Senin, 18 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Keutamaan Hari Arofah


Arafah di sebut dalam Al-Qu’ran dalam bentuk plural ”Arafat” sebagaimana tertera dalam surat al-Baqarah ayat no. 198,

فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ – البقرة ﴿١٩٨﴾

 Artinya: ” Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.”

Sesungguhnya lafaz arafah di-fathah-kan, sekalipun ia sebagai alam yang muannas, karena pada asalnya berbentuk jamak seperti muslimat dan muminat, kemudian dijadikan nama untuk suatu daerah tertentu, maka bentuk asalnya ini dipelihara hingga ia menerima tanwin. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Arafah merupakan tempat wuquf dalam ibadah haji dan sebagai tiang dari semua pekerjaan haji. Karena itu, Imam Ahmad dan pemilik kitab-kitab sunan meriwayatkan sebuah hadis yang sahih sanad-nya: 

عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ، عن عبد الرحمن بن يَعْمر الديَلي، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "الْحَجُّ عَرَفَاتٌ -ثَلَاثًا -فَمَنْ أَدْرَكَ عَرَفَةَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، فَقَدْ أَدْرَكَ. وَأَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ"

Dari As-Sauri, dari Bukair bin Ata, dari Abdur Rahman ibnu Ya'mur Ad-Daili yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Haji itu hanyalah di Arafah —sebanyak tiga kali—. Barang siapa yang menjumpai (hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji. Dan hari-hari Mina itu adalah tiga hari, karenanya barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa baginya.
Arafah berjarak sekitar 25 km dari kota Makkah dan merupakan padang pasir yang amat luas dan di bagian belakang dikelilingi bukit-bukit batu yang membentuk setengah lingkaran. Sekarang ini Arafat sudah subur ditanami dengan pohon-pohon.

Di Arafah Nabi saw pernah bersabda: “Aku wukuf disini dan arafah seluruhnya tempat untuk melaksanakan wukuf”. Arafah merupakan Masy’aril haram atau tempat syiar suci, tetapi Arafat sendiri tidak termasuk tanah haram atau tanah suci seperti Makkah. Rasulullah saw bersabda: “Haji itu ialah di Arafah dan setiap bagian tanah Arafah ialah sah untuk wukuf” (hadits tersebut diatas).

Arafah merupakan tempat yang sangat penting dalam perjalanan ibadah Haji. Disanalah para jemaah haji berkumpul untuk melaksanakan wukuf pada tanggal 9 Dzul Hijjah dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya dan sholat Dhuhur dan Asar dijama’ kan atau disatukan dengan satu adzan dan 2 kali iqamat. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tanpa melaksanakan wukuf di Arafah hajinya tidak sah.

Arafah mengingatkan kita kepada Padang Mahsyar di saat manusia dibangkitkan kembali dari kematian oleh Allah dan wukuf di hadapan Nya. Saat itu semua manusia sama di hadapan Allah, tidak ada perbedaan kulit dan bangsa yang membedakan hanyalah kualitas ketaqwaannya kepada Allah.

Di Arafah ada dua tempat yang mempunyai nilai sejarah yang sangat penting yaitu masjid Namirah (masjid Ibrahim) dan bukit Rahmah (jabal Rahmah). Dibawah bukit terdapat sebuah masjid Shakharat. Di masjid Shakharat itulah Nabi saw berwukuf dan pernah turun wahyu yang berbunyi:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلاَمَ دِيناً – المائدة ﴿٣﴾

Artinya: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah Ku ridhoi Islam itu jadi agamamu”. (Qs al-Maidah ayat: 3)

Di sana juga ada lembah yang disebut dengan lembah ’Uranah (wadi ’Uranah), lembah ini menjadi batas antara Arafah dengan luar Arafah. Di Arafah Rasulullah saw telah berkhutbah ketika melakukan haji wada’. Menurut hadits Jabir ra yang panjang bahwasanya Nabi saw berkhutbah di hadapan manusia yang sedang melakukan haji bersama sama beliau. Khutbah beliau itu sangat poluler dan dinamakan Khutbatul Wada’ yang dimulai dengan: “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini dan negeri kalian ini”

Keutamaan Arafah:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ (مسلم)

– Dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: ”Tidak ada hari paling banyak Allah memerdekakan hambaNya dari neraka daripada hari Arafah. Allah sesungguhnya mendekati mereka dan membangganggakan mereka kepada para Malaikat seraya berkata: Apa saja yang mereka inginkan akan Aku kabulkan” (HR Muslim).

عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الدُّعَاءِ : دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ (رواه الترمذي)

– Hadits lainnya tentang keutamaan tanah Arafah, dari Abu Hurairah ra Rasulallah saw bersabda: “Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah”. (HR at-Tirmidzi)
‎‎
Di hari arafah, Allah membanggakan para hamba-Nya yang wukuf di arafah. Karena mereka rela melepaskan semua atribut dunia dan kenikmatan dunia, untuk berkumpul di arafah.

Wukuf artinya berdiam diri di Arafah pada waktunya. Wukuf merupakan salah satu rukun haji, tidak sah Haji seseorang jika tidak berwukuf di Arafah pada tanggal 9 Dhul Hijjah. Masuknya waktu wukuf sesuai dengan ijma’ ulama mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dhulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dhulhijjah. Sebaik-baiknya wukuf dilakukan mulai dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya matahari dan sekurang-kurangnya wukuf dilakukan sepintas lalu, yaitu dengan cara melewati Arafah sekedar thuma’ninah sambil berjalan kaki atau mengendarai kendaraan

عن علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)

Dari Ali Bin Abu Thalib ra, Rasulullah saw wuquf di Arafah lalu bersabda: “Ini adalah tempat wuquf, dan semua Arafah adalah tempat wuquf”.  Lalu beliau bertolak (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam (at-Tirmidzi)

Diriwayatkan bahwa Nabi saw berwukuf setelah tergelincir matahari (HR Muslim)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِعَرَفَةَ فَسَأَلُوهُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ (رواه ابو داود وغيره)

Dari Abdurahman bin Yamar ra, bahwa: Manusia dari pendududuk Najed datang kepada Rasulallah saw di Arafah, bertanya kepadanya. Lalu Rasulullah saw menyuruh seseorang berseru: Haji adalah Arafah. barang siapa datang (di Arafah) di malam jama’ (Muzdalifah) sebelum terbit fajar maka ia memperoleh haji. (HR Abu Dawud dll)

Waktu wuquf itu dimulai dari tergelincirnya matahari (dari pertengahan langit) di hari Arafah sampai dengan munculnya fajar yang kedua dari hari Kurban, karena Nabi Saw. melakukan wuqufnya dalam haji wada' sesudah salat Lohor sampai dengan matahari terbenam, lalu beliau bersabda:
"لتأخُذوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"

Ambillah (contoh) manasik-manasik kalian dariku.
Dalam hadis ini Nabi Saw. bersabda pula: Barang siapa yang menjumpai (hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji. Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafii.‎

Imam Ahmad berpendapat bahwa waktu wuquf dimulai dari permulaan hari Arafah. Ia dan para pengikutnya mengatakan demikian dengan berdalilkan sebuah hadis dari Asy-Sya'bi, dari Urwah ibnu Midras ibnu Harisah ibnu Lamut Ta-i yang menceritakan:

أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُزْدَلِفَةِ، حِينَ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ مِنْ جَبَليْ طَيْئٍ، أَكْلَلْتُ رَاحِلَتِي، وَأَتْعَبْتُ نَفْسِي، وَاللَّهِ مَا تَرَكْتُ مِنْ جَبَلٍ إِلَّا وَقَفْتُ عَلَيْهِ، فَهَلْ لِي مِنْ حَج؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من شَهِد صَلَاتَنَا هَذِهِ، فَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ، وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلًا أَوْ نَهَارًا، فَقَدْ تَمَّ حَجّه، وَقَضَى تَفَثَه".

