Kamis, 14 Oktober 2021

Penjelasan Sholat Birul Walidain


Wahai Sahabat!!!  Sesungguhnya kita diwajibkan berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Dan perintah untuk birrul walidain ini lebih ditekankan oleh Alloh Subhanahu Wata'ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا (24)

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepadamu agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu, maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ucapan “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Rabb-ku, sayangilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24).
Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, tetapi berlanjut sampai keduanya meninggal.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا،
قُلْتُ: ثُمَّ أيٌّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فيِ سَبِيْلِ اللهِ

“Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala? Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat pada waktunya.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, “kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan jalan Allah.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, II/9 Fat-h dan Muslim, no. 85).
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكً قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ أَوْأَحَدُهُمَاوَأِنَّهُ لَهُـمَالَعَاقٍ فَـلَايَــزَالُ يَدْعُو لَهُـمَاوَيَـسْـتَــغْـفِـرُ لَهُـمَاحَــتَّى يَكْــتُــبَهُ اللهُ بَارًّا

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang hamba berbuat durhaka kepada orang tuanya sampai kedua orang tuanya atau salah satunya meninggal dunia. Lalu dia terus berdoa memintakan ampunan untuk kedua orang tuanya, sehingga akhirnya Allah SWT mencatatnya sebagai anak yang berbakti.” (HR Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

وَعَـنْ مَالِكٍ بْنِ زَرَارَةَ رَضِــيَ اللهُ عَـنْـهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, اِسْتِغْفَارُالْوَلَدِلِأَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلَوْتِ مِنَ الْبِّرِ

Diriwayatkan dari Malik bin Zararah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Meminta ampunan yang dilakukan oleh seorang anak untuk kedua orang tuanya setelah keduanya meninggal adalah termasuk bentuk berbakti kepada orang tua.” (HR Ibnu an-Najjar)

Apabila seorang muslim hendak melakukan berbagai macam amal ketaatan sesuai dengan kemampuannya, maka hendaklah ia mendahulukan amalan-amalan yang paling utama untuk dikerjakan, di antaranya adalah birrul walidain. Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya akan menjadi sebab datangnya kecintaan Allah kepadanya. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa birrul walidain harus didahulukan dari pada jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sholat termasuk ibadah yang tidak dapat ditegaskan kecuali berdasarkan dalil yang shahih. Sepanjang ilmu yang kami ketahui, tidak ada dalil yang menunjukkan (tentang disyariatkannya) shalat birrul walidain,dan hanya dawuh dari para Hukama' (ahli hikmah) sekalipun birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) termasuk perintah wajib dalam agama Islam.

Namun ada dalil hadits berikut,

نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِيْ سَلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيْ أَبُرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: نَعَمْ اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَاْلإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحْمِ اَلَّتِي لاَ تُوْصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقَيْهِمَا

Dari Abu Usaid, Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, dia berkata, “Tatkala kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, seraya dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, adakah kebaikan yang dapat saya lakukan untuk kedua orang tua saya setelah keduanya meninggal dunia?’ Beliau menjawab, ‘Ya, shalat (doa) untuk keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, menyambung tali persaudaraan keduanya dan memuliakan handai taulan kedua orang tua.’”‎

Hadis ini dhaif (lemah). Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam ‎Adabul Mufrad (no. 35), Abu Daud (no. 5142), Ibnu Majah (no. 3664), Ahmad (3/497 dan 498), Ibnu Hibban (no. 418) dari jalan Abdur Rahman bin Sulaiman dari Asid bin Ali bin Ubaid As-Sa’idi dari ayahnya (Ali bin Ubaid) dari Malik bin Rabi’ah.

عن ابي أسيد - بضم الهمزة وفتح السين - مالك بن ربيعة الساعدي رضي الله عنه قال : بين نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم اذ جاءه رجل من بني سلمة فقال : يارسول الله هل بقي من بر أبوي شيئ أبرهما به بعد موتهما ؟ فقال : "نعم الصلاة عليهما والاستغفار لهما وانفاذ عهدهما من بعدهما وصلة الرحم التي لاتوصل الابهما واكرام صديقهما " رواه ابو داود‎

Abu Usaid Malik bin Rabi'ah al-Saa'idy ra berkata, "Ketika kami duduk-duduk di samping Nabi Muhammad saw, tiba-tiba datang seorang lelaki dari Bani Salimah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, masihkah tersisa dari bakti kepada kedua orang tua saya sesuatu yang bisa saya lakukan untuk keduanya setelah mereka mati?'. Nabi menjawab, 'Ya, yaitu dengan cara 1. salat baginya, 2. memintakan ampunan baginya, 3. melanjutkan komitmennya, 4. bersilaturrahim yang tidak tersambung kecuali dengannya, dan 5. menghormati teman-teman baikya."
Hadis riwayat Abi Dawud

Kandungan Hadis‎

Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) adalah keharusan bagi seorang anak. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan "ridlollohi fi ridlolwalidain", rido Allah swt dalam rido kedua orang tua. Artinya keridoan ayah ibu memiliki peran penting dalam mendapatkan rido Allah swt. Untuk mendapatkan keridoan dari ayah ibu caranya hanya dengan berbakti kepadanya.‎

Ketika masih hidup, berbakti kepada kedua orang tua adalah dengan menuruti nasihatnya dan menjalankan perintahnya -tentu saja selama tidak bertentangan dengan syariat, bertutur kata yang santun, dan bersikap yang sopan.
Dari hadis di atas, Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada umatnya bahwa meskipun sudah berbakti kepada ayah ibu semasa hidupnya, bukan berarti sudah selesai tugas dan kewajiban berbaktinya. Malah bagi anak yang tidak berbakti di saat hidup, masih ada kesempatan baginya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya yang sudah meninggal. 
Caranya adalah, pertama shalat baginya. Pengertian salat secara bahasa adaldoa, sementara dalam istilah hukum fikih didefinisikan dengan aqwalun wa af'alun muftatahtun bit takbir mukhtatamatun bit taslim, yaitu bacaan dan gerakan yang diawali dengan takbiratul ihrom dan diakhiri dengan salam. ‎

Dari hadis inilah timbul perbedaan ulama dalam memahami maksud Nabi Muhammad saw tentang salat baginya,apakah salat dalam arti mendoakan atau salat secara istilah. Para fuqoha' (ulama ahli fikh) berpendapat mendoakan, sementara para hukama' (ulama ahli hikmah) menafsiri dengan salat secara istilah. Versi hukama' salat ini diberi nama solat birrul walidain dengan cara sebagai berikut: 1) salat dua rakaat dengan niat solat sunah birrul walidain, 2) dilakukan pada malam Kamis antara Maghrib dan Isya, 3) dalam setiap rakaat, setelah fatihah, membaca ayat kursi dan mu'awidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas) masing-masing 5 kali, 4) setelah salat membaca istighfar dan salawat masing-masing 15 kali, 5) menghadiahkan pahala tersebut untuk ayah ibu yang sudah meninggal.(Dari kitab Khazinatul Asror hal 29)‎

Munculnya perbedaan ini berawal dari pertentangan ulama ushul fikh tentang apakah sebuah kata itu bermakna lughowi atau isthilahi. Pendapat yang diunggulkan adalah apabila kata itu terdapat dalam nash (al-Quran dan Hadis) yang berkaitan dengan hukum, maka bermakna isthilahi kecuali ada qorinah (petunjuk) yang dapat mengalihkan ke makna lughowi. Salah satu contohnya adalah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah ra, Nabi masuk ke rumahku dan bertanya, "Apakah kamu punya makanan?" Aku menjawab "Tidak ada." Nabi berkata, "Idzan ana shoimun (kalau begitu aku berpuasa)". Secara bahasa shiyam bermakna mengekang diri dari apapun, baik makanan maupun kata-kata, baik sepanjang hari maupun kurang atau lebih dari itu. Sementara dalam pengertian istilah adalah mengekang diri dari makanan, minuman dan bersetubuh sejak terbit fajar (Subuh) sampai terbenam matahari (Maghrib). Dalam hadis ini para ulama fuqaha memahami kata shoim bermakna isthilahi, artinya Nabi saw berpuasa tidak makan, minum dan bersetubuh sampai terbenam matahari. Berdasarkan hadis inilah niat puasa sunah boleh dilakukan sebelum zawal (Dhuhur), tanpa harus tabyit (berniat di malam hari).

