Rabu, 13 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Keutamaan Menangis

 

Bagi kaum lelaki, menangis merupakan aib yang tidak dibenarkan. Kapan pun dan di mana pun. Karena, walau  bagaimana, kelelakian adalah merupakan simbol ketangguhan dan keperkasaan. Merupakan suatu tindakan cengeng jika tangisan menghiasi mata sang lelaki. Tindakan yang biasanya lumrah bagi wanita, sebagai ungkapan perasaannya, baik karena kesal atau karena rindu terhadap sang kekasih (suami) atau pun lainnya. Di hadapan Allah swt, tidak ada yang perkasa. Tidak ada yang gagah berani dan tidak ada pula yang hebat. Dia-lah yang memiliki segalanya. Sehingga tangisan di hadapan-Nya, baik karena takut maupun rindu, merupakan simbol kehambaan yang sudah seharusnya ditunjukkan oleh siapa pun. Sikap inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. sebagai teladan sepanjang zaman.

وعن ابن مسعودٍ، رضي الله عنه، قال: قالي لي النبي، صلى الله عليه وسلم: اقرأ علي القرآن قلت: يا رسول الله، أقرأ عليك، وعليك أنزل ؟! قال: إني أحب أن أسمعه من غيري فقرأت عليه سورة النساء، حتى جئت إلى هذه الآية: " فَكَيْفَ إذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهيدٍ وَجِئْنا بِكَ عَلَى هَؤلاءِ شَهِيداً " الآية: 41 قال: حسبك الآن فالتفت إليه، فإذا عيناه تذرفان. متفق عليه.‎

“Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Suatu ketika, Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meminta Aku agar membacakan al-Qur'an kepadanya. (Dengan perasaan malu), Ibnu Mas'ud mengungkapkan, "Bagaimana (mungkin) Aku membacakan al-Qur'an kepadamu wahai Rasulullah !? padahal al-Qur'an ini diturunkan kepadamu ". "Saya ingin mendengarnya dari orang lain" ungkap beliau. Maka, Ibnu Mas'ud pun memulai bacaannya dari surah an-Nisaa'. Ketika sampai pada ayat 41 yang berbunyi, "Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu)..". Rasulullah pun dengan lembut mengatakan, "Cukup". Ketika saya (Ibnu Mas'ud) menoleh kepadanya, ternyata air mata Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sedang bercucuran. (HR.Bukhari dan Muslim).

Kalangan sahabat sebagai siswa dalam madrasah Rasulullah,  juga mewarisi sikap demikian. Mereka adalah pribadi-pribadi yang cengeng di hadapan Allah swt di malam hari, tetapi perkasa bak harimau di siang hari di hadapan musuh dan di medang pertempuran.

وعن أنسٍ، رضي الله عنه، قال: خطب رسول الله، صلى الله عليه وسلم، خطبةً ما سمعت مثلها قط، فقال: لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلاً ولبكيتم كثيراً قال: فغطى أصحاب رسول الله، صلى الله عليه وسلم، وجوههم، ولهم خنينٌ، متفقٌ عليه

“Dari Anas radiyallahu ‘anhu, ia melaporkan, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam naik mimbar. Ia kemudian berkhutbah seperti biasanya. Tetapi, khutbah ketika itu tidak sama dengan khutbah Rasulullah sebelumnya. Nuansanya berbeda. Beliau mengatakan, "Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui maka pasti kalian sedikit tertawa dan banyak menangis". Sahabat-sahabat beliau pun menutupi wajah mereka sambil terdengar suara seperti kerumunan lebah (karena suara tangisan mereka). (HR. Bukhari dan Muslim).

Ummat sebelum Islam (ahli kitab), yang beriman kepada Allah swt., juga demikian keadannya. Keimananlah yang membuat mata mereka basah oleh air mata kerinduan terhadap rahmat-Nya. Sebagaimana mereka menitikkan air mata karena takut terhadap siksaan-Nya. Kondisi mereka dideskripsikan oleh Allah swt dalam firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)

"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuh. Mereka tersungkur dengan muka mereka sambil menangis sehingga Allah pun senantiasa menambah ke-khusyu-an (dalam hati mereka)".(QS. al-Israa' : 107-109).
Allah menciptakan semua lubang yang ada dalam tubuh manusia itu ditujukan untuk menjaga keseimbangan jasad itu sendiri. Jika sebelumnya kita telah membahas bumi yang juga berlubang, maka begitupun tubuh kita , kita perhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki, di dalam tubuh kita terdapat lubang-lubang. Lubang pori-pori di mana lubang itu berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh kita.
Kalau kita perhatikan setiap lubang, setiap pori-pori tadi pasti mengeluarkan sesuatu yang berbeda satu dengan yang lainnya dan semua lubang pasti mengeluarkan sesuatu. Walaupun itu dikeluarkan, terkadang kita tidak paham apa yang kita keluarkan tersebut. Dalam istilah biologi itu istilahnya homeostasis (keseimbangan).
Mulai dari kepala, lubang yang terdekat adalah “mata”.
Dalam istilah biologi ada 2 istilah ketika tubuh mengeluarkan zat dari dalam tubuh :
1.Ekskresi
2.Sekresi
Ekskresi : mengeluarkan sesuatu zat dari dalam tubuh (harus dikeluarkan), dan zat tersebut sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Misalkan panggilan alam setiap pagi.
Sekresi : Mengeluarkan sesuatu zat dari dalam tubuh, tetapi zat tersebut masih digunakan.
Misalnya ketika kita makan, rongga mulut kita kering, bagaimana cara mengaduk & mencernanya?
Maka dengan segala keagungan Allah, diciptakanlah ludah, yang dikeluarkan dan digunakan untuk membantu saat kita mengunyah makanan.
Bayangkan jika tdk ada ludah?
Apakah kita bisa mengunyah?
Pagi ini kita akan membahas suatu cairan terpenting dalam tubuh kita yang keluar dari bagian terpenting tubuh kita, di mana kita senantiasa bisa menikmati ciptaan Allah darinya, yaitu  “Air Mata”.
Air Mata
Secara sadar atau tidak sadar, kita tidak pernah menyadari apakah mata kita basah atau tidak. Kita sadar kalau mata kita basah hanya jika kita menangis, padahal mata kita senantiasa mengandung banyak mineral.
Mata mengeluarkan air mata, memberi keleluasaan agar mata ini bekerja dengan baik. Terkadang sekresi dari air mata ini berlebih, hal ini karena sesuatu hal. Bisa dikarenakan efek fisiologis, patologis ataupun psikologis.
 
Fungsi Fisiologis
Ini dikarenakan fungsi tubuh kita. Pagi hari kita bekerja berat di luar ruangan, lapangan terbuka dan banyak debu lalu pada malam hari istirahat. Keesokan harinya setiap pagi kita memanen kotoran mata, yang sering kita sebut dengan “belek“. Belek ini adalah air mata kita yang sudah mengering bersama kotoran-kotoran yang kemarin.
Alhamdulillah debu-debu dan kotoran yang masuk ke mata kita dikeluarkan setiap hari tanpa kita sadari. Dan inilah nikmat Allah yang terbesar juga. Bayangkan jika keluarnya tidak setiap hari, misalnya hanya 1x dalam sebulan.
Secara patologis‎
Misalnya kita sedang sakit mata, maka air matanya akan keluar. Sadar atau tidak sadar, air mata ini diperlukan, dipaksa untuk keluar.
Secara psikologis‎
Kita sebagai orang islam diberi contoh oleh rasul kita, untuk selalu mengeluarkn air mata. Dan Rasulullah SAW mengajak kita ke bagian yang paling mudah untuk menjaga kesehatan mata kita. Kalau tadi air mata harus keluar secara fisiologis dan patologis. Ada yang lebih menguras yaitu mengeluarkan air mata degan cara psikologis. Inilah yang menjaga mata kita semakin sehat. Konsekuensi  dari mengeluarkan mata ini yang biasa kita sebut dengan “MENANGIS”. Namun,  menangis biasanya stereotip dengan kesedihan, stereotip dengan kelemahan, stereotip dengan ketidakjantanan, ketidakberanian, yang merupakan konotasi negatif.
Padahal di dalam Al Quran, menangis itu disebutkan cukup banyak, bahkan bila dibandingkan dengan mata sendiri, menangis itu lebih banyak disebutkan. Kata-katanya dituliskan dengan gamblang, menangis karena mengingat Allah, karena bahwa kita di dunia ini sedang diberikan ujian, ujian untuk bisa pulang ke kampung halaman kita dengan selamat.
Pulang kampung adalah sesuatu yang sangat dirindukan, maka perlu kita persiapkan dengan baik 
Rasulullah SAW mengatakan, jika kita dibukakan lembaran layar kita di masa lalu kita, maka kita akan menangis tanpa disuruh dan tanpa dipaksa.
Kita diperintahkan untuk menangis, secara halus melalui Rasulullah SAW,melalui nabi-nabinya.
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ (83) وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ (84) فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (85) وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (86)
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?” Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan,(yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya). Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. [Q.S Al Maidah : 83-86]
Selanjutnya Allah menyebutkan sifat mereka yang lain, yaitu taat kepada kebenaran dan mengikutinya serta menyadarinya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ}

Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),kalian lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an)yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). (Al-Maidah: 83)
Yakni melalui apa yang terdapat di dalam kitab mereka menyangkut berita gembira akan datangnya seorang rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw.
{يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}

seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur"an dan kenabian Muhammad Saw.)"{Al-Maidah: 83)

Yakni bersama orang-orang yang menjadi saksi atas kebenarannya dan yang beriman kepadanya.‎

Imam Nasai telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Umar ibnu Ali ibnu Miqdam, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ayat ini diturun­kan berkenaan dengan Raja Najasyi dan teman-temannya, yaitu firman Allah Swt.: Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad Saw.) (Al-Maidah: 83)
Ibnu Abu Hatim, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan melalui jalur Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt.: maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi. (Al-Maidah: 83) Yakni bersama Nabi Muhammad Saw. dan umatnya adalah orang-orang yang menjadi saksi. Mereka mempersaksikan terhadap Nabi Saw. bahwa Nabi Saw. telah menyampaikan risalahnya, juga mempersaksikan terhadap para rasul, bahwa mereka telah menyampaikan risalah. ‎

Kemudian Imam Hakim berkata, "Sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya."‎

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شُبَيْل عُبَيد اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ وَاقِدٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ نَافِعٍ الضَّبِّيِّ، عَنْ قَتَادَةَ وَجَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي قَوْلِ اللَّهِ: {وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ} قَالَ: إِنَّهُمْ كَانُوا كَرَابِينَ -يَعْنِي: فَلَّاحِينَ-قَدِمُوا مَعَ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنَ الْحَبَشَةِ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنَ آمَنُوا وَفَاضَتْ أَعْيُنُهُمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَلَعَلَّكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَى أَرْضِكُمُ انْتَقَلْتُمْ إِلَى دِينِكُمْ". فَقَالُوا: لَنْ نَنْتَقِلَ عَنْ دِينِنَا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِمْ.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syubail (yaitu Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Waqid), telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl, dari Abdul Jabbar ibnu Nafi' Ad-Dabbi, dari Qatadah dan Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata. (Al-Maidah: 83) Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para petani yang tiba bersama Ja'far ibnu Abu Talib dari negeri Habsyah. Ketika Rasulullah Saw. membacakan Al-Qur'an kepada mereka, lalu mereka beriman, dan air mata mereka bercucuran. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barangkali apabila kalian kembali ke tanah air kalian, maka kalian akan berpindah ke agama kalian lagi. Mereka menjawab, "Kami tidak akan pindah dari agama kami sekarang."‎

Perkataan mereka disitir oleh Allah Swt. melalui wahyu yang diturunkan-Nya yaitu:‎

{وَمَا لَنَا لَا نُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا جَاءَنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَنْ يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ}

Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh? (Al-Maidah: 84)‎

Golongan orang-orang Nasrani inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:‎

وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ

Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran:199), hingga akhir ayat.‎

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ * وَإِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ *

Orang-orang yang telah kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelumnya Al-Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya."(Al-Qashash: 52-53) ‎
sampai dengan firman-Nya: 
{لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}

kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55) ‎

Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:           ‎

{فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}

Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. (Al-Maidah: 85)‎

Yakni Allah membalas mereka sebagai pahala atas iman mereka, kepercayaan dan pengakuan mereka kepada perkara yang hak, yaitu berupa:‎

{جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا}

Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya. (Al-Maidah: 85)‎

Yakni mereka tinggal di dalam surga untuk selamanya, tidak akan pindah dan tidak akan fana.‎‎

{وَذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ}

Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan. (Al-Ma’idah: 85)
Yakni karena mereka mengikuti perkara yang hak dan taat kepadanya di mana pun perkara yang hak ada dan kapan saja serta dengan siapa pun, mereka tetap berpegang kepada perkara yang hak.‎

Selanjutnya Allah menceritakan perihal orang-orang yang celaka melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا}

Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-Maidah: 86)‎

Yakni ingkar kepada ayat-ayat Allah dan menentangnya.‎‎

{أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ}‎
mereka itulah penghuni neraka. (Al-Maidah: 86) ‎
Yakni mereka adalah ahli neraka yang akan masuk ke dalamnya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ، عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ. الترمذى و قال حديث حسن غريب

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang bermalam berjaga di jalan Allah”. [HR. Tirmidzi, ia berkata Hadits hasan gharib].

Jadi ada syarat dan ketentuannya mata yang tidak akan tersentuh api neraka ini : yang pertama menangis di pertengahan malam, dan kenapa menangis? Karena takut kepada Allah, bukan karena banyak tunggakan hutang atau karena alasana lain, tapi karena takut kepada Allah.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِى الضَّرْعِ وَ لاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ دُخَانُ جَهَنَّمَ. الترمذى و قال حديث حسن صحيح و النسائى و الحاكم و قال صحيح الاسناد

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah sehingga air susu kembali ke teteknya. Dan tidak akan berkumpul debu fii sabiilillah dengan asap neraka jahannam”. [HR. Tirmidzi, ia berkata : hadits hasan shahih, Nasai dan Al-Hakim, ia berkata : shahih sanadnya].
Hadist ini menyatakan jaminan Allah, bahwa ketika sudah ada tangisan kita, karena konsekuensi-konsekuensi ataupun komitmen-komitmen yang tidak bisa kita lakukan. Ini adalah gambaran definisi menangis karena untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan definisi menangis karena lemah ataupun cengeng.
Sehingga Ini adalah sebagai sarana komunikasi, semua yang ada didalam tubuh kita merupakan hasil komunikasi. Jasmani kita dilengkapi dengan alat komunikasi : mulut.
Ketika tubuh kita digigit serangga, maka tubuh kita akan bentol, ini merupakan hasil komunikasi tubuh kita merespon terhadap racun serangga. Tubuh kita diciptakan berupa jasadiyah dan ruhiyah, lalu bagaimana ruhiyyah kita berkomunikasi melalui jasaddiyah kita?
Jawabnya  adalah melalui  Air mata 
Tekanan psikologis yang kuat , akan mendesak kelenjar air mata membengkak dan mendesak untuk mengeluarkan air mata, sehingga keluarlah air mata.
Dan tidak tahu air mata ini keluar untuk siapa?‎
Supaya air mata ini punya arah, kita tujukan agar air mata ini keluar sebagai sarana komunikasi untuk mendekatkan hati pada Allah pada malam hari saat Qiyamul lail .Kenapa harus malam hari? Karena air mata secara fisiologis keluar pada malam hari, kalau siang hari keluar air mata itu karena efek patologis, karena efek kita kurang tidur. Jadi ini sejalan dengan konsep kesehatan. Menangis adalah menyehatkan, merupakan ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keutamaan menangis karena takut kepada Allah

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّهُ: َاْلاِمَامُ اْلعَادِلُ، وَ شَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ، وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى اْلمَسَاجِدِ، وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللهِ وَ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ تَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَ جَمَالٍ، فَقَالَ: اِنِّى اَخَافُ اللهَ، وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَاَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِيْنُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ، وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. البخارى و مسلم و اللفظ له. فاما لفظ البخارى: حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah dalam naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : 1. pemimpin yang adil, 2. pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), 3. seseorang yang hatinya senantiasa bergantung pada masjid-masjid (sangat mencintainya dan selalu melakukan shalat jamaah di dalamnya), 4. dua orang yang saling mengasihi karena Allah (keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah), 5. seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang perempuan yang punya kedudukan lagi cantik, tetapi dia mengatakan, “Aku takut kepada Allah !”, 6. seseorang yang bersedeqah dengan merahasiakannya sehingga tangan kanannya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kirinya, 7. dan seseorang yang ingat kepada Allah diwaktu sunyi, sehingga meleleh air mata dari kedua matanya”. [HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadh itu baginya. Adapun pada lafadh Bukhari disebutkan : Sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedeqahkan tangan kanannya]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ، عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ. الترمذى و قال حديث حسن غريب

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang bermalam berjaga di jalan Allah”. [HR. Tirmidzi, ia berkata Hadits hasan gharib].


عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِى الضَّرْعِ وَ لاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ دُخَانُ جَهَنَّمَ. الترمذى و قال حديث حسن صحيح و النسائى و الحاكم و قال صحيح الاسناد

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah sehingga air susu kembali ke teteknya. Dan tidak akan berkumpul debu fii sabiilillah dengan asap neraka jahannam”. [HR. Tirmidzi, ia berkata : hadits hasan shahih, Nasai dan Al-Hakim, ia berkata : shahih sanadnya].

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ {اَفَمِنْ هذَا اْلحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ، وَ تَضْحَكُوْنَ وَ لاَ تَبْكُوْنَ النجم:59-60} بَكَى اَصْحَابُ الصُّفَّةِ حَتَّى جَرَتْ دُمُوْعُهُمْ عَلَى خُدُوْدِهِمْ، فَلَمَّا سَمِعَ رَسُوْلُ اللهِ ص حِسَّهُمْ بَكَى مَعَهُمْ، فَبَكَيْنَا بِبُكَائِهِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَلِجُ النَّارَ مَنْ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَ لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ مُصِرٌّ عَلَى مَعْصِيَتِهِ وَ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَجَاءَ اللهُ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ. البيهقى

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, ketika turun ayat yang artinya “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan (Al-Quran) ini. Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis ?. [QS. An-Najm 59-60], para Ash-habush Shuffah menangis sehingga air matanya membasahi pipi-pipi mereka. Setelah Rasulullah SAW mendengar tangis mereka itu beliau ikut menangis bersama mereka, sehingga kami menangis sebab tangis beliau. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah, dan tidak akan masuk surga orang yang terus menerus mengerjakan makshiyat. Dan seandainya kamu sekalian tidak punya dosa, tentu Allah mendatangkan suatu kaum yang berdosa, lalu Allah mengampuni mereka”. [Baihaqi]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ، عَيْنٌ بَاتَتْ تَكْـَلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ. ابو يعلى و رواته ثقات

Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka, yaitu mata yang bermalam berjaga di jalan Allah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah”. [HR. Abu Ya’la dan perawinya tsiqat].

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حَيْدَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: ثَلاَثَةٌ لاَ تَرَى اَعْيُنُهُمُ النَّارَ. عَيْنٌ حَرَسَتْ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَ عَيْنٌ كَفَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ. الطبرانى

Dari Mu’awiyah bin Haidah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga orang yang mata mereka tidak akan melihat neraka, yaitu mata yang berjaga di jalan Allah, mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang terjaga dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah”. [HR. Thabrani]

عَنْ اْلعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ، عَيْنٌ بَكَتْ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ. الطبرانى

Dari Abbas bin Abdul Muththalib RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka, yaitu mata yang menangis di tengah malam karena takut kepada Allah dan mata yang di waktu malam berjaga di jalan Allah”. [HR. Thabrani]

عَنْ اَبِى اُمَامَةَ رض عَنِ النَّبِيِّ ص: لَيْسَ شَيْءٌ اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَ اَثَرَيْنِ: قَطْرَةُ دُمُوْعٍ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَ قَطْرَةُ دَمٍ تُهْرَاقُ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اَمَّا اْلاَثَرَانِ، فَاَثَرٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ اَثَرٌ فِى فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ. الترمذى و قال حديث حسن

Dari Abu Umamah RA dari Nabi SAW beliau bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah dari pada dua tetesan dan dua bekas, yaitu tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah (berperang) di jalan Allah. Adapun dua bekas ialah bekas yang terjadi di jalan Allah dan bekas melaksanakan kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah ‘Azza wa Jalla”. [HR. Tirmidzi, dan ia berkata hadits hasan].

عَنْ عَلِيٍّ رض قَالَ: مَا كَانَ فِيْنَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرَ اْلمِقْدَادِ وَ لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَ مَا فِيْنَا اِلاَّ نَائِمٌ اِلاَّ رَسُوْلَ اللهِ ص تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّى وَ يَبْكِى حَتَّى اَصْبَحَ. ابن خزيمة فى صحيحه

Dari Ali RA ia berkata : Tidak ada dari kalangan kami orang yang menunggang kuda pada perang Badr selain Miqdad. Dan sungguh aku melihat keadaan kita (di waktu malam) semuanya tidur kecuali Rasulullah SAW, beliau shalat di bawah pohon dan menangis hingga subuh”. [HR. Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya].

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رض قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا النَّجَاةُ؟ قَالَ: اَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ، وَ لْيَسَعْكَ بَيْتُكَ، وَ ابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ. الترمذى و ابن ابى الدنيا و البيهقى

Dari ‘Uqbah bin Amir RA, ia berkata : Saya bertanya, “Ya Rasulullah, apakah yang menyelamatkan itu ?”. Beliau menjawab, “Kamu wajib menjaga lesanmu, rumahmu hendaklah bisa melapangkanmu dan menangislah atas kesalahan-kesalahanmu”. [HR. Tirmidzi, Ibnu Abid Dunya dan Baihaqi].

عَنْ ثَوْبَانَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: طُوْبَى لِمَنْ مَلَكَ نَفْسَهُ، وَ وَسِعَهُ بَيْتُهُ، وَ بَكَى عَلَى خَطِيْئَتِهِ. الطبرانى فى الاوسط و الصغير

Dari Tsauban RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Berbahagialah bagi orang yang bisa mengendalikan nafsunya, rumahnya bisa melapangkannya dan menangis atas kesalahan-kesalahannya”. [HR. Thabrani di dalam Al-Ausath dan Ash-Shaghir].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: لَمَّا اَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ عَلَى نَبِيِّهِ ص هذِهِ اْلايَةَ {يـاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَ اْلحِجَارَةُ. التحريم:6} تَلاَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص عَلَى اَصْحَابِهِ فَخَرَّفَتًى مَغْشِيًّا عَلَيْهِ فَوَضَعَ النَّبِيُّ ص يَدَهُ عَلَى فُؤَادِهِ، فَاِذَا هُوَ يَتَحَرَّكُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَا فَتَى قُلْ: لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ. وَ قَالَهَا، فَبَشَّرَهُ بِاْلجَنَّةِ. فَقَالَ اَصْحَابُهُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَمِنْ بَيْنِنَا؟ فَقَالَ: اَوَمَا سَمِعْتُمْ قَوْلَهُ تَعَالَى: {ذلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِى وَ خَافَ وَعِيْدِ. ابراهيم:14}. الحاكم و قال: صحيح الاسناد
Dari Ibnu Abbas RA ia berkata : Setelah Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat ini kepada Nabi-Nya, (Hai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu [QS. Tahrim : 6]), lalu pada suatu hari Rasulullah SAW membacakan kepada para shahabatnya, maka tiba-tiba ada seorang pemuda yang pingsan. Kemudian Nabi SAW meletakkan tangannya di bagian hatinya, tiba-tiba dia bisa bergerak. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Hai pemuda, katakanlah, “Laa ilaaha illallaah”. Lalu pemuda itu mengucapkannya, maka beliau menggembirakannya dengan surga. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hal itu termasuk untuk kami ?”. Beliau bersabda, “Apakah kalian belum mendengar firman Allah Ta’aalaa (Yang demikian itu (adalah ) untuk orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadlirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku)[QS. Ibrahim : 14]”. [HR. Al-Hakim, ia berkata shahih sanadnya].

عَنْ اَنَسٍ رض قَالَ: تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ ص هذِهِ اْلايَةَ {وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَ اْلحِجَارَةُ. التحريم:6} فَقَالَ: اُوْقِدَ عَلَيْهَا اَلْفُ عَامٍ حَتَّى احْمَرَّتْ وَ اَلْفُ عَامٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ وَ اَلْفُ عَامٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ لاَ يُطْفَأُ لَهِيْبُهَا، قَالَ: وَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ ص رَجُلٌ اَسْوَدُ فَهَتَفَ بِاْلبُكَاءِ، فَنَزَلَ عَلَيْهِ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ: مَنْ هذَا اْلبَاكِى بَيْنَ يَدَيْكَ؟ قَالَ: رَجُلٌ مِنَ اْلحَبَشَةِ. وَ اَثْنَى عَلَيْهِ مَعْرُوْفًا. قَالَ: فَاِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يَقُوْلُ { وَ عِزَّتِى وَ جَلاَلِى وَ ارْتِفَاعِى فَوْقَ عَرْشِى لاَ تَبْكِى عَيْنُ عَبْدٍ فِى الدُّنْيَا مِنْ مَخَافَتِى اِلاَّ اَكْثَرْتُ ضَحِكَهَا فِى اْلجَنَّةِ}. البيهقى و الاصبهانى

Dari Anas RA ia berkata : Rasulullah SAW membaca ayat ini (waquuduhannaasu wal hijaarah), kemudian beliau bersabda, “Dinyalakan pada api neraka selama seribu tahun sehingga memerah dan seribu tahun lagi sehingga memutih, dan dinyalakan seribu tahun lagi sehingga menghitam. Maka api neraka itu berwarna hitam gelap, tidak dipadamkan nyalanya”. (Anas) berkata : Pada waktu itu di depan Rasulullah SAW ada seorang lelaki hitam lalu ia menangis, maka malaikat Jibril AS turun lalu bertanya (kepada Nabi SAW), “Siapakah orang lelaki yang menangis di hadapanmu ini ?”. Nabi SAW menjawab, “Dia seorang laki-laki dari Habasyah”. Kemudian (malaikat Jibril) memujinya. (Jibril) berkata : Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Demi Keperkasaan dan Kegagahan-Ku, serta Ketinggian-Ku di atas Arsy-Ku, tidaklah menangis mata hamba-Ku di dunia karena takut kepada-Ku, kecuali Aku memperbanyak tertawanya di surga”. [HR. Baihaqi dan Al-Ashbihani].

