Senin, 18 Oktober 2021

Penjelasan Kisah Nabi Isa As Yang Di Tuhan-Kan Umat Nasrani


Beliau adalah seorang lelaki yang lahir dari perut seorang wanita perawan nan suci bernama Maryam. Ibunya merupakan anak perempuan dari seorang lelaki pilihan Allah bernama ‘Imran dari keturunan Bani Israil (anak-anak Nabi Ya’kub alaihissalam). Keluarga Imran ini merupakan salah satu keluarga yang dipilih Allah untuk mendapatkan keistimewaan dari-Nya berupa nikmat kenabian.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ ذُرِّيَّةً بَعْضُهَا مِن بَعْضٍ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). Sebagiannya merupakan keturunan dari yang lainnya. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Ali ‘Imran: 33-34)

Bagaimana Kelahiran Beliau?

Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam dilahirkan tanpa proses pernikahan ibunya Maryam dengan seorang lelaki. Artinya, beliau lahir tanpa ayah. Dan yang demikian itu bukanlah hal yang mustahil bagi Allah ‘Azza wa Jalla.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (59) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْت َرِينَ (60) فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (61) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (62) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ (63) 

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari menerima kcbenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa-siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS-Ali Imron Ayat 59-63)

Allah Swt. berfirman:

{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ}

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah. (Ali Imran: 59) 

dalam hal kekuasaan Allah, mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah. 

{كَمَثَلِ آدَمَ}

adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59) 
mengingat Allah menciptakannya tanpa melalui seorang ayah dan tanpa ibu, melainkan: 

{خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}

Allah  menciptakannya dari tanah,  kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah dia.(Ali Imran: 59)

Tuhan yang menciptakan Adam tanpa melalui ayah dan ibu, jelas lebih mampu menciptakan Isa. Jika ada jalan untuk mendakwakan Isa sebagai anak Tuhan, mengingat ia diciptakan tanpa melalui seorang ayah, maka terlebih lagi terhadap Adam. Akan tetapi, telah dimaklumi secara sepakat bahwa anggapan seperti itu batil; terlebih lagi jika ditujukan kepada Isa a.s., maka lebih batil dan lebih jelas rusaknya.

Allah Swt. sengaja melakukan demikian dengan maksud untuk menampakkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya dengan menciptakan Adam tanpa kedua orang tua, dan menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa wanita, serta menciptakan Isa dari wanita tanpa laki-laki, sebagaimana dia menciptakan makhluk lainnya dari jenis jantan dan jenis betina (melalui perkawinan keduanya). Karena itulah dalam surat Maryam Allah Swt. berfirman:‎

وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ

dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia. (Maryam: 21)

Ketika Maryam bertanya dengan penuh rasa heran saat mendapat kabar gembira berupa seorang putra yang akan lahir dari perutnya tanpa ‘sentuhan’ seorang lelaki, Allah menjelaskan dan menegaskan kepadanya serta kepada kita semua,

كَذَٰلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

“Demikianlah Allah, yang menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Ia sudah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Ia hanya cukup mengatakan kepadanya, “jadilah kamu”, lalu jadilah ia.” (Ali’Imran: 47)

Proses penciptaan beliau adalah dengan ditiupkannya roh ke dalam rahim ibunya, Maryam. Kemudian Allah katakan kepadanya, “kun” (jadilah), sebagaimana yang Allah sebutkan pada ayat sebelumnya. Maka, seketika itu Maryam hamil sebagaimana wanita pada umumnya dan kemudian melahirkan Nabi Isa sebagai seorang anak manusia.

Sungguh, penciptaan ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Alquran,

وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَىٰ رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ

“Dan telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya sebagai tanda (kekuasaan kami), dan Kami lindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Al-Mu’minun: 50)

Ayat-ayat yang menerangkan tentang proses kelahiran Nabi Isa ‘alaihissalam di atas merupakan bantahan tehadap tuduhan orang-orang Yahudi, yang menganggap Maryam ‘alaihassalam telah berzina. Padahal, Allah telah menegaskan tentang kesucian wanita ini dari perbuatan keji itu.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِن رُّوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ

“Dan (ingatlah) Maryam putri ‘Imran yang memelihara kemaluannya (dari perbuatan keji). Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan Dia membenarkan kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan dia itu termasuk orang-orang yang taat.” (At-Tahriim: 12)

وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىٰ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan juga mengistimewakan kamu atas segala wanita di seluruh dunia.” (Ali ‘Imran: 42)
Sedangkan dalam surat ini Allah Swt. berfirman: ‎

{الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}

Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran: 60)

Yakni inilah pendapat (kisah) yang benar mengenai Isa yang tidak diragukan lagi, sedangkan yang lainnya tidak benar, dan tiada sesudah perkara yang benar melainkan hanya kesesatan belaka.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk melakukan mubahalah terhadap orang yang ingkar kepada kebenaran tentang Isa sesudah adanya keterangan, yaitu: 
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ}

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61)

Maksudnya, kita hadirkan mereka semua untuk mubahalah.

{ثُمَّ نَبْتَهِلْ}

kemudian marilah kita bermubahalah (Ali Imran: 61) 
Yakni berbalas laknat.‎

{فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}

supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)‎
Yaitu antara kami dan kalian, siapakah yang berhak dilaknat.
Disebutkan bahwa asbabun nuzul (latar belakang sejarah) turunnya ayat mubahalah ini dan ayat-ayat yang sebelumnya yang dimulai dari permulaan surat Ali Imran hingga ayat ini berkenaan dengan delegasi dari Najran. Bahwa orang-orang Nasrani itu ketika tiba, mereka mengemukakan hujahnya tentang Isa, dan mereka menduga bahwa Isa adalah anak dan tuhan. Maka Allah menurunkan awal dari surat Ali Imran ini untuk membantah mereka, seperti yang disebut oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya.

Ibnu Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya yang terkenal dan mengatakan pula yang lainnya bahwa delegasi orang-orang Nasrani Najran datang kepada Rasulullah Saw. terdiri atas enam puluh orang, mereka datang berkendaraan. Di antara mereka ada empat belas orang laki-laki dari kalangan orang-orang yang terhormat di kalangan mereka yang merupakan dewan penasihat mereka dalam segala urusan. Mereka adalah Al-Aqib yang nama julukannya adalah Abdul Masih, As-Sayyid (yakni Al-Aiham), Abu Harisah ibnu Alqamah (saudara Bakr ibnu Wail), Uwais ibnul Haris, Zaid, Qais, Yazid dan kedua anaknya, Khuwalid, Amr, Khalid dan Abdullah, serta Muhsin. Dewan tertinggi di antara mereka ada tiga orang, yaitu Al-Aqib yang menjabat sebagai amir mereka dan pemutus perkara serta ahli musyawarah; tiada suatu pendapat pun yang timbul melainkan dari dia. Orang yang kedua adalah Sayyid. Dia orang yang paling alim di antara mereka, pemilik kendaraan mereka, dan yang mempersatukan mereka. Sedangkan orang yang ketiga ialah Abu Harisah ibnu Alqamah; dia adalah uskup mereka dan pemimpin yang mengajari mereka kitab Injil. Pada asalnya dia adalah orang Arab, yaitu dari kalangan Bani Bakr ibnu Wail. Tetapi ia masuk agama Nasrani, lalu orang-orang Romawi dan raja-rajanya menghormatinya serta memuliakannya. Bahkan mereka membangun banyak gereja, lalu mengangkatnya sebagai pengurus gereja tersebut karena mereka mengetahui keteguhan agamanya di kalangan mereka. Padahal dia telah mengetahui perihal Rasulullah Saw. dan sifat-sifatnya serta keadaannya melalui apa yang ia ketahui dari kitab-kitab terdahulu. Akan tetapi, ia tetap berpegang kepada agama Nasrani karena sayang kepada kedudukan dan penghormatan yang diperolehnya selama itu dari kalangan pemeluk Nasrani.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, bahwa mereka tiba di Madinah untuk bersua dengan Rasulullah Saw. Mereka masuk menemuinya di masjidnya ketika ia sedang salat Asar. Mereka datang memakai pakaian ciri khas mereka sebagai pemeluk Nasrani dengan penampilan paling baik dari kalangan kaum lelaki Banil Haris ibnu Ka'b. Orang yang melihat mereka dari kalangan sahabat Nabi Saw. pasti mengatakan, "Kami belum pernah melihat delegasi seperti mereka sesudah mereka." Waktu salat mereka telah tiba, lalu mereka berdiri di dalam masjid Rasulullah Saw. Tetapi Rasulullah Saw. bersabda, "Biarkanlah mereka." Lalu mereka salat dengan menghadap ke arah timur. 

Berbicaralah dengan Rasulullah Saw. wakil dari mereka yang terdiri atas Abu Harisah ibnu Alqamah, Al-Aqib Abdul Masih, dan As-Sayyid Al-Aiham. Mereka bertiga pemeluk Nasrani yang sealiran dengan agama raja mereka. Orang-orang Nasrani berselisih pendapat di antara sesama mereka. 
Sebagian mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan, sebagian yang lain mengatakan anak tuhan, dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan tuhan yang ketiga. Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Begitu pula orang-orang Nasrani. Mereka mengatakan bahwa dia adalah tuhan dengan alasan karena dia dapat menghidupkan orang yang mati, menyembuhkan orang yang buta, penyakit belang dan berbagai penyakit lainnya, memberitakan masalah-masalah gaib, membuat bentuk burung dari tanah liat, lalu ia meniupnya sehingga menjadi burung sungguhan; padahal semuanya itu dengan seizin Allah, dan Allah menjadikannya demikian sebagai bukti untuk manusia. Orang-orang Nasrani berhujah sehubungan dengan ucapan mereka yang mengatakan bahwa Isa adalah putra tuhan, mereka mengatakan bahwa dia tidak punya ayah yang diketahui dan dapat berbicara dalam buaian dengan pembicaraan yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Sedangkan mereka yang berhujah bahwa Isa adalah tuhan yang ketiga mengatakan bahwa perkataan Isa sama dengan perkataan tuhan, yaitu kami lakukan, kami perintahkan, kami ciptakan, dan kami putuskan. Mereka berkata, "Seandainya dia hanya seorang, niscaya dia tidak mengatakan kecuali aku lakukan, aku perintahkan, dan aku putuskan serta aku ciptakan. Maka hal ini menunjukkan tuhan, Isa dan Maryam." Mahatinggi dan Mahasuci Allah Swt. dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim dan orang-orang yang ingkar itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk menjawab masing-masing pendapat tersebut, diturunkanlah Al-Qur'an. Ketika dua pendeta berbicara kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda kepada keduanya, "Masuk Islamlah kamu." Keduanya menjawab, "Kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu belum masuk Islam, maka masuk Islamlah." Keduanya menjawab, "Tidak, kami telah Islam." Nabi Saw. bersabda, "Kamu berdua dusta, kamu bukan orang Islam karena pengakuanmu bahwa Allah beranak, menyembah salib, dan makan daging babi." Keduanya bertanya, "Siapakah bapaknya, hai Muhammad?" Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab keduanya. Maka Allah menurunkan sehubungan dengan peristiwa tersebut penjelasan mengenai perkataan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka, yaitu pada permulaan surat Ali Imran sampai dengan delapan puluh ayat lebih darinya.

Selanjutnya Ibnu Ishaq mengemukakan tafsir ayat-ayat tersebut, lalu melanjutkan kisahnya, bahwa setelah diturunkan berita dari Allah kepada Rasulullah Saw. dan cara untuk memutuskan perkara yang terjadi antara dia dan mereka, yaitu Allah menganjurkan kepadanya untuk menantang mereka bermubahalah jika mereka mengajukan pertanyaan seperti itu kepadanya. Maka Nabi Saw. mengajak mereka ber-mubahalah. Akhirnya mereka takut dan berkata, "Hai Abul Qasim (nama julukan Nabi Saw. di kalangan mereka), berilah waktu bagi kami untuk mempertimbangkan perkara kami ini, setelah itu kami akan datang kembali kepadamu memutuskan apa yang telah kami rembukkan bersama orang-orang kami tentang ajakanmu itu." Mereka pergi meninggalkan Nabi Saw., lalu berembuk dengan Al-Aqib yang merupakan orang paling berpengaruh di antara mereka. Mereka berkata kepadanya, "Hai Abdul Masih, bagaimanakah menurut pendapatmu?" Al-Aqib menjawab, "Demi Allah, hai orang-orang Nasrani, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang diutus. Sesungguhnya dia telah datang kepada kalian dengan membawa berita perihal teman kalian (Isa) secara rinci dan benar. Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa tidak sekali-kali suatu kaum berani ber-mubahalah (berbalas laknat) dengan seorang nabi, lalu orang-orang dewasa mereka masih hidup dan anak-anak mereka masih ada. Sesungguhnya tawaran ini untuk memberantas kalian, jika kalian mau melakukannya. Sesungguhnya jika kalian masih ingin tetap berpegang kepada agama kalian dan pendapat kalian sehubungan dengan teman kalian (Isa), maka pamitlah kepada lelaki ini (Nabi Saw.), lalu kembalilah ke negeri kalian." Lalu mereka datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Abul Qasim, kami telah sepakat untuk tidak bermubahalah denganmu dan meninggalkan (membiarkan)mu tetap pada agamamu dan kami tetap pada agama kami. Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki dari kalangan sahabatmu yang kamu sukai buat kami, kelak dia akan memutuskan banyak hal di antara kami yang kami berselisih pendapat mengenainya dalam masalah harta benda, karena sesungguhnya kalian di kalangan kami mendapat simpati."
Muhammad ibnu Ja'far mengatakan bahwa setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Datanglah kalian kepadaku sore hari, maka aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang kuat lagi dipercaya."

Tersebutlah bahwa Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan peristiwa tersebut mengatakan, "Aku belum pernah menginginkan imarah (jabatan) sama sekali seperti pada hari itu. Pada hari itu aku berharap semoga dirikulah yang terpilih untuk menjabatnya. Maka aku berangkat untuk melakukan salat Lohor ketika waktu hajir (panas matahari mulai terik). Setelah Rasulullah Saw. salat Lohor dan bersalam, lalu beliau melihat ke arah kanan dan kirinya, sedangkan aku menonjolkan kepalaku dengan harapan beliau melihatku. Akan tetapi, pandangan mata beliau masih terus mencari-cari, dan akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Maka beliau memanggilnya, lalu bersabda, 'Berangkatlah bersama mereka dan jalankanlah peradilan di antara mereka dengan benar dalam hal yang mereka perselisihkan'."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa pada akhirnya Abu Ubaidah-lah yang terpilih untuk melakukan tugas itu.

