Kamis, 14 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Hukum Asuransi


Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia. Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.

Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam

Pengertian Asuransi

Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.

Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.‎

Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )  Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.

Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:

” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan “

Asuransi Syariah dalam literatur bahasa Arab disebut dengan istilah : At Ta`min At Ta’awuni, atau At Tamin At Takafuli , atau At Ta`min Al Islami.‎

Asuransi Syariah menurut menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) identik dengan istilahta`min, takaful, atau tadhaamun, dan didefinisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah tersebut maksudnya adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan/ kezaliman, suap, barang haram dan maksiat.‎

Definisi Asuransi Syariah menurut Kitab Al Ma’ayir Al Syar’iyah (Sharia Standards) yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) edisi tahun 2010 :

التأمين الإسلامي هو اتفاق أشخاص يتعرضون لأخطار معينة على تلافي الأضرار الناشئة عن هذه الأخطار، وذلك بدفع اشتراكات على أساس الإلتزام بالتبرع، ويتكون من ذلك صندوق التأمين له حكم الشخصية الإعتبارية، وله ذمة شخصية مستقلة، (صندوق) يتم منه التعويض عن الأضرار التي تلحق أحد المشتركين من جراء وقوع الأخطار المؤمن منها

(المعايير الشرعية 2010، ص 364)

“Asuransi Islami adalah kesepakatan sejumlah orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang muncul dari risiko-risiko tersebut, dengan cara membayar kontribusi-kontribusi berdasarkan keharusan tabarru’ (hibah), yang darinya terbentuk dana pertanggungan –yang mempunyai badan hukum sendiri dan tanggungan harta independen– yang darinya akan berlangsung penggantian (kompensasi) terhadap bahaya-bahaya yang menimpa salah seorang peserta sebagai akibat terjadinya risiko-risiko yang telah ditanggung.”

Definisi ringkas menurut AAOIFI edisi tahun 2010 adalah sebagai berikut :

التأمين التعاوني هو عقد تأمين جماعي يلتزم بموجبه كل مشترك بدفع مبلغ من المال على سبيل التبرع لتعويض الأضرار التي قد تصيب أيا منهم عند تحقق الخطر المؤمن منه

(المعايير الشرعية 2010، ص 376)

“Asuransi Islami adalah akad pertanggungan oleh sekelompok orang yang berdasarkan akad itu setiap peserta membayar sejumlah harta atas dasar tabarru’ (hibah) untuk mengganti bahaya-bahaya yang mungkin menimpa kepada siapa saja dari para peserta ketika terjadi risiko yang telah ditanggung.”

Ada dalil hadis yang sering disebut yang diklaim sebagai dasar Asuransi Syariah, yakni hadis tentang Kaum Asy’ariyin. Dari Abu Musa RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda:

إِنَّ الْأَشْعَرِيِّينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اقْتَسَمُوهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ‎

Bahwa kaum al-Asy’ariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR Muttafaq ‘alaih).‎

Dalil hadis lain yang juga sering disebut adalah hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah RA bersama 300 pasukan. Di jalan bekal habis, lalu Abu Ubaidah memerintahkan pasukan mengumpulkan semua bekal makanan, lalu mereka memakannya sedikit demi sedikit sampai habis. Sampailah mereka di tepi laut dan melihat seekor ikan besar seperti bukit, lalu mereka memakan ikan itu selama 18 malam… (HR Bukhari).

Menurut para penggagas asuransi syariah, hadis-hadis tersebut menunjukkan upaya tolong menolong dalam rangka menanggulangi musibah, sesuatu yang juga terdapat dalam akad Asuransi Syariah di jaman modern ini.‎

Macam-macam Asuransi

Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :

I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :

1.    Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial

2.    Asuransi Sosial ( Ta’min  Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan )  yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan  dan lain-lain.‎

Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan  kepastian / jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.

Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan.

II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.

Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :

1.    Asuransi Takaful atau Ta’awun. ( at Ta’min at Ta’awuni )

2.    Asuransi Niaga ( at Ta’min at Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.

III. Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan

Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :

Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta’min al Adhrar )

Asuransi Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.

Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta’min al Askhas )

Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.

Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk:‎
1.  Term assurance (Asuransi Berjangka)

Term assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periode

waktu tertentu.

Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance)  :

Usia Tertanggung 30 tahun
Masa Kontrak 1 tahun
Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.  Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup) 

Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3. Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna) 
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)

Usia Tertanggung 30 tahun
Masa Kontrak 10 tahun
Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
1.Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.

2.Bila tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan sebesar 100 juta

IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.

Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :

1.    Asuransi Konvensional

2.    Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator.

Hukum Asuransi

Bicara mengenai aturan Islam tentunya tak boleh lepas dari dalil-dalil yang menjadi sumbernya. Alloh Ta’ala berfirman: 

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لأزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surat Al-Baqarah: 240) 

Alloh SWT berfirman: 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. “ (Surat An-Nisa': 9). 

Dari ‘Amir bin Sa’ad, dari ayahnya, Sa’ad, ia adalah salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga- berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku ketika haji Wada’, karena sakit keras. Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat. Sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab, “Sepertiga itu banyak (atau cukup besar). Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Alah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu.” (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim) 

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,

 اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ 

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang matimu.” 

Akad dalam Prudential Syariah Jika peserta setuju untuk menjadi nasabah Prudential syariah, maka ada 2 akad yang disetujui, yaitu: Akad tijarah (mudharabah), yaitu akad antara peserta dengan Prudential syariah. Dalam akad ini Prudential syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis). Akad tabarru’ (hibah), yaitu akad antar peserta. Dalam akad ini peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. 

Sedangkan Prudential bertindak sebagai pengelola dana hibah. Dana adalah milik peserta, Prudential hanya mempunyai kewajiban untuk mengelolanya sesuai prinsip syariah yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :

Pertama : Ansuransi Ta’awun

Untuk asuransi ta’awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut:

Asuransi Ta’awun termasuk akad tabarru’ (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang  menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan  ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.

Asuransi Ta’awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.

Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.

Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.

Kedua : Asuransi Sosial

Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :

Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu. 

Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan  hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.

Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga

Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut:

Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad  secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :

َ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

” Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.” ( HR Muslim, no : 2787  )

Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah  ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang,  juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” ( QS. Al-Maidah: 90).

Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi’ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma’ para ulama.

Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur  rihan ( taruhan )  yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta  perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ

“ Tidak ada perlombaan  kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau  yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )

Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.

Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-Nisa’: 29).‎

Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara’. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan  bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.

Penjelasan Tentang Hukum Ghoror

 

Perkembangan bisnis kontemporer demikian pesat, yang menjadi tujuan adalah mendapatkan keuntungan materi semata. Parameter agama dikesampingkan, yang menjadi ukuran adalah mendulang materi sebanyak-banyaknya. Ini merupakan ciri khas peradaban kapitalis ribawi yang memuja materi. Tidak mengherankan bila dalam praktek bisnis dalam bingkai ideologi kapitalis serba bebas nilai. Spekulasi, riba, manipulasi supply and demand serta berbagai kegiatan yang dilarang dalam Islam menjadi hal yang wajar.

Jual beli yang penuh berkah adalah jual beli yang di dalamnya memperhatikan aturan Islam. Inilah jual beli yang akan mendatangkan barokah dan kemudahan rizki dari Allah SWT. Sebaliknya jual beli yang terlarang hanya akan mendatangkan bencana demi bencana. Setelah kita mengetahui beberapa barang yang haram diperdagangkan dan beberapa aturan dalam jual beli, selanjutnya kita patut mengenal bentuk transaksi jual beli yang Islam larang. Diantara jual beli yang diharamkan dalam Islam adalah gharar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah Saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar”.

Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur taruhan di dalamnya. Imam Nawawi mengatakan : “Larangan jual beli gharar merupakan pokok penting dari kitab jual-beli. Oleh karena itu Imam Muslim menempatkannya di depan. Permasalahan yang masuk dalam jual-beli jenis ini sangat banyak, dan tidak terhitung”. Dan adapun isu hukum yang timbul dari pada hadist tersebut ialah tentang definisi atau maksud gharar yang dilarang dalam hadist ini. Jika dikaji karya-karya fiqh klasik tentang makna gharar, boleh dikatakan terdapat berbagai definisi dari pada para fuqaha’ tentang konsep gharar. Dan dalam makalah ini pemakalah akan menyajikan pembahasan tentang hadist yang disebutkan di atas. Baik itu dari segi makna gharar itu sendiri, maupun pentafsiran gharar itu sendirin dari hadist tersebut menurut para pakarnya.

Pengertian Gharar

Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathr  yang artinya pertaruhan. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah). Sedangkan menurut Syaikh as-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Sehingga dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian, bahwasanya yang dimaksud jual beli gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian. Gharar secara bahasa berarti khatar (resiko, berbahaya), dan tahgrir berarti melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan gharrara binafsihi wa malihi taghriran berarti ‘aradahuma lilhalakah min ghairi an ya’rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam wilayah gharar maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Lafal gharar dari segi tata bahasa merupakan isim (kata benda).

Gharar dibatasi dengan sesuatu yang majhul (tidak diketahui), dan tidak termasuk di dalamnya unsur keraguan dalam pencapaiannya. Definisi ini adalah pendapat murni mazhab Dhahiri. Ibn Haz mengatakan “ unsur gharar dalam transaksi bisnis jual beli adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh pembeli apa yang ia beli dan penjual apa yang ia jual. Kombinasi antar kedua pendapat tersebut di atas, yaitu gharar meliputi dalam hal yang tidak diketahui pencapaiannya dan juga atas sesuatu yang majhul(tidak diketahui). Contoh dari definisi ini adalah yang dipaparkan oleh Imam Sarkhasi: “ gharar adalah sesuatu yang akibatnya tidak dapat diprediksi. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqh.
Hukum Gharar

Jual beli gharar dilarang dalam Islam. Adapun dalil-dalilnya sebagai berikut:

Pertama: Firman Allah:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Qs. al- Baqarah : 188)

Kedua: Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Qs. an-Nisa : 29)

Ketiga: firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Qs. al- Maidah: 90)

Keempat: Hadits Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah ( dengan melempar batu ) dan jual beli gharar.” (HR Muslim)

Hikmah Larangan Jual Beli Gharar

Diantara hikmah larangan jual beli gharar adalah untuk menjaga harta orang lain dan menghindari perselisihan dan permusuhan yang muncul akibat adanya penipuan dan pertaruhan.

Jenis-jenis Gharar

Bila ditinjau pada terjadinya jual-beli, gharar terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual-beli habal al-habalah (jual-beli tahunan), yakni menjual buah-buahan dalam transaksi selama sekian tahun. Buah-buahan tersebut belum ada, atau menjual buah yang belum tumbuh sempurna (belum layak dikonsumsi).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual-beli dengan sistem kontrak tahunan, yakni membeli (hasil) pohon selama beberapa tahun, sebagaimana dalam hadits yang berbunyi,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ وَالْمُعَاوَمَةِ وَالْمُخَابَرَةِ قَالَ أَحَدُهُمَا بَيْعُ السِّنِينَ هِيَ الْمُعَاوَمَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli muhaqalah, muzabanah, mu’awamah, dan mukhabarah. Salah seorang dari keduanya menyatakan, ‘Jual-beli dengan sistem kontrak tahunan adalah mu’awamah.’ ” (Hr. Muslim)

Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan,

كَانَ النَّاسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَبَايَعُونَ الثِّمَارَ فَإِذَا جَدَّ النَّاسُ وَحَضَرَ تَقَاضِيهِمْ قَالَ الْمُبْتَاعُ إِنَّهُ أَصَابَ الثَّمَرَ الدُّمَانُ أَصَابَهُ مُرَاضٌ أَصَابَهُ قُشَامٌ عَاهَاتٌ يَحْتَجُّونَ بِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا كَثُرَتْ عِنْدَهُ الْخُصُومَةُ فِي ذَلِكَ فَإِمَّا لَا فَلَا تَتَبَايَعُوا حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُ الثَّمَرِ

“Masyarakat di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan jual-beli buah-buahan. Kalau datang masa panen dan datang para pembeli yang telah membayar buah-buahan itu, para petani berkata, ‘Tanaman kami terkena diman , terkena penyakit, terkena qusyam , dan berbagai hama lain.’ Maka, ketika mendengar berbagai polemik yang terjadi dalam hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bila tidak, jangan kalian menjualnya sebelum buah-buahan itu layak dikonsumsi (tampak kepantasannya).
Demikianlah, dengan melarang jual-beli ini, Islam memutus kemungkinan terjadinya kerusakan dan pertikaian. Dengan cara itu pula, Islam memutuskan berbagai faktor yang dapat menjerumuskan umat ini ke dalam kebencian dan permusuhan dalam kasus jual-beli tersebut.