عَنِ اْلعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اِقْشَعَرَّ جِلْدُ اْلعَبْدِ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ تَحَاتَّتْ عَنْهُ ذُنُوْبُهُ كَمَا يَتَحَاتُّ عَنِ الشَّجَرَةِ اْليَابِسَةِ وَرَقُهَا. البيهقى و ابو الشيخ ابن حبان

Dari ‘Abbas bin Abdul Muththalib RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kulit seorang hamba merinding karena takut kepada Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran sebagaimana daun-daun berguguran dari pohon yang kering”. [HR. Baihaqi dan Abusy-Syaikh Ibnu Hibban].

و فى رواية قال: كُنَّا جُلُوْسًا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص تَحْتَ شَجَرَةٍ فَهَاجَتِ الرِّيْحُ فَوَقَعَ مَا كَانَ فِيْهَا مِنْ وَرَقٍ نَخِرٍ وَ بَقِيَ مَا كَانَ مِنْ وَرَقٍ اَخْضَرَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَا مَثَلُ هذِهِ الشَّجَرَةِ؟ فَقَالَ اْلقَوْمُ: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. فَقَالَ: مَثَلُ اْلمُؤْمِنِ اِذَا اِقْشَعَرَّ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَقَعَتْ عَنْهُ ذُنُوْبُهُ وَ بَقِيَتْ لَهُ حَسَنَاتُهُ. البيهقى

Dan dalam satu riwayat (Abbas) berkata : Dahulu kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW di bawah pohon, lalu bertiup angin kencang, maka berjatuhan daun-daun kering dari pohon itu, dan tetaplah di pohonnya daun-daun yang hijau. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana perumpamaan pohon ini ?”. Lalu orang-orang berkata, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau bersabda, “Perumpamaan orang mukmin itu apabila merinding karena takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berguguranlah dosa-dosanya dan tetaplah padanya kebaikan-kebaikannya”. [HR. Baihaqi]

Demikianlah tangisan yang di landasi dengan iman yang menghasilkan rasa rindu (raja') untuk bertemu dengan Sang Kekasih. Rasa yang juga dilapisi pula oleh  rasa takut (khauf) kepada-Nya karena adanya neraka yang merupakan simbol kemarahan-Nya. Kedua faktor inilah yang berada dibalik tangisan orang-orang mukmin. Walaupun sisi kerinduan yang paling mendominasi dirinya saat-saat air mata membasahi wajahnya.

RAJA' (HARAP) DAN KHAUF (TAKUT) YANG MELAHIRKAN TANGISAN.

Raja' adalah ketenangan hati dan kedamaian jiwa karena mengharapkan sesuatu yang dicintai. Jika faktor-faktor pendukung raja'ini sempurna maka ia akan menghasilkan tangisan yang mewujudkan perasaan tenang dan perasaan tentram. Namun jika perangkat-perangkatnya tidak padu dan tidak apik, ia akan menghasilkan pribadi yang terpedaya. Pribadi yang berharap dengan harapan yang berlebihan kepada Allah swt. sehingga lupa bahwa di samping rahmat Allah yang ia harapkan, juga di sana ada kemurkaan-Nya yang harus dipertimbangkan dan dihindari. Untuk peribadi demikian, tangisan tidak bisa hadir pada pelupuk matanya. Perasaannya yang diselimuti oleh harapan akan rahmat Allah membuatnya terlena. Sikap yang merefleksikan ketidakkeritisan terhadap kualitas ibadah yang ia lakukan terhadap Zat yang diharapkan rahmat-Nya (Allah Swt.).

Jika sikap  kritis ini tidak hadir pada diri seseorang ketika melakukan amalan, maka kualitas ibadahnya tidak lagi maksimal. Sikap kritis ini sering dikenal dengan istilahmuraqabah. Yaitu sebuah aktifitas yang mementingkan kritik ketika dan setelah melakukan amalan. Apakah sudah layak dan pantas untuk dimajukan, dan bagiamana seharusnya pada pase selanjutnya?. Sikap inilah yang disebut oleh Rasulullah sebagai sikap cerdas seorang mukmin dalam beribadah. 

Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . menegaskan,

عن شدّاد بن اوس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلّم:" الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من اتبع نفسه هواها وتمنى على الله ". رواه الترمذي

"Orang yang cerdas adalah siapa yang selalu mengkeritisi dirinya dan beramal (dengan malan yang baik) sebagai persiapan untuk (hidup) setelah mati nanti (akhirat)." (HR. Tirmidzi)

Jika ditelusuri lebih mendalam, muraqabah ini merupakan implementasi dari sikap khauf (rasa takut) seseorang jika amalannya belum pantas dan layak untuk dipersembahkan. Baik ketidakpantasan itu dari segi kualitas maupun kuantitas. Inilah yang sering kita dengar dari para ahli suluk bahwa dalam rangka melakukan spiritual journey  menuju Allah, hendaknya seseorang terbang dengan dua sayap, sayap al-khauf dan sayap al-raja'. Hanya saja, pada saat tertentu, seperti sakit misalnya, sisi al-raja' seharusnya lebih ditegaskan, karena nuansanya sedang berada pada level al-khauf.Demikian pula ketika sedang segar bugar, dengan nuansa al-raja' yang lebih mendominasi, sisi al-khauf perlu dihadirkan dan dipertegas keberadaanya.

Perangkat-perangkat al-raja' yang di maksud di sini, yang dengannya seseorang tidak terpedaya adalah :
1.      Mencintai apa yang diharapkan (mahabbah).
2.      Merasa khawatir jika kehilangan apa yang diharapkan (khauf).
3.      Selalu berusaha untuk mendapatkannya (.raja’)

Setiap orang yang berharap pasti merasa takut dan cemas jika tidak merasa yakin bisa mendapatkan apa yang diharapkannya, dan bila orang yang sedang berjalan merasa khawatir ketinggalan pasti ia berusaha untuk berlari.

Raja' adalan penantian terhadap sesuatu yang disenangi, setelah memenuhi semua persyaratan yang butuhkan berdasarkan pada kemampuan seseorang. Raja' di sini dikiaskan, misalnya, dengan penanaman tumbuhan. Semua orang yang akan menanam pasti akan mencari lahan yang subur sebagai tempat persemaian. Di sanalah benih dengan kualitas tinggi itu disemai. Selanjutnya ia melakukan perawatan yang baik dan terus menerus sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan. Menyianginya dan menjaganya dari berbagai serangan hama dan berbagai penyakit. Setelah itu, ia menunggu rahmat Allah swt. hingga masa panen tiba. Inilah gambaran ideal dari sebuah raja'. Dan raja' demikianlah yang dikehendaki setelah semuanya dilakukan dan diuapayakan.
Untuk lebih kongkritnya, dunia adalah sebuah ladang, sedang hasilnya akan dipanen pada hari akhirat kelak. Sementara hati itu layaknya bumi. Iman laksana benih, ketaatan ibarat pengolahan tanah dan usaha untuk menyianginya serta upaya untuk mengalirkan air kepadanya. Sedang hati yang terpesona oleh dunia dan terbuai olehnya adalah seperti tanah gersang yang tidak bisa menumbuhkan benih. Sementara pada hari kiamat adalah waktu panen. Dan seseorang tidak akan memanen kecuali apa yang pernah disemainya. Benih tidak akan tumbuh kecuali benih iman. Iman sangat jarang memberi manfaat bila hatinya busuk dan akhlaknya buruk.
KHAUF (RASA TAKUT) SEBAGAI PENYEIMBANG.

