Rabu, 13 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Harta, Belanjakanlah Di Jalan Alloh


Salahsatu amal ibadah yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari harta benda orang-orang beriman untuk membersihkan dan menyucikan harta tersebut.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيم

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (Q.S. At-Taubah[9]: 103).

Meski demikian, maksud membelanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan orang-orang adalah jika itu dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an. Orang-orang beranggapan bahwa mereka telah menunaikan tugas mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang akan memperoleh pahala dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada batas-batas yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an. Misalnya, Allah memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keperluannya:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُون

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 219).

Manusia hanya memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikhlas atau tidak. Allah mengetahui segala sesuatu dan Dia telah memberi hati nurani kepada manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan.

Menginfakkan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang yang tidak dihinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia, tetapi merindukan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfakkan harta benda merupakan sarana untuk membersihkan diri dari sifat tamak. Tidak diragukan lagi bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang beriman dalam kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:

DUA MANUSIA YANG DIRAHMATI

Orang yang diberi oleh Allah Al-Qur’an dan ia hidup berdasarkan Al-Qur’an itu, menganggap halal apa saja yang dihalalkan Allah, serta menganggap haram apa saja yang diharamkan-Nya. Sedangkan yang lainnya adalah orang yang diberi harta oleh Allah, dan harta itu digunakannya untuk kemaslahatan sanak keluarganya serta dibelanjakannya di jalan Allah.

Manusia Harus Memberikan Apa Yang Justru Ia Cintai Kepada Orang Miskin‎

Orang sering kali cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada orang miskin, sering kali ia memberikan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal sesungguhnya kedermawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan Allah kepada umat manusia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manusia kecuali melalui:

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesung-guhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali Imran[3]: 92).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sen-diri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 267).

Membelanjakan Harta Di Jalan Allah Untuk Mendekatkan Diri Pada-Nya‎

Bagi orang yang beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memperoleh keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Ma’idah[5]: 35).

Sebagai sebuah rahasia dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengung-kapkan dalam Al-Qur’an bahwa apa yang dibelanjakan akan menjadi asbab untuk mencapai kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa yang ia cintai dan yang melebihi keperluannya kepada orang-orang miskin tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan sebagai berikut:


وَمِنَ الأَعْرَابِ مَن يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنفِقُ قُرُبَاتٍ عِندَ اللّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَّهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan diantara orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan memandang apa yang dinafkahkannya itu sebagai jalan mendekat-kannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. At-Taubah[9]: 99).

Rahasia lain yang diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut Al-Qur’an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memperoleh balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah tanpa takut akan menjadi miskin, akan memperoleh rahmat yang menakjubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah akan diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang menceritakan janji tersebut adalah sebagai berikut:

لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَلأنفُسِكُمْ وَمَا تُنفِقُونَ إِلاَّ ابْتِغَاء وَجْهِ اللّهِ وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُون

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 272).

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُون

“...... Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Q.S. Al-Anfal[8]: 60).

قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Q.S. Saba’[34]: 39).

Orang-orang yang beriman hanya mengharapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang mereka nafkahkan akan dikembalikan lagi kepada mereka. Pengembalian ini merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan dengan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan mengurangi rezeki orang-orang yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka, atau orang yang suka mengumpulkan kekayaan dan mengabaikan batasan-batasan Allah. Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini menceritakan tentang keadaan orang-orang yang memakan riba:

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 276).

Allah memberitahukan tentang keberuntungan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan harta mereka sebagai berikut:

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 261).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakitinya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 265).

Dalam setiap ayat tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang beriman dalam Al-Qur’an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menyadari tentang rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam Al-Qur’an, mereka juga mengharapkan rahmat dan karunia Allah.

Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan memahami rahasia ini dalam kehidupannya.

Diriwayatkan oleh Ibn Masoud, Ibn Abbas dan beberapa orang para sahabat:


دِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ فِىسَبِيْلِ اللهِ وَدِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ عَلَى اَهْلِكَ اَعْظَمُ اَجْرًا اَلَّذِى اَنْفَقَتْهُ عَلَى اَهْلِكَ

"Satu dinar kamu infakkan pada jalan Allah, sedinar diinfakkan untuk membebaskan hamba, sedinar engkau sedekahkan kepada orang-orang miskin dan sedinar engkau infakkan kepada keluarga engkau, yang paling besar pahalanya yang diinfakkan kepada keluarga engkau". (Hadis Riwayat Muslim)‎

Infak sunnah (tathawwu'): Diriwayatkan dari Dhahhak: Oleh kerana untuk maksud zakat tidak digunakan kecuali kalimah zakat itu sendiri, oleh kerana itu apabila digunakan lafaz kalimah infak, maka tidak dimaksudkan kecuali infak sunnah (tathawwu'). (Lihat Tafsir al-Qurtubi, 1/179)

Infak juga bermaksud:‎

"Mengeluarkan sebahagian harta demi kerana mentaati Allah Subhanahu wa-Ta’ala sama ada yang wajib atau yang sunnah".
Keikhlasan mengeluarkan infak atau sedekah menjadi petanda kekuatan iman seseorang, kerana infak tergolong amal soleh yang paling mulia di sisi Allah Subhanahu wa-Ta’ala. Allah menjanjikan pahala yang amat besar kepada orang-orang yang suka berinfak:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِىسَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فىِ كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاغِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, seumpama suatu biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai seratus biji, dan Allah melipat gandakan bagi orang yang dikehendaki dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) dan Maha Mengetahui.” (al-Baqarah, 2: 261)

آمِنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيرٌ

"Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan (sebahagian) dari hartanya memperolehi pahala yang besar". (Al-Hadid, 57: 7)

يَا اَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنْ اْلأرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ اِلاَّ اَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا اَنَّ اللهَ غَنِىُّ حَمِيْدٌ

"Hai orang-orang beriman, infakkanlah sebahagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu! Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infakkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mahu mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahawa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (al-Baqarah, 2: 267)

Menurut Ibn Abbas: Allah Azza wa-Jalla menyeru orang yang beriman berinfak dengan hartanya dan jiwanya. Ditegah dari bersedekah dengan wang yang keji dan haram. Allah itu baik, tidak akan menerima kecuali yang baik. Allah telah menjelaskan dengan firman-Nya(وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ) "Janganlah kamu infakkan yang keji (buruk-buruk dan haram)". (Lihat: Tafsir Ibn Kathir, jld. 1, hlm. 240)

لَنْ تَنَالُواالبِرَّحَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَىءٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ

"Kamu sekali-kali tidak akan sampai mencapai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Ali Imran, 3: 93)

Antara tanda-tanda kuatnya iman seseorang ialah mudah untuk mengeluarkan infak. Menginfakkan harta yang halal merupakan suatu cara untuk membersihkan pendapatan yang syubahat, malah setiap infak akan memperolehi keberkatan harta-benda di samping membuktikan kesempurnaan iman sebagaimana firman Allah s.w.t.:

اَلَّذِيْنَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيقِيْمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ ينفِقُونَ

"Adapun orang-orang yang beriman dengan yang ghaib dan mendirikan sembahyang dan menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka". (al-Baqarah 2:3)

وَاَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِينَ فِيْهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَاَنْفِقُوا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيرٌ

"Dan infakkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya, maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan (sebahagian) dari hartanya memperolehi pahala yang besar". (al-Hadid, 57: 7)

وَمَا اَنْفَقْتُمْ مِنْ شَىءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيرُ الرَّازِقِينَ

"Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya". (Saba’, 34: 39)

وَالَّذِيْنَ صَبَرُوا وَابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلاَةَ وَاَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةِ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

"Dan orang-orang yang sabar kerana mencari keredhaan Tuhannya, mendirikan solat dan menginfakkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terang serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang mulia)". (ar-Ra’d, 13:22)

اِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَاَقَامُوا الصَّلاَةَ وَاَنْفَقُوا مِمَّارَزَقْنَاهُمْ سِرَّا وَعَلاَنِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ

"Dan orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sembahyang dan menginfakkan sebahagian dari rezeki dengan diam-diam (sembunyi-sembunyi) dan dengan terang-terang, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi". (Fathir, 35: 29)

وَالَّذِينَ اِذَا اَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَينَ ذَلِكَ قَوَامًا

"Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (hartanya) mereka tidak berlebih- lebihan dan tidak pula terlalu kikir, dan infak itu di pertengahan di antara yang demikian". (al-Furqan, 25: 67)

وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَىءٍ فِى سَبِيلِ اللهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ

"Apa sahaja yang kamu infakkan pada jalan Allah nescaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)". (al-Anfaal, 8: 60)

هَااَنْتُمْ هَؤُلاَءِ تَدْعُونَ لِتُنْفِقُوا فِى سَبِيلِ اللهِ فَمِنْكُمْ مَّنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَاِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللهُ الْغَنِىُّ وَاَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَاِنْ تَتَوَلَّوا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُونُوا اَمْثَالَكُمْ

"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah! Maka di antara kamu ada orang yang kikir dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanya kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang fakir (memerlukanNya), dan jika kamu berpaling nescaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu". (Muhammad, 47: 38)

وَمَا لَكُمْ ألاَّ تَنْفِقُوا فِى سَبِيلِ اللهِ وَاللهُ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَاْلأرْضِ لاَ يَسْتَوِى مِنْكُمْ مَّنْ اَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ اُولَئِكَ أعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ اَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلاًّ وَعْدَ اللهُ الْحُسْنىَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Dan mengapa kamu tidak menginfakkan (sebahagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allahlah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama antara kamu orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekkah). Mereka lebih tinggi menginfakkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (al-Hadid, 57: 10

ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً عَبْدًا مَمْلُوكًا لاَيَقْدِرُ عَلَى شَىءٍ وَمَن رَّزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُونَ اَلْحَمْدُللهِ ، بَلْ اَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ

"Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menginfakkan sebahagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terang, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui". (an-Nahl, 16: 75)

قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنَيَةً مِنْ قَبْلِ اَنْ يَاْتِيَ يَوْمٌ لاَ بَيْعٌ فِيْهِ وَلاَ خِلاَلٌ

"Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang telah beriman! Hendaklah mereka mendirikan sembahyang, menginfakkan sebahagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terang sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan". (Ibrahim, 14: 31)

يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا اَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأقْرَبِينَ وَالْيَتَمَى وَالْمَسَكِينِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَا تَفْعَلُونَ مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ

"Mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang mereka infakkan, Jawablah! Apa sahaja harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa sahaja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui". (al-Baqarah, 2: 215)

اَلَّذِينَ يُنْفِقُونَ أمْوَالَهُمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ لاَ يُتْبِعُونَ مَا أنْفَقُوا مَنًّا وَلاَ أذًى لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ قَولٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا اَذًى وَاللهُ غَنِىٌّ حَلِيْمٌ . يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَاْلاَذَى كَالَّذِى يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَومِ اْلاَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لاَ يَقْدِرُوْنَ عَلَى شَىءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللهُ لاَ يَهْدِى الْقَومَ الْكَافِرُوْنَ.

"Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang diinfakkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima) mereka memperolehi pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakiti (perasaan si penerimanya). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menghilangkan (membatalkan pahala) sedekah kamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerimanya), seperti orang yang menginfakkan hartanya kerana riak (menunjuk-nunjuk) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada debu tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat lalu jadilah dia bersih (tidak berdebu lagi). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". (al-Baqarah, 2: 262-264)

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ اَمْوَالَهُمْ ابْتِغَاءَ مَرَضَاتِ اللهِ وَتثْبِيْتًا مِنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرِبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَئَاتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَينِ فَاِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan (menginfakkan) hartanya kerana mencari keredaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali ganda, jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu lakukan". (al-Baqarah, 2:265)

وَسَارِعُوا اِلىَ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتِ وَاْلأرْضِ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. اَلَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِى السَرَّاءِ وَالضَرَّاءِ وَالْكَاظِمِـينَ الْغَيْظِ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan bersegeralah kamu kepada keampunan Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang taqwa. Iaitu orang-orang yang menginfakkan (hartanya) baik diwaktu senang atau di waktu susah, dan orang-orang yang menahan kemarahannya dan memaafkan kesalahan orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan". (Ali Imran, 3: 133-134)

وَلاَ يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلاَكَبِيرَةً وَلاَ يَقْطَعُونَ وَادِيًا اِلاَّكُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ اَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Dan mereka tiada menginfakkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan ditulis bagi mereka (amal soleh pula), kerana Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (at-Taubah, 9: 121)

اَلَّذِينَ اِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْْ قُلُوْبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا اَصَابَهُمْ وَالْمُقِيْمِى الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْـنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

"Orang-orang yang (patuh kepada Allah) iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menginfakkan sebahagian apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka". (al-Hajj, 22: 35)

اُوْلَئِكَ يُؤْتَوْنَ اَجْرَهُمْ مَرَّتَينِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ

"Mereka itu diberi pahala dua kali (kerana beriman dengan Taurat kemudian dengan al-Quran) disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan menginfakkan sebahagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka". (al-Qasas, 28: 54)

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنُفِقُوْنَ

"Mereka meninggalkan tempat tidur mereka (ditengah malam) untuk berdoa kepada Tuhan dengan rasa takut dan harapan, dan mereka menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". (as-Sajadah, 32:16)

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلاَةَ وَاَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

"Dan orang-orang yang menerima (mentaati) seruan Tuhannya dan mendirikan sembahyang, dan urusan mereka (diputuskan) dengan syura antara mereka, dan mereka menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". (asy-Syura, 42: 38)

