Jumat, 15 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Adab Bercinta (Jima')

 

Segala puji hanya milik Allah yang telah berfirman dalam Kitab-Nya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ﴿الروم : ٢١﴾

 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Qs Ar Ruuma yat 21).

Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Junjungan kita Muhammad SAW yang telah bersabda dalam haditsnya,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُالأُمَمَ ، وفي رواية:  إِنِّى مُكَاثِرٌ الأَنْبِيَاءَيَوْمَ الْقِيَامَةِ 
(رواه أبو داود والنسائي والحاكموغيرهم)

“Nikahilah wanita yang penyayang lagi banyak anak, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Hakim, dan lainnya)

Islam telah mengatur adab-adab orang yang telah menikah dan ketika akan mengumpuli istrinya. Adab-adab ini seringkali terlupakan atau tidak diketahui oleh orang kebanyakan bahkan oleh orang yang rajin beribadah.

Wahai saudaraku seorang muslim! Ketika anda menyetubuhi isteri anda untuk mendapatkan keturunan, atau untuk menghindarkan diri dari kemaksiatan, atau untuk menghindarkan isteri anda dari perbuatan dosa… di sana terdapat pahala yang sangat besar.

Bergaul dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik)

Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti, tidak menangguhkan hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah manis dan ceria di hadapan istri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang  paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484.

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. [QS Al Baqarah :223]

عن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ الْيَهُودُ تَقُولُ إِذَا جَامَعَهَا مِنْ وَرَائِهَا جَاءَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ فَنَزَلَتْ نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

Dari Jabir diriwayatkan bahwa orang yahudi beranggapan, jika seseorang bergaul dengan isterinya dari arah belakang, maka anaknya akan juling. Ayat ini turun sebagai bantahan terhadap anggapn tersebut. Hr. Al-Bukhari (194-256H)

Ada seorang shahabat menghadap Rasul SAW, mengatakan bahwa ia tidak menggauli isterinya dan tidak pula nadzar untuk itu. Rasul bersabda:

ائْتِ حَرْثَكَ أَنَّى شِئْتَ وَأَطْعِمْهَا إِذَا طَعِمْتَ وَاكْسُهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تُقَبِّحْ الْوَجْهَ وَلَا تَضْرِبْ

Gaulilah isterimu sesuai keinginanmu, berilah makan sesuai yang kamu makan, beri pakaian seperti kamu berpakaian, jangan mencampakkan wajahnya dan jangan pula memukulnya. [Hr. Abu Dawud]

Diriwayatkan dari Ibn Umar r.a, bahwa ketika syari’ah Islam turun, masyarakat terdiri dari penyembah berhala, yahudi dan nashrani. Peristiwa hijrah membawa umat dari Mekah ke Madinah. Di Madinah kaum yahudi dinggap paling berilmu, mereka punya aturan tidak boleh menggauli isteri, kecuali dengan satu cara. Sedangkan kaum Quraisy sudah biasa melakukannya dengan berfariasi. Ada seorang muhajir nikah dengan kaum anshar dan mengajak bergaul suami isteri secara fariasi, sambil duduk, berdiri, dari belakang dan dari depan. Hal ini ditolak isterinya dan dianggap perbuatan munkar. Kemudian perselisihan ini diadukan kepada Rasul SAW, maka turunlah Qs.2:223 ini. Beliau menandaskan:

نِسَاؤكُم حَرْثٌ لَكُم فَأتُوا  حَرْثَكُمْ  أنَّى شِئْتُم أيْ مُقْبِلات وَمُدْبِرَات ومُسْتَلْقِيَات يَعْنِي بِذلِكَ مَوْضِع الوَلد

 silakan apakah dari belakang, berbaring, duduk, atau berdiri asalkan pada tempat lahirnya anak.  [Hr. Abu Daud]

Isteri dilambangkan tempat bercocok tanam, yang hasil panennya dipengaruhi oleh kondisi tanah, kualitas benih, air hujan, dan sinar matahari. Kehidupan berkeluarga bagaikan bertani yang membutuhkan pemeliharaan, penggarapan secara baik. Keturunan yang akan dihasilkan pun sangat terpengaruh oleh kondisi istri, kepemimpinan suami, dan lingkungan sekitar. Hidup di dunia juga bagaikan bertani yang hasilnya dipanen di akhirat.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. Qs.42:20

Boleh saja melakukan hubungan dengan isteri sesuai kehendak kedua belah fihak, sepanjang pada tempatnya. Hukum syari’ah tidak mengharamkan mencari keni’matan dalam bergaul suami istri, yang penting mendatangkan kebaikan dan kemanfaatan. Oleh karena itu mesti menghindari yang menimbulkan mafsadat.[6] Manfaat dan mafsadat pun bakal didapat, sesuai dengan yang diperbuat. Bila ingin hasil yang baik, maka hendaklah bercocok tanam secara baik, benih yang baik, dan di tempat yang baik pula.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasul SAW bersabda:

حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

Telah dijadikan kesenangan bagiku dari kehidupan dunia; istri, wewangian, dan dijadikannya penyejuk mata hatiku di dalam shalat. Hr. Ahmad, al-Nasa`iy, al-Thabarani, al-Bayhaqi.

Kata al-Muqadasi, sanadnya shahih. Menurut al-Hakim hadits ini memiliki derajat shahih, para rawinya memenuhi darajat al-Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkan ‎Bersenda gurau mesra dan rayuan dalam kehidupan suami istri, merupakan kebiasaan terpuji. Rasul saw. bersabda:

وَلَيْسَ مِنَ اللَّهْوِ إِلاَّ ثَلاَثٌ تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ امْرَأَتَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِه.  


Tidak ada senda gurau (yang baik) kecuali seseorang sedang melatih berkuda, bermesraan dengan isterinya dan melatih main panah. Hr. al-Turmudzi (209-279H).

Berdasar hadits ini bersenda gurau, bercengkrama dan bermain antar suami-isteri termasuk perbuatan yang terpuji. Al-Qur’an menggambarkan bahwa suami isteri itu bagaikan pakaian. Firman Allah SWT:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Isterimu adalah  pakaian  bagimu  dan  kamu  adalah  pakaian bagi isterimu” . Qs. 2: 187. 