Aku datang kepada Rasulullah Saw. di Muzdalifah ketika beliau berangkat untuk menunaikan salat. Maka aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang dari Pegunungan Ta-i, unta kendaraanku telah lelah dan juga diriku. Demi Allah, tiada suatu bukit pun yang aku tinggalkan melainkan aku berwuqufpa-danya. Maka apakah aku memperoleh haji?" Rasulullah Saw. menjawab, "Barang siapa yang mengikuti salat kami ini dan wuquf bersama kami hingga kami berangkat, sedang sebelum itu ia telah wuquf di Arafah di malam. atau siang hari, maka sesungguhnya hajinya telah lengkap dan keperluannya telah dipenuhinya."‎‎
Hadis riwayat Imam Ahmad dan As-Habus Sunan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.‎

Kemudian dikatakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf itu dinamakan Arafah karena ada sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij yang menceritakan bahwa Ibnul Musayyab pernah menceritakan kisah yang pernah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib seperti berikut: Allah Swt. mengutus Jibril a.s. kepada Nabi Ibrahim a.s., lalu menuntunnya menunaikan ibadah haji. Dan ketika sampai di Arafah, Nabi Ibrahim berkata, "Aku telah kenal daerah ini," sebelum itu Nabi Ibrahim pernah mendatanginya sekali. Karena itulah maka tempat wuquf dinamakan Arafah.‎

Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang menceritakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf dinamakan Arafah, karena ketika Malaikat Jibril memperlihatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. tempat-tempat manasik, Nabi Ibrahim berkata, "Aku telah mengenal ini" (yang dalam bahasa Arabnya disebut 'Araftu), kemudian dinamakanlah Arafah.
Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Abu Mijlaz.

Arafah dinamakan pula dengan sebutan Al-Masy'aril Haram, Al-Masy'aril Aqsa, dan Hal, sama wazannya dengan Hilal. Bukit yang ada di tengah-tengahnya dinamakan Jabal Rahmah. Sehubungan dengan hal ini Abu Talib pernah mengatakan dalam salah satu syairnya yang terkenal, yaitu:

وَبِالْمَشْعَرِ الْأَقْصَى إِذَا قَصَدُوا لَهُ ... إِلَالُ إِلَى تِلْكَ الشِّرَاجِ الْقَوَابِلِ

Apabila mereka hendak melakukan wuquf maka mereka berada di Al-Masy'aril Aqsa, yaitu dikenal pula dengan sebutan Hal sebagai kata persamaannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnul Hasan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, dari Zam'ah (yaitu Ibnu Saleh), dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Jahiliah melakukan wuqufnya di Arafah. Manakala matahari berada di atas bukit seakan-akan seperti kain sorban di atas kepala laki-laki, maka mereka berangkat. Karena itu, maka Rasululluh Saw. menangguhkan keberangkatan dari Arafah hingga matahari tenggelam.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih melalui Zam'ah ibnu Saleh, dan menambahkan, "Kemudian Rasulullah Saw. berhenti di Muzdalifah, lalu melakukan salat Subuh di pagi buta. Manakala segala sesuatu tampak kuning dan berada di akhir waktu Subuh, barulah beliau bertolak." Hadis ini lebih baik sanadnya.
قَالَ ابْنُ جُرَيْج، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ المسْوَر بْنِ مَخْرَمة قَالَ: خَطَبنا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهو بِعَرَفَاتٍ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ -وَكَانَ إِذَا خَطَبَ خُطْبَةً قَالَ: أَمَّا بَعْدُ -فَإِنَّ هَذَا الْيَوْمَ الحجَ الْأَكْبَرَ، أَلَا وَإِنَّ أهلَ الشِّرْكِ وَالْأَوْثَانِ كَانُوا يَدْفَعُونَ فِي هَذَا الْيَوْمِ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ الْجِبَالِ، كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا، وَإِنَّا نَدْفَعُ بَعْدَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، وَكَانُوا يَدْفَعُونَ مِنَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ بَعْدَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ الْجِبَالِ كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا وَإِنَّا نَدْفَعُ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، مُخَالفاً هَدْيُنَا هَدْي أَهْلِ الشِّرْكِ".

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Muhammad ibnu Qais, dari Al-Miswar ibnu Makhramah yang menceritakan hadis berikut: Ketika Rasulullah Saw. berada di Arafah, beliau berkhotbah kepada kami. Untuk itu beliau mengucapkan hamdalah, puja serta puji kepada Allah Swt., setelah itu baru beliau bersabda,  "Amma Ba'du, - dan memang kebiasaan beliau apabila berkhotbah selalu mengucapkan kalimat amma ba'du pada permulaannya- . Sesungguhnya hari ini adalah hari haji akbar. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang musyrik dan para penyembah berhala berangkat pada hari ini sebelum matahari tenggelam. Yaitu bila matahari berada di atas bukil-bukit seakan-akan seperti kain sorban laki-laki yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sesudah matahari tenggelam. Dahulu mereka bertolak dari Masy'aril Haram sesudah matahari terbit, yaitu bila matahari (kelihatan) berada di atas bukit seakan-akan kain sorban laki-laki yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sebelum matahari terbit agar petunjuk kita berbeda dengan petunjuk kaum musyrik.”
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, dan hadis ini berdasarkan lafaz darinya; Imam Hakim meriwayatkannya pula di dalam kitab Mustadrak-nya, kedua-duanya melalui hadis Abdur Rahman ibnul Mubarak Al-Aisyi, dari Abdul Waris ibnu Sa'id, dari Ibnu Juraij. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Sesungguhnya terbukti dengan benar apa yang telah kami sebutkan di atas yang menyatakan bahwa Al-Miswar benar-benar mendengar langsung dari Rasulullah Saw. Tidak seperti apa yang diduga oleh segolongan teman-teman kami yang mengatakan bahwa Al-Miswar termasuk orang yang hanya pernah melihat Nabi Saw., tetapi tidak pernah mendengar hadis darinya.
Waki' meriwayatkan dari Syu'bah, dari Ismail ibnu Raja Az-Zubaidi, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid yang menceritakan bahwa ia pernah melihat sahabat Umar r.a. ketika bertolak dari Arafah, seakan-akan ia melihatnya seperti lelaki yang botak dengan mengendarai untanya seraya bertolak dan berkata, "Sesungguhnya kami menemukan cara berifadah (bertolak) ialah dengan langkah-langkah yang cepat."
Di dalam hadis Jabir ibnu Abdullah yang cukup panjang yang berada pada kitab Sahih Muslim disebutkan di dalamnya bahwa Nabi Saw. masih tetap berwuquf, yakni di Arafah, hingga matahari tenggelam dan awan kuning mulai tampak sedikit, hingga bulatan matahari benar-benar tenggelam. Nabi Saw. memboncengkan Usamah di belakangnya, lalu beliau bertolak seraya mengencangkan tali kendali qaswa unta kendaraannya, sehingga kepala unta kendaraannya hampir menyentuh bagian depan rahl (pelana)nya, seraya mengisyaratkan dengan tangannya seakan-akan mengatakan:
"أَيُّهَا النَّاسُ، السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ"