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid, dari Rafi' ibnu Khadij yang menceritakan bahwa delegasi Najran datang menghadap Rasulullah Saw. hingga akhir hadis yang isinya semisal dengan hadis di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada orang-orang yang terhormat (dari kalangan mereka) yang jumlahnya ada dua belas orang. Sedangkan kisah hadis lainnya lebih panjang daripada hadis di atas dengan tambahan-tambahan lainnya.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ صِلَة بْنِ زُفَر، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: جَاءَ العاقبُ والسيدُ صَاحِبًا نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدَانِ أن يُلَاعِنَاهُ، قَالَ: فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: لَا تَفْعَلْ، فَوَاللَّهِ إِنْ  كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّاهُ لَا نفلحُ نحنُ وَلَا عَقبنا مِنْ بَعْدِنَا. قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا سَأَلْتَنَا، وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا، وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا أَمِينًا. فَقَالَ: "لأبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلا أَمِينًا حَقَّ أمِينٍ"، فاستشرفَ لَهَا أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: "قُمْ يَا أبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ" فَلَمَّا قَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا أمِينُ هَذِهِ الأمَّةِ".

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a. yang menceritakan hadis berikut, bahwa Al-Aqib dan As-Sayyid —pemimpin orang-orang Najran— datang menghadap Rasulullah Saw. dengan maksud untuk melakukan mubahalah dengan Rasulullah Saw. Salah seorang berkata kepada temannya, "Jangan kamu lakukan. Demi Allah, seandainya dia adalah seorang nabi, lalu kita melakukan mula'anah (berbalas laknat) terhadapnya, niscaya kita ini tidak akan beruntung, tidak pula bagi anak cucu kita sesudah kita." Akhirnya keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami setuju memberimu apa yang kamu minta dari kami (yakni jizyah). Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki yang amin (dapat dipercaya), dan janganlah engkau kirimkan bersama dengan kami melainkan seorang yang dapat dipercaya." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Aku sungguh-sungguh akan mengirimkan bersama kalian seorang lelaki yang benar-benar dapat dipercaya.Maka sahabat-sahabat Nabi Saw. mengharapkan untuk diangkat menjadi orang yang mengemban tugas ini. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:"Berdirilah engkau, hai Abu Ubaidah ibnul Jarrah."Ketika Abu Ubaidah berdiri, maka Rasulullah Saw. bersabda, "Inilah orang yang dipercaya dari kalangan umat ini."

Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Majah melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Huzaifah dengan lafaz yang semisal.

Imam Ahmad meriwayatkan pula, begitu pula Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah, melalui hadis Israil, dari Abu Ishaq, dari Silah, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang semisal.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِكُلِّ أُمَّةٍ أمينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الأمَّة أبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Setiap umat memiliki amin (orang yang dipercaya)nya sendiri, dan amin dari umat ini adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ الرَّقِّي أَبُو يَزِيدَ، حَدَّثَنَا فُرَات، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ ابن مَالِكٍ الجزَري" عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ أَبُو جَهْلٍ: إِنْ رأيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أطَأ عَلَى عُنُقِهِ. قَالَ: فَقَالَ: "لَوْ فعلَ لأخَذته الملائكةُ عِيَانًا، وَلَوْ أَنَّ الْيَهُودَ تمنَّوا الْمَوْتَ لَمَاتُوا وَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ، وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُبَاهِلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لرَجَعوا لَا يَجِدُونَ مَالًا وَلَا أَهْلًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid Ar-Ruqqi Abu Yazid, telah menceritakan kepada kami Qurrah, dari Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal pernah mengatakan, "Seandainya aku melihat Muhammad sedang salat di dekat Ka'bah, aku benar-benar akan mendatanginya, lalu aku akan menginjak lehernya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seandainya dia (Abu Jahal) melakukannya, niscaya malaikat akan membinasakannya secara terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi itu mengharapkan kematian dirinya, niscaya mereka benar-benar akan mati, dan niscaya mereka akan melihat tempat mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang berangkat untuk melakukan mubahalah terhadap Rasulullah Saw. (secara sungguhan), niscaya sepulangnya mereka ke tempat kediamannya benar-benar tidak menjumpai lagi harta dan keluarganya.

Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi sahih.

Imam Baihaqi di dalam kitab Dalaitun Nubuwwah meriwayatkan kisah delegasi Najran ini dengan kisah yang panjang sekali. Kami akan mengetengahkannya, mengingat di dalamnya terkandung banyak faedah; sekalipun di dalamnya terkandung hal yang aneh, tetapi ada kaitannya dengan pembahasan kita sekarang ini.

قَالَ الْبَيْهَقِيُّ:حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو سَعِيدٍ مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ الْفَضْلِ، قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عبدِ يَسُوع، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ يُونُسُ -وَكَانَ نَصْرَانِيًّا فَأَسْلَمَ-: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ نَجْرَانَ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ عَلَيْهِ طس سُلَيْمَانَ: "بِاسْم إلَهِ إِبْرَاهِيمَ وإسْحَاقَ ويَعْقُوبَ، مِنْ مُحَمَّدٍ الَّنِبيِّ رَسُولِ اللهِ إلَى أسْقف نَجْرانَ وأهْلِ نَجْرانَ سِلْم أَنْتُم، فإنِّي أحْمَدُ إلَيْكُمْ إلَهَ إبْرَاهِيمَ وإِسْحَاقَ ويَعْقُوبَ. أَمَّا بَعْدُ، فإنِّي أَدْعُوكُم إلَى عِبَادَةِ اللهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ، وأدْعُوكُمْ إلَى وِلايَةِ اللهِ مِنْ وِلايَةِ الْعِبَادِ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَالْجِزْيَةُ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ  آذَنْتُكُمْ بِحَرْبٍ والسَّلامُ".
فَلَمَّا أَتَى الْأُسْقُفَ الْكِتَابُ فَقَرَأَهُ فَظعَ بِهِ، وذَعَره ذُعرًا شَدِيدًا، وَبَعَثَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ يُقَالُ لَهُ: شُرَحْبيل بْنُ وَداعة -وَكَانَ مِنْ هَمْدان وَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ يُدْعَى إِذَا نَزَلَتْ مُعْضلة قَبْلَه، لَا الْأَيْهَمُ وَلَا السِّيد وَلَا الْعَاقِبُ-فَدَفَعَ الأسْقُفُ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شُرَحْبيل، فَقَرَأَهُ، فَقَالَ الْأَسْقُفُ: يَا أَبَا مريمَ، مَا رَأْيُكَ ؟ فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: قَدْ عَلِمْتَ مَا وَعَدَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ فِي ذُرِّيَّةِ إِسْمَاعِيلَ مِنَ النُّبُوَّةِ، فَمَا يُؤْمنُ أَنْ يَكُونَ هَذَا هُوَ ذَاكَ الرَّجُلُ، لَيْسَ لِي فِي النُّبُوَّةِ رَأْيٌ، وَلَوْ كَانَ أَمْرٌ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا لَأَشَرْتُ عَلَيْكَ فِيهِ بِرَأْيِي، وجَهِدتُ لَكَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفُ: تَنَحَّ فَاجْلِسْ. فَتَنَحَّى شُرَحْبِيلُ فَجَلَسَ نَاحِيَةً، فَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شُرَحْبِيلَ، وَهُوَ مِنْ ذِي أَصْبَحَ مِنْ حمْير، فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ شُرَحْبِيلَ، فَقَالَ لَهُ الْأَسْقُفَ: فَاجْلِسْ، فتَنَحى فَجَلَسَ نَاحِيَةً. وَبَعَثَ الْأَسْقُفُ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ نَجْرَانَ، يُقَالُ لَهُ: جَبَّارُ بْنُ فَيْضٍ، مِنْ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ كَعْبٍ، أَحَدُ بَنِي الْحَمَاسِ، فَأَقْرَأَهُ الْكِتَابَ، وَسَأَلَهُ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ؟ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ قَوْلِ شُرَحبيل وَعَبْدِ اللَّهِ، فَأَمْرَهُ الْأَسْقُفَ فَتَنَحَّى فَجَلَسَ نَاحِيَةً.
فَلَمَّا اجْتَمَعَ الرَّأْيُ مِنْهُمْ عَلَى تِلْكَ الْمَقَالَةِ جَمِيعًا، أَمَرَ الْأَسْقُفُ بِالنَّاقُوسِ فضُرب بِهِ، ورُفعت النِّيرَانُ وَالْمُسُوحُ فِي الصَّوَامِعِ، وَكَذَلِكَ كَانُوا يَفْعَلُونَ إِذَا فَزعوا بِالنَّهَارِ، وَإِذَا كَانَ فزعُهم لَيْلًا ضَرَبُوا بِالنَّاقُوسِ، وَرَفُعِتِ النِّيرَانُ فِي الصَّوَامِعِ، فَاجْتَمَعُوا حِينَ ضُرِبَ بِالنَّاقُوسِ وَرُفِعَتِ الْمُسُوحُ أَهْلَ الْوَادِي أَعْلَاهُ وَأَسْفَلَهُ -وطولُ الْوَادِي مَسِيرة يَوْمٍ لِلرَّاكِبِ السَّرِيعِ، وَفِيهِ ثَلَاثٌ وَسَبْعُونَ قَرْيَةً، وَعِشْرُونَ وَمِائَةُ أَلْفِ مُقَاتِلٍ. فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ كتابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَأَلَهُمْ عَنِ الرَّأْيِ فِيهِ، فَاجْتَمَعَ رأيُ أَهْلِ الرَّأْيِ مِنْهُمْ عَلَى أَنْ يَبْعَثُوا شُرَحْبِيلَ بْنَ ودَاعة الْهَمْدَانِيَّ، وَعَبْدَ اللَّهِ ابن شُرَحبيل الْأَصْبَحِيَّ، وَجَبَّارَ بْنَ فَيْضٍ الْحَارِثِيَّ، فَيَأْتُونَهُمْ بِخَبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَانْطَلَقَ الْوَفْدُ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِالْمَدِينَةِ وَضَعُوا ثِيَابَ السَّفَرِ عَنْهُمْ، وَلَبِسُوا حُلَلا لَهُمْ يَجُرُّونَهَا مِنْ حِبَرَةٍ، وَخَوَاتِيمَ الذَّهَبِ، ثُمَّ انْطَلَقُوا حَتَّى أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ وَتَصَدَّوْا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا فَلَمْ يُكَلِّمْهُمْ وَعَلَيْهِمْ تِلْكَ الْحُلَلُ وخواتيم الذهب. فانطلقوا يتبعون عثمان ابن عَفَّانَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، وَكَانَا مَعْرفة لَهُمْ، فَوَجَدُوهُمَا فِي نَاسٍ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي مَجْلِسٍ، فَقَالُوا: يَا عُثْمَانُ وَيَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، إِنْ نَبِيَّكُمْ كَتَبَ إِلَيْنَا بِكِتَابٍ، فَأَقْبَلْنَا مُجِيبِينَ لَهُ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ سَلَامَنَا، وَتَصَدَّيْنَا لِكَلَامِهِ نَهَارًا طَوِيلًا فَأَعْيَانَا أَنْ يُكَلِّمَنَا، فَمَا الرَّأْيُ مِنْكُمَا، أَتَرَوْنَ أَنْ نَرْجِعَ؟ فَقَالَا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ -وَهُوَ فِيالْقَوْمِ-: مَا تَرَى يَا أَبَا الْحَسَنِ فِي هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ؟ فَقَالَ عَليّ لِعُثْمَانَ وَلِعَبْدِ الرَّحْمَنِ: أَرَى أَنْ يَضَعُوا حُللهم هَذِهِ وَخَوَاتِيمَهُمْ، وَيَلْبَسُوا ثِيَابَ سَفَرِهِمْ ثُمَّ يَعُودَا إِلَيْهِ. فَفَعَلُوا فَسَلَّمُوا، فَرَدَّ سَلَامَهُمْ، ثُمَّ قَالَ: "والَّذِي بَعَثَنِي بِالحَقِّ لَقَدْ أَتَوْنِي الْمرَّةَ الأولَى، وإنَّ إبْلِيسَ لَمَعَهُم" ثُمَّ سَاءَلَهُمْ وَسَاءَلُوهُ، فَلَمْ تَزَلْ بِهِ وَبِهِمُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى قَالُوا: مَا تَقُولُ فِي عِيسَى، فَإِنَّا نَرْجِعُ إِلَى قَوْمِنَا وَنَحْنُ نَصَارَى، يَسُرُّنَا إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا أَنْ نَسْمَعَ مَا تَقُولُ فِيهِ ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عِنْدِي فِيهِ شِيء يَوْمِي هَذَا، فَأَقِيمُوا حَتَّى أُخْبِرَكُمْ بِمَا يَقُولُ لِي رَبِّي فِي عيسَى". فَأَصْبَحَ الْغَدُ وَقَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ [خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ. فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى] الْكَاذِبِينَ} فَأَبَوْا أَنْ يُقِرُّوا بِذَلِكَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ بَعْدَ مَا أَخْبَرَهُمُ الْخَبَرَ، أَقْبَلَ مُشْتَمِلًا عَلَى الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فِي خَمِيل لَهُ وَفَاطِمَةُ تَمْشِي عِنْدَ ظَهْرِهِ لِلْمُلَاعَنَةِ، وَلَهُ يَوْمَئِذٍ عِدَّةُ نِسْوَةٍ، فَقَالَ شُرَحْبِيلُ لِصَاحِبَيْهِ: قَدْ عَلِمْتُمَا أَنَّ الْوَادِيَ إِذَا اجْتَمَعَ أَعْلَاهُ وَأَسْفَلُهُ لَمْ يَرِدُوا وَلَمْ يَصْدُرُوا إِلَّا عَنْ رَأْيِي وَإِنِّي وَاللَّهِ أَرَى أَمْرًا ثَقِيلًا وَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ مَلِكًا مَبْعُوثًا، فَكُنَّا أَوَّلَ الْعَرَبِ طَعَنَ فِي عَيْنَيْهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، لَا يَذْهَبُ لَنَا مِنْ صَدْرِهِ وَلَا مِنْ صُدُورِ أَصْحَابِهِ حَتَّى يُصِيبُونَا بِجَائِحَةٍ، وَإِنَّا لَأَدْنَى الْعَرَبِ مِنْهُمْ جِوَارًا، وَلَئِنْ كَانَ هَذَا الرَّجُلُ نَبِيًّا مُرْسَلًا فلاعَنَّاه لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَّا شَعْر وَلَا ظُفُر إِلَّا هَلَكَ. فَقَالَ لَهُ صَاحِبَاهُ: يَا أَبَا مَرْيَمَ، فَمَا الرَّأْيُ؟ فَقَالَ: أَرَى أَنْ أُحَكِّمَهُ، فَإِنِّي أَرَى رَجُلًا لَا يَحْكُمُ شَطَطًا أَبَدًا. فَقَالَا لَهُ: أَنْتَ وَذَاكَ. قَالَ: فَلَقِيَ شرحبيلُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: إِنِّي قَدْ رَأَيْتُ خَيْرًا مِنْ مُلَاعَنَتِكَ. فَقَالَ: "وَمَا هُوَ؟ " فَقَالَ: حُكْمُكَ الْيَوْمَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَيْلَتُكَ إِلَى الصَّبَاحِ، فَمَهْمَا حَكَّمْتَ فِينَا فَهُوَ جَائِزٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَعَلَّ وَرَاءكَ أحَدًا يَثْرِبُ عَلْيكَ؟ " فَقَالَ شُرَحْبِيلُ: سَلْ صَاحِبَيَّ. فَسَأَلَهُمَا فَقَالَا مَا يَرِدُ الْوَادِي وَلَا يَصْدرُ إِلَّا عَنْ رَأْيِ شُرَحْبِيلَ: فَرَجع رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُلَاعِنْهُمْ، حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ أَتَوْهُ فَكَتَبَ لَهُمْ هَذَا الْكِتَابَ: "بِسْم اللَّهِ الرحمنِ الرَّحِيم، هَذَا مَا كَتَبَ مُحَمَّدٌ النَّبِي رَسُولُ اللهِ لِنَجْرَانَ -إنْ كَانَ عَلَيْهِمْ حُكْمَهُ-فِي كُلِّ ثَمَرَةٍ وَكُلِّ صَفْرَاءَ وَبَيْضَاءَ وَسَودَاءَ وَرَقِيقٍ فَاضِلٍ عَلَيْهِمْ، وتَرْك ذَلِكَ كُلُّهُ لَهُمْ، عَلَى أَلْفَي حُلَّةٍ، فِي كُلِّ رَجَبٍ أَلْفُ حُلَّةٍ، وفِي كُلِّ صَفَرٍ ألْفُ حُلَّةٍ" وَذَكَرَ تَمَامَ الشُّرُوطِ وَبَقِيَّةَ السِّيَاقِ  .

Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz Abu Sa'id dan Muhammad ibnu Musa ibnul Fadl; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Salamah ibnu Abdu Yusu', dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Yunus —yang tadinya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam— menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. mengirim surat kepada penduduk Najran sebelum diturunkan kepada beliau surat Ta Sin Sulaiman, yang bunyinya seperti berikut: Dengan menyebut nama Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub, dari Muhammad, nabi utusan Allah, ditujukan kepada Uskup Najran dan penduduk Najran. Masuk Islamlah. Sesungguhnya aku menganjurkan kepada kalian untuk memuji Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya'qub. Amma Ba'du: Sesungguhnya  aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan meninggalkan menyembah sesama makhluk; aku mengajak kalian untuk membantu (agama) Allah dan tidak membantu (agama buatan) makhluk. Jika kalian menolak, maka kalian harus membayar jizyah; dan jika kalian menolak (membayar jizyah), maka aku mempermaklumatkan perang terhadap kalian. Wassalam. Ketika surat itu sampai ke tangan uskup yang dimaksud, lalu ia membacanya, maka ia sangat terkejut dan hatinya sangat takut. Lalu ia mengundang seorang lelaki dari kalangan penduduk Najran yang dikenal dengan nama Syurahbil ibnu Wida'ah dari Hamdan. Sebelum peristiwa ini tidak pernah ada seseorang dipanggil untuk memecahkan perkara yang sulit, baik Aiham, Sayyid, ataupun Al-Aqib. Ketika Syurahbil datang, uskup menyerahkan surat Rasulullah Saw. itu kepadanya. Ia membacanya, dan uskup berkata, "Hai Abu Maryam (nama julukan Syurahbil), bagaimanakah pendapatmu?" Syurahbil menjawab, "Sesungguhnya engkau mengetahui apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, yaitu kenabian yang akan dianugerahkan-Nya kepada keturunan Ismail. Maka sudah dapat dipastikan bahwa anugerah itu diberikan kepada lelaki ini (Nabi Saw.), sedangkan aku sehubungan dengan perkara kenabian itu tidak mempunyai pendapat apa-apa. Tetapi seandainya perkara yang dimaksud menyangkut urusan duniawi, niscaya aku benar-benar dapat mengemukakan pendapatku dan aku berupaya semampuku untuk menyelesaikannya buatmu." Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Syurahbil duduk di salah satu tempat. Kemudian uskup menyuruh seseorang untuk memanggil seorang lelaki penduduk Najran yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Syurahbil, keturunan Zu Asbah, dari Himyar. Lalu uskup membacakan surat itu kepadanya dan menanyakan kepadanya bagaimana cara memutuskan permasalahan itu. Maka Abdullah menjawabnya dengan jawaban yang sama dengan yang telah dikatakan oleh Syurahbil. Uskup berkata kepadanya, "Minggirlah kamu dan duduklah," lalu Abdullah minggir dan duduk di suatu tempat. Kemudian uskup mengirimkan seseorang untuk mengundang seorang lelaki dari penduduk Najran yang dikenal dengan nama Jabbar ibnu Faid dari kalangan Banil Haris ibnu Ka'b, salah seorang Banil Hammas. Lalu uskup membacakan kepadanya surat itu. Setelah selesai dibaca, ia menanyakan pendapatnya sehubungan dengan permasalahan itu. Tetapi ternyata lelaki ini pun mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Syurahbil dan Abdullah. Maka uskup memerintahkan kepadanya untuk minggir, lalu ia duduk di suatu tempat. Setelah semua pendapat dari kalangan mereka sepakat menunjukkan pendapat yang telah disebutkan di atas, maka uskup memerintahkan agar lonceng dibunyikan, api dinyalakan, dan semua pelita di dalam gereja dinyalakan. Demikianlah yang mereka lakukan di siang hari bilamana mereka tertimpa prahara. Apabila prahara menimpa mereka di malam hari, maka semua lonceng gereja dibunyikan dan api di dalam semua gereja dinyalakan. Ketika semua lonceng dibunyikan dan semua pelita dinyalakan, maka berkumpullah semua penduduk lembah bagian atas dan bagian bawahnya, sedangkan panjang lembah itu adalah perjalanan satu hari ditempuh oleh orang yang berkendaraan cepat. Di dalamnya terdapat tujuh puluh tiga kampung, dan semua pasukannya terdiri atas seratus dua puluh ribu personel. Lalu uskup membacakan kepada mereka surat Rasulullah Saw. dan menanyakan tentang pendapat mereka mengenainya. Para dewan penasihat dari kalangan mereka akhirnya sepakat untuk mengirimkan Syurahbil ibnu Wida'ah Al-Hamdani, Abdullah ibnu Syurahbil Al-Asbahi, dan Jabbar ibnu Faid Ai-Harisi untuk menghadap Rasulullah Saw. dan mendatangkan kepada mereka berita yang dihasilkan oleh misi mereka bertiga nanti. Maka delegasi itu berangkat. Ketika sampai di Madinah, mereka meletakkan pakaian perjalanannya, lalu menggantinya dengan pakaian yang panjang hingga menjurai ke tanah terbuat dari kain sutera dan juga memakai cincin dari emas, kemudian berangkat menemui Rasulullah Saw. Ketika sampai pada Rasulullah Saw., mereka mengacungkan salam penghormatan kepadanya, tetapi beliau tidak menjawab salam mereka. Lalu mereka berupaya untuk dapat berbicara dengannya sepanjang siang hari, tetapi beliau tidak mau berbicara dengan mereka yang memakai pakaian sutera dan cincin emas itu. Kemudian mereka pergi mencari Usman ibnu Affan dan Abdur Rahman ibnu Auf yang telah mereka kenal sebelumnya, dan mereka menjumpai keduanya berada di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di suatu majelis. Mereka berkata, "Hai Usman dan Abdur Rahman, sesungguhnya Nabi kalian telah menulis sepucuk surat kepada kami, lalu kami datang memenuhinya. Tetapi ketika kami datang dan mengucapkan salam penghormatan kepadanya, ia tidak menjawab salam kami; dan kami berupaya untuk berbicara dengannya sepanjang siang hari hingga kami merasa letih, ternyata beliau pun tidak mau berbicara dengan kami. Bagaimanakah pendapat kalian berdua, apakah kami harus pulang kembali tanpa hasil?" Keduanya berkata kepada Ali ibnu Abu Talib yang juga berada di antara kaum, "Bagaimanakah menurut pendapatmu, wahai Abul Hasan, tentang mereka ini?" Ali berkata kepada Usman dan Abdur Rahman, "Aku berpendapat, hendaknya mereka terlebih dahulu melepaskan pakaian sutera dan cincin emasnya, lalu mereka memakai pakaian perjalanannya, setelah itu mereka boleh kembali menemui Nabi Saw." Mereka melakukan saran tersebut, lalu mereka mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Saw. Maka kali ini Nabi Saw. baru menjawab salam mereka. Setelah itu beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, sesungguhnya mereka datang kepadaku pada permulaannya, sedangkan iblis berada bersama mereka. Kemudian Nabi Saw. menanyai mereka, dan mereka menanyai Nabi Saw. secara timbal balik, hingga mereka bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang Isa? Agar bila kami kembali kepada kaum kami yang Nasrani, kami gembira membawa berita dari pendapatmu tentang dia, jika engkau memang seorang nabi." Nabi Saw. bersabda: Hari ini aku tidak mempunyai pendapat apa pun tentang dia. Maka tinggallah kalian, nanti aku akan ceritakan kepada kalian apa yang diberitakan oleh Tuhanku tentang Isa. Maka pada keesokan harinya telah diturunkan firman-Nya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. (Ali Imran: 59) sampai dengan firman-Nya: ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61); Tetapi mereka menolak mengakui hal tersebut. Kemudian pada pagi harinya lagi setelah kemarinnya Rasulullah Saw. menyampaikan berita tersebut, beliau datang seraya menggendong Hasan dan Husain dengan kain selimutnya, sedangkan Fatimah berjalan di belakangnya untuk melakukan mula'anah. Saat itu Nabi Saw. mempunyai beberapa orang istri. Maka Syurahbil berkata kepada kedua temannya, "Kalian telah mengetahui bahwa seluruh penduduk lembah kita bagian atas dan bagian bawahnya tidak mau kembali dan tidak mau berangkat kecuali karena pendapatku. Sesungguhnya sekarang aku benar-benar menghadapi suatu urusan yang amat berat. Demi Allah, seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) benar-benar seorang utusan, maka kita adalah orang Arab yang mula-mula berani menentangnya di hadapannya dan menolak perintahnya. Maka tidak sekali-kali kita berangkat dari hadapannya dan dari hadapan sahabat-sahabatnya, melainkan kita pasti akan tertimpa malapetaka. Sesungguhnya kita adalah orang Arab dari kalangan pemeluk Nasrani yang paling dekat bertetangga dengannya. Sesungguhnya jika lelaki ini adalah seorang nabi yang dijadikan rasul, lalu kita ber-mula'anah dengannya, niscaya tidak akan tertinggal sehelai rambut dan sepotong kuku pun dari kita yang ada di muka bumi ini melainkan pasti binasa." Kedua teman Syurahbil bertanya, "Lalu bagaimana selanjutnya menurut pendapatmu, hai Abu Maryarn?" Syurahbil menjawab, "Aku berpendapat, sebaiknya dia aku angkat sebagai hakim dalam masalah ini, karena sesungguhnya aku melihat lelaki ini tidak akan berbuat zalim dalam keputusannya untuk selama-lamanya." Keduanya berkata, "Terserah kepadamu." Syurahbil menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa ada hal yang lebih baik daripada ber-mula'anah denganmu." Nabi Saw. bertanya, "Apakah itu?" Syurahbil menjawab, "Kami serahkan keputusannya kepadamu sebagai hakim sejak hari ini sampai malam nanti dan malam harimu sampai keesokan paginya. Maka keputusan apa saja yang engkau tetapkan kepada kami, hal itu akan kami terima." Rasulullah Saw. bertanya, "Barangkali di belakangmu ada seseorang yang nanti    akan mencelamu?" Syurahbil berkata, "Tanyakanlah kepada kedua temanku ini." Lalu keduanya menjawab, "Seluruh penduduk lembah kami tidak kembali dan tidak berangkat, melainkan atas dasar pendapat Syurahbil." Maka Rasulullah Saw. kembali tidak ber-mula'anah dengan mereka. Kemudian pada keesokan harinya mereka datang kepadanya, lalu Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat mereka yang isinya sebagai berikut Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ini adalah keputusan dari Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah untuk penduduk Najran —jika mereka ingin berada di bawah kekuasaannya—pada semua hasil buah-buahan, dan semua yang kuning, yang putih, yang hitam, dan budak yang berlebihan di kalangan mereka. Semuanya adalah milik mereka, tetapi diwajibkan bagi mereka membayar dua ribu setel pakaian (setiap tahunnya); pada tiap bulan Rajab seribu setel pakaian, dan yang seribunya lagi dibayar pada tiap bulan Safar. Dan persyaratan lainnya serta kelanjutannya.