وَاَنْفِقُوا مِنْ مَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَاْتِىَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلُ رَبِّ لَوْلاَ اَخَّرْتَنِىْ اِلىَ اَجَلٍ قَرِيْبٍ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

"Dan belanjakanlah (infakkanlah) sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sehingga waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah (berinfak) dan aku termasuk orang-orang yang soleh!" (al-Munafiqun, 63: 10)

Allah ‘Azza wa-Jalla menyeru setiap mukmin agar bertaqwa dan beramal soleh, antaranya dengan cara menginfakkan sebahagian harta yang diperolehinya agar mendapat kejayaan di dunia dan di akhirat. Infak dapat membuktikan kebenaran iman seseorang kepada Allah sebagaimana firman-Nya:

فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأطِيْعُوا وَأنْفِقُوا خَيرًا لاَنْفُسَكَمْ وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَاُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah, dan infakkanlah nafkah yang baik-baik untuk dirimu. Barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung". (at-Taghobun, 64: 16)

Berinfak (bersedekah) semestinya dengan keikhlasan semata-mata kerana Allah, bukan kerana sesuatu tujuan, harapan, matlamat atau sesuatu muslihat. Keikhlasan menjadi syarat supaya infak itu tidak dibatalkan. Allah telah menjelaskan perkara ini:

يَا اَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَاْلأذَى كَالَّذِى يُنْفِقُ مَا لَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيهِ تُرَابٌ فَأصَابَهُ وَابِلٌ فَترَكَهُ صَلْدًا لاَ يَقْدِرُونَ عَلَى شَىءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللهُ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الْكَافِرِيْنَ

"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membatalkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan orang yang menerimanya), seperti orang yang menginfakkan hartanya kerana riak (menunjuk-nunjuk) kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudiannya. Maka perumpamaan orang ini seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah dia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir". (al-Baqarah, 2: 264)

Antara sebab berlakunya kehancuran pada seseorang atau masyarakat ialah apabila terdapat perasaan mementingkan diri sendiri, tamak haloba dan kikir berinfak sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah:

وَاَنْفِقُوا فِى سَبِيلِ اللهِ وَلاَتُلْقُوا بِاَيْدِيْكُمْ اِلىَ التَّهْلُكَةِ وَاَحْسِنُوا اِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau nafakah) di jalan Allah dan janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah kerana sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik". (al-Baqarah, 2: 195)

Ayat ini dikuatkan dengan sabda Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam di bawah ini:

مَامِنْ يَوْمٍ يَصْبَحُ الْعُبَّاد فِيهِ اِلاَّ وَمَلَكَانِ يِنْزِلاَنِ فَيَقُولُ اَحَدُهُمَا : اَللَّهُمَّ اعْطِ مَنْفقًا خَلفًا. وَيَقُولُ اْلاَخَرُ : اَللهُمَ اعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا. رواه مسلم

"Pada tiap-tiap pagi turun dua malaikat, lalu yang seorang berseru: Ya Allah, berilah pengganti kepada orang membelanjakan! (berinfak atau bersedekah) dan yang kedua berseru: Ya Allah, turunkanlah kebinasaan kepada yang kikir!" (Hadis Riwayat Muslim)

كَفَى بِاْلْمَرْءِ آثِمًا اَنْ يَضِيْعَ مَنْ يَقُوْت. رواه مسلم وأبو داود

"Cukuplah dosa (kebinasaan) bagi seseorang manusia itu hanya dengan kerana membiarkan (menyia-nyiakan) keperluan seseorang yang sangat memerlukan". (Hadis Riwayat Muslim dan Abu Daud)

Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam telah mengajar orang-orang yang beriman beragai-bagai cara dan jenis untuk berinfak atau bersedakah tathawwu'. Cara-cara tersebut dapat kita fahami melalui nas al-Quran dan hadis-hadis yang sahih, antaranya firman Allah:
وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيْنًا وَيَتِيْمًا وَاَسِيْرًا

"Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan". (al-Insan, 76: 8)

Ayat ini menggalakkan orang-orang yang beriman agar memberi sedekah kepada fakir miskin dari jenis-jenis barangan (harta) yang terbaik dan yang disukai, bukan yang sisa, yang terbuang atau tidak diperlukan lagi. Galakan bersedekah dengan benda-benda yang baik terkandung dalam hadis Nabi Muhammad sallallahu ‘alahi wa-sallam:

اَيُّهَاالنَّاسُ ! اِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَيَقْبَلُ اِلاَّطَيِّبًّا وَاِنَّ اللهَ تَعَالَى اَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا اَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ . فَقَالَ عَزَّوَجَلَّ : يَا اَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ

"Wahai manusia, Allah itu Baik, tidak menerima kecuali yang baik! Dan sesungguhnya Allah menyuruh para mukmin mengerjakan apa yang diperintahkan kepada para Rasul mengerjakannya". (Hadis Riwayat Muslim)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَصَدَّقُّوْا : قَالَ رَجُلٌ : عِنْدِى دِيْنَارٌ. قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ. قَالَ : عِنْدِى دِيْنَارٌ آخَرُ. قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ. قَالَ : عِنْدِى دِيْنَارٌ آخَرُ. قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ. قَالَ : عِنْدِى دِيْنَارٌ آخَرُ. قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَىخَادِمِكَ. قَالَ عِنْدِى دِيْنَارٌ آخَرُ. قَالَ : اَنْتَ بِهِ اِبْصَر

"Bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam, bersedekahlah kamu: Seorang lelaki berkata: Saya mempunyai satu dinar. Bersabda Nabi: Sedekahlah kepada dirimu sendiri. Orang itu berkata lagi: Saya ada sedinar lagi. Bersabda Nabi: Bersedekahlah untuk isterimu. Orang itu berkata lagi: Saya masih ada sedinar. Bersabda Nabi: Sedekahlah untuk anakmu. Orang itu berkata lagi: Saya masih ada sedinar. Bersabda Nabi: Bersedekahlah untuk pekerja (kuli) kamu. Orang itu berkata lagi: Saya masih ada sedinar lagi. Bersabda Nabi: Engkau lebih mengetahui kepada siapa harus engkau berikan". (Hadis Riwayat Abu Daud, an-Nasai’i dan al-Hakim)

اِذَاكَانَ اَحَدُكُمْ فَقِيْرًا فَلْيَبْدَاْ بِنَفْسِهِ. وَاِنْ كَانَ فَضْلٌ فَعَلَى عِيَالِهِ. وَاِنْ كَانَ فَضْلٌ فَعَلَى ذَوِى قَرَابَتِهِ اَوْ قَالَ : ذَوِى رَحِمِهِ . وَاِنْ كَانَ فَضْلٌ فَهَاهُنَا وَهَاهُنَا

