Kamis, 14 Oktober 2021

Penjelasan Dzikir Ma'rifat untuk Memahami Jiwa

 

Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ ، فَأَنْبِئْنِيْ مِنْهَا بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ ؟ قَالَ : لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ

Dari ‘Abdullâh bin Busr Radhiyallahu anhu berkata, “Seorang Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak pada kami. Beritahukanlah kepada kami sesuatu yang kami bisa berpegang teguh kepadanya ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya (IV/188, 190); at-Tirmidzi (no. 3375). Beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib.”; Ibnu Majah (no. 3793) dan lafazh ini miliknya. Ibnu Abi Syaibah (X/89, no. 29944); Al-Baihaqi (III/371)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibbân (no. 811-at-Ta’lîqâtul Hisân) dan al-Hâkim (I/495) dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dishahihkan juga oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’is Shaghîr (no. 7700), Shahîh al-Kalimut Thayyib (no. 3), dan Shahîhut Targhîb wat Tarhîb (no. 1491)

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kaum Mukminin untuk banyak berdzikir kepada-Nya dan Allâh memuji orang-orang yang banyak berdzikir. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allâh, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” [al-Ahzâb/33:41-42]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman.

وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“… Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allâh, Allâh telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.“[al-Ahzâb/33:35]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبَقَ الْمُفَرِّدُوْنَ قَالُوْا: وَمَا الْمُفَرِّدُوْنَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ: اَلذَّاكِرُوْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتُ

“al-Mufarridûn telah mendahului.” Para sahabat berkata, “Siapa al-Mufarridûn wahai Rasûlullâh?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kaum laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allâh.”

Dari hadits di atas, terlihatlah makna al-mufarridun, yaitu orang yang terus-menerus berdzikir kepada Allâh dan menyukainya. Orang yang banyak berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ikhlas karena Allâh Azza wa Jalla , mengikuti contoh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hatinya ingat kepada Allâh Azza wa Jalla dan batas-batas-Nya, maka dia termasuk orang yang bertakwa. Sahabat ‘Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu telah menjelaskan makna takwa ini pada saat beliau menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Allâh dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya…” [Ali ‘Imrân/3:102]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :

أَنْ يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى ، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلاَ يُنْسَى ، وَأَنْ يُشْكَرَ فَلاَ يُكْفَرَ

Hendaklah Allâh itu ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikufuri.

Contoh teladan kita adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla dalam setiap keadaannya. Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengingat Allâh dalam setiap keadaannya.

Salah seorang dari tujuh orang yang dinaungi Allâh Azza wa Jalla dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya diantaranya ialah orang yang berdzikir kepada Allâh di saat sendirian kemudian berlinanglah air matanya.‎

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan juga berdzikir ketika kita sedang duduk atau berada di majelis.

مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لاَ يَذْكُرُ الله فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ

Barangsiapa duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allâh di dalamnya, pastilah dia mendapatkan kerugian dari Allâh, dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allâh, pastilah mendapatkan kerugian dari Allâh.

مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُ اللهَ فِيْهِ ، وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً ، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَلَهُمْ.

Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allâh dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka. Maka jika Allâh menghendaki, Dia akan menyiksa mereka dan jika menghendaki, Dia akan mengampuni mereka.”

مَامِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً

Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis yang mereka tidak berdzikir kepada Allâh di dalamnya, maka selesainya majelis itu seperrti bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kamat).

Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan berdzikir dengan dzikir yang banyak pada saat mencari nafkah dan sesudah shalat jum’at. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allâh dan ingatlah Allâh banyak-banyak agar kamu beruntung.” [al-Jumu’ah/62:10]

Pada ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menggabungkan antara usaha mencari karunia (mencari nafkah) dengan banyak dzikir kepada-Nya. Oleh karena itu, ada hadits tentang keutamaan dzikir di pasar-pasar dan tempat-tempat melalaikan seperti dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَنْ دَخَلَ السُّوْقَ فَقَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْـمُلْكُ وَلَهُ الْـحَمْدُ يُحْيِـيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْـخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ

Barangsiapa memasuki pasar, sedang di dalamnya ada sesuatu yang diteriakkan dan diperjual-belikan kemudian berkata, ‘Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allâh saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya, kerajaan dan pujian milik-Nya. Dia menghidupkan, mematikan, Mahahidup, dan tidak mati. Seluruh kebaikan ada di Tangan-Nya dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,’ maka Allâh menulis baginya satu juta kebaikan, menghapus satu juta kesalahan darinya, dan mengangkat satu juta derajat baginya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan yang besar dalam berdzikir di pasar, karena pasar adalah tempat yang banyak orang berbohong, menipu, sumpah palsu, dan maksiat-maksiat lainnya. Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Selama hati seseorang berdzikir kepada Allâh, maka ia berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar dia menggerakkan mulutnya, itu lebih baik.”

Dzikir itu bermacam-macam. Sedangkan Yang Didzikir hanyalah Satu, dan tidak terbatas. Ahli dzikir adalah kekasih-kekasih Allah. Maka dari segi kedisiplinan terbagi menjadi tiga:
Dzikir Jaly Dzikir Khafy
Dzikir Haqiqi 
Dzikir Jaly (bersuara), dilakukan oleh para pemula, yaitu Dzikir Lisan yang mengapresiasikan syukur, pujian, pengagungan nikmat serta menjaga janji dan kebajikannya, dengan lipatan sepuluh kali hingga tujuh puluh.Dzikir Batin Khafy (tersembunyi) bagi kaum wali, yaitu dzikir dengan rahasia qalbu tanpa sedikit pun berhenti. Disamping terus menerus baqa’ dalam musyahadah melalui musyahadah kehadiran jiwa dan kebajikannya, dengan lipatan tujuh puluh hingga tujuh ratus kali.
Dzikir Haqiqi yang kamil (sempurna) bagi Ahlun-Nihayah (mereka yang sudah sampai di hadapan Allah swt,) yaitu Dzikirnya Ruh melalui Penyaksian Allah swt, terhadap si hamba. Ia terbebaskan dari penyaksian atas dzikirnya melalui baqa’nya Allah swt, dengan symbol, hikmah dan kebajikannya mulai dari tujuh ratus kali lipat sampai tiada hingga. Karena dalam musyahadah itu terjadi fana’, tiada kelezatan di sana.

Ruh di sini merupakan wilayah Dzikir Dzat, dan Qalbu adalah wilayah Dzikir Sifat, sedangkan Lisan adalah wilayah Dzikir kebiasaan umum. Mananakala Dzikir Ruh benar, akan menyemai Qalbu, dan Qalbu hanya mengingat Kharisma Dzat, di dalamnya ada isyarat perwujudan hakikat melalui fana’. Di dalamnya ada rasa memancar melalui rasa dekatNya.