Kedatangan delegasi mereka terjadi pada tahun sembilan Hijriah, karena Az-Zuhri pernah mengatakan bahwa penduduk Najran adalah orang yang mula-mula membayar jizyah kepada Rasulullah Saw. Sedangkan ayat mengenai jizyah baru diturunkan hanya sesudah kemenangan atas Mekah, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya:

قاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian. (At-Taubah: 29), hingga akhir ayat.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ المكي، حدثنا بشر بن مِهْرَانَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَاقِبُ وَالطَّيِّبُ، فَدَعَاهُمَا إِلَى الْمُلَاعَنَةِ فَوَاعَدَاهُ عَلَى أَنْ يُلَاعِنَاهُ الْغَدَاةَ. قَالَ: فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَأَبَيَا أَنْ يَجِيئَا وأقَرَّا بِالْخَرَاجِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "وَالَّذِي بَعَثَني بالْحَقِّ لَوْ قَالا لَا لأمْطَرَ عَلَيْهِمُ الْوَادِي نَارًا" قَالَ جَابِرٌ: فِيهِمْ نَزَلَتْ {نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} قَالَ جَابِرٌ: {وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ} رسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ {وَأَبْنَاءَنَا} الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ {وَنِسَاءَنَا} فَاطِمَةَ.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mihran, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang menceritakan bahwa telah datang kepada Nabi Saw. Al-Aqib dan At-Tayyib. Maka Nabi Saw. mengundang keduanya untuk melakukan mula'anah, lalu Nabi Saw. berjanji kepada keduanya untuk melakukannya pada keesokan harinya. Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa pada keesokan harinya Nabi Saw. datang membawa Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain; lalu beliau mengundang keduanya. Tetapi keduanya menolak dan tidak mau ber-mula'anah dengannya, melainkan hanya bersedia membayar kharraj (jizyah). Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi Saw. bersabda: Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, seandainya keduanya mengatakan, "Tidak" (yakni tidak mau membayar jizyah), niscaya api akan menghujani lembah tempat tinggal mereka. Jabir melanjutkan kisahnya, bahwa sehubungan dengan mereka diturunkan firman-Nya: Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian. (Ali Imran: 61); Menurut sahabat Jabir r.a., yang dimaksud dengan diri kami ialah Rasulullah Saw. sendiri dan Ali ibnu Abu Talib. Yang dimaksud dengan anak-anak kami ialah Al-Hasan dan Al-Husain. Yang dimaksud dengan wanita-wanita kami ialah Siti Fatimah.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim dan di dalam kitab Mustadrak-nya dari Ali ibnu Isa, dari Ahmad ibnu Muhammad Al-Azhari, dari Ali ibnu Hujr, dari Ali ibnu Mishar, dari Daud ibnu Abu Hindun dengan lafaz yang semakna. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya seperti ini.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya'bi secara mursal, sanad ini lebih sahih. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta Al-Barra hal yang semisal.

Kemudian Allah Swt. berfirman:

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. (Ali Imran: 62)
Yakni apa yang telah Kami kisahkan kepadamu, Muhammad, tentang Isa adalah kisah yang benar, yang tidak diragukan lagi kebenarannya dan sesuai dengan kejadiannya.

{وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا اللَّه وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. فَإِنْ تَوَلَّوْا}

Dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kemudian jika mereka berpaling. (Ali Imran: 62-63)
Yaitu berpaling menerima kebenaran kisah ini dan tetap berpegang kepada selainnya. 

{فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ}

maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang berbuat kerusakan. (Ali Imran: 63)
Maksudnya, barang siapa yang berpaling dari kebenaran menuju kepada kebatilan, maka dialah orang yang merusak, dan Allah Maha Mengetahui tentang dia; sesungguhnya kelak Allah akan membalas perbuatannya itu dengan balasan yang seburuk-buruknya. Dia Mahakuasa, tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya dan kami berlindung kepada-Nya dari kejatuhan murka dan pembalasan-Nya.

Allah telah menjelaskan kedudukan Nabi Isa ‘alaihissalam yang sesungguhnya, bahwa beliau adalah salah satu hamba terbaik pilihan Allah dan juga utusan-Nya yang memiliki kedudukan tinggi dan mulia di sisi-Nya. Bukan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Yahudi yang mengatakan beliau adalah anak zina. Bukan pula orang-orang Nasrani bahwa beliau adalah Allah atau anak Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membantah keyakinan buruk mereka ini dalam firman-Nya,

إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلًا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ

“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan nikmat kepadanya dan Kami jadikan Dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail.” (Az-Zukhruf: 59)

إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ

“Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah, kalimat-Nya yang Ia kirimkan kepada Maryam, dan juga roh dari-Nya.” (An-Nisaa’: 171)

Dakwah beliau tidak berbeda dengan dakwahnya para Nabi dan Rasul yang lain, yaitu mengajak manusia untuk beriman dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya saja, Nabi Isa ‘alaihissalam diutus khusus kepada Bani Israil. Berbeda dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus kepada semua makhluk, dari kalangan jin dan manusia.

وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ

“Dan (Allah jadikan Isa) sebagai Rasul (yang diutus) kepada Bani Israil (dan berkata kepada mereka), “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa ayat (mukjizat) dari Rabb-mu.” (Ali ‘Imran: 49)

Di antara yang beliau serukan kepada Bani Israil adalah apa yang Allah abadikan dalam kitab-Nya,

وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Dan (Isa) Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabb-ku dan juga Rabb kalian. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah (dalam ibadahnya), maka Allah haramkan surga untuknya, dan tempat kembalinya ialah neraka. Dan orang-orang zalim itu tidak memiliki seorang penolong pun (yang akan menolongnya dari siksa api neraka).”(Al-Maaidah: 72)

إِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۗ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ

“Sesungguhnya Allah itu Rabb-ku dan juga Rabb kalian, maka beribadahlah kepada-Nya. Inilah jalan yang lurus.”(Ali-‘Imran: 51)

Walau Allah telah menganugerahi banyak mukjizat yang menunjukkan kenabian beliau, dan membenarkan kerasulan beliau, hanya sebagian saja yang menyambut dan menerima dakwah beliau. Mereka adalah al-hawariyyun yang menjadi pengikut dan penolong setia beliau.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَت طَّائِفَةٌ مِّن بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَت طَّائِفَةٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.” Maka (dengan begitu), segolongan dari Bani Israil beriman (al-hawariyyun) dan segolongan lain kafir.”(Ash-Shaff: 14)

Siapakah yang Sebenarnya di Salib?????‎

Firman Allah Swt.:

{إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ}

Sesungguhnya   kami   telah   membunuh   Al-Masih,   Isa  putra maryam, utusan Allah. (An-Nisa: 157)

Maksudnya, orang yang dirinya mengakui berkedudukan demikian telah kami bunuh. Ucapan tersebut dikatakan mereka sebagai cemoohan dan ejekan. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain yang mengisahkan perkataan orang-orang musyrik, yaitu melalui firman-Nya:

{يَا أَيُّهَا الَّذِي نزلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ}

Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.(Al-Hijr: 6)

Tersebutlah bahwa di antara kisah mengenai orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah, murka, kemarahan, dan siksa-Nya selalu menimpa mereka— yaitu: Ketika Allah mengutus Isa anak Maryam a.s. dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan petunjuk, mereka dengki kepadanya karena ia telah dianugerahi Allah kenabian dan berbagai macam mukjizat yang cemerlang. Di antara mukjizatnya ialah dapat menyembuhkan orang yang buta, orang yang terkena penyakit supak, dan menghidupkan kembali orang yang telah mati dengan seizin Allah. Mukjizat lainnya ialah dia membuat patung dari tanah liat berbentuk seekor burung, lalu ia meniupnya, maka jadilah patung itu burung sungguhan dengan seizin Allah Swt., lalu dapat terbang dengan disaksikan oleh mata kepala orang-orang yang melihatnya. Banyak pula mukjizat lainnya sebagai kehormatan baginya dari Allah; hal tersebut dilakukan oleh Allah melalui kedua tangan Isa a.s.

Akan tetapi, sekalipun demikian mereka mendustakannya, menentangnya, serta berupaya untuk mengganggunya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Hingga hal tersebut membuat Nabi Allah Isa a.s. tidak dapat tinggal satu negeri bersama mereka, melainkan banyak mengembara, dan ibunya pun ikut mengembara bersamanya.
Mereka masih belum puas dengan hal tersebut. Akhirnya mereka datang kepada Raja Dimasyq (Damascus) di masa itu. Raja Dimasyq adalah seorang musyrik penyembah bintang, para pemeluk agamanya dikenal dengan sebutan pemeluk agama Yunani. Akhirnya mereka (orang-orang) Yahudi itu sampai kepada raja tersebut, lalu melaporkan laporan palsu kepadanya bahwa di Baitul Maqdis terdapat seorang lelaki yang menghasut khalayak ramai, menyesatkan mereka, dan menganjurkan mereka agar memberontak kepada raja.

Mendengar laporan tersebut si raja murka, lalu ia mengirimkan instruksi kepada gubernurnya yang ada di Baitul Maqdis, memerintahkannya agar menangkap lelaki yang dimaksud, lalu menyalibnya dan kepalanya diikat dengan duri agar tidak mengganggu orang-orang lagi.

Ketika surat raja itu sampai kepada si gubernur, ia segera melaksanakan perintah itu, lalu ia berangkat bersama segolongan orang-orang Yahudi menuju ke sebuah rumah yang di dalamnya terdapat Nabi Isa a.s. bersama sejumlah sahabatnya; jumlah mereka kurang lebih ada dua belas atau tiga belas orang. Menurut pendapat yang lain adalah tujuh belas orang.

Hal tersebut terjadi pada hari Jumat, sesudah waktu Asar, yaitu petang hari Sabtu. Mereka mengepung rumah tersebut. Ketika Nabi Isa merasakan bahwa mereka pasti dapat memasuki rumah itu atau ia terpaksa keluar rumah dan akhirnya bersua dengan mereka, maka ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau diserupakan seperti diriku? Kelak dia akan menjadi temanku di surga."

Maka majulah seorang pemuda yang rela berperan sebagai Nabi Isa. Tetapi Nabi Isa memandang pemuda itu masih terlalu hijau untuk melakukannya. Maka ia mengulangi permintaannya sebanyak dua kali atau tiga kali.

Tetapi setiap kali ia mengulangi perkataannya, tiada seorang pun yang berani maju kecuali pemuda itu. Akhirnya Nabi Isa berkata, "Kalau memang demikian, jadilah kamu seperti diriku." Maka Allah menjadikannya mirip seperti Nabi Isa a.s. hingga seakan-akan dia memang Nabi Isa sendiri.

Lalu terbukalah salah satu bagian dari atap rumah itu, dan Nabi Isa tertimpa rasa kantuk yang sangat hingga tertidur, lalu ia diangkat ke langit dalam keadaan demikian. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ

(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku." (Ali Imran: 55), hingga akhir ayat.

Setelah Nabi Isa diangkat ke langit, para sahabatnya keluar. Ketika mereka (pasukan yang hendak menangkap Nabi Isa) melihat pemuda itu, mereka menyangkanya sebagai Nabi Isa, sedangkan hari telah malam,' lalu mereka menangkapnya dan langsung menyalibnya serta mengalungkan duri-duri pada kepalanya.

Orang-orang Yahudi menonjolkan dirinya bahwa merekalah yang telah berupaya menyalib Nabi Isa dan mereka merasa bangga dcngan hal tersebut, lalu beberapa golongan dari kalangan orang-orang Nasrani —karena kebodohan dan akalnya yang kurang— mempercayai saja hal tersebut. Kecuali mereka yang ada bersama Nabi Isa; mereka tidak mempercayainya karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Nabi Isa a.s. diangkat ke langit. Selain dari mereka yang bersama Nabi Isa, semuanya mempunyai dugaan yang sama dengan orang-orang Yahudi, bahwa orang yang disalib itu adalah Al-Masih putra Maryam. Sehingga mereka menyebutkan suatu mitos yang mengatakan bahwa Siti Maryam duduk di bawah orang yang disalib itu dan menangisinya. Menurut kisah mereka, Al-Masih dapat berbicara dengannya.

Hal tersebut merupakan ujian Allah kepada hamba-hamba-Nya karena suatu hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Allah telah menjelaskannya dan menerangkannya dengan gamblang di dalam Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia, didukung dengan berbagai macam mukjizat dan keterangan-keterangan serta bukti-bukti yang jelas. Untuk itu Allah Swt. berfirman bahwa Dia Mahabenar dalam Firman-Nya, Dia Tuhan semesta alam yang mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam hati, Dia Maha Mengetahui semua rahasia di langit dan di bumi, Dia Maha Mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak terjadi berikut dengan akibatnya bilamana hal itu terjadi:

{وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ}

padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 157)

Dengan kata lain, mereka hanya melihat yang diserupakan dengan Isa, lalu mereka menduganya sebagai Isa a.s. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ

Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. (An-Nisa: 157) 
Maksudnya, orang Yahudi yang menduga bahwa dia telah membunuhnya dan orang Nasrani yang percaya dengan hal itu dari kalangan mereka yang bodoh, semua berada dalam keraguan akan kejadian itu; mereka bingung dan panik serta sesat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا}

mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (An-Nisa: 157) 
Dengan kata lain, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, melainkan mereka ragu dan menduga-duga saja.‎

{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}

tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa. (An-Nisa: 158)
Yaitu Zat-Nya Mahaperkasa dengan keperkasaan yang tak terjangkau oleh siapa pun, dan orang yang dilindungi-Nya tiada yang dapat menyentuhnya.
{حَكِيمًا}

lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 158)
Allah Mahabijaksana dalam semua takdir-Nya dan semua perkara yang diputuskan-Nya. Semuanya adalah makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang memiliki hikmah yang tak terbatas, hujah yang mematahkan, kekuasaan Yang Mahabesar, serta semua perencanaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Allah hendak mengangkat Isa ke langit, maka Isa keluar untuk menemui para sahabatnya dari kalangan Hawariyyin yang jumlahnya ada dua belas orang. Yang dimaksud ialah Isa keluar dari mata air yang ada dalam rumah tersebut, sedangkan kepalanya masih meneteskan air, lalu ia berkata, "Sesungguhnya di antara kalian ada orang yang kafir kepadaku sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadaku." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Isa berkata pula, "Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku, lalu ia akan dibunuh sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku dalam satu tingkatan (di surga nanti)?" Maka berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara yang ada, lalu Isa berkata kepadanya, "Duduklah kamu." Kemudian ia mengulangi lagi kata-katanya kepada mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan dirinya, maka Isa berkata, "Duduklah kamu." Lalu ia mengulangi lagi kata-katanya itu, maka pemuda itu juga yang berdiri seraya berkata, "Aku bersedia." Akhirnya Isa berkata, "Kalau memang demikian, kamulah orangnya.'' Maka Allah menjadikannya serupa dengan Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa sendiri diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu orang-orang Yahudi yang memburunya datang dan langsung menangkap orang yang serupa dengan Isa itu, lalu mereka membunuh dan menyalibnya. Maka sebagian dari mereka kafir kepada Isa sebanyak dua belas kali sesudah ia beriman kepadanya, dan mereka berpecah-belah menjadi tiga golongan. Suatu golongan dari mereka mengatakan, "Dahulu Allah berada di antara kita, kemudian naik ke langit.”Mereka yang berkeyakinan demikian adalah sekte Ya'qubiyah. Segolongan lainnya mengatakan, "Dahulu anak Allah ada bersama kami selama yang dikehendaki-Nya, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian dari sekte Nasturiyah. Segolongan lain mengatakan, "Dahulu hamba dan utusan Allah ada bersama kami selama masa yang dikehendaki oleh Allah, kemudian Allah mengangkat dia kepada-Nya." Mereka yang berkeyakinan demikian adalah orang-orang muslim. Kemudian dua golongan yang kafir itu memerangi golongan yang muslim dan membunuhnya, maka Islam dalam keadaan terpendam hingga Allah mengutus Nabi Muhammad Saw.‎‎
Sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. 
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Kuraib, dari Abu Mu'awiyah dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama disebutkan oleh ulama Salaf lainnya yang bukan hanya oleh seorang saja, bahwa Nabi Isa berkata kepada para sahabatnya, 