Hai manusia, tenanglah, tenanglah.
Manakala menaiki bukit, beliau mengendurkan tali kendalinya sedikit agar qaswa dapat naik dengan mudah, hingga sampailah di Muzdalifah, lalu salat Magrib dan Isya padanya dengan sekali azan dan dua kali iqamah, tidak membaca tasbih apa pun di antara keduanya.‎

Kemudian beliau berbaring hingga fajar terbit, lalu salat Subuh ketika fajar Subuh telah tampak baginya dengan sekali azan dan sekali iqamah. Sesudah itu beliau mengendarai qaswa dan berangkat hingga sampai di Masy'aril Haram, lalu menghadap ke arah kiblat dan berdoa kepada Allah seraya bertakbir, bertahlil, dan menauhidkan-Nya. Beliau Saw. masih tetap dalam keadaan wuquf hingga cahaya pagi kelihatan kuning sekali. Kemudian beliau bertolak sebelum matahari terbit.
Di dalam kitab Sahihain, dari Usamah ibnu Zaid disebutkan bahwa ia pernah ditanya mengenai kecepatan kendaraan Rasulullah Saw. ketika bertolak (dari Muzdalifah ke Masy'aril Haram). Maka Usamah menjawab bahwa beliau Saw. memacu kendaraannya dengan langkah-langkah yang sedang; dan apabila menjumpai tanah yang legok, maka beliau memacunya dengan langkah yang lebih lebar lagi.
Ibnu Abu Hatim menceritakan, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad (anak lelaki dari anak perempuan Imam Syafii) dalam surat yang ditujukannya kepadaku. Ia menceritakannya dari ayahnya atau dari pamannya, dari Sufyan ibnu Uyaynah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. (Al-Baqarah: 198) Yang dimaksud dengan zikir dalam ayat ini ialah menjamak dua salat.
Abu Ishaq As-Subai'i meriwayatkan dari Ainr ibnu Maimun, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Amr tentang Masy'aril Haram. Maka Ibnu Amr diam, tidak menjawab. Tetapi ketika kaki depan unta kendaraan kami mulai mengambil jalan menurun di Muzdalifah, ia bertanya, "Ke manakah orang yang tadi bertanya tentang Masy'aril Haram? Inilah Masy'aril Haram."
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Salim yang mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata, "Masy'aril Haram adalah seluruh Muzdalifah."

Hisyam meriwayatkan dari Hajjaj, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. (Al-Baqarah: 198) Maka Ibnu Umar menjawab bahwa Masy'aril Haram ialah bukit ini dan daerah sekitarnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Ibnu Umar melihat mereka berkumpul di Quzah. Maka ia berkata, "Mengapa mereka berkumpul di suatu tempat, padahal semua kawasan ini adalah Masy'aril Haram."
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, dan Qatadah, bahwa mereka pernah mengatakan, "Masy'aril Haram itu terletak di antara kedua buah bukit."
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ata letak Muzdalifah, maka Ata menjawab, "Apabila kamu bertolak dari kedua ma'zam 'Arafah yang menuju ke arah lembah Muhassar, dan bukan kedua ma'zam 'Arafah itu termasuk bagian dari Muzdalifah, melainkan jalan menuju ke arah keduanya; maka berhentilah kamu di antara keduanya jika kamu suka. Aku suka bila kamu berhenti sebelum Quzah. Sekarang marilah bersamaku untuk memberi kesempatan kepada jalan yang dilalui oleh orang banyak."
Menurut kami, tempat-tempat untuk menunaikan haji merupakan rambu-rambu yang sudah jelas, dan sesungguhnya Muzdalifah dinamakan Masy'aril Haram hanyalah karena masih termasuk bagian dari Tanah Suci. Tetapi apakah melakukan wuquf di Muzdalifah merupakan rukun haji; bila tidak dilakukan, hajinya tidak sah? Seperti yang dikatakan oleh segolongan ulama Salaf dan sebagian murid-murid Imam Syafii, antara lain Al-Qaffal dan Ibnu Khuzaimah, berdasarkan kepada hadis Urwah ibnu Midras. Ataukah hukumnya wajib, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari dua pendapat Imam Syafii yang mengatakan jika ditinggalkan dapat ditambal dengan membayar dam Ataukah hukumnya sunat; dengan kata lain, tidak ada sanksi apa pun bila ditinggalkan, seperti yang dikatakan oleh selainnya? Sehubungan dengan masalah ini ada tiga pendapat di kalangan para ulama, pembahasannya secara panjang lebar terdapat dalam kitab lain.
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"عَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة، وجَمْع كُلُّهَا مَوقف إِلَّا مُحَسرًا"

Arafah semuanya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah oleh kalian (lembah Arafah). Dan Jam'un (Arafah) seluruhnya adalah tempat wuquf kecuali lembah Muhassar.
Hadis ini mursal.‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ: "كُلُّ عَرَفَاتٍ مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة. وَكُلُّ مُزْدَلِفَةَ مَوْقِفٌ وَارْفَعُوا عَنْ مُحَسِّر، وَكُلُّ فِجَاجِ مَكَّةَ مَنْحر، وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ"

Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Musa, dari Jubair ibnu Mut'im, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Semua kawasan Arafah adalah tempat wuquf dan tinggalkanlah oleh kalian (lembah) Arafah. Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah oleh kalian lembah Muhassar. Dan seluruh pelosok Mekah adalah tempat penyembelihan kurban. Dan seluruh hari-hari tasyriq adalah hari-hari penyembelihan kurban.‎

Hadis ini pun munqati', karena sesungguhnya Sulaiman ibnu Musa yang dikenal dengan sebutan Al-Asydaq tidak menjumpai masa Jubair ibnu Mut'im.


Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan oleh Al-Walid ibnu Muslim dan Suwaid ibnu Abdul Aziz, dari Sa’id ibnu Abdul Aziz, dari Sulaiman; dan Al-Walid mengatakan dari Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya. Sedangkan Suwaid mengatakan dari Nafi' ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Nabi Saw., lalu ia mengetengahkannya.

Sunah Wukuf

@ – Berwukuf dari siang sampai malam yaitu mulai dari tergelincir matahari sampai tenggelamnya matahari.

عَنْ علِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَقَالَ هَذَا الْمَوْقِفُ وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ وَأَفَاضَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ (صحيح الترمذي)

Dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: bahwa Rasulallah saw berwukuf lalu berangkat (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam. (HR Shahih at-Tirmidzi)

@ – Berwukuf di shakharat sambil menghadap ke kiblat, sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah saw,

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : ثُمَّ رَكِبَ حَتَّى أَتَى الْمَوْقِفَ فَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ إلَى الصَّخَرَاتِ، وَجَعَلَ حَبْلَ الْمُشَاةِ بَيْنَ يَدَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ (رواه مسلم)

Dari Jabir ra (haditsnya yang panjang): Kemudian beliau tiba di tempat wukuf maka perut untanya (al-Qaswa) telah berada ke arah shakharat menghadap kiblat (HR Muslim). Al-Shakhrat adalah satu tempat berada di bawah Jabal Rahmah di padang Arafah

@ – memperbanyak do’a dan dzikir dan sebaik baiknya dzikir dengan memperbanyak membaca :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

لِمَا رُوِىَ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (وراه الترمذي )

Rasulallah saw bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

(Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu).” (HR at-Tirmidzi)

@ – Berwukuf dalam keadaan suci

@ – Berwukuf dalam keadaan berdiri diatas kendaraan (unta) sesuai dengan apa yang telah dilakukan Rasulallah bahwa beliau wukuf berdiri diatas kendaraannya (unta qaswaa) (HR Bukhari Muslim).