"Jika kamu seorang yang fakir, maka mulakanlah sedekah pada dirimu sendiri. Jika ada kelebihan, berilah kepada keluargamu. Jika masih ada kelebihan, sedekahkanlah kepada kerabatmu. Dan jika masih ada kelebihan, maka berikanlah kepada sesiapa yang lebih memerlukan". (Hadis Riwayat Ahmad dan Muslim)

اَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِى الرَّحِمِ الْكَاشِحِ

"Seutama-utama (sebaik-baik) sedekah, ialah sedekah kepada keluarga yang menyembunyikan permusuhannya kepada kita". (Hadis Riwayat at-Thabrani dan al-Hakim)

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبِ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ اللهُ اِلاَّ الطَّيِّبَ فَاِنَّ اللهَ تَعَالَى يَيَقَبَّلُهَا بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يُرَبِّيْهَا لِصَاحِبِهَا كَمَا يُرَبِّى اَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ

"Barangsiapa bersedekah sebiji kurma dari usahanya yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah menerima sedekah dengan tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk yang ampunya sedekah sebagaimana seseorang kamu memelihara anak kuda, sehingga menjadi gunung". (Hadis Riwayat Bukhari)

اِذَا اَنْفَقَتِ الْمَرْاَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ ، كَانَ لَهَا اَجْرُهَا بِمَا اَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا اَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ لاَ يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ اَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا

"Apabila seorang perempuan bersedekah dari makanan rumahnya dengan tidak boros, ia mendapat pahala dari apa yang disedekahkannya serta suaminya juga (mendapat) pahala dari apa yang diusahakan, dan bagi pekerjanya (pembantunya) juga demikian. Tiada mengurang oleh yang seorang akan pahala yang lain, walaupun sedikit". (Hadis Riwayat Bukhari)

لاَ تُنْفِقُ الْمَرْاَةُ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا اِلاَّ بِاِذْنِ زَوْجِهَا . قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الطَّعَامُ ؟ قَالَ : ذَلِكَ اَفْضَلُ اَمْوَالِنَا

"Janganlah bersedekah seseorang perempuan dengan sesuatu dari rumah suaminya, melainkan dengan seizin suaminya. Seseorang sahabat bertanya :Wahai Rasulullah, apakah makanan juga tidak boleh? Baginda menjawab : Makanan adalah harta yang termulia". (Hadis Riwayat at-Turmidzi)

اَنَّ اَسْمَاءَ بِنْتَ اَبِى بَكْرٍسَاَلَتْ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: اِنَّ الزُّبَيْرَ رَجُلٌ شَدِيْدٌ وَيَاْتِيْنِى الْمِسْكِيْنُ اَفَاَتَصَدَّقُ عَلَيْهِ مِنْ بَيْتِهِ بِغَيْرِ اِذْنِهِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِرْضِحِىْ وَلاَ تُوْعِىَ اللهُ عَلَيْكِ.

"Asma binti Abi Bakar bertanya kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam beliau berkata : Az-Zubir seorang yang tegas. Datang kepadaku orang-orang miskin, bolehkah aku bersedekah kepada mereka dari harta rumah dengan tiada izinnya? Bersabda Rasululah saw : Bersedekahlah sekadarnya dan janganlah kamu terlalu penyimpan, sehingga Allahpun menahan pemberian-Nya kepadamu". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Sedekah jariah ialah sedekah (infaq) yang pahalanya terus-menerus diperolehi oleh pelakunya walaupun ia telah meninggal dunia. Perkara ini telah dijelaskan oleh Nabi di dalam hadisnya:

اِذَا مَاتَ اْلاِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّمِنْ ثَلاَثَةٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ

"Apabila mati seorang manusia, putuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara: Sedekah yang jariah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya oleh manusia, anak yang soleh yang berdoa untuknya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bersedekah Kepada Haiwan:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيْقٍ اِشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيْهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ ، فَاِذَاكَلْبٌ يَلْهَثُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَد بَلَغَ هَذَا الْكَلْبُ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلَ الَّذِىكَانَ قَدْ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلاَءَ خُفَّهُ مَاءً ، ثُمَّ اَمْسَكَهُ بِفِيْهِ حَتَّى رَقِىَ ،فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوْا : يَارَسُوْلَ اللهِ ! اِنَّ لَنَا فِى الْبَهَائِمِ اَجْرًا ؟ فَقَالَ : فِىكُلِّ كَبِدٍ رُطْبَةٍ اَجْرٌ. رواه البخارى

"Seorang lelaki sedang berlalu di sebuah jalan, ia telah merasa kehausan yang sangat. Kemudian ia mendapati sebuah perigi, lalu ia turun dan minum sepuasnya. Setelah ia keluar, tiba-tiba ia terserempak seekor anjing yang sudah terhulur lidahnya kerana haus. Maka lelaki itu berkata: Anjing ini sedang menderita kehausan sebagaimana aku menderita. Kemudian ia turun lagi ke perigi dan mengisi air ke dalam sepatunya. Ia naik dan memberi minum anjing sepuasnya. Maka Allah menyatakan syukur kepada orang itu dan mengampunkan dosa-dosanya. Para sahabat bertanya: Apakah pada binatang-binatang pun kami akan mendapat pahala? Beliau bersabda: Pada setiap yang berjiwa ada pahalanya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Siapakah Yang Layak Menerima infak?

Infak tidak boleh diberikan kepada yang tidak layak menerimanya. Syara telah menetapkan orang yang berhak dan layak untuk menerima infak, zakat dan sedekah. Orang Islam dilarang dari meniru Yahudi dan Nasrani dalam mengeluarkan zakat atau infak. Yahudi dan Nasrani lebih banyak menyerahkan infak kepada individu tertentu. Firman Allah:

يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِنَّ كَثِيْرًا مِنَ اْلاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَاْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالبَّاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ يَكْثُرُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِى سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ

"Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib (orang-orang alim Nasrani) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahulah kepada mereka (bahawa mereka akan mendapat) siksa yang pedih". AT TAUBAH, 9:34.

Syara telah mewajibkan orang-orang beriman agar menginfakkan sebahagian harta yang diperolehinya pada jalan Allah. Sesiapa yang kufur atau mengingkari dari berbuat demikian, maka akan ditimpakan kecelakaan ke atasnya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana firman Allah:

وَاَنْفِقُوْا فِى سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ

"Dan infakanlah harta kamu di jalan Allah. Janganlah kamu campakkan diri kamu sendiri ke dalam kebinasaan". (al-Baqarah, 2: 195)

Antara cara amalan infak di jalan Allah ialah dengan memberi atau menyalurkan wang yang diperolehi kepada orang-orang yang layak menerimanya atau kepada Baitulmal Muslimin yang diamanahkan untuk menguruskan keperluan dan kepentingan orang-orang Islam. Ini telah dijelaskan dibeberapa ayat al-Quran:

اِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وِالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِى سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"Sesungguhnya infak (termasuk sedekah dan zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dipujuk hatinya, untuk yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". AT TAUBAH, 9:60.