أَيُّكُمْ يُلْقَى عَلَيْهِ شَبَهِي فيقتلَ مَكَانِي، وَهُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ؟

"Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan orang yang serupa dengan diriku. lalu ia akan dibunuh sebagai ganti diriku? Maka kelak dia akan menjadi temanku di dalam surga."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antarah, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Isa datang ke sebuah rumah bersama tujuh belas orang dari kalangan kaum Hawariyyin, lalu mereka mengepungnya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, Allah membuat rupa mereka sama dengan Isa a.s. Lalu mereka yang hendak menangkap Isa berkata, "Kalian benar-benar telah menyihir kami. Kalian harus menyerahkan Isa yang sebenarnya kepada kami atau kami terpaksa membunuh kalian semua." Maka Isa berkata kepada para sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang mau menukar dirinya dengan surga pada hari ini?" Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka menjawab, "Aku!" Lalu ia keluar kepada mereka dan berkata, "Akulah Isa." Sedangkan Allah telah menjadikan rupanya mirip seperti Nabi Isa. Lalu mereka langsung menangkap dan membunuh serta menyalibnya. Karena itulah maka terjadi kesyubhatan (keraguan) di kalangan mereka, dan mereka menduga bahwa mereka telah membunuh Isa. Orang-orang Nasrani mempunyai dugaan yang semisal, bahwa yang disalib itu adalah Isa. Pada hari itu juga Allah mengangkat Isa. 
Akan tetapi, konteks kisah ini aneh sekali (garib jiddan).
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Wahb hal yang semisal dengan pendapat di atas, yaitu kisah yang diceritakan kepadaku oleh Al-Musanna. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Abdus Samad ibnu Ma'qal; ia pernah mendengar Wahb menceritakan hal berikut. Isa ibnu Maryam ketika diberi tahu oleh Allah akan diangkat dari dunia ini. maka gelisahlah hatinya karena akan menghadapi kematian dan berita itu terasa berat baginya. Maka ia mengundang semua Hawariyyin dan membuat makanan untuk mereka. Dia berkata, "Datanglah kepadaku malam ini, karena sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan kepada kalian." Setelah mereka berkumpul pada malam harinya, maka Nabi Isa menjamu makan malam dan melayani mereka sendirian. Sesudah selesai dari jamuan itu, Nabi Isa mencucikan tangan mereka dan membersihkannya serta mengusap tangan mereka dengan kain bajunya. Hal tersebut terasa amat berat bagi mereka dan mereka tidak menyukai pelayanan itu. Nabi Isa berkata, "Ingatlah, barang siapa yang malam ini menolak apa yang telah aku lakukan kepada kalian, dia bukan termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya." Akhirnya mereka menerimanya. Seusai melaksanakan semuanya, Nabi Isa berkata, "Adapun mengenai apa yang telah aku buat untuk kalian malam ini, yaitu pelayananku dalam menjamu kalian dan mencucikan tangan kalian dengan kedua tanganku ini, hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai suri teladan bagi kalian dariku. Karena sesungguhnya kalian telah melihat bahwa diriku adalah orang yang paling baik di antara kalian, janganlah sebagian dari kalian merasa besar diri atas sebagian yang lain, dan hendaklah sebagian dari kalian mengabdikan dirinya untuk kepentingan sebagian yang lain, sebagaimana aku mengabdikan diriku untuk kalian. Adapun keperluanku malam ini ialah meminta tolong kepada kalian agar kalian mendoakan kepada Allah buat diriku dengan doa yang sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar Dia menangguhkan ajalku." Ketika mereka membenahi dirinya untuk berdoa dan hendak melakukannya secara maksimal, tiba-tiba mereka ditimpa oleh rasa kantuk yang sangat hingga mereka tidak mampu berdoa. Lalu Nabi Isa a.s. membangunkan mereka seraya berkata, "Mahasuci Allah, mengapa kalian tidak dapat bertahan untukku malam ini saja untuk membantuku dalam berdoa?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mengetahui apa yang telah menimpa diri kami. Sesungguhnya kami banyak begadang dan malam ini kami tidak mampu lagi begadang. Tidak sekali-kali kami hendak berdoa, melainkan kami selalu dihalang-halangi oleh rasa kantuk itu yang menghambat kami untuk melakukan doa." Nabi Isa berkata, "Penggembala pergi dan ternak kambing pun bercerai-berai," lalu ia mengucapkan kalimat-kalimat yang semisal sebagai ungkapan belasungkawa terhadap dirinya. Kemudian Isa a.s. berkata, "Sesungguhnya kelak ada seseorang di antara kalian yang benar-benar kafir kepadaku sebelum ayam jago berkokok tiga kali, dan sesungguhnya akan ada seseorang di antara kalian yang rela menjual diriku dengan beberapa dirham, dan sesungguhnya dia benar-benar memakan hasil jualannya itu." Lalu mereka keluar dan berpencar, saat itu orang-orang Yahudi sedang mencari-carinya. Lalu mereka menangkap Syam'un (salah seorang Hawariyyin) dan mereka mengatakan, "Orang ini termasuk sahabatnya." Tetapi Syam'un mengingkari tuduhan itu dan mengatakan, "Aku bukanlah sahabatnya." Akhirnya mereka melepaskannya. Kemudian mereka menangkap yang lainnya, orang yang kedua itu pun mengingkarinya. Kemudian Nabi Isa mendengar kokok ayam jago, maka ia menangis dan bersedih hati. Pada pagi harinya salah seorang Hawariyyin datang kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Imbalan apakah yang akan kalian berikan kepadaku jika aku tunjukkan kalian kepada Al-Masih?" Mereka memberinya uang sebanyak tiga puluh dirham, lalu ia menerimanya dan menunjukkan mereka ke tempat Al-Masih berada. Sebelum itu telah diserupakan kepada mereka Nabi Isa yang palsu. Maka mereka menangkapnya dan mengikatnya dengan tali, lalu mereka giring seraya mengatakan kepadanya, "Katanya kamu dapat menghidupkan orang yang telah mati, dapat mengusir setan, dan menyembuhkan orang gila. Sekarang apakah kamu dapat menyelamatkan dirimu dari tambang ini?" Mereka meludahinya dan melemparinya dengan tangkai-tangkai berduri, hingga sampai di tempat kayu yang mereka maksudkan untuk menyalibnya. Allah telah mengangkat Nabi Isa yang asli dan mereka menyalib orang yang diserupakan dengannya. Tujuh hari setelah peristiwa itu ibu Nabi Isa dan seorang wanita yang telah diobati oleh Isa a.s. hingga wanita itu sembuh dari penyakit gilanya menangisi orang yang disalib itu. Lalu Isa a.s. datang kepada mereka berdua dan berkata, "Apakah yang membuat kamu berdua menangis?" Keduanya menjawab, "Kami menangisimu." Isa berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat diriku kepada-Nya, dan tiada yang aku peroleh kecuali kebaikan belaka, dan sesungguhnya orang yang disalib ini adalah orang yang diserupakan denganku di mata mereka. Maka perintahkanlah kepada kaum Hawariyyin agar mereka menjumpaiku di tempat anu dan anu." Kemudian di tempat yang dimaksud Nabi Isa dijumpai oleh sebelas orang, dan ia merasa kehilangan seseorang dari mereka, yaitu orang yang telah 'menjualnya' dan menunjukkan kepada orang-orang Yahudi tempat ia berada. Kemudian Isa menanyakan kepada sahabat-sahabatnya tentang orang tersebut. Maka seseorang dari mereka menjawab bahwa dia telah menyesali perbuatannya, lalu ia bunuh diri dengan cara gantung diri. Isa berkata, "Seandainya ia bertobat, niscaya Allah menerima tobatnya." Kemudian Isa menanyakan kepada mereka tentang seorang pelayan yang ikut bersama mereka. Mereka menjawab bahwa pelayan tersebut bernama Yahya. Maka Isa berkata, "Dia ikut bersama kalian, dan sekarang berangkatlah kalian, sesungguhnya setiap orang itu kelak akan berbicara dengan bahasa kaumnya, maka berilah mereka peringatan dan serulah mereka." 
Konteks riwayat ini berpredikat garib jiddan (aneh sekali).‎

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa nama raja Bani Israil yang mengirimkan sejumlah pasukan untuk membunuh Isa a.s. adalah Daud, seseorang dari kalangan Bani Israil pula. Setelah mereka sepakat untuk membunuh Isa a.s., menurut berita yang sampai kepadaku, tiada seorang hamba pun dari kalangan hamba-hamba Allah yang takut kepada mati seperti takut yang dialaminya, dan tiada orang yang lebih gelisah darinya dalam menghadapi hal itu, tiada seorang pun yang berdoa agar dijauhkan dari mati seperti doa yang dilakukannya. Sehingga menurut apa yang mereka duga, Isa a.s. berkata dalam doanya, "Ya Allah, jika Engkau menghindarkan kematian ini dari seseorang makhluk-Mu, maka hindarkanlah ia dariku." Disebutkan bahwa sesungguhnya kulit Nabi Isa (setelah mendengar berita itu) benar-benar mengucurkan darah. Lalu Isa dan semua sahabatnya memasuki tempat persembunyian yang telah mereka sepakati, dan di tempat itulah akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan; jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang, termasuk Nabi Isa a.s. sendiri. Setelah Nabi Isa merasa yakin bahwa semua sahabatnya telah masuk ke dalam tempat tersebut bersamanya, lalu Nabi Isa mengumpulkan semua sahabatnya yang terdiri atas kalangan Hawariyyin. Mereka ada dua belas orang, yaitu Firtaus, Ya'qobus, Weila dan Nakhas saudara Ya'qobus, Andreas, Philips, Ibnu Yalma, Mateus, Tomas, Ya'qub ibnu Halqiya, Nadawasis, Qatabiya, Yudas Rakriya Yuta.
Ibnu Humaid mengatakan bahwa Salamah mengatakan dari Ishaq, "Menurut kisah yang sampai kepadaku, ada seorang lelaki bernama Sarjis hingga jumlah mereka tiga belas orang selain Isa. Orang-orang Nasrani mengingkarinya karena Sarjislah yang diserupakan dengan Isa di mata orang-orang Yahudi."

Ibnu Ishaq mengatakan, "Aku tidak mengetahui apakah Sarjis termasuk mereka yang dua belas orang itu, ataukah dia termasuk salah seorang dari mereka yang tiga belas. Karena itulah mereka meragukannya di saat mereka mengiyakan kepada orang-orang Yahudi tentang tersalibnya Isa. Mereka (orang-orang Nasrani) tidak mempercayai berita mengenai hal tersebut yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw." Jika jumlah mereka seluruhnya ada tiga belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti semuanya ada empat belas orang bersama Isa a.s. Jika jumlah mereka (Hawariyyin) ada dua belas orang ketika memasuki rumah persembunyian itu, berarti seluruhnya ada tiga belas orang (bersama Isa as.).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang dahulunya beragama Nasrani, kemudian masuk Islam; bahwa Isa ketika mendapat wahyu dari Allah Swt. yang mengatakan, "Sesungguhnya Aku akan mengangkatmu kepada-Ku." Maka Isa berkata, "Hai golongan Hawariyyin, siapakah di antara kalian yang rela menjadi temanku di surga? Syaratnya adalah dia mau menjadi orang yang diserupakan dengan diriku di mata kaum, lalu mereka membunuhnya sebagai ganti dariku." Maka Sarjis menjawab, "Aku bersedia, wahai Ruhullah." Isa a.s. berkata, "Duduklah kamu di tempatku!" Maka Sarjis duduk di tempatnya, sedangkan ia sendiri diangkat ke langit. Lalu mereka memasuki rumah itu dan langsung menangkapnya serta menyalibnya. Sarjislah orang yang disalib dan diserupakan dengan Isa di mata mereka. Jumlah mereka di saat memasuki rumah itu bersama Isa telah dimaklumi, karena mereka mengintipnya dan menghitung jumlahnya. Ketika mereka memasuki rumah itu untuk menangkap Isa, maka menurut penglihatan mereka, "mereka melihat adanya Isa dan para sahabatnya, tetapi mereka kehilangan seorang lelaki dari jumlah keseluruhannya. Hal itulah yang membuat mereka berselisih pendapat mengenainya. Sejak semula mereka tidak mengenal Isa, yaitu di saat mereka memberikan hadiah tiga puluh dirham kepada Yudas sebagai imbalan untuk menunjukkan dan mengenalkan Isa kepada mereka. Yudas berkata kepada mereka, "Jika kalian memasukinya, aku akan menciumnya, maka Isa adalah orang yang aku cium itu nantinya." Ketika mereka memasuki rumah tersebut, Isa telah diangkat ke langit; dan mereka melihat Sarjis yang diserupakan menjadi Isa a.s., sedang Yudas  sendiri tidak meragukan bahwa Sarjis adalah Isa. Karena itu, ia langsung menciumnya, dan mereka menangkapnya, lalu menyalibnya. Setelah peristiwa itu Yudas menyesali perbuatannya, lalu ia menggantung dirinya dengan tali tambang hingga mati. Dia adalah orang yang terkutuk di kalangan orang-orang Nasrani, padahal sebelumnya dia termasuk salah seorang sahabat Isa. Sebagian orang Nasrani menduga bahwa orang yang diserupakan dengan Isa itu adalah Yudas sendiri, lalu disalib oleh orang-orang Yahudi. Di saat disalib itu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku bukan orang yang kalian cari, akulah orang yang menunjuki kalian kepadanya."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa mereka menyalib seorang lelaki yang diserupakan dengan Isa, sedangkan Isa sendiri telah diangkat oleh Allah Swt. ke langit dalam keadaan hidup.
Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang diserupakan dengan Isa adalah semua sahabatnya yang ada bersamanya.