@ – Men-jama’ taqdim dan qoshor sholat Dhuhur dan Ashar di masjid Ibrahim (disebut juga masjid Namirah atau masjid Arafah) yaitu menggabung shalat Dhuhur dan Ashar di waktu dhuhur dengan satu adzan dan 2 kali iqamat, dua raka’at-dua raka’at. Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulallah saw yang diriwayatkan dari Jabir ra dengan haditsnya yang panjang.
Kita bisa membayangkan kondisi arafah di zaman para sahabat. Jangan anda bayangkan bahwa kondisi mereka seperti jemaah haji kita saat ini. Jemaah haji Indonesia hanya menempuh 10 jam untuk tiba di tanah suci, sedangkan para sahabat harus menempuhnya kurang lebih dalam 10 hari. Jemaah kita menaiki pesawat yang full AC, sedangkan para sahabat hanya mengendarai unta dengan terpaan hawa panas gurun sahara.

Dapat dipastikan bahwa setelah 10 hari lebih dalam keadaan ihram, rambut mereka pasti kusut dan berdebu.

Mereka juga tidak tinggal dalam kemah yang sejuk dengan makanan yang melimpah. Mayoritas sahabat -termasuk Rasulullah- justru melalui hari yang demikian terik tadi tanpa naungan apapun.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ‎Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُولُ انْظُرُوا إِلَى عِبَادِى أَتَوْنِى شُعْثاً غُبْراً

Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla membanggakan orang yang wukuf di Arafah pada siang hari arafah. Allah berfirman, ‘Lihatlah kepada para hamba-Ku. Mereka mendatangi-Ku dengan rambut kusut dan badan berdebu.’ (HR. Ahmad 7288 dan dishahihkan al-Albani).

Singkatnya, pada hari itu terkumpullah pada mereka sejumlah faktor penting penyebab terkabulnya doa. Mulai dari kondisi yang memprihatinkan, waktu dan tempat yang mulia, hingga dekatnya Allah kepada mereka.

Di saat itulah, doa menjadi sangat mustajab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Sebaik-baik doa, adalah doa di hari Arafah. Dan sebaik-baik doa yang kupanjatkan dan dipanjatkan oleh para nabi sebelumku, adalah

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلىَ كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ

“Tiada ilah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya. MilikNya semua kerajaan, dan bagiNya segala pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu (HR. Tirmidzi 3934 dan dihasankan al-Albani).

Semoga Allah memudahkan kita untuk menyusul mereka yang mendahului kita dalam kebaikan.‎

Penjelasan Tentang ALLOH Dekat Dengan Hamba Yang Selalu Mengingat-Nya


Ketika hamba semakin dekat pada Allah, maka Allah lebih dekat lagi padanya. Sehingga hal ini mengingatkan kita jangan sampai lalai dari mengingat atau berdzikir pada Allah. Juga hadits ini membicarakan bagaimana Allah sesuai dengan sangkaan hamba-Nya, yang di mana hal ini menuntut kita supaya selalu husnuzhon pada Allah dalam do’a dan rasa harap.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Hadits ini adalah hadits qudsi, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala (lafazh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maknanya dari Allah). Hadits ini adalah hadits yang amat mulia di mana berisi perkara mulia yang berkenaan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu berisi pembicaraan sifat-sifat Allah.

Hadis ini memberikan motivasi kepada orang-orang beriman agar sentiasa berzikir mengingat Allah swt dalam situasi dan apa jua keadaan sekalipun, merasakan kehadiran Allah swt dalam setiap gerak dan diamnya, merasakan dekatnya Allah swt saat bersendiri dan ketika bersama orang banyak, merasakan Ma’iyyatullah (kebersamaan) dengan Allah swt ketika senang mahupun susah. Sehingga saat senang tidak lupa diri dan hilang control, dan ketika susah atau ditimpa musibah tidak merasa putus asa, kerana merasakan adanya Dia Yang Maha Berkuasa sebagai tempat bersandar dan mengadu keluh kesah. Hadis ini juga mengajarkan kepada orang-orang yang beriman bahawa Allah swt selalu membalas lebih dari apa yang dilakukan manusia yang selalu ingin dekat kepada-Nya dan yang merindukan keagungan-Nya. Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang sentiasa berzikir mengingat-Nya,

Janganlah kita lengah, lalai dan menyangka ada di antara aktivitas kita yang tidak diketahui Allah. Jika kita melakukan perbincangan rahasia sekalipun dengan beberapa orang tertentu, ketahuilah sesungguhnya bukan hanya orang-orang tertentu itu saja yang tahu, tapi juga Allah. Sebagaimana tersebut dalam ayatNya yang mulia :
 
أَلَمْ تَرَ أَنَّ الله َيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُوْنُ مِنْ نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوْا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
 ‎
“Tidakkah mereka melihat bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu di langit dan di bumi. Tidaklah ada 3 orang yang berbisik (berbincang) kecuali Dia-lah yang ke-empat, dan tidak pula ada 5 orang kecuali Dialah Yang ke-enam, tidaklah kurang atau lebih dari itu kecuali Dia selalu bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian akan dikhabarkan kepada mereka segala sesuatu yang telah mereka kerjakan nanti pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(Q.S Al-Mujaadilah : 7)

Allah Subhaanahu WaTa’ala memberikan ancaman keras kepada orang-orang munafiq :
 
يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ اْلقَوْلِ وَ كَانَ اللهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا

“Mereka bisa bersembunyi dari manusia namun tidak bisa bersembunyi dari Allah. Dan Dialah Allah yang bersama mereka ketika mereka merahasiakan ucapan-ucapan yang tidak diridlai. Dan adalah Allah ilmuNya meliputi segala yang mereka lakukan”(Q.S AnNisaa’ :108)‎

Bagaimana bisa kita menghindar dan bersembunyi dari Allah, padahal Dialah Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu :

يَعْلَمُ خَائِنَةَ اْلأعْيُنِ وَمَاتُخْفِي الصُّدُوْرُ

“Dialah Allah Yang Mengetahui mata yang berkhianat dan segala yang tersembunyi dalam dada”(Q.S AlMu’min :19)

Alloh dekat Dengan Hamba hamba-Nya

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman;


وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186) 

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS Al-Baqoroh Ayat-186)

Adapun hadits yang menjelaskan tentang “dekatnya” Allah adalah hadits dari Abu Musa al-asy’ari radhiyallahu anhu ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam suatu peperangan, tidaklah kami menuruni atau menaiki lembah melainkan kami bertakbir mengeraskan suara kami. Abu Musa menceritakan kembali : Lalu Rasulullah ‎shallallahu alaihi wasallam mendekati kami dan bersabda :‎

 أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّمَا تََدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا، إِنَّ الَّذِي تَدْعُوْنَ أَقْرَبُ إِلىَ أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ‎

“Wahai sekalian, kasihanilah diri kalian , sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada yang tuli dan ghaib, sesungguhnya kalian berdoa kepada Allah yang Maha mendengar dan Maha melihat, sesungguhnya Allah yang kalian seru lebih dekat pada kalian dari leher binatang tunggangan kalian.” (Shahih, riwayat Ahmad 19599, al-Bukhari 6610, Muslim 2704)
Allah mengkhabarkan kepada hambaNya bahwa diriNya begitu dekat, dan hendaknya meminta dan berdoa langsung kepadaNya tidak melalui perantaraan apapun.