Begitu juga, bila Dzikir Qalbu benar, lisan terdiam, hilang dari ucapannya, dan itul;ah Dzikir terhadap panji-panji dan kenikmatan sebagai pengaruh dari Sifat. Di dalamnya ada isyarat tarikanpada sesuatu tersisa di bawah fana’ dan rasa pelipatgandaan qabul dan pengungkapan-pengungkapan.

Manakala qalbu alpa dari dzikir lisan baru menerima dzikir sebagaimana biasa.

Masing-masing setiap ragam dzikir ini ada ancamannya.
Ancaman bagi Dzikir Ruh adalah melihat rahasia qalbunya. Dan ancaman Dzikir Qalbu adalah melihat adanya nafsu dibaliknya. Sedangkan ancaman Dzikir Nafsu adalah mengungkapkan sebab akibat. Ancaman bagi Dzikir Lisan adalah alpa dan senjang, maka sang penyair mengatakan :

Dialah Allah maka ingatlah Dia
Bertasbihlah dengan memujiNya
Tak layaklah tasbih melainkan karena keagunganNya
Keagungan bagiNya sebenar-benar total para pemuji
Kenapa masih ada
Pengandaian bila dzikir-dzikir hambaNya diterima?
Manakala lautan memancar, dan samudera melimpah
Berlipat-lipat jumlahnya
Maka penakar lautan akan kembali pada ketakhinggaan
Jika semua pohon-pohon jadi pena menulis pujian padaNya
Akan habislah pohon-pohon itu, bahkan jika dilipatkan
Takkan mampu menghitungnya.
Dia ternama dengan Sang Maha Puji
Sedang makhlukNya menyucikan sepanjang hidup
Bagi kebesaranNya.

Perilaku manusia dalam berdzikir terbagi tiga:

Khalayak umum yang mengambil faedah dzikir.
Khalayak khusus yang bermujahadah
Khalayak lebih khusus yang mendapat limpahan hidayah.
Dzikir untuk khalayak umum, adalah bagi pemula demi penyucian. Dzikir untuk khalayak khusus sebagai pertengahan, untuk menuai takdir. Dan dzikir untuk kalangan lebih khusus sebagai pangkalnya, untuk waspada memandangNya.
Dzikir khalayak umum antara penafian dan penetapan (Nafi dan Itsbat)
Dzikir khalayak khusus adalah penetapan dalam penetapan (Itsbat fi Itsbat)
Dzikir kalangan lebih khusus Allah bersama Allah, sebagai penetapan Istbat (Itsbatul Istbat), tanpa memandang hamparan luas dan tanpa menoleh selain Allah Ta’ala.
Dzikir bagi orang yang takut karena takut atas ancamanNya.
Dzikir bagi orang yang berharap, karena inginkan janjiNya.
Dzikir bagi penunggal padaNya dengan Tauhidnya
Dzikir bagi pecinta, karena musyahadah padaNya.
Dzikir kaum ‘arifin, adalah DzikirNya pada mereka, bukan dzikir mereka dan bukan bagi mereka.
Kaum airifin berdzikir kepada Allah swt, sebagai pemuliaan dan pengagungan.
Ulama berdzikir kepada Allah swt, sebagai penyucian dan pengagungan.
Ahli ibadah berdzikir kepada Allah swt, sebagai rasa takut dan berharap pencinta berdzikir penuh remuk redam.
Penunggal berdzikir pada Allah swt dengan penuh penghormatan dan pengagungan.
Khalayak umum berdzikir kepada Allah swt, karena kebiasaan belaka.
Hamba senantiasa patuh, dan setiap dzikir ada yang Diingat, sedangkan orang yang dipaksa tidak ada toleransi.

Tata cara Dzikir ada tiga perilaku :
1. Dzikir Bidayah (permulaan) untuk kehidupan dan kesadaran jiwa.
2. Dzikir Sedang untuk penyucian dan pembersihan.
3. Dzikir Nihayah (pangkal akhir) untuk wushul dan ma’rifat.
Dzikir bagi upaya menghidupkan dan menyadarkan jiwa, setelah seseorang terlibat dosa, dzikir dilakukan dengan syarat-syaratnya, hendaknya memperbanyak dzikir :
“Wahai Yang Maha Hidup dan Memelihara Kehidupan, tiada Tuhan selain Engkau.”

Dzikir bagi pembersihan dan penyucian jiwa, setelah mengamai pengotoran dosa, disertai syarat-syarat dzikir, hendaknya memperbanyak :
“Cukuplah bagiku Allah Yang Maha Hidup nan Maha Mememlihara Kehidupan.”

Ada tiga martabat dzikir :
Pertama, dzikir alpa dan balasannya adalah terlempar, tertolak dan terlaknat.
Kedua, dzikir hadirnya hati, balasannya adalah kedekatan, tambahnya anugerah dan keutamaan anugerah.
Ketiga, dzikir tenggelam dalam cinta dan musyahadah serta wushul. Sebagaimana dikatakan dalam syair :

Kapan pun aku mengingatMu, melainkan risau dan gelisahku
Pikiranku, dzikirku, batinku ketika mengingatMu,
Seakan Malaikat Raqib Kau utus membisik padaku
Waspadalah, celaka kamu, dzikirlah!
Jadikan pandanganmu pada pertemuanmu denganNya
Sebagai pengingat bagimu.

Ingatlah, Allah telah memberi panji-panji kesaksianNya padamu
Sambunglah semua dari maknaNya bagi maknamu
Berharaplah dengan dengan menyebut kebeningan dari segala yang rumit
Kasihanilah kehambaanmu yang hina dengan hatimu
Siapa tahu hati menjagamu

Dzikir itu sendiri senantiasa dipenuhi oleh tiga hal :

Dzikir Lisan dengan mengetuk Pintu Allah swt, merupakan pengapus dosa dan peningkatan derajat.
Dzikir Qalbu, melalui izin Allah swt untuk berdialog dengan Allah swt, merupakan kebajikan luhur dan taqarrub.
Dzikir Ruh, adalah dialog dengan Allah swt, Sang Maha Diraja, merupakan manifestasi kehadiran jiwa dan musyahadah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kealpaan adalah kebiasaan dzikir yang kosong dari tambahan anugerah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kesadaran hadir, adalah dzikir ibadah yang dikhususkan untuk mencerap sariguna.
Dzikir dengan Lisan yang kelu dan qalbu yang penuh adalah ketersingkapan Ilahi dan musyahadah, dan tak ada yang tahu kadar ukurannya kecuali Allah swt.

Diriwayatkan dalam hadits : “Siapa yang pada awal penempuhannya memperbanyak membaca “Qul Huwallaahu Ahad” Allah memancarkan NurNya pada qalbunya dan menguatkan tauhidnya.