Jika raja' merupakan piranti kasih sayang yang dibukakan secara luas oleh Allah bagi hamba-Nya, maka khauf merupakan cambuk yang dapat memicu mereka untuk mendekat kepada-Nya. Memang benar, ujung dari raja' dankhauf adalah kedekakatan dengan Allah. Karena memang untuk itulah jin dan manusia  diadakan di pentas kehidupan ini. Khauf merupakan kondisi seseorang yang merasakan sakit dan terbakarnya hati akibat dari rasa takut akan terjadinya sesuatu yang tidak menyenagkan di kemudian hari. Khauf-lah yang berperan dan mengerem nafsu manusia dari keserakahan, angkara murka dan dosa. Dia pula yang mengikat manusia untuk menunjukkan ketaatan kepada Allah swt.

Khauf sesungguhnya merupakan hasil dari pengenalan terhadap Allah swt (ma'rifatullah). Pengenalan yang dihasilkan berdasarkan pada penelusuran terhadap nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah swt. Ma'rifatullah demikian akan merefleksiakan rasa takut sekaligus mewujudkan koreksi diri seorang muslim akan hak-hak Yang Maha Agung, yang selama ini diabaikan atau belum termaksimalkan.  Dengan kata lain, dengan mengenal Allah secara baik maka secara otomatis kekerdilan manusia akan tampak. Baik kekerdilan itu sebagai mahluk lemah maupun kekerdilan amaliah dan kepicikan tingkat kepatuhan terhadap Sang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Dengan demikian, orang yang paling takut kepada Allah swt adalah orang yang paling mengenal dirinya setelah mengenal Tuhannya sendiri. Maka tidaklah mengherankan jika Rasulullah sebagai penghulu para nabi menegaskan, sebagaimana dirilis oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, "Demi Allah, Sungguh aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan paling takut kepada-Nya". (HR Bukhari).

Jika kita mengetahui bahwa para ulama merupakan pewaris nabi, maka tentunya pula kita menyadari bahwa ulama pulalah yang memiliki tingkat pengenalan yang baik tentang Allah swt. Dengan pengenalan demikian mereka kemudian menjadi mahluk yang paling takut kepada-Nya. Asumsi ini ditegaskan oleh firman Allah yang berbunyi,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28)

" Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun".(QS Fathir : 28).

Jika demikian, orang yang takut sesungguhnya bukanlah mereka yang mengusap air matanya dan tidak pula yang sesegukan akibat tangisan yang menghiasi wajahnya. Tetapi takut yang sebenarnya adalah mereka yang meninggalkan hal-hal yang dikhawatirkan dapat menjerumuskannya ke dalam kubangan siksaan.

Abu al-Qasim al-Hakim berpesan, "Siapa yang takut dengan sesuatu, dia pasti akan menghindari darinya. Dan siapa yang takut kepada Allah, dia akan berlari menghindari siksa-Nya dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya". As-Syibli berkata, "Setiap kali aku takut kepada kepada Allah, pasti Aku melihat pintu hikmah dan pelajaran yang berharga". Yahya bin Muadz mengatakan, "Setiap orang mukmin yang mengerjakan kemaksiatn, pasti ia akam mensikapinya dengan dua cara : Takut terhadap siksaan dan berharap adanya ampunan".

Khauf akan membakar syahwat dan kenginan-keinginan terhadap perkara yang haram. Sehingga kemaksiatan yang ia cintai berubah menjadi sesuatu yang paling ia benci. Sebagaimana madu dibenci oleh orang yang sangat menyenaginya manakala ia mengetahui bahwa terdapat racun padanya. Syahwat akan terbakar oleh rasa khauf (takut). Bagian-bagian tubuhnya mempnyai tatakrama dan adab yang dipatuhi. Hatinya menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ke-khusyu'an, rasa hina dan rendah diri di hadapan Allah swt. Dia akan ditinggalkan oleh kesombongan, dendam, iri dan dengki. Bahkan perhatiannya semakin tajam, karena pengaruh rasa khauf-nya dan memeperhatikan terhadap akibat dan sanksi yang ia peroleh jika melanggar aturan. Kini perasaan selalu terawasi yang dikenal dengan sebutan muraqabah menjadi aktifitas baru yang dibarengi dengan usaha sungguh-sungguh yang disebut mujahadah untuk membersihkan jiwa dan lahiriahnya dari dominasi syahwat dan prilaku setan.

Demikan besar urgensi khauf, sehingga sikap ini menghasilkan petunjuk, rahmat, ilmu dan keridha'an Allah swt. Allah berfirman,

وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ (154)

"Dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya". (QS. al-A'raf : 154).

Firman-Nya, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Fathir : 28).
Juga firman-Nya,  

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)

"Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya". (QS.al-Bayyinah : 8).

Allah swt selalu mewanti-wanti agar menajadikan khauf sebagai komponen mendasar dari keimanan yang hanya pantas ditunjukkan kepada-Nya semata. Terhadap setan yang biasanya dijadikan simbol yang ditakuti, Allah menegsakan bahwa, sikap takut itu seharusnya hanya ditujukan kepada-Nya semata. Karena Dia-lah sesungguhnya yang pantas ditakuti. Dengan rasa takut kepada-Nya, setan yang biasanya menggetarkan jiwa menjadi tidak berarti apa-apa. Setan hanya pantas dikhawatirkan jika seandainya mengelabui manusia dari jalur menuju Allah swt.(baca : Kebenaran). Karenanya, Allah menegaskan,

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (175)

"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman."  (QS. Ali Imran : 175).

Selain faktor khauf dan raja' yang menghasilkan tangisan, juga terdapat beberapa faktor yang merupakan wujud lain dari kedua faktor di atas. Di antaranya, kesedihan terhadap peristiwa lampau yang menyedihkan bersama teman seperjuangan dalam meniti jalan Allah swt. Sikap demikian ditunjukkan oleh Abdul Rahman bin Auf. Sebagaimana riwayat beliau berikut :

وعن إبراهيم بن عبد الرحمن بن عوفٍ أن عبد الرحمن بن عوفٍ، رضي الله عنه، أتي بطعامٍ وكان صائماً، فقال: قتل مصعب بن عميرٍ، رضي الله عنه، وهو خيرٌ مني، فلم يوجد له ما يكفن فيه إلا بردةٌ إن غطي بها رأسه بدت رجلاه، وإن غطي بها رجلاه بدا رأسه، ثم بسط لنا من الدنيا ما بسط - أو قال: أعطينا من الدنيا ما أعطينا - قد خشينا أن تكون حسناتنا عجلت لنا. ثم جعل يبكي حتى ترك الطعام. رواه البخاري.

”Dari Abdul Rahman bin ’Auf, bahwasanya, suatu ketika, saat ia disuguhi makanan, padahal ia sedang puasa. (Sedangkan orang yang berpuasa biasanya sangat mengharapkan makanan. Tetapi beliau teringat dengan saat-saat yang dilewatiya bersama para sahabat utama yang telah syahid lebih dulu. Dengan menganggap remeh dirinya dibanding mereka, beliau mengatakan,) "Mush'ab bin Umair telah terbunuh, padahal ia lebih baik dariku". Ketika ia meninggal, kain kapan saja susah didapatkan untuk mengapaninya. Hanya sebuah kain burdah yang digunakan untuk itu. Jika kain itu ditarik untuk menutupi kepalanya, maka kakinya akan tersingkap. Tapi ketika kakinya ditutup dengan kain tersebut, maka kelihatanlah kepalanya. Lalu dunia ini (dengan segala kenikmatannya) dibukakan kuncinya, atau dengan redaksi lain, ia mengatakan, ”dunia ini telah diserahkan kepada kami (untuk dikuasai secara politis). Namun Saya khawatir kalau semua kenikmatan ini adalah kebaikan kami yang disegarahkan balasannya di dunia ini”. Lalu beliau menangis sejadi-jadinya hingga makanan tidak lagi disentuh olehnya”. (HR. Bukhari)

Mush'ab bin Umair adalah seorang pemuda tampan yang hidup mewah bersama kedua orang tuanya di Mekah pada masa jahiliah. Pakaiannya saja sangat berkelas dan dipenuhi dengan aroma wewangian. Ia banyak diidolakan di kota Mekah oleh banyak gadis. Tetapi setelah ia masuk Islam, kehidupannya berubah drastis dengan berusaha menjauhi kemewahan dan memilih hidup sederhana. Bahkan pakaiannya ada yang compang camping. Ia ikut hijrah ke kota Madinah dan hidup di sana sebagai muhajirin. Ketika perang Uhud berkobar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  menyerahkan bendera perang kepadanya. Di sanalah ia menemukan predikat sebagai syuhada Uhud.