Sedangkan dalam hadis di atas, parafuqaha  memahami kata as sholah 'alaihima secara bahasa, yaitu doa, bukan secara istilah. Qorinahnya adalah tidak ditemukannya hadis yang menjelaskan bahwa Nabi saw pernah melakukan solat birrul walidain. Kita tahu bahwa kedua orang Nabi saw wafat ketika Nabi saw masih usia belia. Nabi saw tidak berkesempatan berbakti kepada ayah ibunya pada saat masih hidup. Kalau saja yang dimaksud adalah pengertian istilah, tentu Nabi saw orang pertama yang rutin melakukannya. Dan pasti akan ditemukan banyak hadis yang menceritakan keistikomahan Nabi saw menjalankan solat birrul walidain. Karena itu tidak ditemukan dalam kitab fikh yang menerangkan tentang salat sunah birrul walidain. Namun jika tata cara salat birrul walidain dilakukan dengan niat sunah mutlaq, maka para fuqaha' pun tidak mempersoalkan.

Kedua, memintakan ampunan baginya. Ini yang menjadi pertimbangan parahukama sehingga memahami assolah alaihima secara istilah. Karena kalau diartikan secara lughowi maka memiliki pengertian yang sama. Bukankah memintakan ampunan itu adalah doa? Berarti cara pertama dan kedua sama, yaitu berdoa untuk kedua orang tua. Sementara para fuqaha tidak mempermasalahkan, karena dalam tata bahasa Arab ada istilah athful khos alal 'am. Cara pertama mendoakan secara umum, misalnya dilapangkan kuburannya, diamankan dari siksa kubur, ditinggikan derajatnya di sisi Allah, dan lain-lain. Sedangkan cara kedua khusus mendoakan untuk diampuni dosa-dosanya.

Tata cara sholat sunnah “Birrul Walidain”
Niat
Niat sholat sunnah “Birrul Walidain” adalah :

 أُصَلّىِ سُنَةً بِرِّ الْوَالِدَيْنِ رَكْعَتَيْنِ  لِلَّهِ تَعَالىَ

“Usolli sunnatan birrul walidain rok’ataini lillahi ta’ala”

Dilaksanakan pada petang Rabu malam Kamis setelah sholat Magrib atau sebelum sholat Isya
Bacaan yang dibaca dalam sholat sunnah “Birrul Walidain” adalah
Doa Iftitah
Al-Fatihah
Ayat Qursy ( اَللهُ لَا اِلَهَ اِلَّا هُوَ …  )  5 kali
Al-Falaq 5 kali
An-Nas   5 kali
Membaca doa sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرَة (15 كالي)

*NB:

Surat yang dibaca pada rokaat yang pertama dan kedua sama.
Referensi tata cara sholat birril walidain adalah kitab Khozainul asror (Hadits)

Setelah salam hendaknya membaca istighfar sebanyak 15 kali, lalu membaca shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebanyak 15 kali kemudian berdoa kepada Allah agar pahala shalat, istighfar dan shalawat yang dibaca disampaikan pahalanya sebagai hadiah terindah buat kedua orang tua yang telah meninggal.

اللهم أوصل ثوابها لوالدي

Allahumma Aushil Stawabaha Li walidayya

Artinya: Ya Allah, sampaikan pahala tersebut buat kedua orang tuaku.

Keutamaan shalat Birrul Walidain dinyatakan:

قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَلاَهَا فَقَدْ أَذَى حُقُوْقَ وَالِدَيْهِ عَلَيْهِ وَاَتَمَّ بِرَّهُمَا

“Abu Hurairoh ra. berkata, dari Nabi Saw. saw bahwasanya Beliau bersabda : Barangsiapa yang melaksanakan shalat tersebut maka dia telah melaksanakan hak pada orang tuanya dan sempurnalah kebaikan terhadap kedua orang tuanya.

Ada juga doa yang sering dibaca oleh para Hukama' untuk menjadi anak yang shalih serta berbakti kepada orang tua:
Doa Birrul Walidain yang disusun oleh Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Abil Hib Al-Hadhrami At-Tarimi 

(للعارف بالله الشيخ محمد بن أحمد بن أبي الحب الحضرمي التريمي)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، وَاَفْضَلُ الصَّلاَةِ وَاَتَمُّ التَّسْلِيْمِ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَليٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ


Bismillahir rahmaanir rahiim, wa afdhalush shalati wa atammut tasliimi alaa sayidinaa Muhammadin wa ‘alaa alihi wa shahbihi ajma’iin‎

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Shalawat dan salam yang paling afdlol semoga tercurahkan pada Sayyidina Muhammad, beserta keluarga, dan para sahabatnya.

أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِشُكْرِ الْوَالِدَيْنِ وَالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمَا، وَحَثَّناَ عَلَى اغْتِنَامِ بِرِّ هِمَا وَاصْطِنَاعِ الْمَعْرُوْفِ لَدَيْهِمَا، وَنَدَبْنَآ إِلىٰ خَفْضِ الْجَنَاحِ مِنَ الرَّحْمَةِ لَهُمَا إِعْظَامًا وَّإِكْبَارًا، وَوَصَّانَا بِالتَّرَحُّمِ عَلَيْهِمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَاراً..

Alhamdulillaahil-ladzii amaronaa bisyukril waalidaini wal-ihsaani ilahimaa, Wa hats-tsanaa ‘alaghtinaami birrihimaa wash-thinaa’il ma’ruufi ladainimaa, Wa nadabanaa ilaa khofdhil-janaahi minar-rohmati lahumaa i’zhooman wa ikbaaroo, Wa aushoonaa bit-tarohhumi ‘alaihimaa kamaa robbayaanaa shighooroo
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memerintahkan kami untuk bersyukur dan berbuat baik kepada kedua orang tua, yang telah mendorong kami untuk meraih kemuliaan berbakti dan berbuat baik di hadapan mereka, yang telah menganjurkan kami untuk merendahkan diri kepada mereka dengan penuh kasih sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, serta mewasiatkan kami untuk memohonkan kasih sayang Allah bagi mereka sebagaimana mereka mendidik dan membimbing kami sewaktu kecil.

اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، اَللّٰهُمَّ فَارْحَمْ وَالِدِيْنَا، وَاغْفِرْ لَهُمْ، وَارْضَ عَنْهُمْ رِضًا تُحِلُّ بِهِ عَلَيْهِمْ جَوَامِعَ رِضْوَانِكَ، وَتُحِلُّهُمْ بِهِ دَارَ كَرَامَتِكَ وَأَمَانِكَ، وَمَوَاطِنَ عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ، وَاَدِرَّ بِهِ عَلَيْهِمْ لَطَآئِفَ بِرِّكَ وَإِحْسَانِكَ ..
Alloohumma far-ham waalidiinaa (3x) waghfirlahum warhamhum, Wardho’anhum ridhon tuhillu bihi’alaihim jawaami’a ridhwaanik, Wa mawaathina ‘afwika wa ghufroonik, Watuhilluhum bihi daaro karoomatika wa amaanik, Wa adirro bihi ‘alaihim lathoo’ifa birrika wa ihsaanik

Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami.Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami. Ya Allah, sayangilah kedua orang tua kami. Ampuni, rahmati, dan ridhoilah mereka dengan keridhoan yang mengantarkan mereka pada semua jenis keridhaan-Mu, membawa mereka ke tempat-tempat yang mendatangkan maaf dan ampunan-Mu, serta meletakan mereka di negeri yang mulia dan aman (surga), kemudian hidangkanlah kepada mereka berbagai kebaikan dan kedermawaan-Mu.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ مَغْفِرَةً جَامِعَةً تَمْحُوْ بِهَا سَالِفَ أَوْزَارِهِمْ، وَسَيِّءَ إِصْرَارِهِمْ، وَارْحَمْهُمْ رَحْمَةً تُنِيْرُ لَهُمْ بِهَا الْمَضْجَعَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ، وَتُؤَمِّنُهُمْ بِهَا يَوْمَ الْفَزَعِ عِنْدَ نُشُوْرِهِمْ ..

Allahummaghfir lahum maghfirotan jaami’atan, Tamhuu bihaa saalifa auzaarihim wa sayyi’a ishroorihim, Warhamhum rohmatan tuniiru lahum bihal-madhji’a fii qubuurihim, Watu’minuhum bihaa yaumal-faza’I ‘inda nusyuurihim
Ya Allah, ampunilah mereka dengan pengampuan menyeluruh yang menghapus dosa-dosa mereka terdahulu dan keburukan yang selalu mereka lakukan, dan rahmatilah mereka dengan rahmat yang mampu menerangi pembaringan mereka di dalam kubur, serta menyelamatkan mereka pada saat kebangkitan di hari yang menakutkan.