2. Jual-beli barang yang tidak jelas (majhul) 

- Mutlak, seperti pernyataan seseorang, “Saya jual barang ini dengan harga seribu rupiah”, padahal barangnya tidak diketahui secara jelas; atau 
- Jenisnya, seperti ucapan seseorang, “Aku jual mobilku kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas; atau 
- Tidak jelas ukurannya, seperti ucapan seseorang, “Aku jual kepadamu tanah seharga lima puluh juta,”namun ukuran tanahnya tidak diketahui.

Bentuk-bentuk Jual Beli Gharar

Ada tiga macam bentuk jual beli gharar:

Bentuk Pertama: Jual Beli Gharar yang Dilarang

Bentuk pertama ini terdiri dari tiga macam sebagaimana disebutkan Ibnu Taimiyah di dalam al-Fatawa al-Kubra (4/18) :

وَأَمَّا الْغَرَرُ، فَإِنَّهُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ: الْمَعْدُومُ، كَحَبَلِ الْحَبَلَةِ، وَاللَّبَنُ، وَالْمَعْجُوزُ عَنْ تَسْلِيمِهِ: كَالْآبِقِ، وَالْمَجْهُولِ الْمُطْلَقِ، أَوْ الْمُعَيَّنِ الْمَجْهُولِ جِنْسُهُ، أَوْ قَدْرُهُ

“Adapun al-Gharar, dibagi menjadi tiga: (pertama) jual beli yang tidak ada barangnya, seperti menjual anak binatang yang masih dalam kandungan, dan susunya, (kedua): jual beli barang yang tidak bisa diserahterimakan, seperti budak yang lari dari tuannya,(ketiga): jual beli barang yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali atau bisa diketahui tapi tidak jelas jenisnya atau kadarnya “(Adil al-‘Azzazi di dalam  Tamam al-Minnah (3/305) juga menyebutkan hal yang sama)

Berikut ini rincian dari tiga macam jual beli gharar yang dilarang:

Pertama: Gharar karena barangnya belum ada (al-ma'dum).

Contoh dari jual beli al-ma’dum adalah apa yang terdapat dalam hadist Ibnu Umarradhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata :

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa  sallam melarang menjual anak dari anak yang berada dalam perut unta”. (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua: Gharar karena barangnya tidak bisa diserahterimakan ( al-ma’juz ‘an taslimihi )  Seperti menjual budak yang kabur, burung di udara, ikan di laut, mobil yang dicuri, barang yang masih dalam pengiriman,

Ketiga: Gharar karena ketidakjelasan (al-jahalah) pada barang, harga dan akad jual belinya.

Contoh ketidakjelasan pada barang yang akan dibeli, adalah apa yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR Muslim)

Contoh jual beli al-hashah adalah ketika seseorang ingin membeli tanah, maka penjual mengatakan: “Lemparlah kerikil ini, sejauh engkau melempar, maka itu adalah tanah milikmu dengan harga sekian.”

Termasuk dalam katagori ini adalah apa yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudriradhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata :

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُنَابَذَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang dari Al-Munabadzah dan Al-Mulamasah”. (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Munabadzah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Kalau saya lempar barang ini kepadamu maka wajib untuk dibeli”

Al-Mulamasah adalah seorang penjual berkata kepada pembeli: “Apa saja yang kamu sentuh maka harus dibeli”

Termasuk dalam katagori ini juga adalah apa yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوْ صَلاَحُهَا

“ Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang  jual beli buah pohon sampai nampak baiknya (HR Bukhari dan Muslim)

Termasuk dalam katagori ini adalah Asuransi Konvensional, karena di dalamnya ada ketidakjelasan tentang keuntungan yang akan diterima keduabelah pihak, baik perusahaan asuransi maupun konsumen. Sebagi contoh, jika seseorang membayar premi asuransi kecelakaan ketika mau naik pesawat terbang. Akad seperti ini mengandung gharar atau spekulatif atau ketidakjelasan, apakah penumpang tersebut akan selamat atau tidak, jika dia selamat maka uang premi yang ia bayarkan ke perusahaan asuransi akan hangus, sebaliknya jika dia celaka, maka pihak perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dengan membayar sejumlah uang dalam jumlah yang besar kepada korban atau keluarganya.

Bentuk Kedua: Gharar Yang Diperbolehkan

Jual beli gharar yang diperbolehkan ada empat macam: (pertama) jika barang tersebut sebagai pelengkap, atau (kedua) jika ghararnya sedikit, atau (ketiga) masyarakat memaklumi hal tersebut karena dianggap sesuatu yang remeh, (keempat) mereka memang membutuhkan transaksi tersebut.

Imam Nawawi menjelaskan hal tersebut di dalam Syarh Shahih Muslim (5/144):

“Kadang sebagian gharar diperbolehkan dalam transaksi jual beli, karena hal itu memang dibutuhkan (masyarakat), seperti seseorang tidak mengetahui tentang kwalitas pondasi rumah (yang dibelinya), begitu juga tidak mengetahui kadar air susu pada kambing yang hamil.  Hal – hal seperti ini dibolehkan di dalam jual beli, karena pondasi (yang tidak tampak) diikutkan (hitungannya) pada kondisi bangunan rumah yang tampak, dan memang harus begitu, karena pondasi tersebut memang tidak bisa dilihat. Begitu juga yang terdapat dalam kandungan kambing dan susunya.“ (lihat juga Ibnu Hajar di dalamFathu al-Bari, Kitab: al-Buyu’, Bab: Bai’ al-Gharar)

Beberapa contoh gharar lain yang diperbolehkan  :

Menyewakan rumahnya selama sebulan. Ini dibolehkan walaupun  satu bulan kadang 28, 29, 30 bahkan 31 hari. 
Membeli hewan yang sedang mengandung dengan adanya kemungkinan yang dikandung hanya seekor atau lebih, jantan atau betina, kalau lahir sempurna atau cacat.
Masuk toilet dengan membayar Rp. 2000,- padahal tidak diketahui jumlah air yang digunakan
Naik kendaran angkutan umum atau busway dengan membayar sejumlah uang yang sama, padahal masing-masing penumpang tujuannya berbeda-beda.
Jual beli dengan gharar semacam ini dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Berkata Imam Nawawi di dalam al- Majmu’ Syarhu  al-Muhadzab, (9/311):

“Menurut kesepakatan ulama, semua yang disebut di atas diperbolehkan. Para ulama juga menukil ijma’ tentang bolehnya menjual barang-barang yang mengandung ghararyang sedikit.”   