Abdul Rahman bin Auf mengingat peristiwa itu kemudian mengatakan, "Mereka (sahabat utama yang telah syahid) telah berlalu dan selamat dari godaan dunia berupa harta rampasan perang yang begitu melimpah bagi generasi belakangan". Kemudian ia melanjutkan, "Kami khawatir jika kebaikan kami disegerahkan (balasannya di dunia berupa kenikmatan demikian)". Karena memang orang kafir disegerahkan balasan kebikannya di dunia, sehingga di akhirat kelak mereka hanya mendulang siksa yang tiada bertepian. Sedang orang mukmin bisa jadi mendapatkan balasan kebaikannya di dunia maupun di akhirat. Tetapi balasan akhirat itulah sesungguhnya yang lebih penting. Beliau khawatir jika kebaikannya disegerahkan balasannya di dunia ini, sehingga ia menangis penuh kekhawatiran dan harapan. Ia pun meningalkan makanan.

Kasus lain yang mirip dengan kajadian tersebut di atas adalah riwayat yang disampaikan oleh Anas radiyallahu anhu.

وعن أنسٍ، رضي الله عنه، قال: قال أبو بكرٍ لعمر، رضي الله عنهما، بعد وفاة رسول الله، صلى الله عليه وسلم: انطلق بنا إلى أم أيمن، رضي الله عنهما، نزورها كما كان رسول الله، صلى الله عليه وسلم، يزورها، فلما انتهينا إليها بكت، فقالا لها: ما يبكيك ؟ أما تعلمين أن ما عند الله  خيرٌ لرسول الله، صلى الله عليه وسلم ! قالت: إني لا أبكي، أني لا أعلم أن ما عند الله خيرٌ لرسول الله صلى الله عليه وسلم، ولكني أبكي أن الوحي قد انقطع من السماء؛ فهيجتهما على البكاء، فجعلا يبكيان معها. رواه مسلم

Anas melaporkan, ”Abu Bakar berkata kepada Umar radiyallahu anhuma, setelah wafatnya Rasulullah saw, ”Ayo kita sama-sama pergi menemui Ummu Aiman rdiyallahu anhuma, sebagaimana Rasulullah saw sering mengunjunginya. Tatkala kami tiba dan bertemu dengannya, Ummu Aiman menangis (penuh kesedihan). Abu Bakar dan Umar berkata kepadanya, ”Kenapa Anda menangis ?” Bukankah Anda tau bahwa keberadaan Rasulullah saw di sisi Allah itu lebih baik. Ummu Aiman menjawab, ”Saya tidak menangis, saya juga tidak tahu bahwa keberadaan Rasulullah saw di sisi Allah itu lebih baik. Saya hanya menangis karena wahyu telah terputus dari langit. Maka, mendengar ungkapan Ummu Aiman tersebut, Abu Bakar dan Umar pun tidak tahan menahan cucuran air matanya. Mereka berdua pun ikut menangis bersama Ummu Aiman”. (HR Muslim)

Demikianlah potret tangisan para pendahulu yang lahir dari rasa khauf dan raja-'nya kepada Allah swt. Semoga kita diberikan kemampuan menangisi dosa-dosa kita kepada Allah. Amiin

Penjelasan Tentang Keberkahan Air Hujan

 

Di antara keberkahan hujan adalah manusia dapat minum darinya, serta hewan-hewan ternak dan melata. Ia juga dapat menumbuhkan buah-buahan, pepohonan, dan rerumputan.

Oleh karena itu, air dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [QS. Al-Anbiyaa’ : 30].

Al-Imam Ibnu Jariir rahimahullah berkata dalam Tafsir-nya mengenai ayat ini :

وأحيينا بالماء الذي ننزله من السماء كل شيء

“Dan Kami (Allah) menghidupkan segala sesuatu dengan air yang Kami turunkan dari langit”.

Maka, hujan bermanfaat bagi manusia dalam banyak kebutuhan hidup mereka.


Dalam al-Quran, Allah menyebut hujan sebagai sesuatu yang diberkahi,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Kami turunkan dari langit air yang berkah (banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. (QS. Qaf: 9)

Allah tabaaraka wa ta’ala telah mensifatkan manfaat dan keberkahan turunnya hujan kepada makhluknya sebagai satu nikmat pada banyak ayat dalam Al-Qur’an Al-Kariim. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala :

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ * يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan” [QS. An-Nahl : 10-11].

Allah juga menyebut hujan sebagai rahmat,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji (QS. as-Syura: 28)

Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang soleh masa silam, sangat gembira dengan turunnya hujan. Sehingga mereka mengambil berkah dengan air hujan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

“Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya, lalu beliau guyurkan badannya dengan hujan. Kamipun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa anda melakukan demikian?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Ahmad 12700, Muslim 2120, dan yang lainnya)

Al-Qurthubi mengatakan,

وهذا منه صلى الله عليه وسلم تبرك بالمطر ، واستشفاء به ؛ لأن الله تعالى قد سماه رحمة ، ومباركا ، وطهورا ، وجعله سبب الحياة ، ومبعدا عن العقوبة ، ويستفاد منه احترام المطر ، وترك الاستهانة به

Praktek dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan bentuk tabarruk (ngalap berkah) dengan hujan. Dan menjadikannya sebagai obat. Karena Allah menyebut hujan dengan rahmat, mubarok (berkah), dan thahur (alat bersuci). Allah jadikan hujan sebagai sebab kehidupan dan tanda terhindar dari hukuman, yang memberi kesimpulan agar kita menghormati hujan dan tidak menghina hujan. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhis Shahih Muslim, 2/546).

Kemudian dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menghujankan dirinya ketika khutbah di masjid. Anas bin Malik menceritakan,

ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ

Kemudian beliau tidak turun dari mimbarnya hingga saya melihat air hujan menetes dari jenggot beliau. (HR. Bukhari 1033)

Ketika membawakan hadis ini, Imam Bukhari memberikan judul bab dalam kitab shahinya,

باب من تمطر في المطر حتى يتحادر على لحيته

Bab orang yang menghujankan diri hingga air menetes di jenggotnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa tindakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghujankan diri beliau adalah suatu kesengajaan, dan bukan kebetulan. Karena andai beliau tidak sengaja, tentu beliau akan menyelesaikan khutbahnya ketika mendung kemudian berteduh. Namun beliau terus melanjutkan khutbahnya, ketika hujan turun, sampai membasahi jenggot beliau. (Simak Fathul Bari, 2/520).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka hujan-hujanan dalam rangka ngalap berkah.

Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat dari para sahabat, dan beliau memberikan judul bab,

مَنْ كَانَ يتمطّر فِي أوّلِ مطرةٍ

Orang yang hujan-hujanan ketika pertama kali turun hujan.

Selanjutnya Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat berikut,

عَن بُنَانَةَ ، أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يَتَمَطَّرُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Bunanah, bahwa Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hujan-hujanan di awal turunnya hujan.

عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَتَمَطَّرُ ، يُخْرِجُ ثِيَابَهُ حَتَّى يُخْرِجَ سَرْجَهُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma hujan-hujanan, beliau mengeluarkan pakaiannya, hingga pelananya di awal turunnya hujan.

عَنْ عَلِيٍّ ، أَنَّهُ كَانَ إذَا رأى الْمَطَرَ خَلَعَ ثِيَابَهُ وَجَلَسَ ، وَيَقُولُ : حدِيثُ عَهْدٍ بِالْعَرْشِ

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila beliau melihat hujan, beliau melepas bajunya lalu duduk. Sambil mengatakan, “Baru saja datang dari Arsy.”

(Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 8/554).

Juga firman Allah tabaaraka wa ta’ala :

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ * وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ * رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” [QS. Qaaf : 9-11]. 
Yang dimaksud dengan tanah yang mati ialah tanah yang tandus; setelah Allah menurunkan air hujan padanya, maka suburlah tanah itu dan menumbuhkan berbagai macam tetumbuhan yang subur lagi berbunga dan lain sebagainya yang memukaukan pandangan mata keindahannya, padahal sebelum itu tanah tersebut tidak ada tetumbuhannya. Maka setelah hujan diturunkan kepadanya, menjadi subur dan hijaulah karena tumbuh-tumbuhannya. Demikianlah perumpamaan hari berbangkit sesudah mati, dan demikianlah perumpamaan Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati di hari kemudian nanti.

Pemandangan serta bukti yang nyata ini merupakan sebagian dari kekuasaan Allah Swt. Yang Mahabesar, bahkan lebih besar daripada apa yang diingkari oleh orang-orang yang tidak percaya dengan adanya hari berbangkit. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ}

Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.(Al-Mu’min: 57)

{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَلَمْ يَعْيَ بِخَلْقِهِنَّ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى بَلَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya(bahkan) sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33)

Dan firman Allah Swt.:

{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan sebagian dari tanda-tanda-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)

Allah ta’ala menyebutkan hujan sebagai kebersihan dan rahmat, sebagaimana telah lalu penjelasannya. Allah juga menamainya dengan rizki, berdasarkan firman-Nya :

وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا

“Dan rizki yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya” [QS. Al-Jaatsiyyah : 5].

