Selasa, 12 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Busana Dan Pakaian

 

Salah satu perbedaan sistem Islam dengan sistem Kapitalis adalah bahwa sistem Kapitalis memandang persoalan sosial dan rumah tangga dianggap sebagai masalah ekonomi, sedangkan sistem Islam masalah-masalah di atas dibahas tersendiri dalam hukum-hukum seputar interaksi pria-wanita (nizhâm al-ijtima’iyyah). Misalnya dalam sistem kapitalisme tidak ada istilah zina jika laki-laki dan perempuan melakukan hubungan suami isteri tanpa ikatan pernikahan asal dilakukan suka-sama suka atau saling menguntungkan sebaliknya disebut pelecehan seksual dan pelakunya dapat diajukan ke pengadilan jika seorang suami memaksa dilayani oleh seorang isteri sementara isterinya menolak.

Karena itu dalam persoalan pakaian antara penganut sistem kapitalis dan sistem Islam jelas perbeda. Dalam sistem kapitalis pakaian dianggap sebagai salah satu ungkapan kepribadian, sebagai unsur penarik lawan jenis dan karena itu memiliki nilai ekonomis. Bentuk tubuh seseorang –apalagi wanita– sangat berpengaruh terhadap makna kebahagiaan dan masa depan.

Adapun Islam menganggap bahwa pakaian digunakan memiliki karakteristik yang sangat jauh dari tujuan ekonomis apalagi yang mengarah pada pelecehan penciptaan makhluk Allah.

عَنْ عَبْدِالْعَزِيْزِبن اَبِيْ رَوَّادِ عَنْ سَاِلِم بن عَبْدِاللهِ عَنْ اَبِيْهِ عَنِ النَّبِيْ صَلَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم قَالَ: الْإِسْبَالُ فِيْ الْاِزَارِوَالْقَمِيْصِ وَالْعِمَا مَةِ مِنْ جَرَّمِنْهَا شَيأخيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرُاللهِ اَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ (اخرجه ابوداود)

Artinya: Dari Abdul Aziz bin Abu Ruwad, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Nabi SAW bersabda:” hendaknya dipanjangkaan sarung, baju, dan sorban, barang siapa memanjangkan sesuatu darinya karena sombong Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (H.R Abu Daud)‎

Pakaian yang dikenakan oleh seorang hamba memiliki nilai ibadah di sisi Allah Ta’ala. Dia dan Rasul-Nya telah menetapkan kaidah umum dalam berpakaian, yang intinya adalah menutup aurat seorang hamba. Melalui cara berpakaian, sesungguhnya Allah berkehendak memuliakan manusia sebagai makhluk yang mulia dan sebagai identitas keislaman seseorang.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 26:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat kalian dan perhiasan bagi kalian.Tetapi pakaian takwa, itulah yanglebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka ingat.”
Fungsi utama pakaian adalah untuk menutupi aurat, yaitu bagian tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain kecuali yang dihalalkan dalam agama. Dandianjurkan untuk berpakaian terbaik yang dimilikinya dengan tidak berlebihan.
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ »

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga seorangperempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian.” (HR. Muslim)
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 31:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kalian yang indah pada setiap kalian ke masjid (Tempat ibadah) dan makanlah serta minumlah oleh kaliandan jangan pula kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut tentang segala yang berhubungan dengan tema makalah ini yakni “Pakaian”. Adapun yang akan diuraikan adalah pengertian dari pakaian, syarat-syarat berpakaian menurut syari’at Islam, fungsi dari pakaian,warna pakaian yang disukai Rasulullah serta etika dalam berpakaian.‎

عَنْ اِبْنِ عَبَاسٍ قَالَ:قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَم:الْبَسُوْمِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ؛ فَاِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِياَبِكُمْ, وَكَفِّنُوْافِيْهَا مَوْتاَكُمْ (اخرجه أبوداودوالترمذي والطبراني)

Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “pakailah pakaian berwarna putih. Karena pakaian putih adalah pakaian yang paling baik. Dan kafanilah orang yang meninggal dengan kain putih.”(H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