Ibnu Qayyim di dalam Zadu al-Ma’ad (5/727) juga mengatakan: “Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli.“ (Lihat juga Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa al-Kubra: 4/ 18)

Bentuk Ketiga: Gharar yang Masih Diperselisihkan

Gharar yang masih diperselisihkan adalah gharar yang berada di tengah–tengah antara yang diharamkan dan yang dibolehkan, sehingga para ulama berselisih pendapat di dalamnya. Hal ini dikarenakan perbedaaan mereka di dalam menentukan apakah gharar tersebut sedikit atau banyak, apakah dibutuhkan masyarakat atau tidak, apakah sebagai pelengkap atau barang inti

Contoh gharar dalam bentuk ketiga ini adalah menjual wortel, kacang tanah, bawang, kentang dan yang sejenis yang masih berada di dalam tanah. Sebagian ulama tidak membolehkannya seperti Imam Syafi’I, tetapi sebagian yang lain membolehkannya seperti Imam Malik, IbnuTaimiyah (Majmu Fatawa: 29/33), Ibnu Qayyim (Zadu al-Ma’ad:5/728) .

Penulis cenderung mendukung pendapat yang membolehkan tetapi dengan syarat bahwa penjual dan pembeli sama- sama mempunyai ilmu tentang barang-barang yang dijual tersebut, seperti apabila keduanya adalah petani yang mengetahui kwalitas wortel, bawang, kentang yang berada di dalam tanah dengan melihat kwalitas daunnya atau batangnya atau dengan cara yang lain. Ini seperti halnya seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan dengan hanya melihat wajah dan kedua telapak tangannya. Walaupun ini masuk dalam katagori gharar, karena laki-laki yang melamar tidak melihat anggota badan yang tertutup dari perempuan yang dilamar, tetapi paling tidak, wajah dan kedua telapak tangan, biasanya sudah mewakili apa yang tertutup dan tidak bisa dilihat. ‎

MACAM-MACAM GHARAR

Bisnis gharar dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama; gharar pada shighot transaksi (akad), kedua; gharar pada  mahalul aqad (obyek aqad), yaitu komoditi dan harganya.

Gharar pada shighot yaitu bahwa aqad terjadi dengan kriteria yang mengandung unsur gharar. Gharar bentuk ini berhubungan langsung dengan aqad bukan dengan komoditi. Misalnya, jika seseorang mengatakan pada temannya,” Saya jual rumahku padamu seharga Rp.250.000.000,  Jika ada orang yang akan menjual tanahnya kepadaku ”. Dan berkata temannya, “ Saya terima”. Maka disini ada unsur gharar terkait aqad, karena akhirnya tidak diketahui apakah kedua pedagang dan pembeli itu akan terjadi transaksi jual beli atau tidak. Maka jumhur ulama mengharamkan bentuk bisnis seperti ini.  Unsur gharar pada jenis bisnis ini karena kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui apakah hal yang disyaratkan terpenuhi atau tidak, sehingga tidak mengetahui apakah jual-beli ini jadi atau tidak. Juga tidak jelas dari segi waktunya, kapan transaksi tersebut terjadi. Begitu juga dari segi suka atau tidak suka, terkadang pembeli pada saat itu ingin membeli, tetapi pada waktu yang lain sudah tidak suka dan membutuhkan lagi.

Kedua, gharar dari sisi obyek aqad, bentuk ini lebih buruk lagi karena tidak jelas komoditi dan harga, jenis, sifat dan ukurannyanya. Jika salah satu dari keempat hal tadi tidak diketahui maka sudah termasuk gharar. Contoh, tidak jelas komoditi; saya jual barang padamu sepuluh juta. Contoh tidak mengetahui jenis; saya jual beras (tanpa menyebutkan jenisnya) seharga 50 ribu. Contoh, tidak mengetahui sifatnya; saya jual padamu beras (tanpa menyebutkan sifat atau kualitas) seharga seratus ribu. Contoh, tidak mengetahui beratnya; saya jual padamu beras (tanpa menyebutkan berat). Tetapi jika komoditinya terlihat, maka menurut madzhab Hanafi boleh menjualnya tanpa menyebutkan 4 hal tersebut.   Contah lain, menjual binatang yang masih dalam perut induknya, menjual hasil bumi yang masih diperut bumi dan tidak kelihatan, seperti kentang, bawang, ubi dll. Madzhab Hanafi membolehkan jual-beli seperti ini dengan syarat adanya hak melihat dan hak memilih  (jadi atau tidaknya) jika sudah dipanen.

GHARAR PADA  AQAD

Bisnis yang mengandung gharar pada aqad banyak  sekali, di bawah ini beberapa conotohnya:

Bay’atani Fi Bay’ah ( Dua Akad Penjualan  dalam satu jual beli)
Bisnis dengan sistem bisnis ini  diharamkan berdasarkan hadits rasulullah saw. :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ض قَالَ { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ وَلِأَبِي دَاوُد

“ Dari Abu Hurairah  ra. berkata, Rasulullah saw. melarang dua aqad  dalam satu jual beli” (HR Ahmad, Nasa’I, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Abu Dawud)

Para ulama sepakat mengharamkan bentuk jual beli ini, namun berbeda pendapat dalam menafsirkan atau menjelaskan bentuk jual beli seperti ini.  Dan yang di haramkan oleh jumhur ulama adalah jika dalam satu aqad mengandung dua penjualan, seperti saya jual barang ini seribu kontan dan seribu dua ratus kredit dalam waktu satu tahun. Lalu pembeli mengatakan saya terima, tanpa menjelaskan bahwa dia membeli yang kontan atau yang kredit. Kemudian keduanya berpisah. Maka inilah cara yang diharamkan sebagaimana hadits diatas. Tafsir kedua yang diharamkan seperti saya jual rumahku padamu dengan syarat engkau menjual mobilmu padaku”.