‎Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama ahli takwil berselisih pendapat mengenai makna ayat ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa firman-Nya yang mengatakan:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ} يَعْنِي بِعِيسَى {قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum kematian Isa. Dengan alasan bahwa semuanya percaya kepadanya apabila ia diturunkan untuk membunuh Dajjal. Maka semua agama menjadi satu, agama Islam yang hanif, yaitu agama Nabi Ibrahim a.s.
Pendapat orang-orang yang mengatakan demikian disebutkan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Abu Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kiiab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa ibnu Maryam a.s. meninggal dunia. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Abu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya  (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Hal tersebut terjadi setelah Nabi Isa diturunkan; dan sebelum Nabi Isa a.s. meninggal dunia, maka tiada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali beriman kepadanya.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)‎
Yaitu orang-orang Yahudi secara khusus. 
Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud ialah An-Najasyi dan sahabat-sahabatnya; keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Abu Raja, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.(An-Nisa: 159)
Yakni sebelum isa meninggal dunia. Demi Allah, sesungguhnya dia sekarang masih hidup di sisi Allah; tetapi bila dia diturunkan, mereka (Ahli Kitab) semuanya beriman kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Usman Allahiqi, telah menceritakan kepada kami Juwairiyah ibnu Basyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki berkata kepada Al-Hasan, "Wahai Abu Sa'id, apakah yang dimaksud dengan firman berikut," yaitu:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Al-Hasan menjawab, "Makna yang dimaksud ialah sebelum kematian Isa. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan kelak Dia akan menurunkannya sebelum hari kiamat untuk menempati suatu kedudukan di mana semua orang yang bertakwa dan semua orang yang durhaka beriman kepadanya." Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat inilah yang benar, seperti yang akan kami jelaskan nanti sesudah mengemukakan dalil yang akurat, insya Allah. Hanya kepada-Nyalah kita percaya dan berserah diri.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ahli takwil yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya. (An-Nisa: 159)
Maksudnya, beriman kepada Isa sebelum kematian Ahli Kitab yang bersangkutan, yakni bilamana dia telah menyaksikan perkara yang benar dan yang batil. Karena sesungguhnya setiap orang yang menghadapi kematiannya, sebelum itu rohnya masih belum keluar sehingga dijelaskan kepadanya antara perkara yang hak dan perkara yang batil dalam agamanya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tidak sekali-kali orang Yahudi meninggal dunia melainkan terlebih dahulu ia beriman kepada Isa.
Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan Firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan  beriman kepadanya  (Isa) sebelum  kematiannya. (An-Nisa: 159)
Semua Ahli Kitab pasti beriman kepada Isa sebelum ia mati, yakni sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan meninggal dunia. Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya seorang Ahli Kitab dipenggal kepalanya, maka rohnya masih belum keluar sebelum ia beriman kepada Isa."
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikri-mah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali seorang Yahudi mati kecuali sebelum itu ia bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, sekalipun senjata telah mengenainya.
Telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Ibrahim dan Habib ibnu Syahid, telah menceritakan kepada kami Attab ibnu Basyir, dari Khasif, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Menurut qiraah Ubay,  {قَبْلَ مَوْتِهِمْ}makna ayat ialah sebelum kematian mereka. Tidak ada seorang Yahudi pun mati, melainkan ia pasti beriman terlebih dahulu kepada Isa. Lalu ditanyakan kepada Ibnu Abbas, "Bagaimanakah menurutmu jika dia terjatuh dari atas rumahnya?" Ibnu Abbas menjawab, "Dia pasti mengucapkannya di udara (yakni saat ia jatuh)." Lalu ada yang bertanya lagi, "Bagaimanakah menurutmu, jika seseorang dari mereka keburu ditebas batang lehernya?" Ibnu Abbas menjawab bahwa lisannya pasti berkomat-kamit mengucapkan hal itu. 
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang Yahudi pun yang mati kecuali sebelum itu ia beriman kepada Isa a.s. Bila kepalanya dipenggal pun dia pasti mengucapkannya. Bila ia terjatuh dari ketinggian, dia pasti mengucapkannya ketika dia masih di udara dalam keadaan terjatuh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu'bah, dari Abu Haam Al-Ganawi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Semua sanad asar ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas. Sahih pula dari Mujahid, Ikrimah, dan Muhammad ibnu Sirin. Pendapat yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Juwaibir,
As-Saddi mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas serta dinukil dari qiraah Ubay ibnu Ka'b dengan bacaan قَبْلَ مَوْتِهِمْ (bukan قَبْلَ مَوْتِهِ) yang artinya sebelum mereka mati.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Israil, dari Furat Al-Qazzaz, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya.  (An-Nisa: 159)
Tidak ada seorang pun dari kalangan mereka (Ahli Kitab) mati, melainkan pasti beriman kepada Isa sebelum kematiannya. Tetapi penafsiran ini dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud oleh Al-Hasan adalah seperti makna yang pertama tadi. Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud adalah seperti yang dikehendaki oleh mereka (yakni pada pendapat yang kedua).
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak ada seorang Ahli Kitab pun melainkan akan beriman kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum Ahli Kitab yang bersangkutan mati.
Pendapat orang yang mengatakan demikian disebut oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajaj ibnul Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Humaid yang mengatakan bahwa Ikrimah pernah mengatakan, "Tidaklah mati seorang Nasrani —tidak pula seorang Yahudi— melainkan ia beriman kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum dia mati." Demikianlah makna yang dimaksud oleh Firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Muhammad) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling sahih di antara semua pendapat di atas adalah pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab sesudah Isa a.s. diturunkan kecuali ia beriman kepadanya sebelum Isa a.s. meninggal dunia.
Tidak kita ragukan lagi bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini merupakan pendapat yang benar, karena maksud dan tujuan dari konteks ayat-ayat ini ialah menetapkan kebatilan apa yang didakwakan oleh orang-orang Yahudi tentang terbunuhnya Isa dan penyalibannya, serta sanggahan terhadap orang-orang yang percaya akan hal tersebut dari kalangan orang-orang Nasrani yang lemah akalnya.
Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa perkara yang sebenarnya tidaklah seperti dugaan mereka, melainkan orang yang diserupakan di mata mereka dengan Isa, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui hal itu dengan jelas. Sesungguhnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya dan kini ia masih dalam keadaan hidup, dan kelak di hari sebelum kiamat terjadi dia akan diturunkan ke bumi, seperti yang disebut oleh banyak hadis mutawalir yang akan kami jelaskan dalam waktu yang dekat, insya Allah. Kemudian Al-Masih setelah diturunkan ke bumi, membunuh Dajjal yang sesat; semua salib ia pecahkan, semua babi dibunuhnya, dan semua bentuk jizyah ia hilangkan. Yakni dia tidak mau menerimanya dari seorang pun dari dari kalangan pemeluk agama lain, bahkan tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau pedang. Maka ayat ini menceritakan bahwa kelak semua Ahli Kitab akan beriman kepadanya saat itu; dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ketinggalan untuk percaya kepadanya. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
{وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ}
Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. (An-Nisa: 159)
Yakni sebelum Isa meninggal dunia, yang menurut dugaan orang-orang Yahudi dan para pendukungnya dari kalangan orang-orang Nasrani dikabarkan bahwa dia telah dibunuh dan disalib.‎

{وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 159)
Terhadap amal perbuatan mereka yang disaksikannya sebelum ia diangkat ke langit dan sesudah ia diturunkan ke bumi.
Mengenai orang yang menafsirkan ayat ini dengan pengertian berikut, bahwa setiap Ahli Kitab tidak mati kecuali terlebih dahulu beriman kepada Isa atau Muhammad Saw.; memang demikianlah kenyataannya. Dikatakan demikian karena setiap orang itu di saat menjelang ajalnya ditampakkan dengan jelas kepadanya hal-hal yang tidak ia ketahui sebelumnya, lalu ia beriman kepadanya. 

Akan tetapi, iman tersebut bukanlah iman yang bermanfaat bagi dirinya karena dia telah menyaksikan malaikat maut. Seperti yang dinyatakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, "Sesungguhnya saya bertobat sekarang." (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.
Dalam ayat yang lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja." (Al-Mu-min: 84), hingga ayat berikutnya.
Pengertian ini menunjukkan lemahnya apa yang dijadikan oleh Ibnu Jarir sebagai hujah untuk membantah pendapat ini. Karena dia mengatakan seandainya makna yang dimaksud dari ayat ini seperti keterangan di atas, niscaya setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw. atau kepada Isa Al-Masih dari kalangan mereka yang kafir kepada keduanya dinilai sebagai pemeluk agamanya masing-masing. Dalam keadaan demikian, berarti harta peninggalannya tidak boleh diwarisi oleh kaum kerabatnya dari kalangan pemeluk agamanya semula. Karena Nabi Saw. telah memberitakan bahwa dia telah beriman sebelum maut meregang nyawanya.
Pendapat seperti itu kurang mengena, karena keimanan orang yang dimaksud bukan dalam keadaan yang dapat memberikan manfaat kepadanya dan hal tersebut tidak menjadikannya sebagai seorang muslim. Anda telah membaca pendapat Ibnu Abbas di atas yang mengatakan bahwa seandainya dia terjatuh dari tempat yang tinggi atau dipancung lehernya dengan pedang atau diterkam binatang buas, maka sesungguhnya dia pasti akan beriman kepada Isa. Akan tetapi, iman dalam keadaan demikian tidak bermanfaat dan tidak dapat mengalihkan pelakunya dari kekafirannya, karena alasan yang telah kami sebutkan di atas.
Tetapi bagi orang yang merenungkan hal ini dengan baik dan memikirkannya dengan mendalam, niscaya akan jelas baginya, memang demikianlah kenyataannya, tetapi tidak mengharuskan bahwa makna ayat adalah seperti itu. Melainkan makna yang dimaksud dengan ayat ini adalah seperti yang telah kami sebutkan, yaitu menetapkan keberadaan Nabi Isa dan dia masih hidup di langit, kelak sebelum hari kiamat dia akan diturunkan untuk mendustakan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang berbeda pendapat mengenainya. 

Pendapat mereka saling bertentangan dan jauh dari kebenaran; orang-orang Yahudi keterlaluan dalam pendapatnya, sedangkan orang-orang Nasrani berlebih-lebihan. Orang-orang Yahudi melakukan tuduhan-tuduhan yang sangat berat terhadap Nabi Isa dan ibunya. Sedangkan orang-orang Nasrani terlalu berlebihan dalam menyanjungnya sehingga mendakwakan kepadanya hal-hal yang tidak pantas disandangnya; mereka mengangkatnya dari kedudukan kenabian menjadi tuhan. Mahatinggi Allah Swt. dari apa yang telah dikatakan oleh kedua golongan tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, dan Mahasuci Allah dari hal tersebut, tidak ada Tuhan selain Dia.‎

Penjelasan Surat An-Nisa' Ayat-36


Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا (36)
Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat. anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. [QS An-Nisa' Ayat-36]‎

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Dia semata, tiada sekutu bagi Dia. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Yang memberi nikmat, Yang memberikan karunia kepada makhluk-Nya dalam semua waktu dan keadaan. Dialah Yang berhak untuk disembah oleh mereka dengan mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam sabda Nabi Saw. kepada Mu'az ibnu Jabal:‎

"أتَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ ؟ " قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "أَنْ يَعْبدُوهُ ولا  يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا"، ثُمَّ قَالَ: "أتَدْري مَا حَقُّ العبادِ عَلَى اللهِ إِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ؟ أَلَّا يُعَذِّبَهُم"

"Tahukah kamu, apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?" Mu'az menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. bersabda, "Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun."Antara lain Nabi Saw. bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah, apabila mereka mengerjakan hal tersebut? Yaitu Dia tidak akan mengazab mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Mua'dz bin Jabal Radhiallohu 'anhu, beliau berkata : Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam telah mewasiatkan kepadaku sepuluh perkara [diantaranya] Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ شَيْئاً وَإِنْ قُتِلْتَ وَحُرِّقْتَ
Jangan pernah menyekutukan Allah, meskipun engkau dibunuh dan dibakar!

وَلاَ تَعُقَّنَّ وَالِدَيْكَ وَإِنْ أَمَرَاكَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ
Jangan pernah durhaka kepada kedua orang tua, meskipun keduanya menyuruhmu untuk meninggalkan keluarga dan hartamu!

Kemudian Nabi Saw. mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah Swt. menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam 'adam sampai ke alam wujud. Sering sekali Allah Swt. menggandengkan antara perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوالِدَيْكَ

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Luqman: 14)

وَقَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu (Al-Isra: 23)
Kemudian berbuat baik kepada ibu bapak ini diiringi dengan perintah berbuat baik kepada kaum kerabat dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:‎

«الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ»

Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, tetapi kepada kerabat adalah sedekah dan silaturahmi.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَالْيَتامى

dan (berbuat baiklah kepada) anak-anak yatim.(An-Nisa: 36)
Demikian itu karena mereka telah kehilangan orang yang mengurus kemaslahatan mereka dan orang yang memberi mereka nafkah. Maka Allah memerintahkan agar mereka diperlakukan dengan baik dan dengan penuh kasih sayang.‎

Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
وَالْمَساكِينِ

dan (berbuat baiklah kepada) orang-orang miskin. (An-Nisa: 36)
Mereka adalah orang-orang yang memerlukan uluran tangan karena tidak menemukan apa yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka Allah memerintahkan agar mereka dibantu hingga kebutuhan hidup mereka cukup terpenuhi dan terbebaskan dari keadaan daruratnya. 

Firman Alloh Swt;

وَ يُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَ يَتِيمًا وَ أَسِيرًا

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan”. [QS al-Insan/ 76: 8].

Firman Alloh Swt;

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا اْلعَقَبَةُ فَكُّ رَقَبَةٍ أَوْ إِطْعَامٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ أَوْ مِسْكَينًا ذَا مَتْرَبَةٍ

“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) membebaskan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir”. [QS al-Balad/ 90: 12-15].