Setiap orang yang beriman diharamkan dari menghalang-halangi orang-orang yang mahu berinfak. Kerana hanya orang-orang munafik sahaja yang suka menghalang seseorang dari mengeluarkan infak. Allah telah berfirman:

اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقَاتِ وَالَّذِيْنَ لاَ يَجِدُوْنَ اِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

"(Orang-orang munafik) iaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk bersedekah) selain sekadar kesanggupannya. Maka orang-orang munafik itu menghina mereka, Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih". (at-Taubah, 9: 79)

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ، الاِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ : إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. رواه البخارى

"Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radiallahu ‘anhu katanya: Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam telah bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naunganNya. Hari tersebut tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Golongan tersebut ialah pemimpin yang adil, pemuda yang sentiasa beribadat kepada Allah semasa hidupnya, seseorang yang hatinya sentiasa berpaut pada masjid-masjid iaitu sangat mencintainya dan selalu melakukan sembahyang berjemaah, dua orang yang saling mengasihi kerana Allah iaitu keduanya berkumpul dan berpisah kerana Allah, seorang lelaki yang diundang oleh seorang perempuan yang mempunyai kedudukan dan rupa paras yang elok untuk melakukan kejahatan tetapi dia berkata: Aku takut kepada Allah!, seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahsiakannya seolah-olah tangan kanan tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kirinya dan seseorang yang mengingati Allah diwaktu sunyi sehingga mengalirkan air mata dari kedua matanya. (Hadis Riwayat Bukhari)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ وَقَالَ : يَمِينُ اللَّهِ مَلْأَى ، وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ مَلْآنُ سَحَّاءُ لاَ يَغِيضُهَا شَيْءٌ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
"Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radiallahu ’anhu katanya: Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda dengan menyampaikan firman Allah Subhanahu wa-Ta’ala: Wahai anak Adam! Berbelanjalah kamu, pasti Aku akan membelanjakanmu dan Rasulullah ssallallahu ‘alaihi wa-sallam menyambung: Anugerah Allah itu melimpah-ruah lagi cepat. Ibnu Numair radiallahu ‘anhu berkata: Penuh melimpah-ruah dan tidak mengurangi dariNya sedikitpun samada malam ataupun siang". (Hadis Riwayat Bukhari)‎

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنْفِقِ وَالْمُتَصَدِّقِ كَمَثَلِ رَجُلٍ عَلَيْهِ جُبَّتَانِ أَوْجُنَّتَانِ مِنْ لَدُنْ ثُدِيِّهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا فَإِذَا أَرَادَ الْمُنْفِقُ وَقَالَ الْآخَرُ فَإِذَا أَرَادَ الْمُتَصَدِّقُ أَنْ يَتَصَدَّقَ سَبَغَتْ عَلَيْهِ أَوْ مَرَّتْ وَإِذَا أَرَادَ الْبَخِيلُ أَنْ يُنْفِقَ قَلَصَتْ عَلَيْهِ وَأَخَذَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَوْضِعَهَاحَتَّى تُجِنَّ بَنَانَهُ وَتَعْفُوَأَثَرَهُ قَالَ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقَالَ يُوَسِّعُهَافَلاَ تَتَّسِعُ
"Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radiallahu ‘anhu: Daripada Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam katanya: Baginda bersabda: Perumpamaan orang yang pemurah dan orang yang bersedekah seperti seorang lelaki yang memakai dua helai jubah atau dua helai baju besi bermula dari dadanya sehingga ke atas. Apabila orang yang berbelanja (Dalam riwayat yang lain mengatakan: Apabila orang yang bersedekah) ingin memberi sedekah, maka baju itu longgar buatnya dan apabila orang bakhil ingin bersedekah, maka baju itu menjadi rimas dan panas sehingga menutupi jari-jarinya serta menghapus jejaknya. Abu Hurairah berkata: Orang yang bakhil ingin melonggarkan pakaiannya tetapi dia tidak mampu melonggarkannya". (Hadis Riwayat Bukhari)
Hadis Untuk Renungan :‎

حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ
"Hadis daripada Ibnu Umar radiallahu ‘anhu katanya: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam pernah bersabda: Tidak boleh berhasad dengki kecuali pada dua perkara iaitu terhadap seseorang yang dianugerahkan al-Quran dan dia membacanya sepanjang siang dan malam. Juga terhadap seseorang yang dikurniakan oleh Allah harta kekayaan lalu dia membelanjakannya dengan baik pada waktu malam dan juga pada waktu siang". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Semoga Bermanfaat

Penjelasan Tentang Fitnah Harta

 

Semua sudah mengenal apa itu harta. Tidak ada seorang pun yang belum mengerti tentang hal ini. Kemasyhurannya telah menenggelamkan seluruh penjuru dunia. Kedudukan harta sangatlah tinggi dihati manusia, menjadi sesuatu yang sangat dicintai dan berharga bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ (7) وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8)

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya anusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (Qs. Al-Aadiyat: 6-8)

Harta adalah satu tuntutan kebutuhan pokok manusia untuk hidup di setiap tempat dan zaman, kecuali di akhir zaman, dimana harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya karena tidak dapat memanfaatkannya. Waktu itu orang sangat semangat untuk sholat dan ibadah yang tentunya lebih baik dari dunia dan seisinya, karena mereka mengetahui dekatnya hari kiamat setelah turunnya nabi Isa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا وَ إِمَامًا عَدْلاً فَيُكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَ يَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَ يَضَعُ الْجِزْيَةَ وَ يَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ وَ حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, telah dekan turunnya Ibnu Maryam pada kalian sebagai pemutus hukum dan imam yang adil, lalu ia menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus upeti dan harta melimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang menerimanya, hingga satu kali sujud lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, dan At-Tirmidzi.)

Akan terjadi juga sebelumnya satu masa yang berlimpah rezeki hingga khalifah tidak menghitung hartanya dengan bilangan namun menyerahkannya dengan cidukan kedua telapak tangannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا

“Akan datang diakhir umatku seorang khalifah yang menciduk harta dengan cidukan tidak menghitungnya dengan bilangan.” (HR Muslim no. 7499)

Semua orang telah mengetahui kegunaan harta di dunia, karenanya mereka berlomba-lomba mencarinya hingga melupakan mereka atau mereka lalai dari memperhatikan perkara-perkara penting yang berhubungan dengan harta. Perkara yang berhubungan dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, hingga akhirnya mereka tidak lagi memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Hal ini telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ؟!

Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?! 

Demikianlah realita yang terjadi dimasyarakat kita.