Seorang suami jika beranggapan bahwa dirinya adalah pakaian isteri, maka akan berusaha untuk  memuaskan isterinya. Sang isteri pun demikian, jika beranggapan sebagai pakaian suaminya akan berusaha memberikan kepuasan pada suami. Menggunakan pakaian juga mesti tenang, tertib dan jangan sampai rusak apalagi robek. Dari segi lain, ayat tersebut mengandung makna bahwa jima’ itu milik bersama. Dirinya merupakan bagian dari yang lain. Betapa erat ikatan suami isteri  digambarkan oleh ayat tersebut. Jima’ adalah mengandung makna didikan bahwa dua sama dengan satu, satu sama dengan dua. Adapun teknik melakukan jima’, boleh saja  bervariasi, asalkan pada  farji/vagina.

Jima diusahakan bisa dicapai oleh kedua belah pihak suami isteri. Menurut Imam Al-Ghazali, jima’ yang paling berkualitas adalah jima’ yang klimaksnya bersamaan antara suami isteri. Keberhasilan tersebut sangat tergantung kepada  kerjasama kedua belah pihak. Namun jika sulit dicapai secara bersamaan, usahakanlah sang suami menahan kekuatan, jangan sampai ejakulasi sebelum istrinya mengalami orgasme. Artinya isteri bisa mendahului suaminya. Jika isteri mendahului suami, tidak akan menimbulkan masalah, sebab wanita bisa mengalaminya beberapa kali ejakulasi tiap kali  berjima’.

Suami bisa memuaskan isterinya terlebih dahulu, baru meraih kepuasan dirinya. Hal ini sebagai manifestasi dari kedudukan suami yang menjadi pemimpin dan memiliki kewibawaan. Potensi untuk itu, dimiliki seorang laki-laki. Dalam ayat waris ditandaskan:

للذكر مثل حظ الأنثيين 

Satu orang laki-laki sebanding dengan dua orang perempuan. Qs. 4: 11. 

Bila dikaji dari sudut pendidikan seks, ayat ini bisa diambil pelajaran bahwa laki-laki dapat membuat isterinya dua kali orgasmus, dalam satu kali jima’. Kaum pria juga memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan biologis dua orang isteri dalam satu kali janabat. Hal ini bisa dilakukan bila suami tidak egois, tidak  mementingkan kepuasan diri.

إذَا جَامعَ اَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيُصَدِّقْهُ ثُمَّ إِذَا قَضَى حَاجَتَهُ قَبْلَ أَنْ تَقْضِيَ حَاجَتَهَا فَلاَ يُعَجِّلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ حَاجَتَهَا.

“Jika  seorang  suami  berjima’ dengan isterinya, hendaklah melakukan secara benar dan dengan sebaik-baiknya. Jika dia telah terdesak untuk mencapai klimaks, maka hendaklah ia  menahan  diri, jangan melepaskannya sebelum isterinya mencapai klimaks memenuhi kepuasannya”. Hr. Abi  Ya’la, (w.307).

Oleh karena itu hendaklah memenuhi etika yang dianggap baik oleh kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan syari’ah. Berlaku baik akan membawa kebaikan bagi diri. Menurut al-Sudi, ma’na ayat ini adalah

 قدموا الأجر في تجنب ما نهيتم عنه وامتثال ما أمرتم به 

(usahakan untuk mendapatkan pahala dengan menjauhi apa yang dilarang, dan memenuhi apa yang diperitahkan). 

Jika dilakukan secara benar dan baik, hubungan suami istri pun akan bernilai shadaqah yang mendatangkan pahala.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab sahihnya,

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: ((أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ، إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ)). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ، فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا))

Dari Abu Dzarr RA bahwasanya beberapa orang sahabat nabi SAW berkata kepada beliau, “Wahai rasulullah! Orang-orang kaya telah membawa pergi semua pahala. Mereka mengerjakan shalat seperti kita shalat. Berpuasa seperti kita berpuasa. Tetapi mereka juga bersadaqah dengan kelebihan harta mereka.” Maka rasulullah bersabda, “Bukankah Allah SWT telah menjadikan bagi kalian hal-hal bisa kalian gunakan untuk sadaqah? Sesungguhnya pada satu kali tasbih (ucapan subhanallah) adalah sadaqah. Satu kali takbir (ucapan Allahu akbar) adalah sadaqah. Satu kali tahmid (ucapan al-hamdulillah) adalah sadaqah. Satu kali tahlil (ucapan laa ilaaha illallaah) adalah sadaqah. Amar makruf (mengajak kepada kebaikan) adalah sadaqah. Nahi munkar (mencegah perbuatan munkar) adalah sadaqah. Dan pada satu anggota kalian (kemaluan) ada sadaqahnya pula.” Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah! Bagaimana seseorang dari kami melampiaskan syahwat kemudian dia diberi pahala atasnya?” rasulullahSAW menjawab, “Tidakkah kalian tahu, jika ia meletakkannya pada sesuatu yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikianlah jika ia meletakkannya pada sesuatu yang halal, maka baginya ada pahala.”[HR. Muslim, no. 1006‎]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam syarah Muslim,

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَفِي بُضْع أَحَدكُمْ صَدَقَة))، يُطْلَق عَلَى الْجِمَاع، وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُبَاحَات تَصِير طَاعَات بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَات، فَالْجِمَاع يَكُون عِبَادَةً إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاء حَقّ الزَّوْجَة، وَمُعَاشَرَتَهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّه تَعَالَى بِهِ، أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ، أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَاف الزَّوْجَة.