Rasulullah bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحْمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلُأخْرَى وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلِهَا قَالُوْا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللهُ أَكْثَرُ‎

“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan suatu do’a yang tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturrahmi kecuali Allah akan memberikan 3 kemungkinan : ‘Bisa jadi Allah segerakan terkabulnya doa tersebut, atau Allah simpan baginya pahala di akhirat, atau Allah palingkan (selamatkan) ia dari keburukan (bencana/marabahaya) yang semisalnya. Para Sahabat berkata : ‘Kalau begitu kami akan memperbanyak doa’. Rasul berkata: Allah akan lebih banyak lagi (mengabulkan doa)”(H.R Ahmad, AlBaihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Al-Hakim dan dishahihkan pula oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany dalam kitab Shohiihul Jaami’ (5714))

Kita bahkan dianjurkan untuk selalu meminta kepada Allah bahkan dalam hal-hal yang kecil, sederhana, dan mungkin kita anggap remeh. Sebagaimana Nabi pernah berpesan :

لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى شِسْعِ نَعْلِهِ

“ Handaknya kalian meminta seluruh hajat (keinginannya) pada Tuhannya meskipun cuma (minta) tali sandal”(H.R at-Tirmidzi, dinukil oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari (2/300), diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Sering kita dengar keengganan orang-orang untuk banyak dan sering berdo’a kepada Allah dengan alasan ’mestinya kita malu sering-sering meminta kepada Allah’. Sikap semacam ini dilandasi oleh perasaan menyamakan Allahdengan makhlukNya. Berbeda dengan makhluk yang pasti memiliki perasaan tidak suka jika selalu dimintai tolong, Allah Maha Suci dan jauh dari sifat tersebut. Bahkan Rasulullah bersabda :

مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang tidak (pernah) meminta kepada Allah, Allah murka padanya” (H.R At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, AlBazzar, al-Hakim, AlBukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Jika manusia dimintai sesuatu, akan berkuranglah miliknya sesuai dengan kadar jumlah yang diminta. Berbeda dengan Allah, sebagaimana dalam hadits Qudsi :
يَا عِبَادِيْ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوْا فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِيْ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِيْ إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ اْلمِخْيَطُ إِذَا اُدْخِلَ اْلبَحْر
“ Wahai hamba-hambaKu, kalau seandainya kalian seluruhnya, dari awal sampai akhir, jin dan manusia seluruhnya berdiri di satu tempat, dan semuanya meminta kepadaKu, maka Aku akan beri masing-masing sesuai yang diminta, tidaklah berkurang dariKu sedikitpun kecuali seperti berkurangnya air di lautan yang menempel di jarum yang dicelupkan pada laut” (H.R. Muslim dalam Shahihnya dan At-Tirmidzi)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abdah ibnu Abu Barzah As-Sukhtiyani, dari As-Silt ibnu Hakim ibnu Mu'awiyah (yakni Ibnu Haidah Al-Qusyairi), dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ada seorang penduduk Badui bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat, maka kita akan bermunajat (berbisik) kepada-Nya; ataukah Dia jauh, maka kita akan menyeru-Nya?" Nabi Saw. diam, tidak menjawab. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186)‎

Dengan kata lain, apabila kamu perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Ku, hendaklah mereka berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan mereka.‎

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Humaid Ar-Razi, dari Jarir dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih serta Abusy Syekh Al-Asbahani, melalui hadis Muhammad ibnu Abu Humaid, dari Jarir dengan lafaz yang sama.‎
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Auf, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw., "Di manakah Tuhan kita?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, telah sampai kepada Ata bahwa ketika firman-Nya ini diturunkan: Dan Tuhan kalian berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian." (Al-Mumin: 60) Maka orang-orang bertanya, "Sekiranya kami mengetahui, saat manakah yang lebih tepat untuk melakukan doa bagi kami?" Maka turunlah firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ الثَّقَفِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاة فَجَعَلْنَا لَا نَصْعَدُ شَرَفًا، وَلَا نَعْلُو شَرَفًا، وَلَا نَهْبِطُ وَادِيًا إِلَّا رَفَعْنَا أَصْوَاتَنَا بِالتَّكْبِيرِ. قَالَ: فَدَنَا مِنَّا فَقَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أرْبعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فإنَّكم لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا، إِنَّ الذِي تَدْعُونَ أقربُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُق رَاحِلَتِهِ. يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ، أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَةً مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِالْلَّهِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Abdul Majid As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Hazza, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan, "Ketika kami (para sahabat) bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan, tidak sekali-kali kami menaiki suatu tanjakan dan berada di tempat yang tinggi serta tidak pula kami menuruni suatu lembah melainkan kami mengeraskan suara kami seraya mengucapkan takbir." Abu Musa melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi Saw. mendekat ke arah kami dan bersabda: 'Hai manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukan berseru kepada orang yang tuli, bukan pula kepada orang yang gaib; sesungguhnya kalian hanya berseru kepada Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya Tuhan yang kalian seru lebih dekat kepada seseorang di antara kalian daripada leher unta kendaraannya. Hai Abdullah ibnu Qais, maukah kamu kuajarkan suatu kalimat (doa) yang termasuk perbendaharaan surga? (Yaitu) la haula wala quwwata ilia billah (tiada upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)'."
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan jamaah lainnya melalui hadis Abu Usman An-Nahdi yang nama aslinya ialah Abdur Rahman ibnu Ali, dari Abu Musa Al-Asy'ari dengan lafaz yang semisal.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Aku menurut dugaan hamba-Ku mengenai diri-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika dia berdoa kepada-Ku."

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ كَرِيمَةَ بِنْتِ الْخَشْخَاشِ الْمُزَنِيَّةِ، قَالَتْ: حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قَالَ اللَّهُ: أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي، وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ubaidillah, dari Karimah binti Ibnu Khasykhasy Al-Muzaniyyah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Hurairah yang pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Allah Swt. berfirman, "Aku selalu bersama hamba-Ku selagi ia ingat kepada-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut-Ku."‎

Menurut kami, hadis ini sama pengertiannya dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:‎

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl: 128)
Sama pula dengan firman-Nya kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, yaitu:

إِنَّنِي مَعَكُما أَسْمَعُ وَأَرى

Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha: 46)
Makna yang dimaksud dari kesemuanya itu adalah, Allah Swt. tidak akan mengecewakan doa orang yang berdoa kepada-Nya dan tidak sesuatu pun yang menyibukkan (melalaikan) Dia, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di dalam pengertian ini terkandung anjuran untuk berdoa, dan bahwa Allah Swt. tidak akan menyia-nyiakan doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan: 

حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا رَجُلٌ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عُثْمَانَ -هُوَ النَّهْدِيُّ -يُحَدِّثُ عَنْ سَلْمَانَ -يَعْنِي الْفَارِسِيَّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَيَسْتَحْيِي أَنْ يَبْسُطَ الْعَبْدُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ يَسْأَلُهُ فِيهِمَا خَيْرًا فَيَرُدُّهُمَا خَائِبَتَيْنِ". قَالَ يَزِيدُ: سَمَّوْا لِي هَذَا الرَّجُلَ، فَقَالُوا: جَعْفَرُ بْنُ مَيْمُونٍ

telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang pernah mendengar dari Abu Usman (yakni An-Nahdi) ketika ia menceritakan hadis berikut dari Salman (yakni Al-Farisi r.a.), bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. benar-benar malu bila ada seorang hamba mengangkat kedua tangannya memohon suatu kebaikan kepada-Nya, lalu Allah menolak permohonannya dengan kedua tangan yang hampa. Yazid berkata, "Sebutkanlah kepadaku nama lelaki itu." Mereka menjawab bahwa dia adalah Ja'far ibnu Maimun. 