Adapun jika penjual mengatakan saya jual barang ini satu juta kontan, dan satu juta dua ratus ribu kredit dalam  waktu setahun. Kemudian pembeli memilih salah satunya, maka dibolehkan oleh para ulama.

Sebab larangan disini adalah gharar pada aqad, karena tidak tahu jenis aqad mana yang diambil. Sedangkan pada bentuk tafsir kedua tidak tahu apakah akad terjadi atau tidak. Maka keduanya mengandung gharar.

Bayul ‘Urbun

Bay’ul Urbun atau Urban adalah uang muka yang hangus akibat tidak jadi membeli barang. Jika jadi membeli maka uang muka tersebut menjadi sebagian pembayaran. Hadits terkait dengan bay’ul urbun adalah:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَالَ : { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ }

 

Dari Amru Bin Syu’aib berkata, “ Rasulullah saw melarang bayul Urban” (HR Malik)

Jumhur ulama mengharamkan jual beli seperti ini karena ada unsur gharar tetapi imam Ahmad dan ulama yang lain membolehkannya. Jalan tengahnya maka penjual dapat mengambil sebagian uang muka sebagai konpensasi atas kerugian waktu dll yang ia lakukan, dan ini dilakukan setelah pemberitahuan.

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah

Bay’ul Hashoh, Mulamasah dan Munabadzah diharamkan berdasarkan hadits Nabi saw:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

" Dari abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw melarang bay’ul hashoh dan bay’ul gharar” (HR Muslim)

Diantara bentuk gharar pada transaksi adalah: Ba’yul Hashoh yaitu kedua penjual dan pembeli sepakat untuk transaksi berdasarkan batu yang dilempar, atau batu tersebut diletakkan pada komoditi. Bay’ul Mulamasah, yaitu jika calon pembeli memegang komoditi tersebut, maka wajib membelinya. Bay’ul Munabadzah, yaitu jika dagangan tersebut dilemparkan pada seseorang atau diletakkan pada seseorang maka ia wajib membelinya. Para ulama mengharamkan jenis bisnis  tersebut, karena sama dengan qimar atau judi.

GHARAR PADA OBYEK AQAD

Bisnis yang mengandung gharar pada obyek aqad sangat banyak, dibawah ini beberapa bisnis yang mengandung gharar pada obyek aqad baik komoditi maupun harganya.

Bayul Ma’dum

Para ulama mengharamkan bay’ul ma’dum yaitu ketika terjadi aqad tidak ada komoditinya dan keberadaannya tidak jelas pada waktu yang akan datang. Maka bisnis ini batil. Beberapa contoh Bay’ul ma’dum menjual anak binatang pada binatang yang belum ketahuan hamil, menjual buah pada pohon buah yang belum ketahuan tumbuh buahnya. Adapun Salam dan Istishna dibolehkan oleh para ulama karena tidak termasuk bay’ul madum dan tidak menimbulkan gharar.

Dalam bentuk bisnis modern ada yang disebut Future Trading atau dalam Arab Bay’ul Asyaa Mustaqbalah bahasa fiqihnya adalah Ba’yul Ma’dum dimana mayoritas fuqaha mengaharamkan. Tetapi pendapat yang kuat adalah bisnis seperti ini asalnya halal, menjadi haram jika mengandung unsur gharar. Bisnis ini menjadi boleh jika memiliki kualifikasi bisnis Salam. Salam atau Salaf adalah bisnis dengan komoditinya belum ada tetapi memiliki kualifikasi jelas dengan harga tunai. Disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas, berkata : “Rasulullah Saw. Datang ke Madinah dan penduduknya melakukan transaksi Salaf (Salam)  pada tanaman setahun dan dua tahun. Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa melakukan salaf pada tanaman, maka lakukanlah dengan takaran yang diketahui, timbangan yang dikethui dan waktu yang diketahui” (Muttafaqun ‘alaihi).

Future Trading atau Future Komoditi, yaitu; jual beli dengan pembayaran harga yang disepakati secara tunai, sedang penyerahan barangnya ditangguhkan pada waktu yang dijanjikan oleh penjual dan disetujui pembeli (jatuh tempo). Dalam akad Salam harga sudah final/tetap, tidak dikenal padanya penambahan, kenaikan ataupun penurunan.

Dalam Future Trading disamping ada orang yang motivasinya membeli barang, tetapi banyak juga yang motivasinya bukan membeli barang tetapi melihat fluktuasi harga. Saat harga barang tinggi maka ia melepas surat tanda kepemilikan barang, dan jika harga rendah maka ia tahan. Dan begitulah berpindah-pindah dari satu orang ke-orang lain menjual surat berharga tersebut tanpa mengetahui barangnya. Unsur penambahan/kenaikan harga atau  penurunan/pengurangan harga setelah transaksi dan pembayaran dilunasi disebut capital again. Unsur penambahan atau pengurangan ini mengandung karakter gambling (maysir), baik perusahaan yang untung atau merugi, hukum maysir/qimar adalah haram.

Jelasnya, dalam future trading target pembeli adalah bergambling (qimar/maysir) dengan naik turunnya harga barang yang ditentukan oleh pasar, dan bukan barang itu sendiri yang menjadi target pembeli. Kemudian, hal yang tidak diterima pula oleh Syariat adalah pembeli menjual kembali barang yang belum ia terima kepada pembeli  kedua atau orang lain.