Lalu bagaimana sikap islam terhadap harta ini? Ternyata permasalahan rezeki dan harta telah mendapatkan perhatian besar dalam al-Qur`an. Bayangkan kata rezeki dengan kata turunannya diulang sebanyak 123 kali dan kata harta (al-Maal) dengan kata turunannya diulang sebanyak 86 kali. Padahal Allah tidak mengulang-ulang satu kata kecuali demikian besar urgensinya untuk sang makhluk. Sehingga sudah selayaknya kaum muslimin mengenal dan mengerti bagaimana konsep islam terhadap harta dan sikap yang tepat menjadikan harta sebagai nikmat yang membawa kepada kebahagian dunia dan akherat. Minimal mengetahui harta adalah fitnah yang Allah ujikan kepada makhluk-Nya agar mereka dapat bersyukur dan tegak pada mereka hujjah dan penjelasan yang terang. Semua itu agar orang hidup dengan harta di atas ilmu dan dapat bersabar bila tidak memiliki harta ini.

Allah menciptakan manusia dan memberinya kesukaan kepada syahwat harta, sebagaimana firman-Nya,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali Imraan/3:14)

Sehingga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan besarnya kecintaan manusia kepada harta dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ ؛ لاَبْتَغَى ثَالِثاً , وَلاَ يَمَلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ , وَيَتُوْبُ الله عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat. 

Dunia usaha dan bisnis yang sukses sering diidentikkan dengan gaya hidup mewah, glamor, cinta dunia yang berlebihan, dan ambisi yang tidak pernah puas untuk terus mengejar harta. Bahkan, sebagian dari para ulama menyifati dunia bisnis sebagai urusan dunia yang paling besar pengaruh buruknya dalam menyibukkan dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. ‎
Hal ini dikarenakan bisnis yang sukses akan mendatangkan keuntungan harta yang berlimpah, yang tentu saja ini merupakan ancaman fitnah (kerusakan) besar bagi seorang hamba yang tidak memiliki benteng iman yang kokoh untuk menghadapi dan menangkal fitnah tersebut.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus memperingatkan umat beliau dari besarnya bahaya fitnah harta dan kedudukan duniawi dalam merusak agama dan keimanan seseorang dalam sabda beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِه

“Tidaklah dua ekor serigalaِ kelaparan yang dilepaskan kepada kambing lebih besar kerusakan (bahaya)nya terhadap kambing tersebut, dibandingkan dengan (sifat) rakus seorang manusia terhadap harta dan kedudukan (dalam merusak/membahayakan) agamanya.“‎

Timbulnya kerusakan ini dikarenakan kerakusan terhadap harta dan kedudukan akan memacu seseorang untuk terus mengejar dunia dan menjerumuskannya kepada hal-hal yang merusak agamanya, karena umumnya, sifat inilah yang membangkitkan dalam diri seseorang sifat sombong dan selalu berbuat kerusakan di muka bumi, yang sangat tercela dalam agama.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوّاً فِي الْأَرْضِ وَلا فَسَاداً وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83)

Kenyataan inilah yang seharusnya menjadikan seorang muslim yang menghendaki kebaikan dan keselamatan dirinya, utamanya kalangan yang menggeluti dunia usaha dan bisnis, untuk selalu waspada dan introspeksi diri, serta tidak terlalu percaya diri (bersandar kepada kemampuan diri) dalam hal ini, dengan merasa imannya kuat dan aman dari kemungkinan terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Cukuplah sikap percaya diri yang berlebihan seperti ini menjadi bukti rapuhnya keimanan dalam hati dan pertanda jauhnya taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba tersebut!!

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Al-‘Arifun (orang-orang yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang Allah dan agama-Nya) telah bersepakat (mengatakan) bahwa (arti) taufik itu adalah dengan Allah tidak menyandarkan (urusan) kita kepada diri kita sendiri, dan (sebaliknya arti) al-khidzlan (berpalingnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hamba) adalah dengan Allah membiarkan diri kita (bersandar) kepada diri kita sendiri (tidak bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala)…”‎

Inilah makna doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal dan termasuk doa yang dianjurkan untuk dibaca pada waktu pagi dan petang, “…(Ya Allah,) jadikanlah baik semua urusanku dan janganlah Engkau membiarkan aku bersandar kepada diriku sendiri (meskipun cuma) sekejap mata.”‎

Tidakkah orang yang beriman mengkhawatirkan dirinya akan kemungkinan ditimpa kerusakan dalam agama dan imannya sebagai akibat dari fitnah harta. Padahal, hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling sempurna imannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengkhawatirkan hal ini menimpa umatnya, sebagaimana doa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ولا تَجْعَلْ مُصيبَتَنَا في دِيْنِنا ، ولا تَجْعَلِ الدُّنْيا أَكْبَرَ همِّنا

“(Ya Allah) janganlah Engkau jadikan malapetaka (kerusakan) yang menimpa kami dalam agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia (harta dan kedudukan) sebagai target utama kami.“‎
Fitnah harta dan dunia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta.”

Maksudnya: menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan membuatnya lupa kepada akhirat, sebagaimana firman-Nya,

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun:15)
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

Demi Allâh ! Bukan kefakiran yang saya khawatirkan atas kalian, namun yang saya khawatirkan adalah kalian diberi kemakmuran dunia sebagaimana pernah diberikan kepada umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka. Sehingga akhirnya dunia menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka. [HR. Bukhâri dan Muslim]

Harta itu ujian dari semua sisi. Dimulai saat mengumpulkan dan mengembangkannya, kesibukan ini sering melalaikan seseorang dari beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Juga kegemaran menumpuk harta yang tidak pernah bisa mencapai titik klimaks, diperparah lagi dengan prilaku menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisinya. Harta juga menjadi fitnah atau musibah bagi yang empunya saat harta dibelanjakan di jalan yang tidak dibenarkan syari'at atau enggan mengeluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Akibatnya, berbagai keburukan pun bermunculan akibat harta.

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Sungguh akan datang suatu masa, saat itu manusia tidak lagi peduli dengan cara apa dia menghasilkan harta, apakah dari sesuatu yang halal ataukah haram ! [HR. Bukhâri]

Diantara ujian yang juga ada pada saat ini yaitu keburukan yang datang melalui media elektronik dan media cetak. Karya tulisan menyesatkan, foto dan gambar wanita dengan dandanan seronok, nyanyian pembangkit nafsu syahwat, pentas yang sering membuat suatu keburukan menjadi tidak jelas bahkan membalikkan fakta, yang buruk dianggap bagus dan indah, semuanya ada di media. Terkadang suatu yang tidak pantas ikut serta ditayangkan, seperti cara mencuri atau aksi kriminal lainnya. Semua keburukan ini ditayangkan di berbagai channel tv, baik dalam maupun luar negeri dan dengan mudah bisa diakses lewat internet. Sehingga betapa sedih hati dan tercabiknya hati kita ketika mendengar berbagai perbuatan kriminal yang dilakukan oleh para pelajar yang bahkan diantara mereka sangat muda belia dan seakan tidak bisa dipercaya kalau dia melakukan kriminalitas yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.