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Ibnu Majah melalui hadis Ja'far ibnu Maimun (pemilik kitab Al-Anbat) dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib. Hadis ini diriwayatkan pula oleh sebagian dari mereka, tetapi dia tidak me-rafa'-kannya. Syekh Al-Hafiz Abul Hajjah Al-Mazi di dalam kitab Atraf-nya mengatakan bahwa periwayatan hadis ini diikuti pula oleh Abu Hammam Muhammad ibnu Abuz Zabarqan, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman An-Nahdi dengan lafaz yang sama.‎

Imam Ahmad mengatakan pula: ‎

حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا عَليّ بْنُ دُؤاد أَبُو الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِي، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ: إِمَّا أَنْ يعجِّل لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدّخرها لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا" قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ. قَالَ: "اللَّهُ أَكْثَرُ "

telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abul Mutawakkil An-Naji, dari Abu Sa'id, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Tiada seorang muslim pun yang memanjatkan suatu doa kepada Allah yang di dalamnya tidak mengandung permintaan yang berdosa dan tidak pula memutuskan silaturahmi, melainkan Allah pasti memberinya berkat doa itu salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Adakalanya permohonannya itu segera dikabulkan, adakalanya permohonannya itu disimpan oleh Allah untuknya kelak di hari kemudian, dan adakalanya dipalingkan darinya suatu keburukan yang semisal dengan permohonannya itu. Mereka (para sahabat) berkata, "Kalau begitu, kami akan memperbanyak doa." Nabi Saw. menjawab, "Allah Maha Banyak (Mengabulkan Doa)."‎

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ الْكَوْسَجُ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْبَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَكْحُولٍ، عَنْ جُبَير بْنِ نُفَيْرٍ، أَنَّ عُبَادة بْنَ الصَّامِتِ حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ مِنْ رَجُلٍ مُسْلِم يَدْعُو اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، بِدَعْوَةٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا، أَوْ كَفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا، مَا لَمْ يَدعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ"

Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur Al-Kausaj, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sauban, dari ayahnya, dari Makhul, dari Jubair ibnu Nafir, bahwa Ubadah ibnus Samit pernah menceritakan hadis berikut kepada mereka, yaitu Nabi Saw. pernah bersabda:tiada seorang lelaki muslim pun di muka bumi ini berdoa kepada Allah Swt. memohon sesuatu melainkan Allah pasti mengabulkan permintaannya itu atau mencegah darinya keburukan yang seimbang dengan permintaannya, selagi dia tidak meminta hal yang berdosa atau memutuskan hubungan silaturahmi.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darami,dari Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, dari Ibnu Sauban (yaitu Abdur Rahman ibnu Sabit ibnu Sauban) dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih bila ditinjau dari jalur yang terakhir ini.
وَقَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ -مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ: "يُسْتَجَاب لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجل، يَقُولُ: دعوتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي".

Imam Malik meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Abu Ubaid maula Ibnu Azhar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Dikabulkan bagi seseorang di antara kalian selagi dia tidak tergesa-gesa mengatakan, "Aku telah berdoa, tetapi masih belum diperkenankan juga bagiku."
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Malik dengan lafaz yang sama. Hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Bukhari rahimahullah.
قَالَ مُسْلِمٌ أَيْضًا : حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ ربيعة ابن يَزِيدَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الخَوْلاني، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الاستعجال؟ قال: "يقول: قددعوتُ، وَقَدْ دَعَوتُ، فَلَمْ أرَ يستجابُ لِي، فَيَسْتَحسر عِنْدَ ذَلِكَ، وَيَتْرُكُ الدُّعَاءَ"

Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepadaku Abut Tahir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Rabi'ah, dari Yazid, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Doa .seorang hamba masih tetap dikabulkan selagi dia tidak mendoakan hal yang berdosa atau yang memutuskan silaturahmi, bilamana dia tidak tergesa-gesa. Lalu ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa itu?" Beliau Saw. menjawab, "Seorang hamba mengatakan, 'Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi masih belum diperkenankan juga bagiku,' lalu saat itu dia merasa kecewa dan menghentikan doanya."‎

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا ابْنُ هِلَالٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَزَالُ الْعَبْدُ بِخَيْرٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ". قَالُوا: وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: "يَقُولُ: قَدْ دعوتُ رَبِّي فَلَمْ يَسُتَجبْ لِي"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang hamba masih tetap berada dalam kebaikan selagi dia tidak tergesa-gesa. Mereka (sahabat) bertanya, "Bagaimanakah pengertian tergesa-gesa itu?" Beliau Saw. menjawab, "Dia mengatakan, 'Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tetapi masih belum diperkenankan juga bagiku'."
Imam Abu Ja'far At-Tabari di dalam kitab tafsirnya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit telah menceritakan kepadanya, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Siti Aisyah r.a. yang pernah mengatakan bahwa tidak sekali-kali seorang hamba yang mukmin berdoa kepada Allah memohon sesuatu, lalu doanya itu disia-siakan, sebelum disegerakan baginya di dunia atau ditangguhkan baginya untuk di akhirat, selagi dia tidak tergesa-gesa atau putus asa. Urwah bertanya, "Wahai bibi, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa dan putus asa itu?" Siti Aisyah menjawab, "Dia mengatakan, 'Aku telah meminta, tetapi tidak diberi; dan aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan'."
Ibnu Qasit mengatakan pula bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan hal yang serupa dengan apa yang dikatakan oleh Siti Aisyah r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُليّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "الْقُلُوبُ أَوْعِيَةٌ، وَبَعْضُهَا أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ أَيُّهَا النَّاسُ فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ، فَإِنَّهُ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Amr, dari Ibnu Abdur Rahman Al-Jaili, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hati manusia itu bagaikan wadah, sebagian di antaranya lebih memuat daripada sebagian yang lain. Karena itu, apabila kalian meminta kepada Allah, hai manusia, mintalah kepada-Nya, sedangkan hati kalian merasa yakin diperkenankan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan bagi hamba yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang lalai.

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بن إبراهيم بن أبيَّ بن نافع ابن مَعْدِ يكَرِبَ بِبَغْدَادَ، حَدَّثَنِي أُبَيُّ بْنُ نَافِعٍ، حدثني أبي نَافِعِ بْنِ مَعْدِ يكَرِبَ، قَالَ: كُنْتُ أَنَا وَعَائِشَةُ سألتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْآيَةِ: {أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ} قَالَ: "يَا رَبِّ، مَسْأَلَةُ عَائِشَةَ". فَهَبَطَ جِبْرِيلُ فَقَالَ: اللَّهُ يُقْرِؤُكَ السَّلَامَ، هَذَا عَبْدِي الصَالِحٍ بِالنِّيَّةِ الصَّادِقَةِ، وقلبُه نَقِيٌّ يَقُولُ: يَا رَبِّ، فَأَقُولُ: لَبَّيْكَ. فَأَقْضِي حَاجَتَهُ.