وَعَنْ اَبِيْ رِمْثَه رِفاَعَة التَّيْمِيْ ـ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ ـ, قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَم ـ وَعَلَيْهِ ثَوْبَانِ أخْضَرَانِ. (رواه أبو داودوالترمذي بإسنادصحيح)

Artinya: Dari Abu Rimtsah Rifaah at-taimiy R.A. Ia berkata: “saya pernah melihat Rasulullah SAW.memakai dua baju yang hijau”(H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ : أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم دَخَلَ عَامَ الْفَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَا مَةٌ سَوْدَاءُ (رواه داود)

Artinya: Dari Jabir R.A., ia berkata:”ketika Rasulullah SAW. memasuki kota makkah pada hari penaklukannya, beliau memakai sorban hitam”(H.R Abu Daud).‎

عَنْ عَبْدِالْعَزِيْزِبن اَبِيْ رَوَّادِ عَنْ سَاِلِم بن عَبْدِاللهِ عَنْ اَبِيْهِ عَنِ النَّبِيْ صَلَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم قَالَ: الْإِسْبَالُ فِيْ الْاِزَارِوَالْقَمِيْصِ وَالْعِمَا مَةِ مِنْ جَرَّمِنْهَا شَيأخيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرُاللهِ اَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ (اخرجه ابوداود)

Artinya: Dari Abdul Aziz bin Abu Ruwad, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Nabi SAW bersabda:” hendaknya dipanjangkaan sarung, baju, dan sorban, barang siapa memanjangkan sesuatu darinya karena sombong Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (H.R Abu Daud)

وَعَنْ البَرَئِ رَضِيَّ االلهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلًيْهِ وَسَلَمَ مَرْبُوْعًا وَلَقَدْ رَاَيْتُهُ فِيْ حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَاَيْتُ شَيْأً قَطُّ اَحْسَنَ مِنْهُ (اخرجه ابوداود)

Artinya: Dari Al Barra bin Azib R.A., ia berkata: “Tubuh Rasulullah SAW. berukuran sedang. Saya pernah melihat beliau mengenakan kain merah, dan belum pernah melihat orang yang lebih tampan dari beliau.”(H.R Abu Daud)

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ : اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم قَالَ اِذَا اَنْتَعَلَ اَحَدْكُمْ فَلْيَبْدَأ بِا لْيَمِيْنِ وَإِذَانَزَعَ فَالْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ وَالْتَكُنُ الْيَمِنِى أَوْ لَهُماَ يُنْتَعَلُ وَآخِرَهُمَايُنْزَعُ(اخرجه ابوداودوالترمذي وقال أبو عيسى هذاحديث حسن صحيح)
Artinya: dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda” kalau kamu memakai sandal, pasang yang kanan terlebih dahulu tetapi kalau membukanya yang kiri buka dahulu, jadi yang kanan adalah pertama dipasang dan yeng kiri terakhir dibuka.”(HR Abu Daud dan Tirmidzi, dan Abu Isa berkata ini hadits hasan shahih).
KAIDAH UMUM PAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH
Standar berpakaian itu ialah takwa yaitu pemenuhan ketentuan-ketentuan agama. Berbusana muslim dan muslimah merupakan pengamalan akhlak terhadap diri sendiri, menghargai dan menghormati harkat dan martabat dirinya sendiri sebagai makhluk yang mulia. 

Berikut adalah kaidah umum tentang cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam yang mulia:
1- Pakaian harus menutup aurat, longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada dibaliknya.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ

“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutup aurat.”
2- Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.”(HR. al-Bukhari)
3- Pakaian tidak merupakan pakaian syuhroh (untuk ketenaran).
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab sunannya:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu ia berkata bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’I dan Ibnu Majah)
Ibn al-Atsir rahimahullah menerangkan, pakaian syuhroh (ketenaran) adalah pakaian yang menjadi terkenal di masyarakat karena warnanya berbeda dengan warna pakaian mereka, sehingga pandangan manusia tertuju kepadanya dan dia bergaya dengan kebanggan dan kesombongan.
Dalam tahqiq sunan Ibnu Majah, Muhammad Fu’ad Abdul Baaqi menjelaskan:

( ثوب شهرة ) أي ثوب يقصد به الاشتهار بين الناس. سواء كان الثوب نفيسا يلبسه تفاخرا بالدنيا وزينتها أو خسيسا يلبسه إظهارا للزهد والرياء. ( ثوب مذلة ) من إضافة السبب إلى المسبب. أو بيانية تشبيها للمذلة بالثوب في الاشتمال

(Pakaian ketenaran) yaitu pakaian yang dimaksudkan untuk tenar di mata manusia, baik pakaian itu adalah pakaian mahal yang dikenakannya karena kebanggaan terhadap dunia serta perhiasannya atau pakaian rendah yang mengenakannya untuk menampakan zuhud dan riya. (Pakaian kehinaan) yaitu penisbatan sebab dengan yang menjadikan sebab atau penjelasan akankehinaan dalam pakaian dengan mengenakannya.
As-Sarkhasi rohimahulloh mengatakan, “Maksud hadis, seseorang tidak boleh memakai pakaian yang sangat bagus dan indah, sampai mengundang perhatian banyak orang. Atau memakai pakaian yang sangat jelek –lusuh-, sampai mengundang perhatian banyak orang. Yang pertama, sebabnya karena berlebihan sementara yang kedua karena menunjukkan sikap terlalu pelit. Yang terbaik adalah pertengahan.” (al-Mabsuth, 30:268)
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata :
قال ابن الأثير : الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir berkata : ‘Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur” [Nailul-Authaar, 2/111 – via Syamilah].
Beberapa ulama menjelaskan bahwa diantara syuhrah yang dilarang dalam hadits adalah menyelisihi pakaian penduduk negerinya tanpa ‎‘udzur.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ، عَنِ الْحُصَيْنِ، قَالَ: كَانَ زُبَيْدٌ الْيَامِيُّ يَلْبَسُ بُرْنُسًا، قَالَ: فَسَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ عَابَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ كَانُوا يَلْبَسُونَهَا، قَالَ: " أَجَلْ ! وَلَكِنْ قَدْ فَنِيَ مَنْ كَانَ يَلْبَسُهَا، فَإِنْ لَبِسَهَا أَحَدٌ الْيَوْمَ شَهَرُوهُ، وَأَشَارُوا إِلَيْهِ بِالأَصَابِعِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari Al-Hushain, ia berkata : Dulu Zubaid Al-Yaamiy pernah memakai burnus (sejenis tutup kepala). Lalu aku mendengar Ibraahiim mencelanya karena perbuatannya yang memakai burnus tersebut. Aku berkata kepada Ibraahiim : “Sesungguhnya orang-orang dulu pernah memakainya”. Ibraahiim berkata : “Ya. Akan tetapi orang-orang yang memakainya sudah tidak ada lagi. Apabila ada seseorang yang memakainya hari ini, maka ia berbuat syuhrah dengannya. Lalu orang-orang berisyarat dengan jari-jari mereka kepadanya (karena heran)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25655; sanadnya shahih].
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata :
فالذى ينبغى للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى زيهم ضرب من الشهرة
“Yang seharusnya dilakukan seseorang adalahia berpakaian di setiap masa dengan pakaian orang-orang yang hidup di masa tersebutsepanjang tidak terkandung dosa, karena penyelisihan terhadap pakaian yang dipakai oleh orang banyak termasuk syuhrah” [Syarh Shahih Al-Bukhaariy, 17/144 – via Syamilah].
Al-Mardawiy rahimahullah berkata :‎