Al-Imam Al-Baghawiy rahimahullah berkata :

يعني الغيث الذي هو سبب أرزاق العباد.

“Yaitu hujan yang merupakan sebab diberikannya rizki seorang hamba”.

Bolehkah Dijadikan Obat?

Seperti yang kita tahu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka mencari berkah dengan turunnya hujan. Kita tidak tahu, apakah mereka melakukan semacam itu dalam rangka pengobatan atau sebatas mencari berkah. Hanya saja, zahir riwayat di atas menunjukkan bahwa mereka tidak minum air hujan itu. Mereka hanya hujan-hujanan, mandi dengan air hujan atau berwudhu dengan air hujan.

Karena itu, menjadikan air hujan sebagai obat dengan cara diminum, ini butuh dalil atau bukti secara ilmiah.

Dalam fatwa Islam, terdapat pertanyaan tentang hukum menjadi air hujan sebagai obat. Keterangan dalam fatwa islam,

فمن حرص على التعرض للمطر والإصابة منه بالغسل أو الشرب تبركا به ، فلا بأس عليه ولا حرج .ولكن لا ينبغي نسبة الشفاء إلى هذا الماء إلا بدليل ، وإن كانت البركة الثابتة لهذا الماء قد تنفع في العلاج ، ولكن لا نجزم بوقوع العلاج والشفاء ما لم يرد نص شرعي خاص به ، ولا ينبغي الجزم بذلك للناس

Orang yang hujan-hujanan atau mandi hujan atau meminumnya dalam rangka mencari berkah, hukumnya boleh dan tidak berdosa. Hanya saja, selayaknya tidak meyakini air ini sebaai obat, kecuali berdasarkan bukti. Meskipun keberkahan air hujan, bisa jadi bermanfaat untuk pengobatan. Akan tetapi, kita tidak menegaskan adanya unsur obat, selama tidak ada dalil yang secara khusus menyebutkan hal ini. Dan tidak selayaknya menegaskan hal itu kepada masyarakat. (Fatawa Islam, 164231)

Salah satu cara untuk menjaga kesehatan secara alami dan Islami adalah dengan memperbanyak minum air. Kenapa harus meminum air? Karena selain tubuh kita membutuhkan air, Allah juga memerintahkan agar kita dapat memberikan tubuh dengan air yang cukup.  
 
Air merupakan komponen terbanyak dalam tubuh kita, bahkan saat kita masih menjadi janin, kandungan air dalam tubuh hampir mendekati 100%, kemudian setelah lahir kandungan air dalam tubuh mulai berkurang menjadi 80%, saat dewasa menjadi 70%, dan ketika sudah lanjut usia bisa menjadi 50%. Fenomena semacam ini sudah dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاء بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا‎

“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (Qs. Al Furqan : 54)‎
 
Yang lebih mengejutkan lagi, kalau kita perhatikan bumi yang kita tempati ini, ternyata komponen yang terbanyak adalah air, bukankah lautan luasnya 3 kali lipat dari daratan? Sungguh Maha Benar Allah, jauh sebelumnya Allah telah menyatakan hal ini di dalam salah satu firman-Nya: ‎

 أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ (30) وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (31) وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (32) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (33) 

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.[QS. Al-Anbiyaa’ : 30-33].
 
Allah Swt. berfirman seraya mengingatkan (manusia) akan kekuasaan­Nya Yang Mahasempurna lagi Mahabesar dalam menciptakan segala sesuatu dan semua makhluk tunduk kepada Keperkasaan-Nya. Untuk itu disebutkan dalam ayat berikut:

{أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا}

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 30)

Yakni orang-orang yang mengingkari ketuhanan-Nya lagi menyembah yang lain bersama Dia. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah, Dialah Yang Maha Menyendiri dalam menciptakan makhluk-Nya, lagi Mahakuasa dalam mengatur makhluk-Nya. Maka apakah pantas bila Dia disembah bersama dengan yang selain-Nya, atau mempersekutukan-Nya dengan yang lain? Tidakkah mereka perhatikan bahwa langit dan bumi itu pada asalnya menyatu. Dengan kata lain, satu sama lainnya menyatu dan bertumpuk-tumpuk pada mulanya. Lalu keduanya dipisahkan dari yang lain, maka langit dijadikan-Nya tujuh lapis, bumi dijadikan-Nya tujuh lapis pula. Dia memisahkan antara langit yang terdekat dan bumi dengan udara, sehingga langit dapat menurunkan hujannya dan dapat membuat tanah (bumi) menjadi subur karenanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ}

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Al-Anbiya: 30)

Padahal mereka menyaksikan semua makhluk tumbuh sedikit demi sedikit dengan jelas dan gamblang. Semuanya itu menunjukkan adanya Pencipta, Yang Membuat semuanya, Berkehendak Memilih, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.

فَفِي كُلّ شَيْءٍ لَهُ آيَة ... تَدُلّ علَى أنَّه وَاحد ...

Pada segala sesuatu terdapat tanda (yang menunjukkan kekuasaan)-Nya, bahwa Dia adalah Maha Esa.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya, "Apakah pada permulaannya penciptaan malam lebih dahulu, ataukah siang lebih dahulu?" Ibnu Abbas menjawab, "Bagaimanakah menurut kalian, langit dan bumi saat keduanya masih menjadi satu, tentu di antara keduanya tiada lain kecuali hanya kegelapan. Demikian itu agar kalian mengetahui bahwa malam itu terjadi sebelum siang."

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Hatim dari Hamzah ibnu Abu Muhammad, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepadanya menanyakan langit dan bumi yang dahulunya suatu yang padu, lalu Allah memisahkan keduanya. Ibnu Umar berkata, " Pergilah kepada syekh itu, lalu tanyakanlah kepadanya, kemudian datanglah kamu kemari dan ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikatakannya." Lelaki itu pergi menemui Ibnu Abbas dan menanyakan masalah itu kepadanya. Ibnu Abbas menjawab, "Ya, memang dahulunya langit itu terpadu, tidak dapat menurunkan hujan; dan bumi terpadu (dengannya) sehingga tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Setelah Allah menciptakan bagi bumi orang yang menghuninya, maka Dia memisahkan langit dari bumi dengan menurunkan hujan, dan memisahkan bumi dari langit dengan menumbuhkan tetumbuhan." Lelaki itu kembali kepada Ibnu Umar dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas. Maka Ibnu Umar berkata, "Sekarang aku mengetahui bahwa Ibnu Abbas telah dianugerahi ilmu tentang Al-Qur'an. Dia benar, memang demikianlah pada asal mulanya." Ibnu Umar mengatakan, "Sebelumnya aku sering mengatakan bahwa betapa beraninya Ibnu Abbas dalam menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku mengetahui bahwa dia benar-benar telah dianugerahi ilmu takwil Al-Our'an."

Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa langit ini dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu, tidak dapat menurunkan hujan, lalu menurunkan hujan. Bumi ini juga dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan, lalu dijadikan dapat menumbuhkan tetumbuhan.

Ismail ibnu Abu Khalid mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Saleh Al-Hanafi tentang makna firman-Nya: bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang terpadu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al-Anbiya: 30) Bahwa langit dahulunya menyatu, lalu dipisahkan menjadi tujuh lapis langit; dan bumi dahulunya menyatu, lalu dipisah-pisahkan menjadi tujuh lapis.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, hanya ditambahkan dalam riwayatnya bahwa langit dan bumi menjadi tidak saling berkaitan.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan, bahkan langit dan bumi pada mulanya saling melekat; setelah langit ditinggikan dan ditampakkan darinya bumi ini, maka kejadian inilah yang disebutkan 'pemisahan' dalam Al-Qur'an.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa langit dan bumi merupakan suatu yang terpadu, lalu dipisahkan di antara keduanya oleh udara ini.

Firman Allah Swt.:

{وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ}

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30)

Yakni air merupakan asal mula dari semua makhluk hidup.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَمَاهِرِ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنِ أَبِي مَيْمُونَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِذَا رَأَيْتُكَ قَرَّتْ عَيْنِي، وَطَابَتْ نَفْسِي، فَأَخْبِرْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ، قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw., "Wahai Nabiyullah, apabila aku melihatmu pandanganku menjadi tenang dan hatiku senang. Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah Saw. bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air.

وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي، وَقَرَّتْ عَيْنِي، فَأَنْبِئْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ. قَالَ: "كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ" قَالَ: قُلْتُ: أَنْبِئْنِي عَنِ أَمْرٍ إِذَا عملتُ بِهِ دَخَلَتُ الْجَنَّةَ. قَالَ: "أفْش السَّلَامَ، وَأَطْعِمِ الطَّعَامَ، وصِل الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، ثُمَّ ادْخُلِ الجنَّة بِسَلَامٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apabila aku melihatmu, jiwaku merasa senang dan pandangan mataku merasa tenang. Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah Saw. bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air. Aku berkata lagi, "Ceritakanlah kepadaku tentang suatu amalan yang bila kukerjakan dapat mengantarkan diriku untuk masuk surga." Rasulullah Saw. bersabda: ‎Sebarkanlah salam, berilah makan, bersilaturahmilah, dan salatlah di malam hari di saat manusia sedang tidur, maka kamu dapat masuk surga dengan selamat.

Abdus Samad dan Affan serta Bahz telah meriwayatkan hadis ini dari Hammam. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sanadnya sesuai dengan syarat ‎Sahihain, hanya Abu Maimunah adalah salah seorang perawi kitab sunan, nama aslinya Sulaim. Imam Turmuzi menilainya sahih. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan hadis ini secara mursal dari Qatadah.

Firman Allah Swt.:

{وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ}

Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung. (Al-Anbiya: 31)

Yaitu gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar bumi stabil dan tetap, supaya tidak guncang bersama manusia. Yakni agar bumi tidak bergoyang dan terjadi gempa yang akan membuat manusia hidup tidak tenang di permukaannya. Bumi itu tenggelam di dalam air kecuali hanya seperempatnya saja yang menonjol di atas permukaan air untuk mendapat udara dan sinar matahari, agar penduduknya dapat melihat langit dan segala sesuatu yang ada padanya berupa tanda-tanda yang memukaukan dan hikmah-hikmah serta dalil-dalil yang menunjukkan akan kekuasaan­Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

{أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ}

supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka. (Al-Anbiya: 31)

Maksudnya, agar bumi tidak mengguncangkan mereka.
{وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا}

dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31)

Yakni celah-celah di gunung-gunung itu yang dapat mereka jadikan sebagai jalan-jalan dari suatu daerah ke daerah yang lain dan dari suatu kawasan ke kawasan yang lain. Seperti halnya yang kita saksikan, bahwa gunung itu menjadi pembatas alam antara satu negeri dengan negeri yang lain. Maka Allah menjadikan padanya celah-celah dan lereng-lereng agar manusia dapat menempuhnya dari suatu negeri ke negeri lainnya dengan melaluinya. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:

{لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ}

agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya: 31)

Adapun firman Allah Swt.:
{وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا}

Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (Al-Anbiya: 32)

Yakni di atas bumi, langit bagaikan kubah (atap)nya. Seperti halnya yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

{وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ}

Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (Adz-Dzariyat: 47)

Dan Allah Swt. berfirman:
{وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا}

dan langit serta pembinaannya. (Asy-Syams: 5)

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

{أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ}

Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? (Qaf: 6)

Al-bina artinya pilar kubah, seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"بُنِي الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ"

Islam dibangun di atas lima pilar.

Maksudnya, lima buah pilar penyangga. Hal ini tiada lain menurut kebiasaan orang-orang Arab disebutkan untuk bangunan kemah.
Mahfuzan, artinya yang terpelihara; yakni tinggi dan terjaga agar tidak dapat dicapai.
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ditinggikan.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكي، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنِ أَبِيهِ، عَنِ أَشْعَثَ -يَعْنِي ابْنَ إسحاق القُمِّي-عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ السَّمَاءُ، قَالَ: "مَوْجٌ مَكْفُوفٌ عَنْكُمْ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as (yakni Ibnu Ishaq Al-Qummi), dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah langit ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Gelombang yang dicegah dari kalian (agar tidak runtuh menimpa kalian)."
Sanad hadis berpredikat garib.

Firman Allah Swt.:
{وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ}

sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32)

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:

{وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ}

Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedangkan mereka berpaling dari padanya. (Yusuf: 105)

Yakni mereka tidak mau memikirkan tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah padanya (langit), seperti luasnya yang sangat besar dan ketinggiannya yang tak terperikan, bintang-bintang yang menghiasinya —baik yang tetap maupun yang beredar— yang tampak di malam dan siang harinya dari matahari ini yang menempuh cakrawala langit seluruhnya dalam waktu sehari semalam, maka matahari beredar dengan kecepatan yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dari Allah yang telah mengadakannya, menundukkannya dan memperjalankannya, begitu pula dengan matahari dan rembulannya.

Ibnu Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil melakukan tana brataselama tiga puluh tahun. Seseorang dari mereka bila melakukan ibadah selama tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh awan. Tetapi ada seseorang dari mereka yang sudah menjalani ibadahnya selama tiga puluh tahun, namun masih juga tidak ada awan yang menaunginya, tidak seperti yang terjadi pada teman-temannya. Lalu lelaki itu mengadu kepada ibunya tentang apa yang dialaminya. Maka ibunya menjawab, "Hai anakku, barangkali engkau berbuat dosa dalam masa ibadahmu itu?" Ia menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah melakukan suatu dosa pun." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu berniat akan melakukan dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah berniat seperti itu." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat kepalamu ke arah langit, lalu menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia menjawab, "Ya, saya sering melakukan hal itu." Ibunya berkata, "Itulah kesalahan yang kamu lakukan."

Kemudian Ibnu Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang. (Al-Anbiya: 33)

Yakni malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari dengan cahaya dan keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang, dan yang lainnya lebih pendek. Begitu pula sebaliknya.
{وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ}

matahari dan bulan. (Al-Anbiya: 33)

Matahari mempunyai cahaya tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan kelihatan mempunyai cahaya yang berbeda serta garis edar yang berbeda pula. Masing-masing menunjukkan waktu yang berbeda.
كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Al-Anbiya: 33)
Yaitu beredar.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar pada garis edarnya, sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar pada falkah(bandul)nya.
Mujahid mengatakan bahwa alat tenun tidaklah berputar kecuali bila bandulnya berputar; begitu pula bandul alat tenun, ia tidak berputar kecuali bila alat tenunnya berputar. Demikian pula bintang-bintang, matahari dan bulan, semuanya beredar pada garis edarnya masing-masing dengan teratur dan rapi (sehingga tidak terjadi tabrakan). Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan)matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:96)

Ayat Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kalau kita ingin hidup yang lebih sempurna dan lebih sehat hendaknya kita mengkomsumsi air dalam jumlah yang cukup, baik untuk diminum, atau untuk membersihkan diri dan lingkungan, maupun untuk bersuci.
 
Para ahli menjelaskan bahwa air merupakan komponen utama sel, jaringan, dan organ manusia. Penurunan total cairan tubuh bisa menyebabkan penurunan volume cairan, baik intrasel maupun ekstrasel, yang dapat berimbas pada kegagalan organ, bahkan kematian.
 
Selain itu, air diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran nafas, usus, penyakit kewanitaan, bahkan bisa mengobati penyakit stroke.
 
Seseorang yang  mandi pada pagi hari dengan air, maka peredaran darahnya akan membaik sehingga tubuh terasa lebih bugar, produksi sel darah putih dalam tubuh akan meningkat, begitu juga produksi hormon testosteron pada pria dan hormon estrogen pada wanita ikut meningkat juga, serta memberikan kekebalan terhadap virus.
 
Al Qur’an telah nenyampaikan kepada kita suatu cairan yang paling berkualitas, yaitu air yang berfungsi untuk membersihkan segala sesuatu. Allah swt  berfirman:
 
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا * لِنُحْيِيَ بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا وَنُسْقِيَهُ مِمَّا خَلَقْنَا أَنْعَامًا وَأَنَاسِيَّ كَثِيرًا * وَلَقَدْ صَرَّفْنَاهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوا فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا

“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)” [QS. Al-Furqaan : 48-50].
 
Di sisi lain, ternyata Allah swt di dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an, menjelaskan bahwa bumi yang kering dan mati bisa dihidupkan lagi dengan turunnya hujan dari langit, sehingga bumi tersebut menjadi subur kembali dan menumbuhkan berbagai macam tanaman yang bisa dimakan oleh manusia dan binatang-binatang yang lain. Sungguh Maha Besar Allah yang telah mengatur demikian rapinya kehidupan mahluk di muka bumi ini.
 
Bahkan secara gamblang, Allah menjelaskan fungsi air hujan yang diturunkan di muka bumi ini untuk berlangsungnya kehidupan kaum muslimin. Allah berfirman:
 
إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنزلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ

“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kakimu“ (Qs Al Anfal:11)
 
Demikian secara sekilas fungsi air yang disebutkan oleh Al Qur’an, mudah-mudahan dengan selalu mengkomsusi air, tubuh kita sehat selalu, ibadah kita lancar serta lingkungan kita menjadi bersih, yang selanjutnya akan membawa kebahagian kita di dunia dan akhirat.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...