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. [HR ad-Daruquthniy di dalam al-Afrad, ath-Thabraniy, Adl-Dliya’ al-Muqaddisiy dan al-Haitsamiy]

Firman Alloh Swt;

لَيْسَ اْلبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ اْلمـَشْرِقِ وَ اْلمـَغْرِبِ وَ لَكِنَّ اْلبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلأَخِرِ وَ اْلمـَلَائِكَةِ وَ اْلكِتَابِ وَ النَّبِيِّينَ وَ ءَاتَى اْلمـَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِى اْلقُرْبَى وَ اْليَتَامَى وَ اْلمـَسَاكِينَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin”.[QS al-Baqarah/ 2:177].
Firman Allah Swt.:‎

وَالْجارِ ذِي الْقُرْبى وَالْجارِ الْجُنُبِ

dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. (An-Nisa: 36)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan jari dzil qurba ialah tetangga yang antara kamu dan dia ada hubungan kerabat, sedangkan jaril junub ialah tetangga yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kerabat.‎

عَنْ اَنَسٍ رض قَالَ: كَانَ اَبُوْ طَلْحَةَ اَكْثَرَ اْلاَنْصَارِ بِاْلمَدِيْنَةِ مَالاً مِنْ نَخْلٍ وَ كَانَ اَحَبُّ اَمْوَالِهِ اِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَ كَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ اْلمَسْجِدِ، وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدْخُلُهَا وَ يَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيْهَا طَيِّبٍ. فَلَمَّا نَزَلَتْ هذِهِ اْلايَةُ < لَنْ تَنَالُوا اْلبِرَّ حَتّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ> قَامَ اَبُوْ طَلْحَةَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى يَقُوْلُ <لَنْ تَنَالُوا اْلبِرَّ حَتّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ> وَ اِنَّ اَحَبَّ مَالِى اِلَيَّ بَيْرُحَاءُ، وَ اِنَّهَا صَدَقَةٌ ِللهِ تَعَالَى اَرْجُوْ بِرَّهَا وَ ذُخْرَهَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى فَضَعْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ حَيْثُ اَرَاكَ اللهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بَخٍ ذلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذلِكَ مَالٌ رَابِحٌ. وَ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ. وَ اِنِّى اَرَى اَنْ تَجْعَلَهَا فِى اْلاَقْرَبِيْنَ. فَقَالَ اَبُوْ طَلْحَةَ: اَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقَسَّمَهَا اَبُوْ طَلْحَةَ فِى اَقَارِبِهِ وَ بَنِى عَمِّهِ. متفق عليه

Dari Anas RA, ia berkata : Abu Thalhah adalah orang Anshar di Madinah yang paling banyak mempunyai kebun kurma. Dan kekayaan yang paling dicintainya adalah kebun Bairuha' yang terletak di depan masjid. Dan Rasulullah SAW biasa masuk ke kebun tersebut dan meminum airnya yang jernih. Setelah turun ayat [Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. - Ali Imran :92], lalu Abu Thalhah pergi menghadap Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman [Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai]. Dan sesungguhnya harta yang paling saya cintai adalah kebun Bairuha', maka kebun itu aku sedeqahkan karena Allah Ta'ala aku mengharap sebagai kebaikan dan simpanan di sisi Allah Ta'ala, maka salurkanlah ya Rasulullah, menurut apa yang Allah tunjukkan kepadamu".Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Bagus, itu adalah harta yang menguntungkan. Bagus itu adalah harta yang menguntungkan. Dan aku telah mendengar apa yang kamu ikrarkan. Dan sesungguhnya menurut pandanganku, sebaiknya kamu berikan kebun itu kepada karib kerabatmu". Kemudian Abu Thalhah berkata, "Baiklah akan saya laksanakan ya Rasulullah".Lalu Abu Thalhah membagi-baginya untuk sanak saudaranya dan anak-anak pamannya. [HR. Muttafa 'alaih]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ لِيْ قَرَابَةً اَصِلُهُمْ وَ يَقْطَعُوْنِى، وَ اُحْسِنُ اِلَيْهِمْ وَ يُسِيْئُوْنَ اِلَيَّ، وَ اَحْلُمُ عَنْهُمْ وَ يَجْهَلُوْنَ عَلَيَّ. فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَاَنَّمَا تُسِفُّهُمُ اْلمَلَّ وَ لاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيْرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذلِكَ. مسلم

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata :Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya, "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai kerabat. Saya menyambung mereka, tetapi mereka itu memutus hubungan kepadaku. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk kepadaku. Saya berbuat santun terhadap mereka, tetapi mereka berbuat bodoh terhadapku". Nabi SAW bersabda, "Jika benar sebagaimana yang kamu katakan itu, maka seolah-olah kamu menyuapkan bara api ke mulut mereka, dan Allah akan selalu menolongmu dalam menghadapi mereka selama kamu tetap teguh". [HR. Muslim]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ. البخارى و مسلم

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memulyakan tamunya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah menyambung kerabatnya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata yang baik atau diam. [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنْ اَنَسٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ اَحَبَّ اَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَ يُنَسَّأَ لَهُ فِى اَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. البخارى و مسلم

Dari Anas RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang senang dilapangkan rezqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung hubungan kerabatnya". [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنْ اَنَسٍ رض عَنِ النَّبِيِّ ص سَمِعَهُ يَقُوْلُ: اِنَّ الصَّدَقَةَ وَ صِلَةَ الرَّحِمِ يَزِيْدُ اللهُ بِهِمَا فِى اْلعُمْرِ، وَ يَدْفَعُ بِهِمَا مِيْتَةَ السَّوْءِ، وَ يَدْفَعُ بِهِمَا اْلمَكْرُوْهَ وَ اْلمَحْذُوْرَ. ابو يعلى

Dari Anas RA dari Nabi SAW, Anas mendengar Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya dengan shadaqah dan shilaturrahim itu Allah menambah umur seseorang, menjauhkan dari su'ul khathimah (akhir hayat yang buruk) dan dengan sebab keduanya Allah menjauhkan dari hal-hal yang tidak disukai dan dari bahaya". [HR. Abu Ya'la]

عَنْ رَجُلٍ مِنْ خَثْعَمٍ قَالَ: اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص وَ هُوَ فِى نَفَرٍ مِنْ اَصْحَابِهِ فَقُلْتُ: اَنْتَ الَّذِيْ تَزْعُمُ اَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيُّ اْلاَعْمَالِ اَحَبُّ اِلَى اللهِ؟ قَالَ: َاْلاِيْمَانُ بِاللهِ. قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ صِلَةُ الرَّحِمِ. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ للهِ ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ اْلاَمْرُ بِاْلمَعْرُوْفِ وَ النَّهْيُ عَنِ اْلمُنْكَرِ. قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيُّ اْلاَعْمَالِ اَبْغَضُ اِلَى اللهِ؟ قَالَ: َاْلاِشْرَاكُ بِاللهِ. قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ قَطِيْعَةُ الرَّحِمِ. قَالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ اْلاَمْرُ بِاْلمُنْكَرِ وَ النَّهْيُ عَنِ اْلمَعْرُوْفِ. ابو يعلى

Dari seseorang dari suku Khats'am, ia berkata :Saya pernah datang kepada Nabi SAW, dan beliau pada waktu itu sedang berada di tengah-tengah rombongan shahabatnya, lalu saya bertanya, "Apakah engkau yang mengaku bahwasanya engkau adalah Rasulullah ?". Beliau SAW menjawab, "Ya". Orang itu berkata : Lalu saya bertanya, "Ya Rasulullah, amal apakah yang paling dicintai Allah ?". Beliau SAW menjawab, "Iman kepada Allah". Orang ituberkata : Lalu saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, kemudian apa lagi ?". Beliau SAW menjawab, "Kemudian shilatur rahim". Orang itu berkata :Saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, kemudian apa lagi ?". Beliau SAW menjawab, "Kemudian amar ma'ruf nahi munkar". Orang itu berkata :Saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, amal apakah yang paling dibenci Allah ?". Beliau SAW menjawab, "Musyrik kepada Allah". Orang ituberkata : Saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, kemudian apa ?". Jawab beliau SAW, "Kemudian memutuskan shilatur rahim". Orang itu berkata :Saya bertanya lagi, "Ya Rasulullah, kemudian apa lagi ?". Beliau SAW menjawab, "Menyuruh berbuat munkar dan melarang dari berbuat ma'ruf". [HR. Abu Ya'la]
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Maimun ibnu Mihran, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan. dan Qatadah.‎

Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al-Bakkali sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat. (An-Nisa: 36) Yakni tetangga yang muslim. dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang jauh. (An-Nisa: 36) Yakni yang beragama Yahudi dan Nasrani. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.

Jabir Al-Ju'fi meriwayatkan dari Asy-Sya'bi, dari Ali dan Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat. (An-Nisa: 36) Yakni istri.

Mujahid mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang jauh. (An-Nisa: 36) Yaitu teman seperjalanan.

Banyak hadis yang menganjurkan berbuat baik kepada tetangga, berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah, hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.

Hadis pertama. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَاهُ مُحَمَّدًا يُحَدِّثُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا زَالَ جِبرِيل يُوصِينِي بالْجَارِ حَتِّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِثُه".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Umar ibnu Muhammad ibnu Zaid, bahwa ia pernah mendengar Muhammad menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.

Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing dengan melalui Muhammad ibnu Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar dengan lafaz yang sama.

Hadis kedua. 

قَالَ الإمامُ أحمدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ داودَ بنِ شَابُورٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا زالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالْجَارِ حتى ظننْتُ أنَّه سَيُوَرِّثُهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Daud ibnu Syabur, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga sehingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Basyir Abu Ismail. 

Imam Turmuzi menambahkan Daud ibnu Syabur, keduanya (yakni Abu Ismail dan Daud ibnu Syabur) dari Mujahid dengan lafaz yang sama. 

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari sanadnya. Hadis ini diriwayatkan pula dari Mujahid, Aisyah, dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw.

Hadis ketiga. ‎

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيد، أَخْبَرَنَا حَيْوةُ، أَخْبَرَنَا شَرْحَبِيلُ بنُ شُرَيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بنِ الْعَاصِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قَالَ: "خَيْرُ الأصْحَابِ عِندَ اللهِ خَيْرُهُم لِصَاحِبِهِ، وخَيْرُ الجِيرانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ".

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Syurahbil ibnu Syarik, bahwa ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Jaili menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah orang yang paling baik kepada temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah orang yang paling baik kepada tetangganya.‎

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Haiwah ibnu Syuraih dengan lafaz yang sama. Ia mengatakan bahwa hadis ini garib.
Hadis keempat. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ عُمَر قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يَشْبَعُ الرَّجُلُ دُونَ جَارِهِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Abayah ibnu Rifa'ah, dari Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang lelaki tidak boleh kenyang tanpa tetangganya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secaramunfarid (menyendiri).
Hadis kelima. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوان، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ الْأَنْصَارِيُّ، سَمِعْتُ أَبَا ظَبْية الكَلاعِيّ، سَمِعْتُ المقدادَ بْنَ الْأَسْوَدِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: ["مَا تَقُولُونَ فِي الزِّنَا؟ " قَالُوا: حَرَامٌ حَرَّمَهُ اللهُ ورسُولُه، فَهُوَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. فَقَالَ: رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] لأنْ يَزني الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَة، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَن يزنيَ بامرَأَةِ جَارِهِ". قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي السَّرِقَة؟ قَالُوا: حَرَّمَهَا اللهُ وَرَسُولُهُ فَهِيَ حَرَامٌ. قَالَ "لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِن عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يسرِقَ مِنْ جَارِهِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia mendengar dari Abu Zabyah Al-Kala'i yang telah mendengarnya dari Al-Miqdad ibnul Aswad yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada sahabat-sahabatnya:"Bagaimanakah menurut kalian perbuatan zina itu?" Mereka menjawab, "Perbuatan haram yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, zina tetap diharamkan sampai hari kiamat." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya bila seseorang lelaki berbuat zina dengan sepuluh orang wanita, hal ini lebih ringan baginya daripada ia berbuat zina dengan istri tetangganya." Rasulullah Saw. bertanya pula, "Bagaimanakah menurut kalian perbuatan mencuri itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, dan ia tetap haram sampai hari kiamat." Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya bila seseorang lelaki mencuri dari sepuluh rumah, hal ini lebih ringan baginya daripada ia mencuri dari rumah tetangganya."‎

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri). Tetapi hadis ini mempunyai syahid yang memperkuatnya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أيُّ الذَّنْب أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وهُوَ خَلَقَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَن يُطْعَم مَعَكَ". قُلتُ: ثُمَّ أيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تُزَاني حَليلةَ جَارِكَ"

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Nabi Saw. menjawab, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia Yang menciptakan kamu." Aku bertanya, "Kemudian apa lagi?" Nabi Saw. menjawab.”Bila kamu membunuh anakmu karena khawatir dia akan makan bersamamu." Aku bertanya, "Kemudian apa lagi?" Nabi Saw. menjawab, "Bila kamu berzina dengan istri tetanggamu."
Hadis keenam. ‎

قَالَ الإمامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ، عَنْ حَفْصَةَ، عَنْ أبِي الْعَالية، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ قَالَ: خَرَجْتُ مِنْ أَهْلِي أريدُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فإذَا بِهِ قَائِمٌ وَرَجُلٌ مَعَهُ مُقْبِل عَليه، فَظَنَنْتُ أَنَّ لَهُمَا حَاجة -قَالَ الأنْصَارِيُّ: لَقَدْ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى جَعَلْتُ أَرْثِي لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ، فَلمَّا انْصَرفَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَقَدْ قَامَ بِكَ هَذَا الرَّجُلُ حَتَّى جَعَلْتُ أَرْثِي لَك مِنْ طُولِ الْقِيَامِ. قَالَ: "وَلَقَدْ رَأَيتَه؟ " قُلتُ: نَعَمْ. قَالَ: "أَتَدْرِي مَن هُوَ؟ " قُلْتُ: لَا. قَال: "ذَاكَ جِبْرِيِلُ، مَا زَالَ يُوصِينِي بِالجِارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّه سَيُورثُه. ثُمَّ قَالَ: أَمَا إِنَّك لَو سَلَّمْتَ عَلَيْهِ، رَدَّ عَلَيْكَ السَّلَامَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Hafsah, dari Abul Aliyah, dari seorang lelaki dari kalangan Ansar yang telah menceritakan hadis berikut: Aku keluar dari rumah keluargaku menuju rumah Nabi Saw. Tiba-tiba aku jumpai beliau sedang berdiri menghadapi seorang lelaki yang ada bersamanya. Aku menduga bahwa keduanya sedang dalam suatu keperluan. Lelaki Ansar melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. terus berdiri dalam waktu yang cukup lama sehingga aku merasa kasihan kepadanya. Ketika lelaki itu pergi, aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki ini sangat lama berdiri denganmu, sehingga aku merasa kasihan kepadamu karena lama berdiri melayaninya." Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah kamu melihatnya?" Aku menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya, "Tahukah kamu siapakah dia?"Aku menjawab, "Tidak." Nabi Saw, bersabda: Dia adalah Jibril, dia terus-menerus mewasiatkan kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa dia akan memberinya hak mewaris. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Ingatlah, sesungguhnya kamu seandainya mengucapkan salam kepadanya, niscaya dia menjawab salammu.
Hadis ketujuh. ‎