Bisnis Future Trading dan Bursa Komoditi mengandung banyak sekali cacat secara Syariah. Diantaranya penjual tidak disyaratkan memiliki barang tersebut, tetapi cukup dengan komitmen menyerahkan komoditi tersebut pada waktu tertentu, jika diminta pembeli. Bisnis ini juga tidak mensyaratkan memberikan harga semuanya secara tunai sebagaimana bisnis Salam, tetapi hanya membayar sebagaian saja, misalnya 20 %. Oleh karena itu Future Trading  tidak memenuhi syarat bisnis Salam.

Bisnis Komoditi  yang Tidak Dimiliki

Diantara bentuk bisnis yang berkembang sekarang adalah menjual barang yang tidak dimilikinya.

لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Janganlah engkau menjual apa yang tidak ada padamu !” (HR. Abu Dawud No. 3503).

Fiqih Islam melarang orang menjual barang yang tidak dimilikinya saat transaksi. Disebutkan dalam Khasyiah Ibnu Abidin:” Diantara syarat bisnis adalah komoditinya dimiliki sendiri oleh penjual saat menjual. Dan tidak sah menjual komoditi yang tidak dimiliki, sekalipun akan dimiliki setelah itu” (Nailul Authar). Berkata Ibnu Qudamah:” Kami tidak melihat masalah (pengharaman ini) diperselisihkan oleh ulama” (Al-Mughni 4/206).

Alasan atau illat pengharaman ini adalah karena terdapat gharar yang jelas dimana komoditi yang dijual tidak dapat diterima saat transaksi. Fiqih Islam mengecualikan bisnis Salam karena terdapat hadits yang membolehkannya dan tidak terdapat unsur gharar, juga karena spefikasinya telah disebutkan secara jelas.  Dan jatuh tempo yang dijanjikan komoditi tersebut ada.

Money Game

Gharar dapat masuk pada semua usaha dan bisnis modern, sehingga umat Islam ketika akan terjun ke bidang usaha harus menguasai ilmunya. Jangan sampai terperosok pada sesuatu yang diharamkan Allah. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. Berkeliling ke pasar dan memukul sebagian pedagang dengan rotan dan berkata:” Tidak boleh berbisnis di pasar kami kecuali yang memahami. Jika tidak, maka ia akan makan riba’ secara sukarela atau tidak “. Rasulullah Saw. Bersabda:” Mencari harta yang halal adalah wajib bagi setiap muslim” (HR At-Thabrani).

Diantara bentuk bisnis yang diharamkan adalah money game. Money Game sebenarnya lebih dekat pada maisir dari pada bisnis. Namun yang sebenarnya adalah manipulasi dalam bisnis, karena  yang terjadi hanyalah putaran dana atau arisan berantai tanpa ada komoditinya. Kalaupun komoditi tersebut ada, tidak sesuai dengan size dan atau besaran putaran dananya.  Dalam berbisnis harus mengikuti standar umum dan tidak boleh hanya bersandar pada tsiqoh (percaya) tanpa mengetahui akad, komoditi dan bentuk bisnis yang dilakukan. Dan seorang muslim tidak boleh mengambil keuntungan dari usaha yang tidak jelas atau mengandung unsur jahalah. Karena jahalah bagian dari gharar dalam binis  yang diharamkan Allah. Allah Swt berfirman, artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”(QS ‘Abasa 24).

Penjelasan Tentang Rumput Fatimah

 

Rumput Fatimah Labisia pumila varalata adalah tumbuhan semak yang berasal dari Timur Tengah. Dalam bahasa Arab disebut dengan Kaf Mariyam (telapak tangan Mariyam), orang Barat menyebutnya Mawar Jeriko, orang Malaysia menyebutnya Kacip Fatimah. Beberapa penelitian mengungkapkan di dalam tanaman rumput Fatimah terkandung suatu zat sejenis oksitoksin yang dapat menimbulkan kontraksi dari rahim. Rumput Fatimah berkhasiat juga untuk melancarkan haid, menghilangkan rasa sakit ketika haid, mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan, meningkatkan hormon pada perempuan, melangsingkan tubuh, dan mengobati diare.Maka di sisi lain, rumput Fatimah juga kerap digunakan sebagai obat pelancar haid bagi orang-orang yang ” mendadak” telanjur hamil di luar perencanaan seperti para ibu yang telanjur ber-KB tapi kebobolan atau para gadis yang telanjur hamil namun belum menikah.

Tumbuhan ini umumnya dipakai dengan cara akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam, kadar oksitosin yang terlarut pun semakin pekat, dosisnya bisa jadi berlipat-lipat. Sehingga efeknya bisa jadi sangat berbahaya jika salah dalam dosis dan aturan meminumnya. Jika oksitosin dikonsumsi berlebihan bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya yaitu rahim menjadi robek. Pada obat-obat modern, masalah variasi ini tidak terjadi. Semua bahan aktifnya jelas, dosisnya pun terukur. Rumput Fatimah hanya boleh dikonsumsi ketika sudah dekat waktu melahirkan, yakni ketika pembukaan sudah di atas 6, bukan pada saat pecahnya air ketuban. Jika Rumput Fatimah dikonsumsi sebelum pembukaan 6 akan terjadi kontraksi yang abnormal. Dan hal ini bisa jadi sangat berbahaya bagi ibu yang hendak melahirkan. Dampak terburuknya bisa terjadi robekan pada dinding rahim dan perdarahan yang hebat dan tidak bisa terhentikan. Karena itu, meskipun pada beberapa kasus sangat membantu proses persalinan, sebaiknya berhati-hati ketika hendak mengkonsumsinya. Upayakan berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu tentang konsumsinya. Jangan heran jika banyak dokter akan melarang penggunaannya karena dikhawatirkan akan berbahaya bagi sang ibu dan buah hati.

Ada beberapa pengertian mengenai thibbun nabawi yang didefinisikan oleh ulama di antaranya,

الطب النبوي هو هو كل ما ذكر في القرآن والأحاديث النبوية الصحيحة فيما يتعلق بالطب سواء كان وقاية أم علاجا

1.Thibbun nabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih yang berkaitan dengan kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan.

الطب النبوي هو مجموع ما ثبت في هدي رسول الله محمد صلى الله عليه وسلم في الطب الذي تطبب به ووصفه لغيره.

2.Thibbun nabawi adalah kumpulan apa shahih dari petunjuk Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kedokteran yang yang beliau berobat dengannya atau untuk mengobati orang lain.