اَللّٰهُمَّ تَحَنَّنْ عَلىٰ ضَعْفِهِمْ كَمَا كَانُوْا عَلىٰ ضَعْفِنَا مُتَحَنِّنِيْنَ، وَارْحَمِ انْقِطَاعَهُمْ إِلَيْكَ كَمَا كَانُوْا لَنَا فِيْ حَالِ انْقِطَاعِنَا إِلَيْهِمْ رَاحِمِيْنَ، وَتَعَطَّفْ عَلَيْهِمْ كَمَا كَانُوْا عَلَيْنَا فِيْ حَالِ صِغَرِنَا مُتَعَطِّفِيْنَ، اَللّٰهُمَّ احْفَظْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْوُدَّ الَّذِيْ أَشْرَبْتَهُ قُلُوْبَهُمْ، وَالْحَنَانَةَ الَّتِيْ مَلَأْتَ بِهَا صُدُوْرَهُمْ، وَاللُّطْفَ الَّذِيْ شَغَلْتَ بِهِ جَوَارِحَهُمْ، وَاشْكُرْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْجِهَادَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا مُجَاهِدِيْنَ، وَلَا تُضَيِّعْ لَهُمْ ذٰلِكَ الْاِجْتِهَادَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا مُجْتَهِدِيْنَ، وَجَازِهِمْ عَلىٰ ذٰلِكَ السَّعْيِ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ فِيْنَا سَاعِيْنَ، وَالرَّعْيَ الَّذِيْ كَانُوْا بِهِ لَنَا رَاعِيْنَ، أَفْضَلَ مَاجٰزَيْتَ بِهِ السُّعَاةَ الْمُصْلِحِيْنَ، وَالرُّعَاةَ النَّاصِحِيْنَ ..

Allahumma tahannan ‘alaa dho’ifihim kamaa kaanuu ‘alaa dho’finaa mutahanniniin, Warhamin-qithoo’ihim ilaika kamaa kaanuu fii haalin qithoo’inaa ilaihim roohimin, Wata’aththof ‘alaihim kamaa kaanuu ‘alainaa fii haali shighorinaa muta’aththifiin, Allaahummah-fazh lahum dzaalikal-wuddal-ladzii asyrobtahu quluubahum, Wal-hanaanatal-latii mala’ta bihaa shuduurohum, Wal-luthfal-ladzii syagholta bihi jawaarihahum, Wasykur lahum dzaalikal-jihaadal-ladzii kaanuu fiinaa mujaahidiin, Walaa tudhoyyi’ lahum dzaalikal-ijtihaadal-ladzii kaanu fiinaa mujtahidiin, Wajaazihim ‘alaa dzaalikas-sa’yil-ladzii kaanuu fiinaa saa’iin, Warro’yil-ladzii kaanuu lanaa roo’iin, Afdhola maa jazaita bihis-su’aatal-mushlihiin, War-ru’aatan-naashihiin

Ya Allah, sayangilah (maklumilah) kelemahan mereka sebagaimana mereka dahulu menyayangi (memaklumi) kelemahan kami, dan hargailah usaha mereka untuk beribadah kepada-Mu sepanjang waktu sebagaiman mereka dahulu juga menghargai usaha kami untuk berbakti kepada mereka sepanjang masa, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sewaktu kami kecil. Ya Allah, peliharalah rasa cinta yang Engkau letakan dalam hati mereka, kasih sayang yang Engkau penuhi dada mereka dengannya, dan kelembutan yang Engkau sibukkan anggota tubuh mereka dengannya. Karuniailah mereka dengan pahala atas perjuangan mereka dahulu dalam mendidik kami, jangan sia-siakan perjuangan mereka tersebut. Balaslah usaha mereka untuk menghidupi dan memelihara kami dengan sebaik-baik balasan yang Engkau berikan kepada mereka yang suka berbuat baik dan memberi nasihat.

اَللّٰهُمَّ بِرَّ هُمْ أَضْعَافَ مَا كَانُوْا يَبُرُّوْنَنَا، وَانْظُرْ إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ الرَّحْمَةِ كَمَا كَانُوْا يَنْظُرُوْنَنَا ..

Allaahumma barrohum adh’aafa maa kaanuu yabarruunanaa
Ya Allah, berbuat baiklah kepada mereka dengan kebaikan yang jauh lebih banyak dari semua kebaikan mereka kepada kami, dan pandanglah mereka dengan pandangan kasih sebagaimana dahulu mereka memandang kami.

اَللّٰهُمَّ هَبْ لَهُمْ مَا ضَيَّعُوْا مِنْ حَقِّ رُبُوْبِيَّتِكَ بِمَا اشْتَغَلُوْا بِهِ مِنْ حَقِّ تَرْبِيَّتِنَا، وَتَجَاوَزْ عَنْهُمْ مَا قَصَّرُوْا فِيْهِ مِنْ حَقِّ خِدْمَتِكَ بِمَا آثَرُوْنَا بِهِ فِيْ حَقِّ خِدْمَتِنَا، وَاعْفُ عَنْهُمْ مَا ارْتَكَبُوْا مِنَ الشُّبُهَاتِ مِنْ أَجْلِ مَا اكْتَسَبُوْا مِنْ أَجْلِنَا، وَلَا تُؤَاخِذْهُمْ بِمَا دَعَتْهُمْ إِلَيْهِ الْحَمِيَّةُ مِنَ الْهَوٰى لِمَا غَلَبَ عَلىٰ قُلُوْبِهِمْ مِنْ مَحَبَّتِنَا، اَللّٰهُمَّ وَتَحَمَّلْ عَنْهُمُ الظُّلُمَاتِ الَّتِي ارْتَكَبُوْهَا فِيْمَا اجْتَرَحُوْا لَنَا وَسَعَوْا عَلَيْنَا، وَالْطُفْ بِهِمْ فِيْ مَضَاجِعِ الْبِلىٰ لُطْفًا يَّزِيْدُ عَلىٰ لُطْفِهِمْ فِيْ أَيَّامِ حَيَاتِهِمْ بِنَا ..

Allaahumma barrohum adh’aafa maa kaanuu yabarruunanaa, Wanzhur ilaihim bi’ainir-rohmati kamaa kaanuu yanzhuruunanaa, Allaahumma hablahum maa dhoyya’uu min haqqi rubuubiyyatika, Bimasy-tagholuu bihi fii haqqi tarbiyatinaa, Watajaawaz ‘anhum maa qoshshoruu fihii min haqqi khidmatika, Bimaa aatsaruunaa fiihi min haqqi khidmatinaa, Wa’fu’anhum martakabuu minasy-syubuhaati min ajli maktasabuu min ajlinaa, Walaa tu’aakhidz-hum bimaa da’at-hum ilaihil-hamiyyatu minal-hawaa, Limaa gholaba ‘alaa quluubbihim min mahabbatinaa, Watahammal ‘anhumuzh-zhulamaatil-latir-takabuuhaa, Fimaj-tarohuu lanaa wa sa’au ‘alainaa, Wal-thuf bihim madhooji’il-bilaa luthfan yaaziidu, ‘alaa luthfihim fii ayyaami hayaatihim binaa

Ya Allah, berilah mereka pahala beribadah kepada-Mu yang tidak sempat mereka lakukan karena sibuk mendidik kami, dan maafkanlah segala kekurangan mereka dalam mengabdi kepada-Mu karena sibuk melayani kami, dan ampunilah mereka atas hal-hal syubhat yang mereka lakukan demi menghidupi kami, dan jangan siksa mereka karena rasa cinta mereka kepada kami yang menggelora, dan selesaikanlah permasalahan-permasalahan mereka dengan sesama manusia yang mereka lakukan demi menghidupi kami, dan bersikap lembutlah kepada mereka dipembaringan kubur dengan kelembutan yang melebihi sikap lembut mereka kepada kami di masa hidup mereka dahulu.

اَللّٰهُمَّ وَمَا هَدَيْتَنَا لَهُ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَيَسَّرْتَهُ لَنَا مِنَ الْحَسَنَاتِ، وَوَفَّقْتَنَالَهُ مِنَ الْقُرُبَاتِ، فَنَسْأَلُكَ اللّٰهُمَّ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ مِنْهَا حَظًّا وَّنَصِيْبًا، وَمَا اقْتَرَفْنَاهُ مِنَ السَّيِّئاَتِ، وَاكْتَسَبْنَاهُ مِن الْخَطِيْئَاتِ، وَتَحَمَّلْنَاهُ مِنَ التَّبِعَاتِ، فَلَا تُلْحِقْ بِهِمْ مِنَّا بِذٰلِكَ حَوْبًا، وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْهِمْ مِنْ ذُنُوْبِنَا ذُنُوْبًا ..

Allaahumma wamaa hadaitanaa lahu minath-thoo’aat, Wa yassartahu lanaa minal-hasanaat, Wawafaqqtanaa lahu minal-qurubaat, Fa nas-alukallaahumma antaj’ala lahum minhaa hazhzhon wa nashiiba, Wamaqtarofnaahu minas-sayyi’aat, Waktasabnaahu minal-khothii’aat, Wa tahammalnaahu minat-tabi’aat, Falaa tulhiqhum minnaa bidzaalika huubaa, Walaa tahmil ‘alaihim min dzunuubinaa dzunuubaa

Ya Allah, atas setiap ketaatan yang Engkau hidayahkan kepada kami, kebaikan yang Engkau mudahkan kami untuk melakukannya, dan amal saleh yang Engkau beri kami taufik untuk mengerjakannya, kami mohon Engkau beri mereka pahala pula, dan jika ada keburukan yang kami lakukan, kesalahan yang kami perbuat, dan permasalahan dengan sesama manusia yang harus kami pertanggungjawabkan, jangan Engkau bebani mereka dengannya dan jangan tambahkan dosa kami ke dalam catatan dosa mereka.