Dzikir merupakan upaya untuk membersihkan hati dari kotoran dan kelalaian. Pembersih dari hal tersbut adalah wajib, maka memasuki thariqah, wajib hukumnya. Sedang apabila dzikir itu sekadar untuk amalan saja artinya sekedar untuk menambah ibadah saja, maka hukumnya adalah mustahab (sunah). Tetapi kalau benar masuk thariqah itu hukumnya mustahab, lalu dari mana hati akan mengetahui cara untuk mengagungkan keagunan Allah, kalau didalamnya terdapat banyak kelalaian. Sesuatu yang sulit tentunya. Karena tingkatan kadar keimanan seseorang itu tegantung pada kadar kebersihan hatinya. Tingkatan kejujuranya tergantung  pada kadar keikhlasanya. Dan tingkatan keikhlasanya tergantung pada kadar keridloanya terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya.

Dzikir Thoriqoh inggih meniko praktek perbuatan ( toto laku ) kagem nyucekaken ati lan ngresiki relung – relung ati saking kotoran / karatipun manah,  sifat lali ( ghoflah ) lan salah pahamipun kebodohan. Relung – relung ati mboten saget suci ( bersih ) kejawi kanthi dzikir dateng Alloh swt kanthi coro ingkang tertentu .

Setengahipun tujuan nderek dzikir  inggih puniko :
1.   Ngicali sifat lali ( ghoflah )

Ghoflah ( sifat lali ) meniko setunggalipun penyakit ati ingkang andadosaken ashoripun sifat kamanungsan , lali ing Alloh ingkang nitahaken , lali ugering manungso,lali ugering urip.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ.‎

“ Lan yekti temen ndadekake Ingsun minongko isen – isene neroko Jahanam akeh – akehe golongan jin lan manungso , podho anduweni ati ananging ora den gunakake kanggo ngaweruhi ( ing ayat – ayat Alloh ), podho duwe paningal ananging ora den gunakake kanggo mirsani ( tando – tandane Keagungane Alloh ), podho duwe pangrungu ananging ora den gunakake kanggo mirengake ( pituduhe Alloh ) . Wong – wong iku lir kadyo hayawan ternak malah luwih sasar maneh. Wong – wong iku golongane Ghofiluun ( Wong kang podho lali ).”(QS. Al A’rof :179)
Sifat ghoflah meniko nyebabaken ngaling – alingi penyuwunan :‎

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ (سنن الترمذى : ٣٤٠١ )‎

“ Saking Shohabat Abu Hurairoh R.a : Rosululloh Saw ngendiko : “ Podho dongoho siro kabeh ing Alloh , hale wong – wong kang ngeyakini kelawan diijabahi , lan ngertiho siro kabeh yen setuhune Gusti Alloh ora nyembadani donga saking ati kang lali. “ HR. Tirmidzi‎

2.  Nyempurnakaken  lan ningkataken roso khusuk ing dalem ngibadah, mboten kados ngibadahe tiyang munafik .

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا .

“ Saktemene wong – wong kang munafik iku podho nggorohake marang Alloh, lan Alloh bakal paring piwales ing gorohe wong – wong iku. Lan lamun podho njumenengake ing sholat mongko jumeneng kanthi aras – arasen. Wong – wong iku sejo podho pamer ( kanthi sholate ) ing ngarsane manungso. Lan ora podho dzikir ing Alloh kejobo naming sethithik wae. QS. An Nisa’ : 142

Dzikir nafi isbat yaitu dzikir dengan mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” (Laa Ilaaha = Nafi, meniadakan Tuhan-Tuhanan lain ; Illallah = Isbat, menetapkan Allah saja sebagai Tuhan). Jadi makna kalimat tauhid itu adalah tiada Tuhan selain Allah. Jelasnya ada lima makna dari kalimat itu antara lain : Pertama, tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah; Kedua, tidak ada yang dituju kecuali Allah; Ketiga, tidak ada yang dicari kecuali Allah; Keempat, tidak ada yang wujud di alam ini kecuali Allah; Kelima, tidak ada yang dicintai kecuali Allah.

Menurut Rasulullah Saw lafal dzikir yang paling utama adalah dzikir Laa Ilaha Illallah sebagaimana sabda beliau, 

اَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبِلِي لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
“Yang paling utama apa yang saya ucapkan dan yang diucapkan para nabi sebelum aku adalah Laa Ilaaha Illallah Wahdahuu Laa Syariikalah (Tiada Tuhan selain Allah dengan Maha Esanya dan tiada sekutu bagi-Nya).”

Dalam hal ini juga Rasulullah bersabda,‎
“Siapa yang mengucapkan ‘Laa Ilaaha illallah Wahdahuu Laa Syariikalah Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa Alaa Kulli Syai’in Qadiir’ (tiada Tuhan selain Allah dengan Esa-Nya tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu) dibaca setiap hari sebanyak seratus kali, maka kebaikannya menandingi atau sebanding dengan memerdekakan sepuluh budak, dan dicatat untuknya kebaikan seratus macam, dan seratus macam kejelekannya dihapus. Di samping itu dia bebas dari godaan syetan pagi harinya sampai sore. Dan seorang pun tidak bisa mengungguli amalannya kecuali orang yang membaca kalimat itu lebih banyak darinya.”

Pelaksanaan dzikir Laa Ilaaha Illallah itu harus memakai cara. Adapun cara yang paling bagus adalah cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada sayyidina Ali dalam sebuah hadis sebagai berikut:

Sayyidina Ali bertanya. Bagaimana aku berzikir Ya Rasulullah? Maka Rasulullah menjawab. Caranya, pejamkan kedua matamu dan dengarkanlah dari aku sebanyak tiga kali, dan ucapkanlah seperti apa yang aku ucapkan, waktu engkau mengucapkan itu, aku mendengar, maka Rasulullah mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illallah’ sebanyak tiga kali, dengan kedua mata terpejam. Kemudian sayyidina Ali mengucapkan seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah.

Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musrik kepada Allah.
Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:

Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.

Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.

Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.

Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.

Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.
Adab Berdzikir ‎

Untuk melaksanakan dzikir didalam thoriqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya. Dalam kitab Al Mafakhir Al-’Aliyah fil Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan pada pasal Adabuddz-Dzikr, sebagaiman dituturkan oleh Asy-Sya’roni bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkanmenjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima)adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas)adab dilakukan pada saat berdzikir,  2(dua) adab dilakukan seelah selesai berdzikir.
Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;
1... Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkansemua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
2... Mandi dan atau wudlu.
3... Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinyahatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.
4... Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
5... Meyakini bahwa dzikir thoriqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah SAW, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari Beliau.
Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
1... Duduk di tempat yang suci seperti duduknya didalam shalat..
2... Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya
3... Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4... Memakai pakaian yang halal dan suci.
5... Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
6... Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dhohir, karena dengan tertutupnya indra dhohir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati / bathin.
7... Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thoriqohmerupakan adab yang sangat penting
8... Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9... Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasanseseorang yang berdzikir akan sampai derajat Ash-Shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkansegala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan ) kepada syaikhnya.Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
10.. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah, karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan-bacaan dzikir syar’i lainnya.
11.. Menghadirkan makna dzikir didalam hatinya.
12.. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allahdengan La ilaaha illallah, agar pengaruh kata “illallah” terhujam didalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;
1... Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thoriqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlohdan mujahadah tiga puluh tahun.
2... Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini (menurut ulama thoriqoh) lebih cepat menyinarkan bashiroh, menyingkapkan hijab-hijabdan memutus bisikan-bisikan hawa nafsu dan syetan.
3... Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq dan tahyij (rasa rindu dan gairah) kepada Al-Madzkur/ Allah SWT yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikirakan memadamkan rasa tersebut.
4... Para guru mursyid berkata:”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan munculdengan hal tersebut.”Wallahu a’lam.
Keterangan
1... Himmah para syaikh /guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.
2... Sikap duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara aliran thoriqoh yang satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu mursyid dengan yang lainnya dalam satu aliran.Ada yang menggunakan cara duduk seperti duduk di dalam shalat (tawarruk atau iftirasy), ada yang tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di masukkan di bawah lutut kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan ada yang dengan cara seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu maka sikap duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru musyidnya masing- masing.
3... Membayangkan pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada saat melakukan dzikir, yang lazim di sebut “rabithah” atau “tashawwur” bagi seorang murid thoriqoh. Hal tersebut lebih berfaidah dan lebih mengena dari pada dzikirnya itu.Karena syaikh adalah washilah /perantara untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa jalla bagi si murid, dan setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya bersama syaikhnya maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya, dan dalam waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah). Dan lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam pribadi syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur pada Allah Swt.Wallahu a’lam.
4... Yang dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang atau muncul didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian setelah berdzikir yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku dzikir.

Dengan dzikir, hati akan menjadi tenang. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allâh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allâh hati menjadi tentram. [ar-Ra’d/13:28]

Diriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أُُنَبِّئُكُمْ بِخَيرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ ؟ قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! قَالَ : (( ذِكْرُاللهِ تَعَالَى))

Maukah kamu aku tunjukkan amalan yang terbaik dan paling suci di sisi Rabbmu, dan paling mengangkat derajatmu, lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata, “Mau wahai Rasûlullâh!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir kepada Allâh Yang Maha Tinggi.”

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ ، مَثَلُ الْـحَيِّ وَ الْـمَيِّتِ

Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir kepada Rabbnya adalah seperti perbedaan antara orang yang hidup dengan orang yang mati.

Dzikir berbalas ini juga dilakukan oleh Allah Swt terhadap khalifah Allah dan orang-orang mukmin sebagaimana tertera dalam hadits qudsi :

Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :

قَالَ الله ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ اِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَاِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada orang banyak saat ia mengingat-Ku. (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).

Orang-orang yang telah mencapai pangkat “didzikirkan Allah” adalah orang-orang yang dikasihi atau orang-orang yang menjadi kekasih Allah Swt seperti firman Allah dalam hadits qudsi berikut ini : 

اِنَّ اَوْلِيَائِ مِنْ عِبَادِ وَاَحِبَّائِ مِنْ خَلْقِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ بِذِكْرِ وأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Sesungguhnya para Wali-Ku dari golongan hamba-Ku dan para Kekasih-Ku dari golongan makhluk-Ku adalah orang-orang yang diingat apabila Aku diingat. Dan Aku diingat apabila mereka diingat. (HR. at Tabrani, al Hakim dan Abu Na’im)

Hadits al Baihaqi dari Aisyah ra. :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْضُلُ الذِّكْرُ (اى الخفى) عَلَى الذِّكْرِ (اى الجهر) بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا اِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ رَجَّعَ الله ُالْخَلاَئِقَ اِلَى حِسَابِهِ وَجَائَتِ الْحَفَضَةُ بِمَا حَفَظُوْهُ وَكَتَبُوْا: قاَلَ تَعَالَى اُنْظُرُوْا هَلْ بَقِيَ لِعَبْدِى مِنْ شَيْئٍ؟ فَيَقُوْلُوْنَ مَا تَرَكْنَا شَيْئًا مِمَّا عَلِمْنَاهُ وَحَفِظْنَاهُ اِلاَّ وَقَدْ اَحْصَيْنَاهُ وَكَتَبْنَاهُ فَيَقُوْلُ الله تَعاَلَى: اِنَّ لَكَ عِنْدِى حَسَناً وَاِناَّ اَجْزِيْكَ بِهِ وَهُوَ الذِّكْرُ الْخَفِى
Dari Aisyah ra. beliau berkata bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Dzikir (dengan tidak bersuara) lebih unggul dari pada dzikir (dengan suara) selisih tujuh puluh kali lipat. Jika tiba saatnya hari kiamat, maka Allah akan mengembalikan semua perhitungan amal semua makhluk-makhluknya sesuai amalnya. Para malaikat pencatat amal datang dengan membawa tulisan-tulisan mereka. Allah berkata pada mereka Lihatlah apakah ada amalan yang tersisa pada hamba-Ku ini? Para malaikat itu menjawab, kami tidak meninggalkan sedikit pun amalan yang kami ketahui kecuali kami mencatat dan menulisnya. Allah lalu berkata lagi (pada hamba-Nya itu), kamu mempunyai amal kebaikan yang hanya Aku yang mengetahuinya. Aku akan membalas amal kebaikanmu itu. Kebaikanmu itu berupa dzikir dengan sembunyi (tak bersuara).” (HR. al Baihaqi)
Abu Awanah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam masing-masing kitab kumpulan hadits shahih mereka, juga al Baihaqi di sebuah hadits berikut : 

خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِى وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي وَقَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذِّكْرُ لاَ تَسْمَعُهُ الْحَفْظَةُ يَزِيْدُ عَلَى الذِّكْرِ تَسْمَعُهُ الْحَفَظَةُ بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا
Sebaik-baik dzikir adalah dzikir dengan samar (khafi) dan sebaik-baiknya rezeki adalah rezeki yang mencukupi, Nabi juga bersabda : “Dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat pencatat amal (maksudnya dzikir khafi) mengungguli atas dzikir yang dapat didengar oleh mereka (dzikir jahri) sebanyak tujuh puluh kali lipat.” (HR. al Baihaqi)

Penjelasan Tentang Talqin Mayit Serta Contoh Talqin Dalam Bahasa Jawa


Sebetulnya masalah TALQIN dengan segala macam persoalannya itu sudah dikupas oleh para ulama mutaqaddimin atau ulama mutaakhirin dalam berberapa kitab/karya tulisnya dan selalu diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jamaah secara turun temurun.