تعريف الطب النبوي: هو طب رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي نطق به ، واقره ، او عمل به وهو طب يقيني وليس طب ظني ، يعالج الجسد والروح والحس.

3. Definisi thibbun nabawi adalah (metode) pengobatan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau ucapkan, beliau tetapkan (akui) beliau amalkan, merupakan pengobatan yang pasti bukan sangkaan, bisa mengobati penyakit jasad, ruh dan indera.

-Misalnya yang beliau ucapkan tentang keutamaan habatus sauda,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام

”Sesungguhnya pada habbatussauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian” (Muttafaqun ‘alaihi)

-Misalnya yang beliau tetapkan (akui) yaitu kisah sahabat Abu Sa’id Al-Khudri yang meruqyah orang yang terkena gigitan racun kalajengking dengan hanya membaca Al-Fatihah saja. Maka orang tersebut langsung sembuh. Sebagaimana dalam hadits

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu berada dalam perjalanan safar, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para  sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyahkarena pembesar kampung tersebut tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al-Fatihah. pembesar tersebutpun sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al-Fatihah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al-Fatihah adalah ruqyah?”Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.”[HR. Bukhari dan Muslim‎]

-misalnya yang beliau amalkan, beliau melakukan hijamah serta menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan hijamah.

Dari Ali bin Abi Thalib radhiallaahu ‘anhu :

أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وأمرني فأعطيت الحجام أجره

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan menyuruhku untuk memberikan upah kepada ahli bekamnya.”[Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, shahih‎]

Salah paham mengenai thibbun nabawi

Sebagian orang salah paham dengan thibbun nabawi. Ada yang sekedar minum habbatus sauda dan minum madu tanpa takaran yang jelas, ia sangka sudah menerapkan thibbun nabawi. Padahal seperti yang sudah dijelaskan bahwa thibun nabawi merupakan suatu metode yang kompleks. Begitu juga dengan sebagian kecil pelaku herbal yang hanya dengan menambahkan madu atau habbatus sauda dalam ramuannya, maka ia klaim bahwa ramuannya adalah thibbun nabawi.

Perlu kita ketahui bahwa konsep thibbun nabawi adalah konsep kedokteran yang kompleks sebagaimana kedokteran yang lain. Dalam thibbun nabawi perlu juga kemampuan mendiagnosa penyakit, meramu bahan dan kadarnya, mengetahui dosis obat dan lain-lain.

Pendangan secara medis

Setahu kami belum ada penelitian yang valid mengenai rumput fatimah (nama lainnya Labisia pumila). Tetapi ada beberap sumber yang menyatakan bahwa ternyata rumput Fatimah mengandung hormon oksitoksin yang bisa merangsang kontraksi rahim.

Tentu ini akan berbahaya jika diminum berlebihan tanpa dosis yang jelas dan arahan dari ahli herbal yang berpengalaman. Beberapa sumbe menyatakan, sebaiknya diminum ketika proses melahirkan, pada pembukaan kelahiran.

Yang salah paham adalah wanita hamil meminumnya dengan tanpa dosis yang jelas dan ketika belum saatnya melahirkan, akibatnya rahim akan kontraksi dan terkadang bisa mengugurkan kandungan. Ini sudah cukup banyak kami temui kasus seperti ini.

Untuk lebih amannya, sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli herbal yang sudah berpengalaman. Dan yang paling penting adalah jangan sampai kita beranggapan bahwa ini adalah ajaran atau bagian dari Islam dan menganggapanya thibbun nabawi atau bahkan menganggapnya memiliki barakah.

firman Allah ta’ala,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Qs. al-Isra’: 36)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أحْدَثَ فيِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ.
وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Dari ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha dia berkata, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ada (memperbuat sesuatu yang baru) di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang bukan bersumber padanya (tidak disyari’atkan), maka ia tertolak." [HR.Al-Bukhari]

Kandungan Rumput Fatimah

Rumput Fatimah mengandung karbon, oksigen, kalsium, dan mineral lain. Rumput Fatimah mengandung berbagau jenis dan unsur mineral baik pada bagian daun, batang dan akar. Setiap bagian memiliki unsur mineral yang berbeda dan memiliki peran yang penting untuk kesehatan ibu hamil.

Rumput Fatimah digunakan sebagai salah satu obat herbal untuk perempuan baik sebelum hamil maupun saat hamil. Kandungan berbagai senyawa yang bisa mempengaruhi hormon reproduksi menjadi kunci penting dalam mengkonsumsi rumput Fatimah. Berikut ini beberapa manfaat rumput Fatimah.

1. Rumput Fatimah untuk Gangguan Reproduksi Wanita

Rumput Fatimah dipercaya bisa menggantikan produksi hormon estrogen. Hormon yang berfungsi untuk mengatur siklus wanita setiap bulan. Saat hamil wanita mengalami ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Konsumsi rumput Fatimah bisa meningkatkan jumlah kadar hormon estrogen dalam darah.

2. Rumput Fatimah Melancarkan Proses Persalinan Normal

Bagi ibu hamil yang akan mempersiapkan persalinan normal, maka rumput Fatimah adalah ramuan yang sangat umum. Ketika proses persalinan normal dan ibu hamil mengalami kontraksi normal maka air dari rendaman rumput Fatimah bisa mempercepat proses persalinan. Air rendaman rumput Fatimah akan memicu kontraksi dan mendorong pembukaan yang lebih cepat.

3. Rumput Fatimah untuk Menormalkan Menstruasi

Saat wanita sedang menstruasi biasanya ada beberapa kesulitan yang dialami seperti darah yang tidak lancar. Hal ini akan membuat bagian perut bawah, pinggang dan kaki menjadi sakit, lelah dan kurang nyaman. Minum rendaman rumput Fatimah bisa mengatasi masalah ini. Hal ini disebabkan rumput Fatimah bisa membuat perubahan hormon saat menstruasi menjadi normal sehingga darah mengalir dengan lancar.