Sebagian orang, na'udzu billah, merasa tidak cukup dengan berbagai keburukan di atas, dia menambahkannya dengan membeli atau menyewa kaset CD film porno yang sangat tidak layak lalu diputar di tengah keluarganya. Tidakkah dia tahu keburukan di sekitarnya sudah begitu banyak meski dia tidak menghendaki keburukan itu datang ke rumahnya ? Ataukah dia merasa keburukan itu belum lengkap ? na'udzu billah. Dimanakah rasa cemburu itu dicampakkan ? Tidakkah para penyebar keburukan ini takut ketika mereka dimintai pertanggungjawaban atas beragam keburukan yang diakibatkan keburukannya ? Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada kita semua untuk tetap istiqamah di atas jalan yang telah tetapkan syari'at.

Saat ini, betapa banyak rumah kaum Muslimin yang seharusnya bersinar dengan dzikrullah justru hampa darinya. Rumah-rumah itu menjadi tempat yang di senangi setan dan di jauhi para Malaikat pembawa rahmat. Bahkan ada yang lancang mengundang para pemuda untuk serta begadang, pentas atau menghidupkan budaya yang bertentangan dengan nilai agama.

Ini merupakan fitnah besar yang menimbulkan kekhawatiran yang harus kita waspadai. Kita wajib menjaga anak-anak kita agar tidak terjebak dalam perangkap setan. Hendaklah kita senantiasa memohon pertolongan kepada Allâh agar kita diberik kekuatan dan kesabaran.

Diantara ujian yang juga sangat mengkhawatirkan pada zaman ini yaitu fitnah yang ditimbulkan kaum wanita. Dalam hadits yang diriwayatkan Usâmah bin Zaid Radhiyallahu anhu Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِِِِِِِِِِّسَاء
ِ
Saya tidak meninggalkan satu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain (ujian) wanita [HR. Bukhâri dan Muslim]

Ujian yang diakibatkan prilaku kaum wanita pada masa ini semakin parah, karena prilaku sebagian wanita yang tidak merasa malu sema sekali. Dengan dalih mengikuti perkembangan zaman, mereka mengenakan pakaian tipis nan ketat, sehingga bentuk anggota tubuh mereka nampak dengan jelas.

Ada juga yang berdalih untuk menambah penghasilan, semua dilakukan tanpa memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan syari'at. Akibatnya, bukan kebaikan yang timbul namun sebaliknya. Berbagai media massa, sekan tidak pernah sepi dari perbuatan kriminal akibat dari ujian ini. Tidakkah kita mau mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa menyedihkan ini ? Akankah kita membiarkan diri kita, saudara atau keluarga kita terjebak dalam ujian ini ?

Diantara ujian yang juga harus diwaspadai adalah ujian yang merupakan efek negatif dari era informasi. Arus informasi yang lancar dan cepat menjadikan batas antar Negara seakan tidak ada. Suara dan gambar bisa ditransfer dalam hitungan detik. Banyak faidah yang bisa kita ambil darinya. Namun kita tidak boleh lengah, karena setan dan musuh-musuh Allah tidak pernah tinggal diam. Mereka akan memanfaatkan semua fasilitas modern ini untuk menyebarkan keyakinan rusak dan kebiasaan buruk mereka serta untuk menjaring mangsa. Semoga Allah Azza wa jalla menjaga kita dan keluarga kita dari segala keburukan yang disebarkan oleh setan dan musuh-musuh Allah Azza wa Jalla itu.

Namun ujian yang paling besar dan paling berbahaya bagi kaum Muslimin yang selalu kita waspadai yaitu ujian dajjal yang akan datang menjelang hari kiamat. Maka hendaklah kita senantiasa waspada dan menjaga diri serta keluarga kita. Hendaklah kita memperbanyak do'a kepada Allâh Azza wa Jalla agar senantiasa menjaga kita dari keburukan berbagai fitnah ini. 

الم ﴿١﴾ أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allâh mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta. [al-Ankabut/29:1-3]

Pada saat dimana dakwah sudah memasuki wilayah negara, maka fitnah harta harus semakin diwaspadai. Karena pintu-pintu perbendaharaan harta sudah sedemikian rupa terbuka lebar. Dan fitnah harta, nampaknya sudah mulai menimpa sebagian aktifitas dakwah. Aromanya sudah sedemikian rupa tercium menyengat. Kegemaran main dan beraktivitas di hotel, berganti-ganti mobil dan membeli mobil mewah, berlomba-lomba membeli rumah yang mewah dan berlebih-lebihan dengan perabot rumah tangga, lebih asyik bertemu dengan teman yang memiliki level sama dan para pejabat lainnya adalah beberapa fenomena fitnah harta. perhatikan dalil berikut.‎

 وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
 (QS Asy-Syura [42]: 27)

يَا حَكِيمُ ، إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ ، وَكَانَ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى »

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini indah dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan keluasan jiwanya, ia akan diberkahi pada hartanya. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa berlebihan, maka perumpamaannya adalah seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang.” (HR Bukhari no: 1472, 2750, 3143, Muslim no: 1035)
Yang paling parah dari fitnah harta bagi para ulama adalah menjadikan dakwah sebagai dagangan politik. Segala sesuatu mengatasnamakan dakwah. Berbuat untuk dakwah dengan berbuat atas nama dakwah bedanya sangat tipis. Menerima hadiah atas nama dakwah, menerima dana dan sumbangan musyarokah atas nama dakwah. Mendekat kepada penguasa dan menjilat pada mereka atas nama dakwah dan sebagainya.

Contoh umum yang kita dengar sekarang, banyak media memberitakan calon calon pejabat yang gagal meraih kedudukan malah menjadi stres dan kehilangan akalnya, bahkan ada yang kabur meninggalkan keluarga hanya untuk menghindari kejaran dari para rentenir yang memberinya hutang. harta juga bisa membuat seseorang saling bertengkar bahkan sampai saling membunuh, harta yang identik dengan kesenangan dunia perlu kita waspadai agar tidak menyesatkan kita dan menjadi fitnah bagi kita di dunia dan di akherat.
Managemen harta perlu kita pelajari ilmunya dari Alquran Dan Alhadist. 

Takhtimah

Demikianlah fitnah harta ini telah melanda umat islam diseluruh penjuru dunia dan menyeret mereka kepada bencana yang demikian hebatnya. Hal ini terjadi setelah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan penaklukan negara-negara besar seperti Rumawi dan Parsia. Tidak mampu selamat dan menjauhkan diri dari fitnah ini kecuali yang Allah berikan kemampuan untuk memahami nash-nash al-Qur`an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah memperingatkan harta dengan benar dan tepat. Hal ini membuatnya mampu melihat sebab-sebabnya dan berusaha menghindarinya. Fitnah ini telah menghancurkan kaum muslimin sebelum musuh-musuhnya mencaplok wilayah dan negara islam.