Akan tetapi amaliyah warga kita tadi menjadi terancam kelangsungannya sejak munculnya gerakan yang dimotori oleh kaum wahabi yang sangat berlebihan dalam usaha memurnikan ajaran Islam, sampai-sampai mereka itu melarang amalan-amalan umat Islam yang bersifat furu’iyah, misalnya : tahlilan, bancakan, dan talqin untuk mayit.
Di bawah ini uraian yang sebenarnya tentang Talqin menurut Ahlussunnah wal Jamaah.
Pengertian Talqin
Menurut bahasa, talqin artinya : mengajar,memahamkan secara lisan.
Sedangkan menurut istilah, talqin adalah :mengajar dan mengingatkan kembali kepada orang yang sedang naza’ atau kepada mayit yang baru saja dikubur dengan kalimah-kalimah tertentu.
Hukum Talqin
Orang dewasa atau anak yang sudah mumayyiz yang sedang naza’ (mendekati kematian) itu sunat ditalqin dengan kalimat syahadat, yakni kalimat laa ilaaha illallah. Dan sunat pula mentalqin mayit yang baru dikubur, walaupun orang itu mati syahid, apabila meninggalnya sudah baligh, atau orang gila yang sudah pernah mukallaf sebelum dia gila.

Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:

عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُاِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).

“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana RosulullahSAW memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho menjadikanAllah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).

Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.

Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:

وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)

“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.

Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:

قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِبِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.

Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah.Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang telah disinggung sebelumnya .

Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :

وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُبَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ: قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍمِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى اْلمُحِيطِوَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.

Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bisa digunakan. Hadits tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti: asal Allah at-tatsbit(mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahantalqin tersebut sesuai dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakandi antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi,para tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.

Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.

Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.

Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.

وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.

Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menjadikanAllah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.

Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.

يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَآتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِىالرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.

Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.

Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُبَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.

“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukanoleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”

Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)

Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaatbagi orang – orang yang beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.

Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).

Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan dikuburnyadan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.

Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;

عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌاَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.

“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikanpetunjuk kepda kita dan juga memberikanrahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”‎

Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar membahas dalil-dalil Talqin ini dengan penjelasan yang sangat kongkrit:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُلَقَّنَ الْمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ فَيُقَالُ يَا عَبْدَ اللهِ يَا ابْنَ أَمَةِ اللهِ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَ رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُوْرِ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ إخْوَانًا وَرَدَ بِهِ الْخَبَرُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّبَرَانِيُّ (في الكبير رقم 7979) "عَنْ أَبِي أُمَامَةَ إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةَ فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلاَ يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُولُ يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةَ فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةَ فَإِنَّهُ يَقُولُ أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللهُ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ فَلْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّك رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ قَالَ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ قَالَ يَنْسُبُهُ إلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ" (التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر  2 / 310-311)

"Dianjurkan menalqini mayit setelah dimakamkan. Maka ucapkan: Wahai hamba Allah putra wanita hamba Allah. Sebutlah kalimat saat kamu meninggalkan dunia, yaitu kalimat 'Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah', surga adalah haq, neraka haq, dibangkitkan dari kubur juga haq, kiamat akan datang dan tiada keraguan, sesungguhnya Allah membangkitkan manusia dari kubur. Kamu rela Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, al-Quran sebagai Imam, Ka'bah sebagai kiblat dan orang beriman sebagai saudara". Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu'jam al-Kabir No 7979) "Dari Abu Umamah. Ia berkata: Jika saya mati maka perlakukanlah sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk memperlakukan orang-orang yang meninggal di antara kami. Rasulullah memerintahkan kepada kami, beliau bersabda: Jika salah satu saudara kalian meninggal maka ratakanlah tanah di atas kuburnya, kemudian berdirilah di arah kepala dekat kuburnya, lalu katakanlah: Wahai fulan bin fulanah. Sesungguhnya dia mendengar tapi tidak bisa menjawab katakan lagi: Wahai fulan bin fulanah. Sesungguhnya dia duduk dengan tegak. Katakanlah: Wahai fulan bin fulanah. Maka ia berkata: Tunjukkan kepada saya, maka Allah akan memberi rahmat kepadamu, tetapi kalian tidak mengetahuinya. Katakanlah: Sebutlah kalimat saat kamu meninggalkan dunia, yaitu kalimat 'Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah'. Sesungguhnya kamu rela Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan al-Quran sebagai Imam. Sesungguhnya Munkar dan Nakir berpegangan tangan dan berkata: Mari tinggalkan orang yang telah dituntun hujjahnya ini. Kemudian sahabat bertanya: Bagaimana jika tidak diketahui ibunya? Nabi menjawab: Nasabkan ia pada ibunya, Hawa'. Wahai fulan putra Hawa" (al-Talkhish al-Habir II/310-311)

Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian atas hadis ini:

وَإِسْنَادُهُ (التلقين) صَالِحٌ وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ وَأَخْرَجَهُ عَبْدُ الْعَزِيزِ فِي الشَّافِي وَالرَّاوِي عَنْ أَبِي أُمَامَةَ سَعِيدٌ اْلأَزْدِيُّ بَيَّضَ لَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَلَكِنْ لَهُ شَوَاهِدُ مِنْهَا مَا رَوَاهُ سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُوْرٍ مِنْ طَرِيْقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيْبٍ وَغَيْرِهِمَا قَالُوْا إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ يَا فُلاَنُ قُلْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ قُلْ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قُلْ رَبِّي اللهُ وَدِيْنِي اْلإِسْلاَمُ وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ ثُمَّ يَصْرِفُ. وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ (في المعجم الكبير رقم 3171) مِنْ حَدِيْثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ "إذَا دَفَنْتُمُوْنِي وَرَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ فَقُوْمُوْا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوْا لِي" رَوَى ابْنُ مَاجَهْ (1553) مِنْ طَرِيْقِ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيْثٍ سَبَقَ بَعْضُهُ وَفِيْهِ فَلَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا  قَامَ إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا وَصَعِّدْ رُوْحَهَا وَلَقِّهَا مِنْكَ رِضْوَانًا وَفِيْهِ أَنَّهُ رَفَعَهُ وَرَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ (في المعجم الكبير 13094) اهـ (التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر 2 / 310-311) 