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Abu Nafi' ibnu Ma'di Kariba di Bagdad, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Nafi' ibnu Ma'di Kariba yang mengatakan bahwa ia dan Siti Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai makna firman-Nya: Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186) Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai Tuhanku, ini adalah pertanyaan Aisyah?" Maka turunlah Malaikat Jibril dan berkata: Allah menyampaikan salam-Nya kepadamu, ada seorang hamba-Ku yang saleh, dengan niat yang benar dan hatinya bersih mengatakan, "Wahai Tuhanku." Maka Aku berfirman, "Labbaika," lalu Aku penuhi permintaannya.‎
Akan tetapi, hadis ini garib bila ditinjau dari sanad ini.

وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه مِنْ حَدِيثِ الْكَلْبِيِّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: حَدَّثَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ: {وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ} الْآيَةَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ أَمَرْتَ بِالدُّعَاءِ، وتوكَّلْتَ بِالْإِجَابَةِ، لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ، وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، أَشْهَدُ أَنَّكَ فَرْدٌ أَحَدٌ صَمَد لَمْ تَلِدْ وَلَمْ تُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَكَ كُفُوًا أَحَدٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ وَعْدَكَ حَقٌّ، وَلِقَاءَكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةَ حَقٌّ، وَالنَّارَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا، وَأَنْتَ تَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ"

Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari hadis Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. pernah membacakan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186), hingga akhir ayat. Maka Rasulullah Saw. bersabda: ya Allah, Engkau memerintahkan untuk berdoa dan aku bertawakal dalam masalah pengabulannya. Kupenuhi seruan-Mu, ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagimu, kupenuhi seruan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat hanyalah milik-Mu dan begitu pula semua kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa Engkau tiada tandingan lagi Maha Esa, bergantung kepada-Mu segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan-Mu. Aku bersaksi bahwa janji-Mu adalah benar, pertemuan dengan-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, dan hari kiamat pasti akan datang tanpa diragukan lagi, dan Engkaulah yang akan membangkitkan manusia dari kuburnya.‎

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى الْأَرْزِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى القُطَعي  قَالَا حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا صَالِحٍ المُرِّي، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، وَاحِدَةٌ لَكَ وَوَاحِدَةٌ لِي، وَوَاحِدَةٌ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَكَ؛ فَأَمَّا التِي لِي فَتَعْبُدُنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا، وَأَمَّا التِي لَكَ فَمَا عملتَ مِنْ شَيْءٍ وَفَّيْتُكَه وَأَمَّا التِي بَيْنِي وَبَيْنَكَ فَمِنْكَ الدُّعَاءُ وَعَلِيَّ الْإِجَابَةُ"

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan pada kami Al-Hasan ibnu Yahya Al-Azdi dan Muhammad ibnu Yahya Al-Qat'i; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Mari, dari Al-Hasan, dari Anas, dari Nabi Saw. yang bersabda: Allah SWT berfirman, "Hai anak Adam, satu hal untukmu, dan satu hal untuk-Ku, serta satu hal lagi antara Aku dan kamu. Adapun hal yang untuk-Ku ialah kamu harus menyembah-Ku, janganlah kamu persekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan adapun yang bagimu ialah semua hal yang kamu lakukan atau amal apa pun, maka Aku pasti menunaikan (pahala)nya kepadamu. Dan adapun yang antara Aku dan kamu ialah kamu berdoa dan Aku yang memperkenankan (mengabulkan).
Penyisipan anjuran untuk berdoa di antara hukum-hukum puasa ini mengandung petunjuk yang menganjurkan agar berdoa dengan sekuat tenaga di saat menyempurnakan bilangan Ramadan, dan bahkan di setiap berbuka. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud At-Tayalisi di dalam kitab Musnad-nya: 


حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَلِيكِيُّ، عَنْ عَمْرو -هُوَ ابْنُ شُعَيْبِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "لِلصَّائِمِ عِنْدَ إِفْطَارِهِ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ". فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو إِذْ أَفْطَرَ دَعَا أَهْلَهُ، وَوَلَدَهَ وَدَعَا

telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al-Mulaiki, dari Amr (yakni Ibnu Syu'aib ibnu Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amr), dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah Ibnu Amr) yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Bagi orang puasa di saat berbukanya ada doa yang dikabulkan. Tersebutlah bahwa Abdullah ibnu Amr selalu berdoa untuk keluarga dan anaknya; begitu pula anak dan keluarganya, sama-sama berdoa ketika berbuka puasa.
Abu Abdullah Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah di dalam kitab sunannya; 

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ الْمَدَنِيِّ، عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوةً مَا تُرَدّ". قَالَ عَبْد اللَّهِ بْنُ أَبِي مُليَكة: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرو يَقُولُ إِذَا أَفْطَرَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ التِي وسعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي .

telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Ishaq ibnu Abdullah Al-Madani, dari Ubaidillah ibnu Abu Mulaikah, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:Sesungguhnya bagi orang puasa di saat berbukanya terdapat doa yang tidak ditolak(untuknya). Ubaidillah ibnu Abu Mulaikah mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr selalu mengucapkan doa berikut bila berbuka:Ya Allah, sesungguhnya Aku memohon demi rahmat-Mu yang memuat segala sesuatu, sudilah kiranya Engkau mengampuniku.

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad, Sunan Turmuzi, Nasai, dan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:‎

" ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حتى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ دُونَ الْغَمَامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَيَقُولُ: بعزتي لأنصرنك ولو بعد حين"

Ada tiga macam orang yang doanya tidak ditolak, yaitu imam yang adil, orang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah sampai di bawah gamam (awan) di hari kiamat nanti, dan dibukakan baginya semua pintu langit, dan Allah berfirman, "Demi kemuliaan-Ku, Aku benar-benar akan menolongmu, sekalipun sesudahnya.”

Allah dekat dengan hamba-hamba-Nya, meliputi ilmu-Nya terhadap segala sesuatu. Maka Dia mendengar perkataan mereka dan melihat perbuatan mereka. Maksudnya, ingatkanlah wahai Rasul, kepada hamba-hamba-Ku terhadap apa yang wajib mereka jaga dalam ibadah ini maupun selainnya berupa ketaatan, ikhlas, taubat dan hanya menghadap kepada-Ku dengan berdoa. Dan kabarkanlah kepada mereka bahwa Aku dekat dengan mereka, tidak ada hijab di antara-Ku dan di antara mereka. Tidak pula ada wali maupun pemberi syafaat yang menyampaikan doa dan ibadah mereka kepada-Ku, (tidak ada pula wali maupun pemberi syafaat) yang bersekutu dengan-Ku dalam menjawab (doa) mereka dan memberi pahala kepada mereka. Dan Aku menjawab doa orang yang berdoa kepada-Ku tanpa perantaraan seorangpun apabila orang yang berdoa tersebut benar-benar menghadapkan wajahnya kepada-Ku semata dalam memohonkan keinginannya. Karena sesungguhnya Akulah yang telah menciptakannya dan Akulah yang paling mengetahui bisikan yang ada pada jiwanya.
Orang yang mengetahui syariat dan sunnah-sunnah Allah pada makhluknya tidak akan bermaksud dengan doanya kecuali hidayah-Nya kepada sebab-sebab yang dapat menyampaikannya kepada terwujudnya apa yang dia sukai/ingini dan tercapainya maksud-maksudnya. Maka apabila dia meminta kepada Allah untuk menambahkan rizkinya, dia tidak bermaksud agar langit hujan emas dan perak. Dan apabila dia meminta kesembuhan dari sakitnya yang melelahkannya dalam pengobatannya, maka dia tidak bermaksud agar Allah menembus/merobek apa yang sudah menjadi kebiasaan, akan tetapi dia menginginkan taufiq-Nya kepada penyembuhan yang menjadi sebab kesembuhannya. Dan barang siapa yang meninggalkan tindakan dan usaha dan menuntut agar diberikan harta maka dia bukan orang yang berdoa melainkan dia adalah orang yang jahil (bodoh). Dan begitu pula orang yang sakit yang tidak menjaga pantangan dan tidak menggunakan obat, sementara dia meminta kesembuhan dan kesehatan. Karena sesungguhnya dua orang yang dimisalkan tersebut sedang menuntut batalnya sunnah-sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah pada penciptaan.