“Sabda nabi, ‘Dan pada kemaluan kalian ada sadaqah.’ Maksudnya adalah berhubungan suamiisteri. Dan pada hadits ini ada dalil bahwa perbuatan-perbuatan mubah bisa menjadi ketaatan jika dikerjakan dengan niat yang tulus. Karena jima` bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk memenuhi hak isteri, menggaulinya dengan baik seperti diperintahkan Allah SWT, atau mencari anak shalih, atau menghindarkan kemaksiatan dari dirinya atau dari diri sang isteri. [Syarah sahih Muslim, hadits no. 1674]

Ketika Melakukan Jima` (Hubungan SuamiIsteri) Kita Harus Memperhatikan Adab-Adab Berikut Ini:

1-Tidak ada bilangan yang jelas tentang berapa kali seorang lelaki dan wanita mampu mengerjakan jima`. Tetapi banyak tidaknya jima` itu dilakukan, tergantung kepada suasana hati, kemampuan, kebutuhan, kondisi kesehatan, dan kondisi sosial.

2-Diharamkan bagi suami untuk menyetubuhi isterinya dengan mengkhayal bahwa ia sedang menyetubuhi wanita lain. Karena hal itu termasuk perbuatan zina. Dan sang isteri juga diharamkan dari hal itu.

3-Jima` boleh dilakukan pada bulan apa saja, waktu kapan saja, hari apa saja, dan pada setiap jam di waktu malam atau siang. Kecuali pada masa-masa haid, nifas, ihram, dan berpuasa.

Adapun pada malam harinya, maka hal ini diperbolehkan berdasarkan firman Allah di surat Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ

“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kalian. Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalianpun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian, karena itu Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian.”

Begitu juga ketika haid dan nifas, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al Baqarah ayat 222 :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran, oleh sebab itu jauhilah wanita di waktu haidh. Janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Tidak diperbolehkan untuk menggauli istri yang sedang haidh, hal ini berdasarkan hadits, 

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 “Barang siapa menggauli istri yang sedang haidh atau pada duburnya atau mendatangi dukun lalu mempercayainya, berarti ia mengingkari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad”(HR. Turmudzi)

Namun, suami istri tetap boleh bermesraan ketika sedang haidh asalkan tidak sampai menggauli.

Bila istri telah bersih dari haidhnya, maka suami boleh menggaulinya, tentu setelah istri mencuci farjinya, atau lebih baik lagi berwudlu atau lebih baik lagi mandi. 

Kafarah bagi suami yang menggauli istrinya ketika sedang haidh. 
Bila terdorong oleh nafsu yang tidak bisa ditahan, suami bisa saja menggauli istri ketika  haidh. Namun ia wajib membayar denda (kafarah) dengan menyedekahkan uang sebesar setengah poundsterling (mata uang Inggris), hal ini berdasarkan sabda nabi SAW, 

مَنْ أَتَى حَائِضًا فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِينَارٍ

“"Barangsiapa mendatangi (mensetubuhi) wanita haid, maka hendaklah bersedekah dengan satu dinar."(HR. Tirmidzi)

4-Sepasang suami isteri yang hendak bersetubuh dianjurkan untuk membersihkan gigi mereka. Kemudian mengharumkan mulutnya dengan parfum yang segar. Karena hal itu lebih mendorong keakraban, dekapan, dan mendatangkan kecintaan.

5-Jika seorang suami sudah menyetubuhi isterinya, kemudian ia hendak mengulangi jima` lagi, ia harus berwudhu. Sesuai sabda nabi SAW,

((إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ))

“Jika salah seorang kalian telah mendatangiisterinya, kemudian ia hendak mengulang lagi, maka hendaknya ia berwudhu.”[HR. Muslim, no. 308‎]

6-Jika keduanya hendak tidur, sementara mereka dalam keadaan junub, maka mereka harus berwudhu terlebih dulu. Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata,

((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ))

“Sesungguhnya rasulullah SAW, ketika beliau hendak tidur dalam keadaan junub, beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat sebelum berangkat tidur.”[HR. Muslim, no. 305‎]

7-Suami isteri wajib mandi besar karena jima` sebelum mengerjakan shalat. Tetapi jika mandi besarnya dilakukan sebelum tidur, maka itu lebih afdhal. Sesuai hadits Abdullah bin Qais dia berkata, saya bertanya Aisyah radhiyallahu anha,

((كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْجَنَابَةِ؟ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ، أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ؟ قَالَتْ: كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ، رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ، وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأَمْرِ سَعَةً))

“Bagaimana rasulullah SAW melakukan saat kondisi junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur, ataukah tidur sebelum mandi?” Aisyah radhiyallahu anhamenjawab, “Keduanya pernah dilakukan beliau. Terkadang beliau mandi dulu kemudian tidur. Dan terkadang wudhu dulu kemudian tidur.” Maka saya berkata, “Segala puji bagi Allah, yang memberikan banyak kelonggaran dalam perkara ini.”[HR. Muslim, no. 307‎]

8-Dibolehkan bagi sepasang suami isteri untuk mandi bersama dalam satu tempat. Meski sang suami melihat tubuh isterinya dan sang isteri melihat tubuh suaminya. Aisyah radhiyallahu anha berkata,

((كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ، فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ: دَعْ لِي دَعْ لِي، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ))

“Saya dulu mandi bersama rasulullah SAW dari satu bejana antara saya dengan beliau. Beliau mendahului saya (dalam mengambil air), sampai saya berkata: Sisakan untuk saya, sisakan untu saya. Aisyah berkata: Dan keduanya dalam keadaan junub.”[HR. Muslim, no. 321]

Di bawah ini kumpulan beberapa adab yang mesti dilakukan sebelum melakukan hubungan suami isteri:

1-Merayu sang isteri dengan ucapan-ucapan yang indah sebelum melakukan hubungan bersamanya. Juga bertindak lemah lembut dan halus.

2-Meletakkan tangan pada bagian depan (ubun-ubun) kepala sang isteri. Kemudian mengucapkan doa di bawah ini seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud,

((بِسْمِ اللهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ))

“Dengan menyebut nama Allah! Ya Allah, saya memohon kepada Engkau akan kebaikannya dan kebaikan akhlaq yang Engkau cetak padanya. Dan saya berlindung kepada Engkau dari keburukannya, serta keburukan akhlaq yang Engkau cetak padanya.”[HR. Abu Dawud, no. 1845‎]

3-Ketika hendak melakukan Jima`, hendaknya mengucapkan doa di bawah ini,

((بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا))

“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari syetan, dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau karuniakan pada kami.”