"Sanad hadis ini layak (diamalkan). Hadis ini dikuatkan oleh al-Dliya' dalam kitab al-Ahkam, juga diriwayatkan oleh Abdul Aziz dalam kitab al-Syafi. Perawi dari Abu Umamah adalah Said al-Azdi yang dinilai bersih oleh Ibnu Abi Hatim. Hadis ini juga dikuatkan beberapa riwayat, diantaranya oleh Said bin Manshur dari jalur Rasyid bin Sa'd, Dlamrah bin Habib dan sebagainya. Mereka berkata: Jika kuburan telah diratakan dan orang-orang telah meninggalkannya, para ulama salaf menganjurkan mentalqin pada mayit di dekat kuburnya: Wahai fulan, katakan : Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, sebanyak tiga kali. Katakan: Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku dan Muhammad adalah nabiku. Kemudian pergi dari kubur. Al-Thabrani meriwayatkan (al-Mu'jam al-Kabir No 3171) dari al-Hakam bin Harits al-Sulami, ia berkata: Jika kalian telah menguburkan dan menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah diatas kuburkan, menghadaplah ke kiblat dan berdoalah untukku. Ibnu Majah juga meriwayatkan (1553) dari jalur Said bin Musayyab, bahwa setelah tanah diratakan ia berdiri di ujung kubur dan berdoa: Ya Allah lapangkan tanah dari tubuhnya, naikkan runya, pertemukanlah ia dengan keridlaan dari-Mu. Hadis ini dinilai marfu' dan diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu'jam al-Kabir No 13094)" (al-Talkhish al-Habir II/310-311)

Ahli hadis al-'Ajluni berkata:

قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ ثُمَّ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ أَيْضًا بِمَا لَهُ مِنَ الشَّوَاهِدِ وَنَسَبَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ الْعَمَلَ بِهِ ِلأَهْلِ الشَّامِ وَابْنُ الْعَرَبِي ِلأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَغَيْرُهُمَا لِقُرْطُبَةَ (كشف الخفاء ومزيل الالباس عما اشتهر من الاحاديث على ألسنة الناس للمحدث العجلوني 1 / 316)

"Hadis ini dikuatkan oleh al-Dliya' dalam kitab al-Ahkam, juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar berdasarkan dalil-dali penguat. Imam Ahmad menisbatkan amaliyah Talqin dilakukan oleh ulama Syam, Ibnu al-Arabi menisbatkannya pada ulama Madinah, yang lainnya menisbatkannya pada ulama Cordoba (Spanyol)" (Kasyf al-Khafa' I/316)

Ulama yang dikagumi oleh kelompok anti talqin, Ibnu Taimiyah, tidak pernah menyalahkan amaliyah talqin diatas:

(وَسُئِلَ) عَنْ تَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ دَفْنِهِ هَلْ صَحَّ فِيْهِ حَدِيْثٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ عَنْ صَحَابَتِهِ ؟ وَهَلْ إذَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شَيْءٌ يَجُوزُ فِعْلُهُ أَمْ لاَ ؟ (فَأَجَابَ) هَذَا التَّلْقِيْنُ الْمَذْكُورُ قَدْ نُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ أَمَرُوْا بِهِ كَأَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ. وَرُوِيَ فِيْهِ حَدِيْثٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكِنَّهُ مِمَّا لاَ يُحْكَمُ بِصِحَّتِهِ وَلَمْ يَكُنْ كَثِيْرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ يَفْعَلُ ذَلِكَ فَلِهَذَا قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ مِنْ الْعُلَمَاءِ إنَّ هَذَا التَّلْقِيْنَ لاَ بَأْسَ بِهِ فَرَخَّصُوْا فِيْهِ وَلَمْ يَأْمُرُوْا بِهِ وَاسْتَحَبَّهُ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَكَرِهَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ (مجموع الفتاوى لابن تيمية 24 / 296)

"Ibnu Taimiyah ditanya tentang talqin di kibur setelah pemakaman. Apakah hadisnya sahih dari Rasulullah Saw atau dari sahabat? Dan jika tidak ada dalilnya apakah boleh melakukannya atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: Talqin ini diriwayatkan dari kelompok sahabat, bahwa mereka memerintahkan talqin, seperti Abu Umamah dan lainnya. Talqin juga diriwayatkan dari Rasulullah  Saw tetapi tidak sahih, dan banyak sahabat yang tidak melakukannya. Oleh karenanya, Imam Ahmad dan lainnya berkata: Talqin ini boleh. Mereka memberi dispensasi dan tidak memerintahkannya. Sementara sekelompok ulama dari kalangan Syafiiyah dan Ahmad menganjurkannya. Dan sekelompok ulama dari kalangan Malikiyah dan lainnya menilainya makruh" (Majmu' al-Fatawa XXIV/296)

Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bisa menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.

Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:
a. At – Tukhfah juz ll, hal 19
b. Al – Mughni juz lll, hal 207
c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303
d. Al – Iqna’juz l, hal 183
e. Tassyikhil Mustafidin 142
f. Busro al Karim juz ll, hal 38
g. Nikhayah al – Zain 162
h. Al – Anwar juz l, hal 124
i. Fathul Barri juz l, hal 449
j. Irsyadus syari juz ll, hal 434
k. Matan al – Raodhoh

Kaitannya dengan firman Allah Swt:

وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )

“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).

Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan kata Man Fil Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk majaz) dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam kubur bisa mendengar suara orang yang membimbimgtalqin tersebut dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam RosulullahSAW, tentu Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mungkin.

Bacaan talqin sbb:

بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرحِيمِ كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ القِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَتَاعُ الغُرُوْرِ يَا عبدَاللهِ بِنْ أَمَةَ اللهِ اُذْكِرِ العَهْدَ الذِي خَرَجْتَ عَلَيهِ مِنَ الدُنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه وَ اَنَّ محمدًا عبدُهُ ورسولُهُ وأنَّ الجنةَ حقٌ و أنَّ النارَ حقٌ وانَّ البعثَ حقٌ وانَّ الساعةَ آتِيَةٌ لاَ رَيْبَ فِيْهَا و انَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي القُبُوْرِ واَنَّكَ رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وبِالاسْلَامِ دِيْنًا و بِمحمدٍ صلى الله عليه وسلم نَبِيًّا وَ بِالقرآنِ إِمَامًا وبِالكَعْبَةِ قِبْلَةً وبِالمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا ، ثَـبّـَتَكَ اللهُ بِالقَوْلِ الثَابِتِ (ثلاث مرات) يُثَّبِتُ اللهُ الذِيْنَ آمَنُوْا بِالقَوْلِ الثَابِتِ فِي الحَيَاةِ الدُنْيَا وَ فِي الاَخِرَةِ يَا اَيَّتُهَا النَفْسُ المُطْمَئِنَّةِ ارْجِعِي اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي


Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Wahai hamba Allah putera hamba Allah ingatlah wasiat disaat kamu keluar dari dunia yaitu penyaksian bahwa tidak ada Tuhan selain AllahYang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan sesungguhnya Muhammad itu hambaNya dan rasulNya. Sesungguhnya surga itu benar, neraka itu benar, hari kebangkitan itu benar, dan hari kiamat itu pasti datang tidak diragukan lagi baginya dan sesungguhnya Allah membangkitkan manusia dari dalam kubur. Sesungguhnya kamu telah ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai nabimu, al-Qur’an sebagai imammu, ka’bah sebagai kiblatmu dan orang-orang mukminin sebagai saudara-saudaramu. Allah telah meneguhkan kamu dengan ucapan yang teguh (kalimat tauhid). Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirt. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.  ‎
Bacaan Talqin 2

يَا عَبْدَ اللهِ ابْنَ اَمَةِ اللهِ، اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ (تِ) عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا: شَهَادَةَ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ، وَاَنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا، وَاَنَّ الله يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ، وَاَنَّكَ رَضِيتَ بِالله رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَبِيًّا، وَبِالْقُرْاٰنِ اِمَامًا، وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً، وَبِالْمُؤْمِنِينَ اِخْوَانًا.