يكره لبس ما فيه شهرة, أَو خلاف زي بلده من الناس, على الصحيح من المذهب
“Dimakruhkan memakai sesuatu yang menimbulkan syuhrah/popularitas atau menyelisihi pakaian penduduk negeri setempat berdasarkan pendapat yang shahih dari madzhab (Hanaabilah)” [Al-Inshaaf, 2/263].
As-Safaariiniy rahimahullah berkata :
ونص الإمام أحمد رضي الله عنه على أنه لا يحرم ثوب الشهرة ، فإنه رأى رجلا لابسا بردا مخططا بياضا وسوادا ، فقال : ضع هذا ، والبس لباس أهل بلدك ، وقال : ليس هو بحرام ، ولو كنت بمكة ، أو المدينة لم أعب عليك . قال الناظم رحمه الله : لأنه لباسهم هناك
“Dan Al-Imaam Ahmad radliyallaahu ‘anhu bahwa beliau tidak mengharamkan pakaian ‎syuhrah. ‎Beliau pernah melihat seorang laki-laki yang memakai kain dengan motif garis-garis putih dan hitam, lalu berkata : “Lepaskanlah kain ini dan pakaialah pakaian penduduk negerimu”. Beliau kembali berkata : “Memakainya tidaklah haram. Seandainya engkau berada di Makkah atau di Madiinah, maka tidak mengapa engkau memakainya”.An-Naadhim (Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdil-Qawiy Al-Mardawiy Al-Hanbaliy) ‎rahimahullah berkata : “Karena ia merupakan pakaian mereka di sana” [Ghidzaaul-Albaab, 2/126].‎
أنه يكره له لبس غير زي بلده بلا عذر كما هو منصوص الإمام 
“Dibenci baginya memakai pakaian yang bukan model pakaian (penduduk) negerinya tanpa‘udzur, sebagaimana dikatakan oleh Al-Imaam (Ahmad)” [idem, 2/182].

4- Tidak menyerupai pakaian khas orang-orang non muslim.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَعَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا »

Dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam meihatku mengenakan dua kain berwarna merah (karena dicelup dengan tanaman usfur) lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,’Sesungguhnya itu adalah pakaian orang-orang kafir maka janganlah engkau kenakan.” (HR. Muslim)
5- Jangan memakai pakaian bergambar makhluk yang bernyawa.
Imam Muslim meriwayatkan:

عَنْ أَبِى طَلْحَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ ».

Dari Abu Thalhah, dari Nabishallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan gambar.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiallahu anha berkata, “Rasulallah shallallahu alaihi wasallam datang dari bepergian, sedangkan aku telah menutupi sebuah rak-ku dengan tirai yang ada gambar-gambarnya. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melihatnya, beliau menariknya dan bersabda. "Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menandingi dengan ciptaan Allah". Aisyah mengatakan: "Lalu kami jadikan tirai itu sebuah bantal atau dua buah bantal". (HR. Bukhari)
Kaidah dan syarat-syarat pakaian muslim di atas juga berlaku bagi pakaian muslimah. Hanya saja, ada syarat khususyang harus dipenuhi khusus bagi muslimah, diantaranya adalah:

Menutup seluruh tubuh wanita termasuk wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang tepat akan wajibnya cadar‎
Berbahan lebar dan tidak sempit karena bahan yang sempit dapat membentuk tubuh wanita dan ini bertentangan dengan tujuan dari hijab dan tujuan ini tidaklah bisa direalisasikan kecuali dengan baju yang berbahan lebar.‎
Berbahan tebal dan tidak tipis yang dapat menjadikan apa yang ada dibalik pakaian itu terlihat (transparan)
Tidak terdapat berbagai hiasan di pakaian tersebut. Dilarang bagi seorang wanita untuk mengenakan pakaian bermotif atau terdapat hiasan-hiasan yang berlebihan  karena termasuk tabaruj.
Adapun seorang wanita yang mengenakan celana panjang longgar dan tidak transparan, maka apabila dia juga mengenakan pakaian panjang yang juga longgar dan tidak transparan hingga menutupi bagian tubuhnya dari atas hingga bawah atau lututnya sehingga tetap menutupi aurat seluruh tubuhnya kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya maka tidaklah dilarang.‎

HUKUM ISBAL

Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala” yang bermakna menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnu al-Aroby rahimahullah dan selainnya adalah, “memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak.”
Dalam Islam, isbal dilarang baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulallah shollAllahu alaihi wa sallam yang sangat banyak. Larangan untuk melakukan Isbal adalah larangan yang bersifat umum,apakah karena sombong atau tidak. Itu sama saja dengan keumuman nash. Tapi, bila dilakukan karena sombong maka hal itu lebih keras lagi kadar keharamannya dan lebih besar dosanya.
DALIL-DALIL LARANGAN ISBAL
Berikut dalil-dalil yang menjelaskan larangan isbal. Semoga menjadi hidayah bagi orang-orang yang mencari kebenaran.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّار

Dari Abu Huroiroh radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki dari pakaian (sarung) adalah di dalam Neraka”(HR. al-Bukhori)
Hadits ini menunjukkan larangan isbal. Maka tidak diperkenankan celana, sarung pakaian atau sejenisnya terlalu panjang hingga menutup mata kaki. Nash ini menunjukan larangan secara umu, baik pelakunya sombong ataupun tidak. 