4. Rumput Fatimah Mengatasi PMS

PMS adalah hal yang sangat lumrah bagi wanita yang sudah mengalami menstruasi. Berbagai gejala seperti kepala pening, lemah, demam, tekanan emosi dan rasa sakit pada semua bagian tubuh akan menjadi hal yang sangat menganggu. Bahkan tidak sedikit ada wanita yang pinsan karena rasa menstruasi yang terlalu sakit. Untuk mengatasi semua masalah ini maka disarankan untuk air rendaman rumput Fatimah.

5. Rumput Fatimah Membantu Organ Kewanitaan

Salah satu manfaat lain dari rumput Fatimah adalah bisa digunakan untuk membersihkan organ kewanitaan. Rumput Fatimah mengandung senyawa alami yang bisa membuat pH di daerah kewanitaan menjadi normal atau sesuai kebutuhan. Masalah ini biasanya disebabkan karena bakteri atau infeksi kuman pada area kewanitaan.

6. Rumput Fatimah Bisa Memulihkan Kondisi Pasca Persalinan

Rumput Fatimah mengandung senyawa oksitosin yang bisa membantu ibu hamil saat melakukan persalinan normal. Ibu yang sudah melahirkan biasanya mengalami beberapa kondisi karena kelelahan dan rasa sakit. Untuk mengatasi hal ini maka bisa minum air rendaman rumput Fatimah yang membuat kondisi fisik ibu cepat pulih.

Berbagai manfaat rumput Fatimah dalam dunia medis memang belum terbukti. Bahkan dari beberapa hasil penelitian yang dikeluarkan dalam jurnal khusus melaporkan bahwa rumput Fatimah bisa meningkatkan resiko kematian saat persalinan. semua jenis zat yang terkandung dalam rumput Fatimah juga belum terbukti secara ilmiah untuk membantu persalinan. Lebih baik jika Anda berkonsultasi dengan dokter sebelum memakai rumput Fatimah saat persalinan.

Resiko Rumput Fatimah

Rumput Fatimah banyak digunakan oleh dunia herbal di kawasan Malaysia, Arab dan beberapa negara lain. Rumput Fatimah dipercaya bisa meningkatkan kelancaraan dalam proses persalinan. Namun rumput Fatimah juga memiliki beberapa resiko. Berikut ini beberapa ancaman atau masalah serius yang disebabkan karena rumput Fatimah.

Rumput Fatimah Menyebabkan Kontraksi Paksa. Saat persalinan normal maka ibu akan mengalami kondisi kontraksi. Kondisi ini yang membuat bayi bisa turun dan mendorong pembukaan pada rahim. Rumput Fatimah mengandung senyawa fitokimia yang sangat mendorong agar kontraksi berjalan dengan cepat. Namun kontraksi paksa yang dilakukan pada janin akan membuat janin menjadi stres dan tidak kuat. Resiko dari kontraksi paksa bisa menyebabkan gagal jantung sehingga janin bisa meninggal dalam rahim.

Rumput Fatimah Bisa Menyebabkan Pendarahan. Kondisi pendarahan menjadi bagian yang sangat ditakuti bagi semua ibu yang melahirkan. Namun masalah pendarahan setelah minum rumput Fatimah akan menjadi hal yang sangat mengerikan. Rumput Fatimah yang direndam dalam waktu lama bisa meningkatkan kadar racun yang bisa diminum oleh janin. Selain menyebabkan kematian pada janin maka kondisi ini bisa menyebabkan pendarahan yang membahayakan nyawa ibu hamil.

Konsumsi Rumput Fatimah bisa Membuat Ketuban Pecah. Rumput Fatimah bisa dikonsumsi oleh ibu hamil untuk melancarkan persalinan. Rumput Fatimah mengandung senyawa yang bisa mendorong kontraksi. Namun kondisi yang tidak tepat bisa menyebabkan ibu hamil mengalami pecah ketuban. Hal ini disebabkan karena kontraksi paksa yang cepat sementara air ketuban pecah dan pembukaan belum sempurna. Dalam kondisi ini maka janin dan ibu hamil bisa mengalami kematian.

Rumput Fatimah Membuat Rahim Sobek. Semua ibu hamil pasti ingin melahirkan secara normal dan nyaman. Namun memakai rumput Fatimah untuk melancarkan persalinan harus dilakukan dengan cara yang tepat. Minum rumput Fatimah saat bayi belum turun dan ibu hamil belum merasakan kontraksi penuh maka bisa menyebabkan janin memiliki resiko yang tinggi. Kontraksi yang terlalu kuat dapat menyebabkan rahim sobek dan pendarahan yang sulit untuk dikendalikan.

Cara Konsumsi Rumput Fatimah

Rumput Fatimah mengandung berbagai senyawa yang penting untuk wanita dan ibu hamil. Beberapa senyawa yang ditemukan dalam rumput Fatimah adalah seperti oksitosin, fitokimia dan beberapa senyawa karbon. Cara konsumsi yang tidak tepat akan meningkatkan nilai senyawa sehingga membayakan untuk ibu hamil yang akan melahirkan. 

Cara menyiapkan rumput Fatimah adalah sebagai berikut.

Cuci bersih rumput Fatimah dan masukkan dalam gelas atau mangkuk.
Tuang air hangat atau air dingin dan rendam rumput Fatimah sebentar saja.

Bagi ibu yang akan melahirkan secara normal sebaiknya minum rumput Fatimah saat sudah mencapai pembukaan 7. Jika sebelum pembukaan 7 dan ibu minum rumput Fatimah maka bisa menyebabkan pendarahan dan resiko lain.

Rendaman rumput Fatimah tidak boleh terlalu lama dan harus segera diminum untuk mengurangi resiko tingginya kadar oksitosin dari rumput Fatimah.

Jika Anda ingin memakai rumput Fatimah untuk membatu persalinan sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter yang akan menangani untuk menghindari resiko yang tidak diinginkan.

Kelahiran dengan memakai sistem induksi tidak disarankan untuk memakai rumput Fatimah karena bisa menyebabkan pendaran.

Dengan mengetahui bahaya dan manfaat rumput Fatimah, maka ibu hamil dan ibu yang akan menjalani persalinan bisa memanfaatkan rumput Fatimah. Selain itu ibu hamil juga bisa melindungi diri sendiri dan janin agar tidak mengalami resiko seperti pendarahan, pecah ketuban dan kematian janin karena gagal jantung.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...