[*] Untuk jenazah perempuan, lafazh 

"يَا عَبْدَ اللهِ ابْنَ اَمَةِ اللهِ" 
diganti dengan

"يا اَمَةَ اللهِ بِنْتَ اَمَةِ اللهِ" ,

Dhomir mudzakar diganti dengan dhomir mu'annats 

TALQIN MAYYIT BAHASA JAWA
بسمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. لآاله الاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌ دَائِمٌ لاَيَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ. كُلِّ شَيئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ. لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُونَ. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ. وَاِنَّمَا تُوَفَّونَ اُجُورَكُمْ يَومَ الْقِيَامَةِ. فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّاسِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ. وَمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ. مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ, فِيْهَا نُعِيْدُكُمْ, وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرَى. مِنْهَاخَلَقْنَاكُمْ لِلْأَجْرِ وَالثَّوابِ. وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ لِلدُّودِ والتُّرَابِ. وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ لَلْعَرْضِ وَالْحِسَابِ. بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَمِنَ اللَّهِ وَاِلَى اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. هَذَامَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ. اِنْ كَانَتْ اِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ.

Hai  …………….. bin / binti ………… Saiki siro wus ninggalake ndunyo tumuju marang alam kubur, mulo siro ojo nganti lali karo janjimu menowo ora ono pengeran kejobo Gusti Alloh lan Nabi Muhammad iku utusane Alloh.
Sa’iki siro manggon ing panggonan sing ora mbok kenal, mulo yen ono Malaikat Alloh loro takon marang siro, ojo nganti siro wedi lan ndredeg. Mangertio siro, Malaikat loro itu yo podo-podo makhluke Alloh. Yen Malaikat loro iku teko lan ngelungguhake siro, sarto takon mangkene : Hai manungso! Sopo pengeranmu?, opo Agomomu?, Sopo Nabimu?, opo aqidahmu (I’tiqodmu)?, ngendi kiblatmu? lan opo sing mbok ucapake naliko siro urip lan mati?. Mulo jawaben kanti teges lan mantep Alloh Pangeranku. Yen siro ditakoni ambal kaping pindo, mulo jawaben Alloh Pangeranku, Yen pitakone diambali maneh kang kaping telu, mulo jawaben kanti teges dan mantep orang perlu wedi : Alloh Pengeranku, Islam Agamaku, nabi Muhammad Nabiku, Kitab Al-Qur’an panutanku, Ka’bah kiblatku, sholat limang wektu kewajibanku, muslimin-muslimat koncoku, urip lan patiku tansah netepi :

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ .

Hai ………….. bin / binti …………..! Gondelono temenan hujjah sing wis tak ajarake marang siro ini. Elingo menowo siro wus manggon ing Alam Barzah tumeko kiamat, yo iku wektu poro makhluk ditangeake songko kubure.
Ngertio!, menowo pati iku haq, Alam kubur iku haq, nikmate Alloh iku haq, sikso kubur iku haq, pitakone Malaikat Munkar-Nakir iku haq, dino ditangeake makhluq iku haq, hisab iku haq, syafaat kanjeng Nabi Muhammad iku haq, surgo iku haq, neroko iku haq, ketemu Gusti Alloh iku haq dan Alloh bakal nangeake menungso songko kubur iku haq. 

نَسْتَوْدِعُكَ اللّهُمَّ يَا أَنِيْسَ كُلِّ وَحِيْدٍ وَيَا حَاضِرًا لَيْسَ بِغَائِبٍ آنِسْ وَحْدَتَنَا وَوَحْدَتَهُ وَارْحَمْ غُرْبَتَنَا وَغُرْبَتَهُ وَلَقِّنْهُ حُجَّتَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.   وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. آمِيْنَ

Bacaan Talqin di payuneun mastaka padung mayyit

بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرحِيمِ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Eta hanteu aya Pangeran anu wajib di ibadahan ( kalawan saleresna ) anging Alloh, halna sahiji Alloh, hanteu aya anu ngareujeungan ka Alloh, eta tetep ka Alloh ari karajaan,  jeung eta tetep ka Alloh ari pujian, anu ngahirupkeun Alloh, sareung anu ngamaotkeun Alloh sareung ari Gusti Alloh eta kana sakur-sakur perkara eta Maha Kawasa.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ اْلمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ ، فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَتَاعُ الغُرُوْرِ ( آل عمران : ١٨٥ )

Ari sakur-sakur awak-awakan eta bakal ngasaan maot, jeung pastina dipasihan araranjeun kana ganjaran araranjeun dina poe kiamah, mangka saha-saha jalma anu dijauhkeun ieu jalma tina naraka jeung diasupkeun ieu jalma kasurga  mangka temen-temen bagja ieu jalma jeung hanteu aya ari kahirupan di dunya anging eta kabungahan tipuan

 (  يَا عَبْدَاللهِ....... بِنْ......./ يَا أَمَةَ اللهِ.......بِنْتَ....... )

Hei abdi Alloh……. ( sebatkeun namina eta mayyit lalaki) putra pameugeutna  abdi Alloh……. ( sebatkeun ramana eta mayit lalaki ) / Hei abdi Alloh……. ( sebatkeun namina eta mayyit awewe) putri istrina abdi Alloh……. ( sebatkeun nami ibuna eta mayyit awewe )

( اُذْكِرِ / اُذْكِرِي ) اْلعَهْدَ ( الَّذِي خَرَجْتَ عَلَيْهِ / الَّتِي خَرَجْتِ عَلَيْهَا )   مِنْ دَارِ الدُّنْيَا إِلَى دَارِ اْلآخِرَةِ

Kudu ingeut anjeun kana perjangjian anu geus kaluar anjeun netepan kana eta perjanjian tikawit ti desa dunya dugika desa akherat

وَهِىَ شَهَادَةُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه وَ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Jeung ari eta perjangjian nyaeta nyakseni yen hanteu aya deui Pangeran anu wajib diibadahan anging Alloh halna sahiji Alloh, hanteu aya anu ngareujeungan ka Alloh. Sareung saenya-enyana jungjunan abdi sadaya tegesna Muhammad eta abdi Gusti sareung utusan Gusti ( mugi maparinan rohmat Alloh ka kangjeung Nabi Muhammad tur salam Alloh ).

