun, hingga duri yang menusuk (kaki)nya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya karena musibah itu.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)mu sendiri. (An-Nisa: 79) Yakni karena dosamu sendiri, dan Akulah (kata Allah) yang menakdirkannya atas dirimu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Salil ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Wasil (keponakan Mutarrif), dari Mutarrif ibnu Abdullah sendiri yang mengatakan, "Apakah yang kalian kehendaki dari masalah takdir ini, tidakkah mencukupi kalian ayat yang ada di dalam surat An-Nisa," yaitu firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yaitu karena dirimu. Demi Allah, mereka tidak diserahkan kepada takdir sepenuhnya karena mereka telah diperintah, dan ternyata yang terjadi adalah seperti yang mereka alami. 
Hal ini merupakan pendapat yang kuat lagi kokoh untuk membantah aliran Qadariyah dan Jabariyah sekaligus. Mengenai rinciannya, disebutkan di dalam kitab yang lain.
Firman Allah Swt.:
وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا
Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. (An-Nisa: 79)
untuk menyampaikan kepada mereka syariat-syariat (perintah-perintah) Allah, hal-hal yang disukai dan diridai-Nya, serta semua hal yang dibenci dan ditolak-Nya.
{وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 79) 

Yakni saksi yang menyatakan bahwa Dialah yang mengutusmu. Dia menjadi saksi pula antara kamu dan mereka, Dia Maha Mengetahui semua yang engkau sampaikan kepada mereka, juga jawaban serta sanggahan mereka terhadap perkara hak yang kamu sampaikan kepada mereka karena kekufuran dan keingkaran mereka.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...