Abdu ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab musnadnya. ‎

حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْد، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ -يَعْنِي الْمدَنيّ-عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْعَوَالِي وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وجِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يُصَلِّيانِ حَيْثُ يُصَلَّى عَلَى الْجَنائِز، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ الرَّجُلُ: يَا رسولَ اللَّهِ، مَنْ هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي رَأَيْتُ مَعَكَ؟ قَالَ: "وَقَدْ رأيْتَه؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "لَقَدْ رأَيْتَ خَيْرًا كَثِيرًا، هَذَا جِبْرِيلُ مَا زَالَ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى رُئِيت أَنَّه سَيُورثُه".

telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yakni Al-Madani), dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari pegunungan datang ketika Rasulullah Saw. dan Malaikat Jibril sedang salat, yaitu pada saat Nabi Saw. sedang menyalatkan jenazah. Ketika Nabi Saw. menyelesaikan salatnya, lelaki tersebut bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah lelaki yang kulihat ikut salat bersamamu itu?" Rasulullah Saw. balik bertanya, "Apakah kamu melihatnya?" ia menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya engkau telah melihat kebaikan yang banyak. Orang ini adalah Jibril. Dia terus-menerus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku berpendapat bahwa dia akan memberinya hak mewaris.

Ditinjau dari segi ini hadis diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid secara munfarid, tetapi hadis ini mengukuhkan hadis sebelumnya.
Hadis kedelapan. 

قَالَ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ أَبُو الرَّبِيعِ الْحَارِثِيّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْن أَبِي فُدَيْك، أَخْبَرَنِي عَبْدُ الرَّحمن بنُ الْفَضل عَنْ عَطَاء الخَراساني، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ بنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الجِيرانُ ثَلاثَةٌ: جَارٌ لهُ حَقٌ وَاحِدٌ، وَهُوَ أَدْنَى الجيرانِ حَقًّا، وَجَارٌ لَهُ حقَّان، وجَارٌ لَهُ ثلاثةُ حُقُوقٍ، وَهُوَ أفضلُ الجيرانِ حَقًّا، فَأَمَّا الَّذِي لَهُ حَقٌّ وَاحِدٌ فَجَارٌ مُشْرِكٌ لَا رَحمَ لَهُ، لَهُ حَقُّ الجَوار. وأمَّا الَّذِي لَهُ حقانِ فَجَارٌ مُسْلِمٌ، لَهُ حَقُّ الْإِسْلَامِ وَحَقُّ الْجِوارِ، وأَمَّا الَّذِي لَهُ ثَلاثةُ حُقُوقٍ، فَجَارٌ مُسْلِمٌ ذُو رَحِمٍ لَهُ حَقُّ الْجِوَارِ وَحَقُّ الْإِسْلَامِ وحَقُّ الرحِمِ".

Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Muhammad alias Abur Rabi' Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Abu Fudail, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Fadl, dari Ata Al-Khurrasani, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tetangga itu ada tiga macam, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak; dia adalah tetangga yang memiliki hak paling rendah. Lalu tetangga yang mempunyai dua hak, dan tetangga yang mempunyai tiga hak, dia adalah tetangga yang memiliki hak paling utama. Adapun tetangga yang mempunyai satu hak, maka dia adalah tetangga musyrik yang tidak mempunyai hubungan kerabat baginya; dia mempunyai hak tetangga. Adapun tetangga yang mempunyai dua hak, maka dia adalah tetangga muslim; dia mempunyai hak Islam dan hak tetangga. Adapun tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga muslim yang masih mempunyai hubungan kerabat; dia mempunyai hak tetangga, hak Islam, dan hak kerabat.
Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnul Fadl kecuali hanya Ibnu Abu Fudail."
Hadis kesembilan. ‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ، عنْ طَلْحَةَ بنِ عَبْد اللهِ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّهَا سَأَلَتْ رسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: "إنَّ لِي جَارَيْنِ، فَإِلَى أيِّهِمَا أُهْدِي؟ قَالَ: "إِلَى أقْرَبِهِمَا مِنْك بَابًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran, dari Talhah ibnu Abdullah, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Untuk itu ia mengatakan: "Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga. maka kepada siapakah aku akan mengirimkan hadiah (kiriman) ini?" Nabi Saw. bersabda, "Kepada tetangga yang pintunya lebih dekat kepadamu."
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.‎

Hadis kesepuluh. ‎

Imam Tabrani dan Abu Na'im meriwayatkan dari Abdur Rahman yang di dalam riwayatnya ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. melakukan wudu, lalu orang-orang berebutan mengusapkan bekas air wudunya. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah gerangan yang mendorong kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab, "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya." Rasulullah Saw. bersabda:‎

«من سره أن يحب الله ورسوله فليصدق الحديث إذا حدث، وليؤد الأمانة إذا ائتمن»

Barang siapa yang menginginkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, hendaklah ia berkata benar apabila berbicara, dan hendaklah ia menunaikan amanat bila dipercaya, (dan hendaklah ia berbuat baik dengan tetangga).
Hadis kesebelas. 
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«إن أَوَّلُ خَصْمَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جَارَانِ »

Sesungguhnya mula-mula dua seteru yang diajukan di hari kiamat nanti adalah dua orang yang bertetangga.

Firman Allah Swt. 


وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ

dan (berbuat baiklah kepada) teman-teman sejawat. (An-Nisa: 36)‎

As-Sauri meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Ali dan Ibnu Mas'ud, yang dimaksud ialah istri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, dan Sa'id ibnu Jubair dalam salah satu riwayatnya yang menyatakan hal selain itu.
Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud adalah tamu. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah teman seperjalanan.‎

Adapun Ibnu Sabil, menurut Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang dimaksud adalah tamu. Menurut Mujahid, Abu Ja'far, Al-Baqir, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Muqatil, yang dimaksud dengan Ibnu Sabil ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang mampir kepadamu. Pendapat ini lebih jelas, sekalipun pendapat yang mengatakan "tamu" bermaksud orang yang dalam perjalanan, lalu bertamu, pada garis besarnya kedua pendapat bermaksud sama. 

Firman Allah Swt.:
وَما مَلَكَتْ أَيْمانُكُمْ

dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki. (An-Nisa: 36)
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya, karena hamba sahaya adalah orang yang lemah upayanya, dan dikuasai oleh orang lain. Karena itu, terbukti bahwa Rasulullah Saw. mewasiatkan kepada umatnya dalam sakit yang membawa kewafatannya melalui sabdanya yang mengatakan:

«الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ»

Salat, salat, dan budak-budak yang kalian miliki!
Maka beliau Saw. mengulang-ulang sabdanya hingga lisan beliau kelihatan terus berkomat-kamit mengatakannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا بَقِيّة، حَدَّثَنَا بَحِيرُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَان، عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يكَرِب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَك فَهُوَ لَكَ صدقةٌ، وَمَا أطعمتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، ومَا أطعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَك صَدَقَهٌ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali kamu beri makan dirimu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan anakmu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan istrimu melainkan hal itu sedekah bagimu, dan tidak sekali-kali kamu beri makan pelayanmu melainkan hal itu sedekah bagimu.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah, sanad hadis berpredikat sahih.‎

Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Qahriman (pegawai)nya, "Apakah engkau telah memberikan makanan pokok kepada budak-budak?" Ia menjawab, "Belum." 

Abdullah ibnu Amr berkata, "Berangkatlah sekarang dan berikanlah makanan pokok itu kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:‎

«كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُمْ»

'Cukuplah dosa seseorang, bila ia menahan makanan pokok terhadap hamba sahayanya.’
Hadis riwayat Imam Muslim. 
Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

«لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ، وَلَا يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلَّا مَا يُطِيقُ»

Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya, dan tidak boleh dibebani dengan pekerjaan melainkan sebatas kemampuannya.
Hadis riwayat Imam Muslim pula.
Dari Abu Hurairah r.a. pula, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa. Nabi Saw. pernah bersabda:

«إِذَا أَتَى أَحَدَكُمْ خَادِمُهُ بِطَعَامِهِ فَإِنْ لَمْ يُجْلِسْهُ مَعَهُ فَلْيُنَاوِلْهُ لُقْمَةً أَوْ لُقْمَتَيْنِ، أَوْ أَكْلَةً أَوْ أَكْلَتَيْنِ، فَإِنَّهُ وَلِيَ حَرَّهُ وَعِلَاجَهُ»

Apabila pelayan seseorang di antara kalian datang menyuguhkan makanan, lalu ia tidak mau mempersilakan pelayan untuk makan bersamanya, maka hendaklah ia memberikan kepadanya sesuap atau dua suap makanan, sepiring atau dua piring makanan, karena sesungguhnya pelayanlah yang memasak dan yang menghidangkannya.‎

Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Sahih Bukhari, sedangkan menurut lafaz Imam Muslim adalah seperti berikut:
«فَلْيُقْعِدْهُ مَعَهُ فَلْيَأْكُلْ، فَإِنْ كَانَ الطَّعَامُ مَشْفُوهًا قَلِيلًا، فَلْيَضَعْ فِي يَدِهِ أَكْلَةً أَوْ أَكْلَتَيْنِ»

Hendaklah ia mempersilakan pelayannya untuk makan bersamanya; dan jika makanan tersebut untuk orang banyak lagi sedikit, maka hendaklah ia memberinya makanan di tangannya barang sesuap atau dua suap makanan.
Dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:‎

«هُمْ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْفَأَعِينُوهُمْ »

Mereka (para pelayan) adalah saudara-saudara kalian lagi budak-budak kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan, dan hendaklah ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan; dan jika kalian terpaksa membebani mereka (dengan pekerjaan berat), maka bantulah mereka.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. 
Firman Allah Swt.:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كانَ مُخْتالًا فَخُوراً

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)
Yakni congkak, takabur, dan sombong terhadap orang lain; dia melihat bahwa dirinya lebih baik daripada mereka. Dia merasa dirinya besar, tetapi di sisi Allah hina dan di kalangan manusia dibenci. 
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (An-Nisa: 36) yang dimaksud dengan mukhtal ialah takabur dan sombong. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya: lagi membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36) tidak pernah bersyukur kepada Allah Swt. setelah diberi nikmat oleh-Nya, bahkan dia berbangga diri terhadap orang-orang dengan karunia nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepadanya, dan dia orang yang sedikit bersyukur kepada Allah atas hal tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Abu Raja Al-Harawi yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai orang yang jahat perangainya kecuali ada pada diri orang yang sombong lagi membangga-banggakan dirinya, lalu ia membacakan firman-Nya: dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki. (An-Nisa: 36), hingga akhir ayat. Tidak pernah ia jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya kecuali ada pada diri orang sombong lagi durhaka, lalu ia membacakan firman-Nya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Al-Awwam ibnu Hausyab hal yang semisal sehubungan dengan makna mukhtal (sombong) dan fakhur(membangga-banggakan diri). Untuk itu ia mengatakan: 

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا الْأُسُودُ بْنُ شَيْبَان، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الشِّخِّير قَالَ: قَالَ مُطَرِّف: كَانَ يَبْلُغُنِي عَنْ أَبِي ذَرٍّ حَدِيثٌ كُنْتُ أَشْتَهِي لِقَاءَهُ، فَلَقِيتُهُ فَقُلْتُ: يَا أَبَا ذَرٍّ، بَلَغَنِي أَنَّكَ تَزْعُمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَكُمْ: "إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ ثَلَاثَةً ويُبْغض ثَلَاثَةً"؟ قَالَ: أَجَلْ، فَلَا إِخَالُنِي أَكْذِبُ عَلَى خَلِيلِي، ثَلَاثًا. قُلْتُ: مَنِ الثَّلَاثَةُ الَّذِينَ يُبْغِضُ اللَّهُ؟ قَالَ: الْمُخْتَالُ الْفَخُورُ، أَوَلَيْسَ تَجِدُونَهُ عِنْدَكُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ الْمُنَزَّلِ؟ ثُمَّ قَرَأَ الْآيَةَ: {إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syiklikhir yang mengatakan bahwa Mutarrif pernah menceritakan bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar yang membuatnya ingin sekali bersua dengan Abu Zar. Lalu ia menjumpai Abu Zar. Aku (Mutarrif) bertanya, "Hai Abu Zar, telah sampai kepadaku bahwa dirimu pernah menduga bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, 'Sesungguhnya Allah menyukai tiga orang dan membenci tiga orang'." Abu Zar menjawab, "Memang benar, kamu tentu percaya bahwa aku tidak akan berdusta kepada kekasihku (Nabi Saw.)," sebanyak tiga kali. Aku bertanya, "Lalu siapakah tiga macam orang yang dibenci oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab, "Orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. Bukankah kamu pun telah menjumpainya di dalam Kitabullah yang ada pada kalian?" Kemudian Abu Zar r.a. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)‎

وَحَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبُ عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَلْهُجَيم قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوْصِنِي. قَالَ: "إِيَّاكَ وإسبالَ الْإِزَارِ، فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنَ المَخِيلة، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ المَخِيلة"

Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Tamimah, dari seorang lelaki dari kalangan Banil Hujaim yang menceritakan: Aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan sekali-kali kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya memanjangkan kain merupakan sikap orang yang sombong, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai (orang yang bersikap) sombong."

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...