اَللّٰهُمَّ وَكَمَا سَرَرْتَهُمْ بِنَا فِي الْحَيَاةِ، فَسُرَّهُمْ بِنَا بَعْدَ الْوَفَاةِ (ثَلَاثًا)..

Allaahumma wakamaa sarortahum binaa fil-hayaati, Fasurrohum binaa ba’dal-wafaah (3x)

Ya Allah, sebagaimana Engkau senangkan mereka dengan kami semasa hidup, maka senangkan pula mereka dengan kami setelah mati. (3x)

اَللّٰهُمَّ وَلَا تُبْلِغْهُمْ مِنْ أَخْبَارِنَا مَا يَسُوْءُهُمْ، وَلَا تُحَمِّلْهُمْ مِنْ أَوْزَارِنَا مَايَنُوْءُهُمْ، وَلَا تُخْزِهِمْ بِنَا فِيْ عَسْكَرِ الْأَمْوَاتِ بِمَا نُحْدِثُ مِنَ الْمُخْزِيَاتِ وَنَأْتِيْ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ، وَسُرَّ أَرْوَاحَهُمْ بِأَعْمَالِنَا فِيْ مُلْتَقَى الْأَرْوَاحِ، إِذَا سُرَّ أَهْلُ الصَّلَاحِ بِأَبْنَآءِ الصَّلَاحِ، وَلَا تُقِفْهُمْ بِسَبَبِنَا عَلىٰ مَوْقِفِ افْتِضَاحٍ بِمَا نَجْتَرِحُ مِنْ سُوْءِ الْاِجْتِرَاحِ ..

Allaahumma walaa tuballigh-hum min akhbaarinaa maa yasuu’uhum, Walaa tuhammilhum min auzaarinaa maa yanuu’uhum, Walaa tukhzihim binaa fii ‘askaril-amwaat, Bimaa nuhditsu minal-mukhziyaati wana’tii minal-mukaroot, Wasurro arwaahahum bi a’amaalinaa fii multaqol arwaah, Idzaa surro ahlush-sholaahi bi abnaa ‘ish-sholaah, Walaa tuwaqqifhum minnaa ‘alaa mauqifil-iftidhooh, Bimaa najtarihu min suu’il-ijtirooh

Ya Allah, jangan sampaikan berita-berita tentang diri kami yang akan membuat mereka kecewa, dan jangan bebankan kesalahan kami kepada mereka, dan jangan hinakan mereka di hadapan orang-orang yang sudah meninggal dunia dengan perbuatan-perbuatan hina dan mungkar yang kami lakukan, dan senangkanlah ruh mereka dengan amal-amal baik kami di tempat pertemuan para arwah, ketika orang-orang yang saleh bergembira dengan putra-putra mereka, dan jangan jadikan mereka ternoda oleh perbuatan-perbuatan buruk yang kami lakukan.

اَللّٰهُمَّ وَمَا تَلَوْنَا مِنْ تِلَاوَةٍ فَزَكَّيْتَهَا، وَمَا صَلَّيْنَا مِنْ صَلَاةٍ فَتَقَبَّلْتَهَا، وَمَا تَصَدَّقْنَا مِنْ صَدَقَةٍ فَنَمَّـيْتَهَا، وَمَا عَمِلْنَا مِنْ أَعْمَالٍ صَالِحَةٍ فَرَضِيْتَهَا، فَنَسْأَلُكَ اللّٰهُمَّ أَنْ تَجْعَلَ حَظَّهُمْ مِنْهَآ أَكْبَرَ مِنْ حُظُوْظِنَا ، وَقِسْمَهُمْ مِنْهَآ أَجْزَلَ مِنْ أَقْسَامِنَا، وَسَهْمَهُمْ مِنْ ثَوَابِهَآ أَوْفَرَ مِنْ سِهَامِنَا، فَإِنَّكَ وَصَّيْتَنَا بِبِرِّهِمْ، وَنَدَبْتَنَآ إِلىٰ شُكْرِهِمْ، وَأَنْتَ أَوْلىٰ بِالْبِرِّ مِنَ الْبَآرِّيْنَ، وَأَحَقُّ بِالْوَصْلِ مِنَ الْمَأْمُوْرِيْنَ ..

Allaahumma wamaa talaunaa min tilaawatin fazakkaitahaa, Wamaa shollainaa min sholaatin fataqobbaltahaa, Wamaa ‘amilnaa min a‘maalin shoolihatin farodhiitahaa, Wamaa tashoddaqnaa min shodaqotin fanammaitahaa, Fa nas’alukallaahumma an taj’ala hazhzhohum minhaa akbaro min huzhuuzhinaa, Waqosmahum minhaa ajzala min aqsaaminaa, Wasahmahum min tsawaabihaa aufaro min sihaaminaa, Fa’innaka washshoitanaa bibirrihim wanadabtanaa ilaa syukrihim, Wa anta aulaa bil-birri minal-baariin, Wa ahaqqu bil washli minal ma’muurin

Ya Allah, bagi setiap ayat suci yang kami baca, shalat kami yang Engkau terima, amal saleh kami yang Engkau ridhai, serta sedekah kami yang Engkau lipatgandakan pahalanya, tolong ya Allah, berilah mereka bagian yang lebih banyak dari bagian kami, dan pahala yang jauh lebih besar dari pahala kami sebab Engkaulah yang mewasiatkan agar kami berbakti dan berbuat baik kepada mereka. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih pantas untuk berbuat baik kepada mereka dari semua yang berbakti kepada orang tuanya, dan Engkaulah yang lebih berhak untuk melakukan kebajikan tersebut daripada mereka yang Engkau perintahkan.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا لَهُمْ قُرَّةَ أَعْيُنٍ يَّوْمَ يَقُوْمُ الْأَشْهَادِ، وَأَسْمِعْهُمْ مِنَّآ أَطْيَبَ النِّدَآءِ يَوْمَ التَّنَادِ، وَاجْعَلْهُمْ بِنَا مِنْ أَغْبَطِ الْآبَآءِ بِالْأَوْلَادِ (ثَلَاثًا).. حَتَّى تَجْمَعَنَا وَإِيَّاهُمْ وَالْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا فِيْ دَارِ كَرَامَتِكَ، وَمُسْتَقَرِّ رَحْمَتِكَ، وَمَحَلِّ أَوْلِيَآئِكَ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَحَسُنَ أُولَـٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفٰى بِاللهِ عَلِيْمًا ..

Allaahummaj’alnaa lahum qurrota a’yunin yauma yaquumul asyhaad, Wa asmi’hum minnaa ath-yaban nidaa’i yaumat-tanaad, Waj’al hum binaa min aghbathil-aabaa’i bil-aulaad, Hatta tajma’anaa wa iyyaahum wal-muslimiina jamii’aa, Fii daari karoomatika wa mustaqorri rohmatika wa mahalli auliyyaa’ik, Ma’al-ladziina an’amta ‘alaihim minan-nabiyyiina washshidiiqiin, Wasy-syuhadaa’i wash-shaalihiin, Wa hasuna ulaa’ika rofiiqoo, Dzaalikal fadhlu minallaahi wa kafaa billaahi ‘aliimaa

Ya Allah, jadikanlah kami penyejuk hati mereka di hari para saksi berdiri sebagai saksi, dan perdengarkanlah kepada mereka sebaik-baik seruan ketika sang penyeru berseru, dan jadikanlah mereka sebagai ayah yang merasa paling senang dengan anak-anaknya, (3x). Kemudian pertemukanlah kami dengan mereka dan seluruh kaum muslimin di negeri yang mulia, di tempat curahan rahmat-Mu, dan kediaman para wali-Mu bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan sholihin. Merekalah sebaik-baik teman. Itulah karunia Allah dan cukuplah Allah sebagai Dzat Yang Maha Mengetahui.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّايَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ …

Subhaana robbika robbil-‘izzati ‘ammaa yashifuun, Wa salaamun ‘alal-mursaliin, Wal-hamdu lillaahi robbil-‘aalamiin, Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa aalihi wa shohbihi wa sallam

Maha Suci Allah, Tuhan Yang Perkasa, Mulia dan Agung dari segala tuduhan-tuduhan yang tidak layak dan patut bagi-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam Allah selalu tercurah kepada Sayyidina Muhammad beserta keluarga dan para sahabat beliau.‎

Penjelasan Tentang Jumlah Ayat Qur'an

 

Ada pandangan umum yang berkembang di masyarakat yang menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah 6.666 ayat. 