Sesuai hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam sahihnya dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma. Kemudian dalam hadits itu disebutkan,

((فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا))

“Maka jika ditakdirkan dari hubungan mereka ini seorang anak, niscaya syetan tidak akan mengganggunya selamanya.”[HR. Al-Bukhari, no. 6847 dan Muslim, no. 2591‎]


Doa ini merupakan sesuatu sangat penting yang agung. Jangan sampai ia dilalaikan. Karena doa ini merupakan penyebab keshalihan seorang anak, dan menjadikannya terlindung dari gangguan syetan.

4-Hendaknya seorang suami menyetubuhi isteri pada kemaluan, dan menghindari dubur (anus). Karena menyetubuhi pada anus adalah perbuatan haram yang diancam dengan siksaan sangat keras.

5-Melakukan wudhu di antara dua jima`. Karena wudhu membuat jima` menjadi lebih giat. Tetapi mandi masih lebih afdhal.

6-Hendaknya pasangan suami isteri meniatkan persetubuhan mereka ini, untuk menghindarkan diri dari maksiat dan menjauhkannya dari terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Dengan demikian maka persetubuhan itu dicatat sebagai sadaqah bagi mereka. Sebagaimana disabdakan oleh nabi SAW,

((وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ))

“Dan pada satu anggota kalian (kemaluan) ada sadaqahnya pula.”

7-Seseorang yang junub, hendaknya berwudhu sebelum tidur. Tetapi mandi tetap lebih utama, agar ia tidur dalam keadaan suci.

8-Diharamkan bagi pasangan suami isteri untuk menyebarkan rahasianya kepada orang lain saat melakukan persetubuhan.

Haram bagi suami istri membuka rahasia yang berkaitan dengan urusan  ranjang mereka.  Nabi bersabda. 

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya." (HR. Muslim)
9-Sebagaimana seorang suami juga diwajibkan menjauhi isteri dan tidak menyetubuhinya pada saat isteri sedang haid atau nifas. Karena pelakunya sangat dilaknat. Jika tetap melakukannya, ia harus beristighfar kepada Allah SWT dan bertaubat dari perbuatan yang telah dikerjakannya.

10-Seorang suami diwajibkan menggauli isteri secara makruf. Sebagaimana difirmankan Allah SWT,

{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [النساء : 19]

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa`: 19)

11-Pasangan suami isteri harus saling mentaati, dan saling menasehati untuk berbuat taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Dan hendaknya masing-masing mereka selalu menetapi apa yang diperintahkan Allah SWT kepada mereka seperti kewajiban-kewajiban dan hak-hak kepada orang lain. Dan untuk wanita dalam sikup yang lebih khusus, dia harus mentaati suaminya sebatas kemampuan dan kebisaannya, jika ia diperintah untuk berbuat kebaikan.

Masing-masing suami dan isteri hendaknya memohon kepada Allah SWT agar mereka dikaruniai anak-anak yang shalih.

{هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ} [آل عمران : 38]

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)

{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ} [الصافات : 100]

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaaffaat: 100)

{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} [الفرقان : 74]

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)

{رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ} [الأنبياء : 89]

“Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling Baik." (QS. Al-Anbiya`: 89)



Penjelasan Tentang Adab Dalam Pergaulan


Pergaulan adalah fitrah bagi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan interaksi sosial antara satu dengan yang lain. Mereka saling membutuhkan dan saling tolong-menolong. Mereka bergaul, berteman, berorganisasi, bersekolah, bekerja. Itulah salah satu aktivitas yang membutuhkan pergaulan. Dan saat ini yang menjadi fokus pergaulan yang diamati adalah mengenai pergaulan para remaja saat ini.

Masa remaja sering disebut sebagai masa pubertas. Masa pubertas adalah masa kelenjar-kelenjar seksual seseorang mulai berfungsi dengan baik menuju kematangan. Ini mengakibatkan mulai adanya ketertarikan antara lawan jenis. Fase remaja adalah fase yang paling berat. Kenapa? Karena dalam fase ini menempatkan remaja pada sisi yang tidak menyenangkan. Mereka menganggap mereka sudah mampu menyelesaikan masalah, namun orang tua belum percaya sepenuhnya.

Masa pubertas memiliki ciri-ciri sebagai periode tumpang tindih karena kedudukan remaja ini berada di antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja. Kemudian periode yang singkat berlangsung dari dua dampak empat tahun. Periode pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat ini meliputi perubahan penampilan dan sikap. Dan periode pada fase negatif, di mana individu mengambil sifat anti terhadap kehidupan. Sikap dan perilaku mereka kadang sulit diduga dan agak melawan norma sosial.

Fase remaja juga dipandang sebagai masa pencarian jati diri. Mereka memiliki permasalahan yang kompleks yang kadang membuat mereka stress dan bigung. Perkembangan yang terjadi pada masa remaja adalah keinginan untuk diperhatikan, ingin dikasihi. Sehingga dalam keseharian mereka, ketika dalam keluarga dia tidak memperoleh perhatian yang diharapkan, maka mereka akan mencarinya dalam pergaulan dengan teman-temannya. Mereka suka menghabiskan bersama seharian. Apalagi jika mereka memiliki hobi yang sama. Masa remaja juga sebagai masa peralihan dan perubahan.
Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang jelek. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.

Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Namun pergaulan remaja saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Karena pergaulan saat ini sangatlah bebas tanpa adanya aturan. Seperti kita lihat yang terjadi dewasa ini. Dunia remaja rentan mengikuti segala macam aktivitas yang sedang trend saat ini seperti :

a. Nge-gank

Yaitu berkumpulnya seseorang dengan membentuk kelompok sendiri, dengan kriteria tertentu. Beberapa contah macam-macam gank yang ada adalah Music Hous,Boys Band, Funk, dan lain sebagainya. Di mana kita tahu bahwa gank memiliki sisi negatif antara lain: pergaulan menjadi semakin terbatas, membela teman sendiri walaupun teman tersebut salah, ikut hal-hal yang negatif seperti tawuran, minum-minuman keras, kurang peduli dengan lingkungan di luar gank. Juga ada beberapa hal positifnya yaitu membuat hidup lebih kreatif, menolong teman, dan saling curhat dan menasihati teman yang salah.