Semua ini telah di jelaskan dengan sangat gamblang dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
Memang demikianlah kemenangan dan harta benar-benar fitnah yang dapat menyeret kepada kenacuran dan kelemahan kecuali bila ditempatkan harta-harta tersebut pada tempatnya. Lihatlah bagaimana harta yang menyebabkan seorang menjadi cinta dunia dan takut mati akan melemahkan barisan kaum muslimin sehingga jumlah yang besar tidak memiliki kekuatan lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الأمَمُ كَمَا تَدَاعَى الأكَلَة إِلَى قَصْعَتِهَا” فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: “بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللّه مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيُقْذِفَنَّ اللّه فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللّه، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: “حُبُّ الدُّنيَا وَكَرَاهِيَّةُ الْمَوْتِ”.

“Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya” lalu bertanya seseorang:’apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab: ”Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan),”, lalu bertanya lagi:’wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?”, kata beliau:”Cinta dunia dan takut mati.” 

Sebagaimana yang dikatakan Kaab bin Maalik radhiallahu ‘anhu,

قَالَ: فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِسُوْقِ المْدِيْنَةِ، إِذْا نَبَطِي مِنْ أِنْبَاطِ أَهْلِ الشَّامِ، مِمَنْ قَدِمَ بِالطَّعَامِ يَبِيْعَهُ بِالْمَدِيْنَةِ، يَقُوْلُ: مَنْ يَدُلُّ عَلَى كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، فَطَفِقَ النَّاسُ يُشِيْرُوْنَ لَهُ، حَتَى إِذَا جَاءَنِي دَفَعَ إِلَيَّ كِتَابَا مِنْ مَلِكِ غَسَانَ، فَإِذَا فِيْهِ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي أَنّ َصَاحِبَكَ قَدْ جَفَاكَ، وَلَمْ يَجْعَلْكَ الله بِدَارِ هَوَانٍ وَلا مُضِيْعَةٍ، فَالْحَقْ بِنَا نُوَاسِكَ

“Ketika aku berjalan-jalan di pasar Madinah, seketika itu ada seorang petani dari petani-petani penduduk Syam yang datang membawa makanan untuk dijual di pasar Madinah berkata:” siapa yang dapat menunjukkan Kaab bin Malik?”lalu orang-orang langsung menunjukannya sampai dia menemuiku dan menyerahkan kepadaku surat dari raja Ghossaan‏, dan aku seorang yang dapat menulis, lalu aku membacanya, dan isinya: amma ba’du, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa pemimpinmu telah berpaling meninggalkanmu dan sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan bagimu tempat yang hina dan kesia-siaan, maka bergabunglah kepada kami, kami akan menyenangkanmu.”

Para musuh islam selalu mengintai kapan penyakit cinta harta menyebar dan merebak dikalangan kaum muslimin.
Ketika fitnah harta ini menyerang kaum muslimin dan terus mendesak setelah penaklukan negeri-negeri yang merupakan kemenangan din islam. Dengannya Allah mengangkat menara syariat dan meninggikan tiang aqidahnya ditambah dengan adanya harta yang berlimpah yang pernah dimiliki negara-negara besar waktu itu. Maka tidak sedikit dari tokoh sahabat dan tabi’in serta para ulama yang shalih yang tidak berhenti mengingatkan dan memperingatkan kaum muslimin dari bahaya yang akan menimpa mereka. Mereka menjelaska jalan yang lurus yang wajib dijalani dengan kesabaran dan mengingatkan mereka dengan kehidupan Rasuullah dan orang yang beriman bersama beliau dan setelah beliau, dalam rangka mengingatkan umat ini dari harta dan fitnahnya. 

Orang pertama yang mengingatkan hal ini tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ أَيُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ نَقُولُ كَمَا أَمَرَنَا اللَّهُ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ تَتَنَافَسُونَ ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِي مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ

“Jika telah ditaklukan untuk kalian negara parsi dan rumawi, kaum apakah kalian? Berkata Abdurrahman bin Auf:” kami melakukan apa yang Allah perintahkan, beliau berkata:” tidak seperti itu, kalian akan berlomba-lomba kemudian saling berhasad, kemudian saling membenci lalu saling bermusuhan, kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain.” 

Oleh karena itu ketika ditaklukkan gudang harta kisra (raja parsi) Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata,

إِنَّ هَذَا لَمْ يَفْتَحْ عَلَى قَوْمٍ قَطْ إِلا جَعَلَ الله ِبَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Sesungguhnya ini tidak dibukakan bagi satu kaum kecuali Allah menjadikan diantara mereka peperangan.”

Dengan demikian harta menjadi salah satu syahwat terbesar yang Allah berikan kepada kita.
Memang harta adalah salah satu syahwat terbesar yang dimiliki manusia, namun juga menjadi salah satu sebab mendekatkan diri kepada Allah. Harta menjadi tiang kehidupan seseorang. Ketika ia berusaha mendapatkan harta yang halal untuk membeli rumah, menikah dan memiliki anak yang solih serta berbahagia dengan keluarga dan hartanya, maka hal  ini adalah amalan yang disyariatkan. Mukmin yang kuat lebih baik dari yang lemah, seperti sabda Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ـ لكن النبي عليه الصلاة والسلام رفيق قال : وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ . رواه مسلم عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

Dengan demikian ada anjuran menjadi hartawan apabila cara mendapatkannya sesuai dengan ajaran islam, sebab harta adalah kekuatan dalam pengertian kesempatan yang diberikan kepada hartawan dalam amal shalih tidak terbatas dan terhitung. Dengan hartanya ia bisa menikahkan para pemuda, mengobati orang sakit, menyantuni para janda dan memberi makan anak yatim dan orang miskin dan lain-lainnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mukmin yang kaya dekat dari derajat alim yang beramal dengan ilmunya, dalam sabda beliau:

لا حَسَدَ إِلاّ في اثْنَتَيْنِ : رَجلٌ آتَاهُ الله مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُ منهُ آنَاءَ اللّيْلِ و آنَاءَ النّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ الله القُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللّيْلِ وَ آنَاءَ النّهَار . متفق عليه

“Demikianlah harta dapat menjadi sebab seornag masuk syurga, namun juga bisa membuat seorang terbang terjerumus ke dalam neraka jahannam.”

Ternyata harta itu bisa menjadi nikmat bila dikeluarkan dan digunakan untuk ketaatan kepada Allah dan akan menjadi bencana bila digunakan untuk keburukan. Hal ini tergantung kepada dari mana mendapatkannya dan bagaimana mengeluarkannya. Oleh karena itu, manusia akan ditanya dihari kiamat tentang hartanya dimana ia mendapatkannya dan kemana ia infakkan.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...