Dalam perbincangan di beberapa mailing list di Internet, muncul pro dan kontra terkait angka ini. Beberapa kalangan mencoba bersikap objektif dengan merujuk riwayat dan beberapa kitab ulumul-Qur’an yang membahas ‘addul ayi (hitungan ayat), namun beberapa yang lain bersikap emosional dan bahkan menuduh bahwa jumlah hitungan di atas dihasilkan oleh “ulama palsu”. Bahkan yang tidak mau “ambil pusing” mengambil jalan pintas dan ‘prematur’, bahwa yang paling benar adalah 6.236 ayat sesuai dengan jumlah ayat yang dicetak oleh Saudi Arabia (Mushaf Madinah). Akibatnya, diskusi tentang jumlah ayat dalam 30 juz Al-Qur’an menjadi ajang debat kusir yang tidak jelas arahnya.
 
Makna Perbedaan Pendapat Ulama tentang Jumlah Ayat Al-Qur’an

Adanya perbedaan pendapat diantara para ulama tentang jumlah ayat Al-Qur’an tidaklah berarti bahwa Al-Qur’an mereka berbeda. Tidak, sama sekali tidak. Al-Qur’an mereka tetap lah sama, dimuali dari ba’-nya bismillahirrahmanirrahim dan diakhiri dengan sin-nya minal jinnati wannas.

Perbedaan pendapat mereka tentang jumlah ayat Al-Qur’an juga tidak berarti ada bagian dari Al-Qur’an yang dikurangi, atau ada bagian dari Al-Qur’an yang ditambah. Sama sekali tidak.

Perbedaan pendapat mereka tentang jumlah ayat Al-Qur’an juga tidak berarti ada berbagai macam Al-Qur’an, sama sekali bukan ini maksudnya.

Namun, perbedaan pendapat para ulama’ tentang jumlah ayat Al-Qur’an hanyalah karena perbedaan pendapat mereka tentang kapan suatu ayat dimulai dan kapan pula di akhiri.

Dengan bahasa lain, dengan kosa kata apa suatu ayat dimulai dan dengan kosa kata apa suatu ayat di akhiri.

Sekedar contoh, firman Allah SWT:

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Adakah firman Allah SWT ini dihitung sebagai satu ayat ataukah dihitung sebagai dua ayat?

Bagi yang menghitungnya satu ayat, maka ayat ini dimulai dengan kosa kata “shirata” dan diakhiri dengan kata “waladh-dhallin”.

Namun, bagi yang menghitungnya dua ayat, maka bagian yang pertama dimulai dengan kosa kata “shiratha” dan berakhir dengan kosa kata “alaihim”. Dan bagian ayat yang kedua dimulai dengan kosa kata “ghairi” dan berakhir dengan kosa kata “waladh-dhallin”.

Jadi, perbedaan mereka hanyalah perbedaan dalam menentukan awal dan akhir suatu ayat saja.

Atau, dengan bahasa lain, perbedaan pendapat mereka hanyalah berbeda dalam titik awal dan titik akhir cara menghitungnya saja.

Contoh lain adalah firman Allah SWT:

يس وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ

Firman Allah SWT ini terhitung satu ayat ataukah terhitung dua ayat?

Bagi yang menghitungnya sebagai satu ayat, maka satu ayat ini dimulai dari kosa kata “yasin” dan diakhiri dengan kosa kata “al-hakim”.

Namun, bagi yang menghitungnya dua ayat, maka, ayat yang ke-1 adalah kosa kata “yasin”. Dan ayat yang kedua adalah “wal-Qur’anil hakim”.

Penjelasannya bisa juga disingkat menjadi: “perbedaan pendapat diantara para ulama’, sebenarnya hanyalah perbedaan pendapat tentang kosa kata akhir dari suatu ayat”. Sebab, dengan mengetahui kosa kata terakhir, akan dapat diketahui dengan mudah kosa kata awal dari ayat berikutnya.

Kosa kata terakhir dari suatu ayat oleh para ulama’ disebut dengan istilah fashilah (فَاصِلَة) yang bentuk jama’ (plural)-nya adalah fawashil (فَوَاصِل).

Dengan demikian, perbedaan pendapat diantara para ulama dalam menentukan jumlah ayat Al-Qur’an pada hakekatnya hanyalah perbedaan pendapat diantara mereka dalam menentukan fashilah atau fawashil-nya saja.

Ilmu al-Fawashil

Pengertian Ilmu Fawashil

Dalam perkembangannya, perbedaan pendapat diantara para ulama’ tentang jumlah ayat Al-Qur’an, telah menghasilkan satu cabang ilmu tersendiri dari sekian banyak ilmu-ilmu Al-Qur’an (Ulumul Qur’an)yang diberi nama ‘Ilmul Fawashil.

Istilah Ilmu Fawashil terdiri dari dua suku kata: “ilmu” dan “fawashil”.

Ilmu maksudnya adalah sebuah bidang studi yang bersifat khusus yang memiliki kaidah-kaidahnya secara menyendiri.

Sedangkan fawashil – sebagaimana telah disinggung sebelumnya – adalah bentuk jamak (plural) dari katafashilah yang berarti ujung akhir suatu ayat.

Istilah lain dari fashilah adalah ra’sul ayat (رأس الآية) atau kepala atau ujung akhir suatu ayat.

Dengan demikian, Ilmul Fawashil adalah:

هُوَ عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ أَحْوَالِ آيَاتِ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةُ عَدَدِ آيَاتِ كُلِّ سُوْرَةٍ مَعَ بَيَانِ رُؤُوْسِ آيَاتِهَا وَخَاتِمَتِهَا

Ilmu yang di dalamnya dibahas tentang berbagai keadaan ayat Al-Qur’an al-Karim dari sisi pengetahuan terhadap jumlah ayat pada setiap surat disertai penjelasan tentang ujung akhir dari ayat itu.

Istilah lain yang juga dipergunakan oleh para ulama’ adalah istilah “Ilmul ‘Adad”, suatu ilmu yang berbicara tentang jumlah ayat setiap surat Al-Qur’an.

Manfaat Ilmu Fawashil

Dengan menguasai ilmu fawashil, seseorang akan banyak mendapatkan manfaat, kegunaan dan keuntungan, diantaranya:

Mengetahui kadar sahnya shalat. Sebab, sebagian ulama berpendapat bahwa bagi yang belum hafal surat Al-Fatihah, kalau ada, maka sah baginya mengganti dengan tujuh ayat dari Al-Qur’an. Kalau seseorang tidak mengetahui fawashil, bagaimana bisa memberi arahan terkait tujuh ayat ini?

Rasulullah SAW menjelaskan dalam shahih Muslim [hadits no. 802] bahwa siapa yang membaca 3 ayat (setelah Al-Fatihah), maka seakan ia telah mendapatkan tiga ekor unta yang gemuk yang lagi bunting. Ilmu Fawashil membantu seseorang untuk mengetahui batasan tiga ayat ini. Begitu pula pahala yang dijanjikan kepada mereka yang mau mempelajari tiga ayat dan atau lebih dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Dengan mengetahui ilmu fawashil, seseorang akan mengetahui posisi waqaf (berhenti) pada akhir ayat yang merupakan sunnah dari Rasulullah SAW.


Bagaimana sebenarnya duduk persoalan penghitungan ayat Al-Qur’an dalam prespektif ulumul-Qur’an? Manakah yang betul?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya dapat dimulai dari komentar salah seorang pakar ulumul-Qur’an awal, as-Suyuti (w. 911 H/1505 M) dalam karya monumentalnya al-Itqan fi Ulumil-Qur’an mengutip pendapat Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), para sarjana Al-Qur’an menyepakati (ajma’u) bahwa jumlah ayat Al-Qur’an adalah 6000 ayat, para ulama berbeda pendapat terkait lebihannya. ‎Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Katsir. ‎Mengapa demikian? Menurut az-Zarkasyi (w. 794 H/1391 M) karena Nabi Muhammad SAW terkadang berhenti pada akhir ayat karena waqaf, namun keesokan harinya Nabi tidak lagi berhenti (waqaf) pada tempat semula, bahkan menyempurnakan bacaannya, sehingga para sahabat yang mendengarnya menyangka berhentinya Nabi tersebut karena faktor akhir ayat (fasilah).

سبب اختلاف السبب في عدد الآي أن النبي صلى الله عليه وسلمكان يقف على رؤوس الآي للتوقيف فغذا علم محلها وصل للتمام فيحسب السامع حينئذ أنها ليست فاصلة

Dalam studi ulumul-Qur’an yang membahas disiplin ini lebih lanjut didapati beberapa riwayat yang menginformasikan tentang pembahasan terkait. Kajian yang secara khusus membahas hal ini setidaknya dapat dibaca dalam kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil Qur’an karya Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), Nadzimatuz-Zahr karya as-Syatibi (w. 590 H/1194 M), al-Faraidul Hisan fi ‘Addi Ayil-Qur’an karya Abdul Fatah Abdul-Gani al-Qadhi (w. 1403 H/1982 M), dan al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz karya Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa yang terinspirasi dari karya gurunya Muhammad al-Mutawalli (w. 1313 H/1895 M).

Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa dalam al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz (h. 47) menginformasikan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat Al-Qur’an. Menurut pendapat terkuat kriteria dan jumlah pengelompokan ini terkait erat dengan enam copy naskah Usmaniyah yang didistribusikan ke beberapa garnisun wilayah Islam waktu itu (al-Amshar). Oleh karena itu, hitungan Madinah ada dua (Madani Awal dan Akhir), Mekah, Syam, Kufah, dan Basrah, demikian menurut ad-Dani. Sementara al-Ja’biri menambahkan satu lokasi lagi, yakni hitungan dari daerah Hims. Dari kronologi ini kemudian para ulama setelahnya menggenapkannya menjadi 7 riwayat yang memberikan keterangan tentang jumlah ayat dalam Al-Qur’an.

Al-Madani (Madinah), hitungan jumlah ayat dalam kelompok ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Madani Awal dan ‎Madani Akhir.

Madani Awal disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’dari Imam Syaibah bin Naskah, seorang anak laki-laki dari mantan budaknya Ummu Salamah (istri Rasulullah), jumlahnya adalah 6217 ayat;

Madani Akhir disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Ismail bin Ja’far dari Sulaiman bin Jammaz dari Abu Ja’far dan Syaibah bin Nashah secara marfu dari keduanya, jumlah ayatnya adalah 6214 ayat;

Al-Makki (Mekah) disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur Abdullah bin Katsir al-Makki dari Mujahid bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab, 6219 dan 6210 ayat. Jumlah 6210 adalah pendapat Ubay bin Ka’ab sendiri, mayoritas orang-orang Mekah memakai hitungan 6219, demikian komentar ad-Dani.

As-Syami (Syria) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur Yahya bin Harits ad-Dimari dari al-Akhfasy dari Ibnu Dzakwan dan al-Halwani dari Hisyam, Ibnu Dzakwan dan Hisyam dari Abu Ayyub bin Tamim al-Qari dari Abdullah bin Amir al-Yahshibi dari Abu Darda, jumlah ayatnya adalah 6226 ayat;

Al-Kufi (Kufah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur  Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib, jumlah ayatnya adalah 6236 ayat;

Al-Bashri (Basrah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur ‘Ashim al-Jahdari dan Atha bin Yasar, jumlah ayatnya adalah 6204 ayat;

Al-Himsyi, menurut al-Mutawalli disandarkan dari riwayat Syuraikh bin Yazid al-Himsyi al-Hadrami. Sementara menurut Abdul Ali Mas’ul hitungan ini disandarakan kepada Khalid al-Ma’dan seorang tabi’in senior dari Syam. Meskipun terjadi perbedaan sumber, keduanya sepakat jumlah ayatnya adalah 6232 ayat.‎

1-‎ 6217 Madani Awal Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’

6214 Madani Akhir Nafi dari riwayat Ismail bin Ja’far

2- 6219 Makki Abdullah bin Katsir al-Makki dari Mujahid bin Jubair

3- 6225 Syami Abu Ayyub bin Tamim al-Qari dari Abdullah bin Amir al-Yahshibi

4- 6236 Kufi Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami

5- 6205 Bashri ‘Ashim al-Jahdari dan Atha bin Yasar

6- 6232 Himsy Khalid al-Ma’dan

Dari beberapa riwayat di atas, yang sampai saat ini riil banyak dipakai dalam penerbitan Al-Qur’an ada dua. Mazhab al-Kuffiyun yang diriwayatkan Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib dengan jumlah ayat 6236 ayat dan Madani Awal disandarkan pada riwayat Imam Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’, 6217 ayat. Bertolak dari keadaan sekarang yang hanya menyisakan dua mazhab dari tujuh riwayat, menurut ad-Dani pada masanya (setidaknya dalam kisaran abad ke-5 hijriah) kelima mazhab hitungan ayat di atas saat itu semuanya berlaku di kawasan bersangkutan.

Dua mazhab ‘addul-ayi yang masih berkembang dapat dilihat sebagai berikut. Mazhab pertama dipakai oleh mayoritas negara-negara muslim termasuk Mushaf Madinah terbitan Mujamma’ Malik Fahd dan Mushaf Standar terbitan Indonesia. Mazhab kedua, setidaknya telah dipakai oleh Mushaf al-Jamahiriyah dengan riwayat Qalun ‘an Nafi yang diterbitkan oleh Libya. Selebihnya untuk masa sekarang tampaknya sudah tidak ada yang menerapkannya lagi, dan hanya terdokumentasi dalam literatur-literatur klasik ulumul-Qur’an, khususnya yang membahas addul-ayi.

Ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat al-Quran. Ibnu Katsir menyebutkan beberapa pendapat, dan beliau tegaskan bahwa jumlah ayat al-Quran tidak kurang dari 6000 ayat. Sementara lebihnya, diperselisihkan.

Beliau mengatakan,

فأما عدد آيات القرآن فستة آلاف آية، ثم اختلف فيما زاد على ذلك على أقوال، فمنهم من لم يزد على ذلك، ومنهم من قال: ومائتا آية وأربع آيات، وقيل: وأربع عشرة آية، وقيل: ومائتان وتسع عشرة، وقيل: ومائتان وخمس وعشرون آية، وست وعشرون آية، وقيل: ومائتا آية، وست وثلاثون آية. حكى ذلك أبو عمرو الداني في كتاب البيان

Tentang jumlah ayat al-Quran ada 6000 ayat. Kemudian ulama berbeda pendapat yang lebih dari angka itu. Diantara mereka berpendapat, tidak lebih dari 6 ribu ayat. Ada yang mengatakan, 6204 ayat. Ada yang mengatakan, 6014 ayat. Ada juga yang mengatakan, 6219 ayat. Ada yang mengatakan, 6225 atau 6226 ayat. Dan ada yang mengatakan, 6236 ayat. Pendapat terakhir ini disampaikan oleh Abu Amr ad-Dani dalam kitab al-Bayan. (Tafsir Ibn Katsir, 1/98).

Ada beberapa catatan terkait keterangan yang disampaikan al-Hafidz Ibnu Katsir di atas,

Pertama, Sikap yang tepat mengenai jumlah ayat adalah tidak menegaskan dengan bilangan angka tertentu.

Kedua, perbedaan jumlah ayat di atas, sama sekali bukan karena perbedaan al-Quran yang mereka miliki. al-Quran mereka sama. Persis seperti Mushaf al-Imam yang diterbitkan di zaman Khalilfah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Karena mengingkari satu huruf dalam al-Quran, sama dengan mengingkari seluruh isi al-Quran. Abdullah bin Mas’ud ‎radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

مَنْ كَفَرَ بِحَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ ، أَوْ بِآيَةٍ مِنْهُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِهِ كُلِّهِ

”Barangsiapa yang kufur terhadap satu huruf al-Quran atau salah satu ayat al-Quran berarti dia telah kufur terhadap seluruh isi al-Quran.” (Tafsir at-Thabari, 1/55).‎

Sebenarnya tidak ada yang beda di dalam ayat Alqur’an. Semua pendapat di atas berangkat dari ayat-ayat Alqur’an yang sama.

Yang berbeda adalah ketika menghitung jumlahnya dan menetapkan apakah suatu potongan kalimat itu menjadi satu ayat atau dua ayat.

Ada orang yang menghitung dua ayat menjadi satu. Dan sebaliknya juga ada yang menghitung satu ayat jadi dua. Padahal kalau dibaca semua lafadz Quran itu, semuanya sama dan itu itu juga. Tidak ada yang berbeda.

Lalu mengapa menjadi beda dalam menentukan apakah satu lafadz itu satu ayat atau dua ayat?

Jawabnya adalah dahulu Rasulullah SAW terkadang diriwayatkan berhenti membaca dan menarik nafas. Pada saat itu timbul asumsi pada sebagian orang bahwa ketika Nabi menarik nafas, di situlah ayat itu berhenti dan habis. Sementara yang lain berpandangan bahwa nabi SAW hanya sekedar berhenti menarik nafas dan tidak ada kaitannya dengan berhentinya suatu ayat.

Lagi pula, nabi SAW saat itu juga tidak menjelaskan kenapa beliau menarik nafas dan berhenti. Dan tidak dijelaskan juga apakah berhentinya itu menunjukkan penggalan ayat, atau hanya semata-mata menarik nafas karena ayatnya panjang.

Selain itu ada ulama yang menghitung kalimat “bismillahirrohmnirrohim” di awal surat sebagai ayat, dan ada pula yang tidak tapi hanya menghitung “bismillahirrohmanirrohim” pada surat Al-Fatihah saja sebagai bagian ayat Alqur’an, ini juga bisa mempengaruhi perhitungan.

Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Alqur’an. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushaf yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushaf yang tebal dan mengandung banyak halaman.

Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak (lay out) halaman mushaf. Tidak ada ketetapan dari Nabi SAW bahwa Alqur’an itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu.

BERAPA JUMLAH AYAT AL-QUR’AN SEBENARNYA?

Mari kita hitung: Mulai dari Surah Fatihah yang diakhiri dengan nomor 7. Itu adalah jumlah ayat bagi surah tersebut. Kemudian pergi ke ujung surah 2 (Al-Baqarah) dan bertemu pula dengan angka 286. Teruskanlah, surah demi surah, hingga ke hujung surah terakhir, yaitu surah yang ke-114. Jumlahkan kesemua angka itu, dan jumlah yang didapati adalah jumlah ayat-ayat Alqur’an yang sebenarnya. Berikut ini daftarnya;

No. Nama Surah Bahasa Arab Arti Nama Ayat Tempat Turun Urutan Pewahyuan
1 Surah Al-Fatihah الفاتحة Pembukaan 7 Mekkah 5
2 Surah Al-Baqarah البقرة Sapi Betina 286 Madinah 87
3 Surah Ali ‘Imran آل عمران Keluarga ‘Imran 200 Madinah 89
4 Surah An-Nisa’ النّساء Wanita 176 Madinah 92
5 Surah Al-Ma’idah المآئدة Jamuan (hidangan makanan) 120 Madinah 112
6 Surah Al-An’am الانعام Binatang Ternak 165 Mekkah 55
7 Surah Al-A’raf الأعراف Tempat yang tertinggi 206 Mekkah 39
8 Surah Al-Anfal الأنفال Harta rampasan perang 75 Madinah 88
9 Surah At-Taubah التوبة‎‎ Pengampunan 129 Madinah 113
10 Surah Yunus ينوس Nabi Yunus 109 Mekkah 51
11 Surah Hud هود Nabi Hud 123 Mekkah 52
12 Surah Yusuf يسوف Nabi Yusuf 111 Mekkah 53
13 Surah Ar-Ra’d الرّعد Guruh (petir) 43 Mekkah 96
14 Surah Ibrahim إبراهيم Nabi Ibrahim 52 Mekkah 72
15 Surah Al-Hijr الحجر Al Hijr (nama gunung) 99 Mekkah 54
16 Surah An-Nahl النّحل Lebah 128 Mekkah 70
17 Surah Al-Isra’ بني إسرائيل Memperjalankan di waktu malam 111 Mekkah 50
18 Surah Al-Kahf الكهف Penghuni-penghuni gua 110 Mekkah 69
19 Surah Maryam مريم Maryam (Maria) 98 Mekkah 44
20 Surah Ta Ha طه Ta Ha 135 Mekkah 45
21 Surah Al-Anbiya الأنبياء Nabi-Nabi 112 Mekkah 73
22 Surah Al-Hajj الحجّ Haji 78 Madinah & Makkah 103
23 Surah Al-Mu’minun المؤمنون Orang-orang mukmin 118 Mekkah 74
24 Surah An-Nur النّور Cahaya 64 Madinah 102
25 Surah Al-Furqan الفرقان Pembeda 77 Mekkah 42
26 Surah Asy-Syu’ara’ الشّعراء Penyair 227 Mekkah 47
27 Surah An-Naml النّمل Semut 93 Mekkah 48
28 Surah Al-Qasas القصص Cerita 88 Mekkah 49
29 Surah Al-‘Ankabut العنكبوت Laba-laba 69 Mekkah 85
30 Surah Ar-Rum الرّوم Bangsa Romawi 60 Mekkah 84
31 Surah Luqman لقمان Keluarga Luqman 34 Mekkah 57
32 Surah As-Sajdah السّجدة Sajdah 30 Mekkah 75
33 Surah Al-Ahzab الْأحزاب Golongan-Golongan yang bersekutu 73 Madinah 90
34 Surah Saba’ سبا Kaum Saba’ 54 Mekkah 58
35 Surah Fatir فاطر Pencipta 45 Mekkah 43
36 Surah Ya Sin يس Yaasiin 83 Mekkah 41
37 Surah As-Saffat الصّافات Barisan-barisan 182 Mekkah 56
38 Surah Sad ص Shaad 88 Mekkah 38
39 Surah Az-Zumar الزّمر Rombongan-rombongan 75 Mekkah 59
40 Surah Al-Mu’min المؤمن Orang yg Beriman 85 Mekkah 60
41 Surah Fussilat فصّلت Yang dijelaskan 54 Mekkah 61
42 Surah Asy-Syura الشّورى Musyawarah 53 Mekkah 62
43 Surah Az-Zukhruf الزّخرف Perhiasan 89 Mekkah 63
44 Surah Ad-Dukhan الدّخان Kabut 59 Mekkah 64
45 Surah Al-Jasiyah الجاثية Yang bertekuk lutut 37 Mekkah 65
46 Surah Al-Ahqaf الَأحقاف Bukit-bukit pasir 35 Mekkah 66
47 Surah Muhammad محمّد Muhammad 38 Madinah 95
48 Surah Al-Fath الفتح Kemenangan 29 Madinah 111
49 Surah Al-Hujurat الحجرات Kamar-kamar 18 Madinah 106
50 Surah Qaf ق Qaaf 45 Mekkah 34
51 Surah Az-Zariyat الذّاريات Angin yang menerbangkan 60 Mekkah 67
52 Surah At-Tur الطّور Bukit 49 Mekkah 76
53 Surah An-Najm النّجْم Bintang 62 Mekkah 23
54 Surah Al-Qamar القمر Bulan 55 Mekkah 37
55 Surah Ar-Rahman الرّحْمن Yang Maha Pemurah 78 Madinah & Mekkah 97
56 Surah Al-Waqi’ah الواقعه Hari Kiamat 96 Mekkah 46
57 Surah Al-Hadid الحديد Besi 29 Madinah 94
58 Surah Al-Mujadilah المجادلة Wanita yang mengajukan gugatan 22 Madinah 105
59 Surah Al-Hasyr الحشْر Pengusiran 24 Madinah 101
60 Surah Al-Mumtahanah الممتحنة Wanita yang diuji 13 Madinah 91
61 Surah As-Saff الصّفّ Satu barisan 14 Madinah 109
62 Surah Al-Jumu’ah الجمعة Hari Jum’at 11 Madinah 110
63 Surah Al-Munafiqun المنافقون Orang-orang yang munafik 11 Madinah 104
64 Surah At-Tagabun التّغابن Hari dinampakkan kesalahan-kesalahan 18 Madinah 108
65 Surah At-Talaq الطّلاق Talak 12 Madinah 99
66 Surah At-Tahrim التّحريم Mengharamkan 12 Madinah 107
67 Surah Al-Mulk الملك Kerajaan 30 Mekkah 77
68 Surah Al-Qalam القلم Pena 52 Mekkah 2
69 Surah Al-Haqqah الحآقّة Hari kiamat 52 Mekkah 78
70 Surah Al-Ma’arij المعارج Tempat naik 44 Mekkah 79
71 Surah Nuh نوح Nuh 28 Mekkah 71
72 Surah Al-Jinn الجنّ Jin 28 Mekkah 40
73 Surah Al-Muzzammil المزمّل Orang yang berselimut 20 Mekkah 3
74 Surah Al-Muddassir المدشّر Orang yang berkemul 56 Mekkah 4
75 Surah Al-Qiyamah القيمة Hari Kiamat 40 Mekkah 31
76 Surah Al-Insan الْاٍنسان Manusia 31 Madinah 98
77 Surah Al-Mursalat المرسلات Malaikat-Malaikat Yang Diutus 50 Mekkah 33
78 Surah An-Naba’ النّبا Berita besar 40 Mekkah 80
79 Surah An-Nazi’at النّازعات Malaikat-Malaikat Yang Mencabut 46 Mekkah 81
80 Surah ‘Abasa عبس Ia Bermuka masam 42 Mekkah 24
81 Surah At-Takwir التّكوير Menggulung 29 Mekkah 7
82 Surah Al-Infitar الانفطار Terbelah 19 Mekkah 82
83 Surah Al-Tatfif المطفّفين Orang-orang yang curang 36 Mekkah 86
84 Surah Al-Insyiqaq الانشقاق Terbelah 25 Mekkah 83
85 Surah Al-Buruj البروج Gugusan bintang 22 Mekkah 27
86 Surah At-Tariq الطّارق Yang datang di malam hari 17 Mekkah 36
87 Surah Al-A’la الْأعلى Yang paling tinggi 19 Mekkah 8
88 Surah Al-Gasyiyah الغاشية Hari Pembalasan 26 Mekkah 68
89 Surah Al-Fajr الفجر Fajar 30 Mekkah 10
90 Surah Al-Balad البلد Negeri 20 Mekkah 35
91 Surah Asy-Syams الشّمس Matahari 15 Mekkah 26
92 Surah Al-Lail الّيل Malam 21 Mekkah 9
93 Surah Ad-Duha الضحى‎‎ Waktu matahari sepenggalahan naik (Dhuha) 11 Mekkah 11
94 Surah Al-Insyirah الانشراح‎‎ Melapangkan 8 Mekkah 12
95 Surah At-Tin التِّينِ Buah Tin 8 Mekkah 28
96 Surah Al-‘Alaq العَلَق Segumpal Darah 19 Mekkah 1
97 Surah Al-Qadr الْقَدْرِ Kemuliaan 5 Mekkah 25
98 Surah Al-Bayyinah الْبَيِّنَةُ Pembuktian 8 Madinah 100
99 Surah Az-Zalzalah الزلزلة‎‎ Kegoncangan 8 Mekkah 93
100 Surah Al-‘Adiyat العاديات‎‎ Berlari kencang 11 Mekkah 14
101 Surah Al-Qari’ah القارعة‎‎ Hari Kiamat 11 Mekkah 30
102 Surah At-Takasur التكاثر‎‎ Bermegah-megahan ‎ 8 Mekkah 16
103. Surah Al-‘Asr العصر Masa/Waktu 3 Mekkah 13
104 Surah Al-Humazah الهُمَزة‎‎ Pengumpat 9 Mekkah 32
105 Surah Al-Fil الْفِيلِ Gajah 5 Mekkah 19
106 Surah Quraisy قُرَيْشٍ Suku Quraisy 4 Mekkah 29
107 Surah Al-Ma’un الْمَاعُونَ Barang-barang yang berguna 7 Mekkah 17‎
108 Surah Al-Kausar الكوثر Nikmat yang berlimpah 3 Mekkah 15
109 Surah Al-Kafirun الْكَافِرُونَ Orang-orang kafir 6 Mekkah 18
110 Surah An-Nasr النصر‎‎ Pertolongan 3 Madinah 114
111 Surah Al-Lahab المسد‎‎ Gejolak Api/ Sabut 5 Mekkah 6
112 Surah Al-Ikhlas الإخلاص‎‎ Ikhlas 4 Mekkah 22
113 Surah Al-Falaq الْفَلَقِ Waktu Subuh 5 Mekkah 20
114 Surah An-Nas النَّاسِ Manusia 6 Mekkah 21