Meskipun juga ada sisi baik dari gank, namun kadang sisi negatif lebih mendominasi dan itu cukup riskan dan mengkhawatirkan.

b. Seks Bebas

Seks bebas pada zaman sekarang, biasanya berawal dari pacaran para remaja saat ini. dengan alasan bahwa masa pacaran adalah masa untuk saling mengenal, namun pacaran saat ini telah disalahgunakan untuk melakukan hal yang tidak pantas. Di era globalisasi saat ini hubungan pra nikah bukan hal yang tabu, malah menjadi hal yang wajar. Ini terjadi dikarenakan lemahnya nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi alat kontrol para remaja. Kebebasan seks inipun juga mengakibatkan terperosoknya para remaja pada mengkonsumsi obat-obatan terlarang, terjerumus pada hingar bingar musik dan hiburan dan bacaan yang justru meliarkan mereka dalam berfntasi dan berimajinasi.

Padahal kita berada di negara yang mayoritas Islam. Dan dalam Islam telah dijelaskan bagaimana adab pergaulan yang baik yang berdasarkan Firman Allah swt dalam surat An-Nur ayat 30:

قُل لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَالِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اَللّٰهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. An-Nur : 30)

Ayat tersebut diatas memerintahkan kepada kaum pria untuk menjaga pandangan mereka, memandang lawan jenis dengan wajar sehingga tidak menimbulkan nafsu syahwat. Bukan menyuruh untuk memejamkan mata ketika bertemu perempuan, tetapi memelihara diri dari hal-hal yang dapat merangsang nafsu syahwat terhadap perempuan yang dipandang itu.

Perintah menundukkan pandangan dan larangan memandang lawan jenis itu juga ditunjukkan kepada wanita sebagaimana dalam surat An-Nur ayat 31 :

َقُل لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصٰرِ هِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْءَابَآئِهِنَّ أَوْءَابَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ إِخْوٰنِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمٰنُهُنَّ أَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ أُوْلِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلاَيَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ وَتُوبُوآ إِلَى اَللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهَ اَلْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur :31)

Sehubungan dengan masalah pandang memandang seorang sahabat yang bernama bertanya kepada Rasulullah saw.

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي

Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dari pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku. (HR. Muslim)

Ayat dan hadits di atas mengharuskan kita untuk selalu menjaga kesucian hubunga pria dan wanita. Mengarahkan hubungan pria dan wanita agar terhindar dari fitnah dunia. Menghindarkan mereka dari perbuatan mungkar dan keji.

Namun, menurut para remaja saat ini cara seperti yang telah diterangkan diatas dianggap kolot, ketinggalan zaman, membatasi diri dari kebebasan yang ada. Akan tetapi, seharusnya kita sadar bahwa tujuan hidup kita adalah mengharap kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bukan untuk mencari kepuasan saja. Jika kita hanya menuruti kepuasan diri maka yang kita dapat adalah penyesalan yang berkepanjangan. Sudah banyak contoh yang kita lihat, karena keinginan untuk memuaskan kehendak banyak dari mereka malah meringkuk dalam penjara. Ini baru hukuman di dunia belum di akhirat kelak.

Dalam islam juga dijelaskan hubungan antara pria dan wanita dilarang berduaan tanpa adanya muhrim diantara mereka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang artinya :

“Jangan sekali-kali bersepi-sepian seorang pria dan wanita kecuali bersama muhrimnya.” (Mutafaqun alaihi).

Hadist tersebut sebagai landasan untuk menetapkan etika pegaulan antara pria dan wanita yang halal menikah. Larang tersebut mempunyi tujuan yang sama terhadap perintah untuk menjaga pandangan mata, ini juga demi keselamtan muda mudi itu sendiri.

Rasulullah mengingatkan kepada kita dengan sabda beliau,

لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ، فَإِنَّالشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaithan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan ber-khalwat karena yang ketiga adalah setan yang akan membisikkan keburukan bagi keduanya sehingga keduanya akan terjerumus pada hal-hal yang dilarang dalam syariat Islam. Baik mereka melakukannya dengan alasan yang dipandang baik misal untuk belajar, menunggu dosen di kelas, jajan bareng, apalagi berboncengan bareng, bahkan sampai bergandengan tangan.

Sungguh mereka akan diancam dengan ancaman yang pedih sebagaimana dalam sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Tertusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum besi, lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Thabrani)
Kalau saling pandang memandang dengan nafsu syahwat dilarang, maka berduaan lebih dilarang lagi, karena itu lebih mendekatkan pada perzinaan. Sebagaimana Firman Allah swt tentang larangan mendekati zina apalagi untuk melakukannya.

وَلاَ تَقْرَبُوْا الزِّنٰۤى إِنَّهُ كَانَ فٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيْلاً

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa’ : 32).

Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram

عَنْ ابى هريرة رضيى اللهُ عنه النبيّ ص م قال،كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكُ لَامَحَالَةّ، الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظْر، ولأدنان زنا هما الاستماع واللسان زناه الكلام ، واليد زنا ها البطشى ، والرجل زنا ها الخطى واقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج اويكذبه. (متفق عليه وهذا لفظ مسلم ورواايه البخارمحصرة)
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara. Zina tangan adalah memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidk dibuktikan oleh kemaluan.(HR. Bukhari Muslim)

Dalam Hadits tersebut mengandung arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota tubuh , tetapi semuanya tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan lewat anggota tubuh lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya hasrat dari pandangan mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap hal-hal yang memancing nafsu birahi , kemudian lisannya bicara yang tidak baik misalnya menggunjing orang lain, berdusta dan berbicara yang tidak menjurus perbuatan yang menimbulkan hasrat dengan lawan jenis.  ‎

Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan di jalan.
تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُوَمَالَهُ فِى الاَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلاَ مَمْلُوْكٍ وَلاَ شَيئٍ غَيْرِنَا ضِحٍ وَغَيْرِفَرَسِهِ، فَكُنْتُ أَعْلِفَ فَرَسَهُ، وَسْتَقِى المَاءَ وَأَخْرِزُغَربَهُ، وَأَعْجِنُ، وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَجْبِزُ وَكَانَ يَحْبِزُجَارَاتٌ لِى مِنَ لأنْصَارِوَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ، وَكُنْتُ أنْقُلُ النَّوَى مِنْ أرْضِ الزُّبَيْرِ الّتِى أقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ ؤ عَلَى رَأْسِى وَهىَ مِنِّى عَلَى ثُلثَى فَرْسَخٍ. فَجِئْتُ يَوْماً وَالنَوَى عَلَى  رَأْسِي، فَلَقِيْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الاَنْصَارِ فَدَعَانِى، ثُمَّ قَالَ : (إخٌ إخٌ) لِيَحْمِلَنِى خَلْفَهُ، فَاسْتَحْيَيْتُ أنْ أسِيْرَ مع الرِّجَالِ، وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ، وَكان أغْيَرُ النًّاسِ ، فَاَعْرَفَ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم اَنِّى أَسْتَحْيَيْتُ، فَمَضَى، فَجِئْتُ الزّبيْرَ، فَقُلْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم  عَلَى رَأْسِى النَوَى ، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أصْحَابِه،فَأ ناخَ لِأَرْكَبَ فَاسْتَحْيَيْتُ منهُ، وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ. فَقُالَ: واللهِ ! لَحَمْلُكِ لنَوى كَانَ أشَدَّعلى رَكَوبك معه. قالت: حّتَّى اُ رْسِلَ الى ابوبكرٍ، بعد ذلك بِخَادَم تَكْفِنِى سِيَا سَةً الفُرَسِ فكأنَّمَا أعتَقَنِى.
“Azzubair mengawini aku dan ia tidak mempunyai harta di muka bumi ini. Tidak mempunyaibudak dan tidak mempunyai apa-apa selain dari seekor unta yang dipergunakan untuk mengangkut air dan selain kudanya. Aku selalu memberi memberi makan kudanya, menimba air, membetulkan timbanya dan merema tepung. Sedang aku tidak pandai membuat roti. Tetangga-tetanggaku dari golongan Anshar membuat roti untukku. Mereka adalah perempuan-perempuan yang benar dan aku mengangkut dengan kepala aku atah-antah biji kurma dari kebun Azzubair dan diberikan Rasulullah kepanya. Tanah itu jaraknya dari rimahku kira-kira 2,3 farsah (1,2 mil).
Maka pada suatu hari aku datang sedang biji anak kurma di atas kepalaku. Lalu aku menjumpai Rasulullah, bersamanya ada beberapa orang Anshar. Maka Rasulullah memanggil aku dan berkata;ikh, ikh. Beliau menidurkan untanya untuk dapat membawaku dibelakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama-sama  orang laki-laki. Dan aku ingat tentang kecemburuan Azzubair. Dia orang yang paling cemburuan. Rasulullah menjumpai aku sedang anak kurma ada di atas kepalaku. Dan bersama-sama Nabi SAW ada beberapa sahabatnya lalu Nabi menidurkan untanya supaya aku menungganginya, tetapi aku malu kepada Nabi dan aku mengetahui kecemburuan kecemburuan anda. Maka Azzubair berkata : demi Allah aku memikul atau membawa biji kurma adalah lebih keras teknanannya atas diriku daripada engkau menunggangi unta bersamanya. Asma’ berkata : kemudian Abu Bakar mengirim kepadaku seorang pelayan yang menggantiku dalam pemeliharaan kuda itu. Karenanya seolah-olah Abu Bakar telah memerdekakan aku.” (Al Bukhari 67:107. Muslim 39 : 14, Al lu’lu-u wal Marjan 3: 73-74)

Hadits ini menyatakan kebolehan kita memboncengkan seorang perempuan yang telah kepayahan di jalan. Di samping itu menyatakan pula tentang kerendahan hati Nabi terhadapumatnya. Beliau tidak keberatan memboncengkan Asma’.
Kebolehan kita memboncengkan perempuan yang bukan mahram adalah apabila kita menjumpai di suatu tempat di jalan, sedang dia tidak sanggup berjalan lagi khususnya apabila kita bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi ada yang mengatakan sebagai Al Qadhi Iyadh, bahwa membonceng perempuan yang bukan muhrim adalah dari khususiyah Nabi SAW. Tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Nabi Memboncengkan Asma’ itu adalah seorang anak perempuan dari Abu Bakar, saudara dari Aisyah dan istri dari Azzubair. Maka dapat dipandang sebagai salah seorang keluarganya. Lebih-lebih lagi Rasulullah adalah orang yang sangat kuat menahan Nafsunya.”  

Definisi irdaaf (boncengan) bermakna menaikkan/membonceng seseorang di belakangnya dan istilah ini tidak digunakan di kalangan Ulama Ahli Fiqh. Memboncengkan pada zaman Rasulullah menggunangkan hewan unta, sedangkan pada zaman sekarang memboncengkan lebih kepada sepeda motor atau mungkin alat transportasi lainnya seperti mobil dan lain-lain.

Sepeda motor untuk daerah tertentu memang menjadi alat transportasi yang amat vital. Seringkali di suatu desa seseorang yang punya sepeda motor menawarkan bantuan untuk memboncengkan teman atau tetangganya. Atau memboncengkan teman perempuan, karena barangkali kasihan kalau harus jalan kaki. Pada dasarnya niat menolong ini sangat baik karena daripada harus jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh, atau berjejelan di bus, maka membonceng teman atau tetangga memang sebuah solusi kepekaan sosial yang baik.

Atau pada sebuah pergaulan remaja pada saat ini. Misalnya, dikampus terdapata cara dan itu diselenggarakan oleh mahasiswa dan mahasiswi secara bersamaan dan memungkinkan terjadi boncengan antara satusama lain..