Dan doa yang diminta ialah doa dengan ucapan bersama menghadapkan wajah kepada Allah dengan hati. Dan hal itu merupakan pengaruh dari perasaan butuh kepada-Nya. Dan orang yang mengingatkan keagungan-Nya dan kemuliaan-Nya. Dan dari sana, Nabi menyebut doa sebagai inti dari ibadah. Ijabahnya doa ialah diterimanya doa dari orang yang ikhlas kepada-Nya dan minta tolong kepada-Nya, sama saja baik apa yang dia minta sampai kepadanya secara tampak ataupun tidak sampai kepadanya. Dan ayat yang semisal ialah firman-Nya dalam surat Qaaf:

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16)

Dan kami lebih dekat dengannya daripada urat nadi.

Dan berdasarkan hal ini maka tidak boleh seseorang berdoa dengan meninggikan suaranya, dan tidak pula kepada perantaraan antara mereka dan Dia dalam meminta hajat sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik berupa tawassul dengan syafaat dan perantara-perantara sesembahan.

فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي

Al-istijaabah ialah menjawab dengan penuh perhatian dan persiapan. Maksudnya ketika Aku dekat dengan mereka, menjawab doa orang yang berdoa kepada-Ku, maka hendaknya mereka menjawab seruanku dengan menegakkan amalan-amalan yang Aku perintahkan kepada mereka berupa iman, ibadah-ibadah yang bermanfaat bagi mereka seperti puasa, shalat, zakat dan lain-lain berupa amalan yang aku serukan kepada mereka, sebagaimana aku menjawab doa mereka dengan menerima ibadah mereka.
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

 Ar-rusydu dan ar-rosyad ialah lawan kata al-ghayyu (kesesatan) dan al-fasad (kerusakan): 

Maksudnya sesungguhnya amal-amal apabila ia muncul karena adanya ruh iman maka diharapkan pelakunya mendapatkan petunjuk dan hidayah. Adapun apabila amalan tersebut muncul karena mengikuti kebiasaan, sesuai dengan kelompok-kelompok yang ada maka hal itu tidak dianggap sebagai amalan yang karena petunjuk dan takwa. Akan tetapi bisa saja menambah pelakunya peperangan dalam syahwat, dan kerusakan dalam akhlak. Sebagaimana hal itu bisa disaksikan di hadapan orang-orang yang berpuasa karena taklid kepada bapak-bapak mereka dan keluarga mereka, bukan karena ikhlas kepada Tuhannya dan mencari pahala-Nya.

Allah dekat dengan hambaNya, bahkan sangat dekat. Allah sendiri menyatakan :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ اْلوَرِيْدِ

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan Kami Maha Mengetahui segala yang terbesit dalam jiwanya, dan Kami lebih dekat kepadanya dibandingkan urat lehernya”(Q.S Qoof: 16)

Allah Bersama Orang-orang yang Beriman, Menolong dan Menguatkan Mereka

Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Harun :

إِنَّنِيْ مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“ … Sesungguhnya Aku senantiasa bersama kalian berdua, Aku Mendengar dan Aku Melihat “(Q.S Thoha :46)
Al-Imam AlQurthubi menyatakan : “ Firman Allah : ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian berdua ‘ yang dimaksud adalah dengan bantuan dan pertolongan “(Tafsir AlQurthubi juz 11 hal 203).
Allah mengabadikan ucapan Rasulullah untuk menguatkan hati Abu Bakar dalam ayatNya :

إِلاَّ تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي اْلغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّاللهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ اْلعُلْيَا وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Jika kalian tidak menolongnya, maka sungguh Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkan mereka. Salah satu dari kedua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika ia berkata kepada Sahabatnya,’Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita’.Maka kemudian Allah turunkan ketenangan dan menguatkannya dengan tentara-tentara yang tidak terlihat, dan Allah jadikan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah (hina) dan Kalimat Allah menjadi Tinggi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(Q.S AtTaubah : 40)
Ayat tersebut adalah sebagaimana dikisahkan sendiri oleh Rasulullah dalam haditsnya :
عَنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اْلغَارِ فَرَأَيْتُ آثَارَ الْمُشْرِكِيْنَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ رَفَعَ قَدَمَهُ رَآناَ قَالَ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا
“Dari Abu Bakar asSiddiq radliyallaahu ‘anhu, beliau berkata :”Aku bersama Rasulullah di dalam gua, kemudian aku melihat tanda-tanda orang musyrikin. Kemudian aku berkata : ‘Wahai Rasulullah, kalau seandainya mereka mengangkat kaki mereka, pasti mereka bisa melihat kita !’Rasul menjawab : ‘Bagaimana pendapatmu dengan 2 orang yang (disertai) sebagai (pihak) ketiga adalah Allah!’ (H.R Bukhari dalam Shahihnya)
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa Allah adalah berada di atas langit namun sangat dekat dengan hambaNya, karena Ia senantiasa Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berkuasa atas seluruh hambaNya.Untuk orang yang beriman dan bertaqwa, kedekatan Allah tersebut memiliki makna tambahan yang khusus, yaitu Allah senantiasa bersama mereka, membantu, membimbing, memberikan taufiq untuk senantiasa berjalan dalam jalur yang diridlaiNya.
Manfaat Kesadaran akan Dekatnya Allah
1. Menghantarkan manusia pada sikapmuroqobah (senantiasa merasa dalam pengawasan Allah), sehingga ia akan berupaya menjaga dirinya untuk selalu berbuat dan bertindak sesuai dengan perintah Allah dan berupaya menjauhi laranganNya.

2. Berupaya senantiasa ‘menjaga Allah‘ , sehingga dengan demikian Allah akan senantiasa menjaga kita. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah Shollallaahu‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas :

يَاغُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَلَوِاجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ‎ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُف
“ Wahai anak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat : ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati Ia ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepadaNya. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepadaNya. Ketahuilah, bahwa kalau seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, tidak akan sampai manfaat itu kepadamu kecuali jika Allah tetapkan sampai kepadamu. Dan jika seluruh umat berkumpul untuk menimbulkan mudharat kepadamu, tidak akan bisa memudharatkanmu sesuatupun kecuali jika Allah tetapkan sesuatu bisa memudharatkanmu. Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran “(H.R atTirmidzi, Ahmad, Abu Ya’la, AlHaakim, dan atTirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan shohih)‎

Dijelaskan oleh alHafidz Ibnu Rajab makna ‘menjaga Allah‘ adalah : menjaga batasan – batasan (yang dibuat Allah) dengan tidak melampauinya, hak–hak Allah dengan senantiasa memperhatikan dan menunaikannya, menjalankan perintah – perintahNya dan menjauhi larangan – laranganNya.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...