Jumlah Ayat 6236‎

Setelah dijumlahkan didapatkan bahwa jumlah ayat di dalam Alqur’an adalah 6236 ayat tanpa memasukkan 112 bismillah di awal surat Jika dimasukkan kedalam perhitungan jumlahnya menjadi 6348 ayat, tetap tidak sampai 6666. Jumlah ini ternyata sama dengan jumlah ayat dalam list al-Qur’an digital. 

Bagaimana dengan jumlah 6.666 ayat?

Tentang pendapat yang mengatakan bahwa jumlah total ayat Al-Qur’an adalah 6666, atau enam ribu enam ratus enam puluh enam ayat, ini adalah pendapat yang sangat sangat tidak berdasar, karenanya ia bukanlah pendapat yang mu’tabar.

Sayangnya, angka ini sudah kadung populer.

Terkait dengan hal ini, Imam Yusuf bin Ali al-Hudzali al-Yasykuri al-Maghribi (wafat 465 H) berkata:

وَلَا خِلَافَ فِيْ سِتَّةِ آلَافٍ وَمِائَتَيْنِ … وَلَا عِبْرَةَ بِقَوْلِ الرَّوَافِضِ وَالْعَامَّةِ: سِتَّةُ آلَافٍ وَسِتُّمِائَةٍ وَسِتَّةٌ وَسِتُّوْنَ

Tidak ada perbedaan pendapat dalam angka enam ribu dua ratusan … dan tidak perlu dipandang (diperhitungkan) pendapat golongan rafhidhah dan masyarakat awam yang mengatakan bahwa jumlah ayat Al-Qur’an adalah 6666. (lihat: Al-Kamil fil Qiraat wal Arba’in az-Zaidah ‘Alaiha, hal. 103).

Menurut sebuah sumber, angka ini berasal dari keterangan Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dalam kitabnya Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadiin. ‎Menurut al-Bantani, bilangan ayat Al-Qur’an itu 6666 ayat, yaitu 1000 ayat di dalamnya tentang perintah, 1000 ayat tentang larangan, 1000 ayat tentang janji, 1000 tentang ancaman, 1000 ayat tentang kisah-kisah dan kabar-kabar, 1000 ayat tentang ‘ibrah dan tamsil, 500 ayat tentang halal dan haram, 100 tentang nasikh dan mansukh, dan 66 ayat tentang du’a, istighfar dan dzikir.

Sumber lain dengan jumlah yang sama tetapi dengan penjelasan berbeda adalah pandangan az-Zuhaily dalam at-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj, (jilid 1/45), “membenarkan” jumlah ayat Al-Qur’an dalam (tariqah) hitungan al-Kufiyyun adalah 6236 ayat, namun demikian ia juga menyebutkan menurut (tariqah) hitungan yang lain berjumlah 6.666 ayat. Perhitungan ini sepertinya didasarkan pada kalkulasi pertimbangan isi keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an. Dalam pandangan ini, ayat-ayat Al-Qur’an dapat diklasifikasi dan dijumlahkan sebagai berikut; al-amr (perintah) 1000 ayat, an-nahy (larangan) 1000 ayat, al-wa’d (janji) 1000 ayat, al-wa’id (ancaman) 1000 ayat, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan informasi) 1000 ayat, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan) 1000 ayat, al-haram wal halal (halal dan haram) 500 ayat, ad-du’a (doa) 100 ayat, dan an-nasikh wal-mansukh 66 ayat.

Dari beberapa informasi dan telaahan di atas, dapat disimpulkan sementara terkait jumlah bilangan ayat dalam Al-Qur’an. Pertama, jumlah 6.666 adalah jumlah hitungan ayat Al-Qur’an berdasarkan kandungan isi ayat dari sebagian ulama, bukan hitungan dalam pengertian menghitung satu per satu ayat dalam perspektif ilmu addul-ayi. Kedua, jumlah 6.236 bukanlah jumlah satu-satunya ayat Al-Qur’an yang “paling benar”, namun hal itu adalah pilihan riwayat.

Sebab jumlah hitungan ini sangat terkait erat dengan periwayatan dan qira’ah. Seperti yang terjadi di Mushaf al-Jamahiriyah Libya yang lebih memilih menggunakan qira’ah Qalun dari Imam Nafi dengan hitungan ayat Madani awal (6217 ayat).

Dengan demikian, terkait kepastian jumlah ayat-ayat dalam Al-Qur’an tidak ada yang “paling benar” dan “paling salah”. Selama hal itu argumentatif dan didasarkan pada periwayatan dan pilihan yang bertanggung jawab, semua dapat dimungkinkan, meskipun tidak dapat disangkal sebuah pendapat barangkali “lemah” (marjuh) secara metodologis. Diskusi terkait khilafiyah jumlah ayat tidak selamanya harus bersepakat dalam kesamaan ataupun saling mencaci dalam ketidaktahuan! 

Sebagai catatan tambahan, al-Hafidz Ibnu Katsir setelah menyebutkan perbedaan pendapat jumlah ayat dalam al-Quran, beliau juga menyebutkan beberapa keterangan tabiin tentang jumlah kata, dan hurufnya.

وأما كلماته، فقال الفضل بن شاذان، عن عطاءِ بن يسار: سبع وسبعون ألف كلمة وأربعمائة وتسع وثلاثون كلمة. وأما حروفُه، فقال عبد الله بن كثير، عن مجاهد: هذا ما أحصينا من القرآن وهو ثلاثُمائِة ألفِ حرف وواحدٌ وعشرون ألفَ حَرْفٍ ومائَةٌ وثمانونَ حرفًا.

“Mengenai jumlah kata dalam al-Quran, Fadhl bin Syadan meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, yang mengatakan, Jumlah huruf ada 77439 kata. Sedangkan jumlah hurufnya, diriwayatkan oleh Abdullah bin Katsir, dari Mujahid, beliau mengatakan, “Berikut yang kami hitung dari al-Quran, jumlah hurufnya ada 321.180 huruf.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/98).

Semoga kita termasuk orang-orang yang dianugerahi Alloh Ilmu agama yang lurus dan pemahaman yang benar, karena Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خِيْرًا يُفَقِّهُهُ فِيْ الدِّيْنِ
(رواه البخاري ومسلم)

Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasalam telah bersabda: “Barang siapa yang Alloh menginginkan kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkannya dalam Agama”(HR. Bukhori no.71 dan Muslim no. 1037).

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...