Lalu, apakah berboncengan dengan selain muhrim itu di perbolehkan atau tidak? Ini menjadi pertanyaan dasar kita yang mungkin harus kita jabarkan bersama-sama. Dalam berboncengan dengan sepeda motor, kita pasti akan terlihat oleh orang lain dan banyak orang yang melihat kita. Sehingga, ketika kita akan melakukan sesuatu yang tidak sesuai pasti akan berfikir dua kali. Dan seperti penjelasan hadis di atas.Ketika seseorang berduaan dengan bukan muhrimnya tetapi terdapat orang yang mengawasi dan ada yang melihat maka perbuatan yang tidak diinginkan akan kurang tepat dilakukan.

Analisa

Duduk berduaan dengan lawan jenis, saling berpandangan, dan berboncengan, sampai saat ini dalam Islam masih menjadi hal yang dapat mendekatkan diri kita kepada fitnah. Dalam konteks yang berlainan, seperti seorang dokter perempuan dengan pasiennya laki-laki yang berduaan di dalam ruangan periksa. Apabila kembali pada hukum asal tentang interaksi dengan lawan jenis pada kasus berdua-duaan, maka tindakan ini merupakan hal yang harus dihindari.  Namun, pada kaidah lainnya menerangkan bahwa diperbolehkan suatu hal yang dilarang karena terdapat hajat yang tidak dapat ditinggalkan.  Karena, apabila pasien tidak segera diperiksa atau apabila harus memilih-milih dokter, ia akan tambah parah dan tiak segera ditangani. Keadaan yang seperti ini tidak relevan apabila harus seperti tekstual dalil. Kecuali apabila negara telah menyiapkan fasilitas yang membedakan gender, hal ini dapat diterapkan. Sedangkan negara Indonesia memiliki multikultural penduduk dengan berbagai agama dan budaya, sehingga menjadi maklum apabila keadaan tidak sesuai teks Al Qur’an atau hadis. Asal hukum tidak diperbolehkan interaksi yang berdekatan antar lawan jenis adalah untuk menghindari fitnah, dan keadaan yang tidak diinginkan. Jadi dapat dianalisis bahwa interaksi lawan jenis antara dokter dengan pasien, murid dengan guru, selama tidak ada syahwat yang dalam hubungan sesama tersebut, maka hal ini dapat diperbolehkan. Tentunya, pihak-pihak tersebut harus menghindari tingkah laku yang memancing timbulnya syahwat. Seperti, tidak memandang lawan jenis dengan tatapan yang menggoda, atau memberikan respon yang dapat mengundang perhatian, sehingga interaksi lebih dari yang selayaknya.

Pada kasus tukang ojek wanita di daerah Surabaya dan sekitarnya, fatwa yang dikeluarkan oleh suatu pihak tentang larangan profesi ini justru menimbulkan masalah.Larangan yang tidak disertai dengan solusi akan menjadi fatwa yang hanya bernilai nihil. karena ketika diselidiki, tukang ojek wanita itu merupakan korban lumpur Lapindo yang belum mendapat ganti rugi. Tentunya, adanya larangan tersebut akan berpengaruh terhadap segi ekonomi masyarakat.

Islam sebagai agama yang diturunkan untuk menyempurnakan akhlaq manusia, membawa salah satu misinya yaitu saling menjaga satu sama lain. Keamanan dan saling tolong menolong memang diutamakan dalam Islam. Interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram telah menjadi hal biasa di Indonesia sehingga perlu adanya pengertian agama yang lebih agar masyarakat mngetahui mana interksi yang sehat dan yang tidaksehat.

Interaksi lawan jenis diperbolehkan ketika ada maksud muia untuk menolong dan memberikan keaamanan keda lawan jenis. Tetapi interaksi lawan jenis juga akan menjadi keadaan yang dilarang apabila melakukan hal-hal yang tidak wajar sesuai perspektif Islam, dan menimbulkan syahwat.

Namun, apabila terdapat pilihan antara dua hal, yaitu manfaat dan madharat. Maka, makhluk yang diberi kelebihan berpikir, sebagai muslim dituntut untuk dapat mengambil sikap yang bijak dan berhati-hati agar tetap sesuai syari’ah Islam dan terhindar dari hal-hal yang diperkenankan oleh Alah swt. 
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka diharapkan wanita selalu bersama muhrimnya, paling tidak mereka harus disertai orang lain agar terhindar dari dosa besar dan fitnah dunia itu.
Pergaulan seperti ini dianggap sinis oleh para muda-mudi remaja. Menganggap pergaulan ini ketinggalan zaman dan membatasi gerak mereka. Namun alangkah baiknya orang tua untuk mengarahkan para remaja saat ini untuk memberi pengertian bahwa norma seperti ini adalah baik untuk mereka. Agar mereka terhindar dari arus dosa yang semakin merajalela. Menjadi budak nafsu dengan arus global yang meniru pergaulan ala barat.

Sedangkan pergaulan remaja saat ini biasanya dibumbui dengan pacaran. Lalu apa itu pacaran? Dan mengapa banyak dari para agama-wan melarang adanya pacaran sebagai hubungan yang dilakukan menuju gerbang pernikahan? Menurut Iip wijayanto pacaran adalah sebuah hubungan yang dibangun atas dasar komitmen, berangkat dari rasa cinta untuk memiliki (memonopoli) seluruh potensi yang dimiliki pasangannya. Sambil berproses menuju ke level yang lebih serius. Bisa diteruskan untuk menikah atau berakhir (berpisah).

Namun, dalam Islam untuk menuju pernikahan, bukanlah dengan praktek pacaran, tapi dengan ta’aruf. Dalam ta’aruf di sini kedua belah pihak antara pria dan wanita saling mengenal, untuk mengetahui karakter masing-masing. Jika ada kecocokan maka akan dilanjutkan dengan khitbah(lamaran). Jika tidak, maka akan berhenti. Di sini dalam ta’aruf tidak ada ikatan seperti pengertian pacaran yang dipaparkan di atas.

Islam mengajarkan bahwa pergaulan dengan lawan jenis adalah sunnatullah, karena Allah menciptakan pria dan wanita untuk saling mengenal. Namun alangkah baiknya mereka dibekali pengetahuan bagaimana cara pergaulan yang baik, sehingga dalam pergaulan itu mengantarkan pada kebaikan dan bisa bernilai ibadah.