وَ أَنَّ الْمَوْتَ حَقٌ وَأَنَّ اْلقَبْرَ حَقٌ وَ أَنَّ نَعِيْمَهُ حَقٌ وَ أَنَّ عَذَابَهُ حَقٌ وَ أَنَّ سُؤَالَ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ فِيْهِ حَقٌ وَ أَنَّ اْلبَعْثَ حَقٌ وَ أَنَّ الْحِسَابَ حَقٌ وَ أَنَّ شَفَاعَةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌ وَ أَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌ وَ أَنَّ النَّارَ حَقٌ وَ أَنَّ لِقَاءَ اللهِ تَعَالَى لِأَهْلِ حَقٌ
 
Jeung saestuna maot eta yaqin lereus, saestuna kubur eta yaqin leureus, saetuna ni`mat kubur eta yaqin lereus, saestuna siksa kubur eta yaqin lereus, saestuna pertarosan malaikat mungkar jeung nakir di leubeut kubur eta yaqin lereus, saestuna hudang tikubur eta yaqin lereus, saestuna poe perhetangan a`mal eta yaqin lereus, saestuna pitulungna Nabi Muhammad Saw. eta yaqin lereus, saestuna makhluk surga eta yaqin lereus, saestuna makhluk naraka eta yaqin lereus, sareung saestuna ari pateupang sareung Alloh pikeun ahlina eta yaqin lereus

وَ اَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي اْلقُبُوْرِ

Sareung saestuna ari Alloh eta bakal ngahudangkeun Alloh ka jalma-jalma dijero kubur

اْلآنَ ( قَدْ صِرْتَ / قَدْ صِرْتِ )  فِى أَطْبَاقِ التَّرَى وَبَيْنَ عَسَاكِرِ اْلمَوْتَى

Ayeuna nyata anjeun aya di alam barzah , alam antara dunya sareung akherat 

فَإِذَا ( جَاءَكَ / كِ ) اْلمَلَكَانِ اْلمُوَكَلَانِ ( بِكَ/كِ ) وَهُمَا مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ ( فَلَا يُفْزِعَاكَ / كِ )  ( وَلَايُرْهِبَاكَ /كِ )فَإِنَّهُمَا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ( فَإِذَا سَأَلَكَ /كِ )

Mangka dimana-mana datang ka anjeun ( saha ) itu dua malaikat anu ditugaskeun ( ku Alloh ) pikeun ( nepungan ) anjeun 
Jeung ari itu dua malaikat the eta malaikat mungkar jeung nakir mangka ulah kaget anjeun jeung ulah sieun anjeun, mangka saestuna itu dua malaikat teh eta ( sami ) makhluk ( biasa saperti anjeun ) mangka dimana-mana naros itu dua malaikat ka anjeun :

 مَنْ ( رَبُّكَ/كِ ) وَمَنْ ( نَبِيُّكَ/كِ ) وَمَا ( دِيْنُكَ/كِ ) وَمَا ( قِبْلَتُكَ/كِ ) وَمَا ( إِمَامُكَ/كِ ) وَمَنْ ( إِخْوَانُكَ/كِ )

Saha ari pangeran anjeun ? jeung saha ari nabi anjeun ? jeung naon ari agama anjeun ?jeung eta naon ari qiblat anjeun ? jeung eta naon ari imam anjeun ? jeung eta saha ari dulur-dulur anjeun anu samuhrim ?

( فَقُلْ / فَقُوْلِى ) لَهُمَا بِلِسَانٍ فَصِيْحٍ وَاعْتِقَادٍ صَحِيْحٍ :

Mangka kudu ngucap anjeun ka itu dua malaikat kalawan lisan anu bentes eces sareung kayakinan anu jujur bener

أَللهُ رَبِّىْ وَ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّيْ وَاْلإِسْلَامُ دِيْنِىْ وَاْلكَعْبَةُ قِبْلَتِىْ وَاْلقُرْآنُ إِمَامِيْ ( وَاْلمُسْلِمُوْنَ / وَاْلمُسْلِمَاتُ ) ( وَالْمُؤْمِنُوْنَ / وَالْمُؤْمِنَاتُ) ( إِخْوَانِىْ / إِخْوَانَتِىْ )

Ari Alloh eta Pangeran abdi, ari jungjunan abdi sadaya Nabi Muhammad Saw. Eta Nabi abdi, sareung ari Islam eta agama abdi, sareung ari Ka`bah eta Qiblat abdi, sareung ari Qur`an eta Imam abdi jeung ( ari pirang-pirang jalma islam lalaki / ari pirang-pirang jalma islam awewe ) jeung ( ari pirang-pirang jalma anu iman lalaki / ari pirang-pirang jalma anu iman awewe) eta pirang-pirang dulur abdi.

( فَقُلْ / فَقُوْلِى )

Jeung kudu ngucap anjeun :

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلَامِ دِيْنًا وَ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً

Tos Ridho abdi ka Alloh kana janteun Pangeran, jeung kana Agama Islam kana janteun Agama ( Ageuman ), jeung ka Jungjunan abdi sadaya tegesna Muhammad kana janteun Nabi sareung Rosul

عَلَى ذَلِكَ ( حُيِّيْتَ /  حُيِّيْتِ ) وَ عَلَى ذَلِكَ ( مُتَّ/ مُتِّ ) وَ عَلَى ذَلِكَ ( تُبْعَثُ / تُبْعَثِيْنَ )

Kalawan sabab anu parantos ditutur eta dihirupkeun anjeun, jeung kalawan sabab anu parantos ditutur  eta dimaotkeun anjeun jeung kalawan sabab anu parantos ditutur eta dihudangkeun deui anjeun

إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلآمِنِيْنَ ،

Ingsya Alloh Ta`ala ( anjeun  eta ) sapalihna tina pirang-pirang jalma anu ariman

( ثَـبّـَتَكَ /كِ ) اللهُ بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ (ثلاث مرات)

Mugi netepkeun ka anjeun Alloh Ta`ala kalawan ucapan ( dua kalimah syahadat ) anu tetep pageuh 3x

يُثَّبِتُ اللهُ الذِيْنَ آمَنُوْا بِالقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ 
فِي اْلاَخِرَةِ

Mugi netepkeun Alloh Swt. Ka pirang-pirang jalma anu ariman ( eta jalma-jalma ) kalawan ucapan ( dua kalimah syahadat ) anu tetep pageuh dina waktu hirup di dunya jeung di akherat

 يَا اَيَّتُهَا النَّفْسُ اْلمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي ( الفجر : ٢٧ – ٣٠ )

Hei eling-eling Nafsu roh anu teunang , mangka kudu balik anjeun ka Pangeran anjeun bari ridho tur dipika ridho, mangka asup anjeun dina golongan pirang-pirang abdi kaula jeung pek asup anjeun ka surga Kaula.

Takhtimah

Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a : 

وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، 
وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم

diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir.

Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur dengannya. Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT : 

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “ 
Ayat ini memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut. Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...