Jadi adab pergaulan yang baik dalam prespektif islam agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang tidak diingankan seperti zinaa atau maksiat lainnya. Maka perlu adanya adab yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan yaitu :
a. Pembatasan tempat pertemuan
b. Menundukkan pandangan
c. Tidak berjabatan tangan dengan yang bukan mukhrim
d. Menghindari tempat yang berdesak-desakan
e. Tidak berkhlawat
f. Bagi perempuan janganlah berpakaian yang terlau ketat, sehingga menimbulkan rangsangan syahwat yang melihat bentuk tubuhnya. Hendaknya para wanita menutup aurat seperti yang telah disinggung dalam Al-Quran.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS Al-Ahzab:59)

g. Membatasi diri ketika berbicara, artinya jangan berbicara hal-hal yang mengairahkan laki-laki, atau mengeluarkan suara yang menimbulkan birahi.

Untuk itulah sangat penting bagi para orang tua untuk mengarahkan anak-anak mereka tentang adab bergaul yang baik. Masa remaja adalah masa yang paling rentan, keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru itu sangat besar, sehingga diperlukan adanya bimbingan dari orang tua untuk memgingatkan dan menjelaskan mana hal yang perlu dilakukan dan dihindari. Orang tua harus berperan aktif membimbing anak-anak mereka, membekali mereka dengan pengetahuan agama yang kuat agar terhindar dari arus globalisasi yang semakin mengikis adab yang ada di negara ini.

Takhtimah‎

QS. Al-Hujurat: 10-13

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

10. orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ukhuwah islamiyah merupakan prinsip yang wajib dipegang erat. Agar tidak berhenti dalam keinginan, harus ada upaya real untuk mewujudkannya. Syariah telah menetapkan adab bergaul yang dapat merekatkan ukhuwah di antara sesama Muslim. Ada yang berupa perbuatan yang diperintahkan, seperti menyebarkan salam dan saling memberi hadiah. Dalam hal ini, Abu Hurairah ra. Menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan tentang sesuatu yang jika kalian kerjakan kalian akan saling mencintai: Sebarkan salam (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan redaksi menurut Muslim).
Diperintahkan pula membantu kebutuhan saudaranya dan menghilangkan kesusahannya; menutupi aibnya; melindungi kehormatan, harta, dan darahnya; menjaga rahasia dan menunaikan semua amanahnya; menerima permintaan maaf saudaranya; menampakan wajah berseri-seri ketika bertemu dengan saudaranya; menasihatinya, dan lain-lain. Semua perintah itu apabila dikerjakan akan dapat menambah persaudaraan, kecintaan, dan kasih-sayang di antara sesama Muslim.
Ada juga yang berupa perbuatan yang dilarang. Di antaranya adalah yang digariskan dalam ayat ini. 

Pertama: dilarang melakukan tindakan yang mengolok-olok saudaranya. Bagi pihak yang diejek, tindakan tersebut tentu tidak menyenangkan. Secara naluriah memang tidak ada seorang pun yang senang ditertawakan, diejek, diremehkan, atau dihinakan orang lain. Terlebih jika pelakunya tidak lebih baik dari dirinya. Jika tidak bisa menahan diri, dia pun akan marah dan membalas tindakan serupa. Akibatnya bisa ditebak, percekcokan dan pertengkaran pun akan terjadi di antara mereka.
Kedua: tidak dibolehkan mencela saudaranya sekalipun celaan itu faktual. Apalagi celaan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bagi pihak yang dicela, tindakan itu dapat menimbulkan sakit hati.Celaan itu pun bisa berbuntut pada pertikaian di antara kaum Mukmin.
Tindakan mengolok-olok dan mencela orang lain berpangkal pada anggapan bahwa dirinya sempurna, sementara pihak yang diolok-olok atau yang dicela lebih buruk dan lebih rendah. Padahal anggapan itu belum tentu benar. Bisa jadi orang yang diolok-olok dan dicela itu lebih baik dan lebih mulia di hadapan Allah Swt. Dalam pandangan Allah Swt. kemulian didasarkan kepada ketakwaan. Orang yang paling mulia adalah orang yang paling takwa (QS al-Hujurat [49]: 13.

Ketiga: tidak boleh saling panggil dengan panggilan yang buruk. Laqab (julukan atau gelar) biasanya diambil dari sifat yang menonjol dan tetap pada seseorang. Memanggil seseorang dengan sifatnya yang buruk berarti melekatkan sifat itu secara permanen kepada seseorang. Padahal bisa jadi sifat buruk itu sudah ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam. Tak menutup kemungkinan, dia akan membalas dengan panggilan senada. Itu pun bisa menjadi benih permusuhan di antara mereka.
Kaum Muslim justru diperintahkan memanggil saudaranya dengan panggilan yang dia senangi. Rasulullah saw. bersabda:
ثَلاَثٌ يَصِفِيْنَ لَكَ وَدَّ أََخِيْكَ تُسْلِمُ عَلَيْهِ إِذَا لَقَْيتَهُ، وَتُوْسِعُ لَهُ فِي الْمَجْلِسِ، وَتَدْعُوْهُ بَأَحَبِّ أَسْمَائِهِ إِلَيْهِ
Ada tiga perkara yang menggambarkan kecintaanmu kepada saudaramu: kamu mengucapkan salam kepadanya ketika bertemu dengannya; meluaskan tempat untuknya dalam majelis; memanggilnya dengan nama yang paling disukainya (HR al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
Dalam al-Qur’an Al Maidah ayat 2 :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai mahkluk social harus saling membantu sama lain dan saling melengkapi satu sama lain. Dalam pasangan suami istri sangat wajar dan memang sudah seharusnya jika mereka saling berinteraksi secara lebih. Tetapi bagaimanakah jika yang terjadi budaya berinteraksi dengan lawan jenis yang non-mahram dan tidak ada hubungan suami-istri di masyarakat menjadi suatu hal yang lumrah. Terutama, pada saat ini, masyarakat Islam tentunya kurang berhati atau terlalu dekat ketika berinteraksi dengan lawan jenis sehingga memunculkan suatu hal yang tidak diinginkan, atau madharat dan suatu hal yang dipandang fitnah.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...