Adapun jika pelakunya melakukan isbal karena sombong maka larangannya lebih berat lagi dan termasuk dosa besar.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَيَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ.

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Allah tidak akan melihat (pada hari kiamat) orang yang melabuhkan pakaiannya karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ » قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَ مِرَارٍ. قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ ».

Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata, “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulallah?” Rasulallah menjawab: “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa'i, dan ad-Darimi 2608)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلاَء.

Dari Abdulloh bin Umar radhallahu anhuma, dari Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti.” Abu Bakar berkata: Wahai Rasulallah, sesungguhnya aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya.” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena kesombongan.” (HR. al-Bukhori)
Banyak ulama yang menjelaskan bahwa isbal itu haram secara mutlak, baik karena sombong maupun tidak sombong.

Syaikh Bakr Abu Zaid rohimahulloh berkata, "Dan Hadist-hadist tentang pelarangan isbal mencapai derajat Mutawatir Makna, tercatum dalam kitab-kitab shohih, Sunan-sunan ataupun Musnad-musnad, diriwayatkan banyak sekali oleh sekelompok sahabat.” Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga 21 (dua puluh satu) orang. Lanjutya, "Seluruh hadist tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena didalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan maka diharamkan, termasuk dosa besar, tidak bisa dihapus dan diangkat hukumnya termasuk hukum-hukum syar’I yang kekal pengharamanya". (Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh Hlm.19).
Sedangkan pendapat para ulama yang tidak mengharamkan isbal asalkan bukan karena riya, di antaranya adalah pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang yang dengan sukses menulis syarah (penjelasan) kitab Shahih Bukhari. Kitab beliau ini boleh dibilang kitab syarah yang paling masyhur dari Shahih Bukhari. Beliau adalah ulama besar dan umat Islam berhutang budi tak terbayarkan kepada ilmu dan integritasnya.

Khusus dalam masalah hukum isbal ini, beliau punya pendapat yang tidak sama dengan Syeikh Bin Baz yang hidup di abad 20 ini. Beliau memandang bahwa haramnya isbal tidak bersifat mutlak. Isbal hanya haram bila memang dimotivasi oleh sikap riya’. Isbal halal hukumnya bila tanpa diiringi sikap itu.

Ketika beliau menerangkan hukum atas sebuah hadits tentang haramnya isbal, beliau secara tegas memilah maslah isbal ini menjadi dua. Pertama, isbal yang haram, yaitu yang diiringi sikap riya’. Kedua, isbal yang halal, yaitu isbal yang tidak diiringi sikap riya’. Berikut petikan fatwa Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

وفي هذه الأحاديث أن إسبال الإزار للخيلاء كبيرة, وأما الإسبال لغير الخيلاء فظاهر الأحاديث تحريمه أيضا, لكن استدل بالتقييد في هذه الأحاديث بالخيلاء على أن الإطلاق في الزجر الوارد في ذم الإسبال محمول على المقيد هنا, فلا يحرم الجر والإسبال إذا سلم من الخيلاء

Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa isbal izar karena sombong termasuk dosa besar. Sedangkan isbal bukan karena sombong (riya’), meski lahiriyah hadits mengharamkannya juga, namunhadits-hadits ini menunjukkan adalah taqyid (syarat ketentuan) karena sombong. Sehingga penetapan dosa yang terkait dengan isbal tergantung kepada masalah ini. Maka tidak diharamkan memanjangkan kain atau isbalasalkan selamatdari sikap sombong. (Lihat Fathul Bari, hadits 5345)

Al-Imam An-Nawawi

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah adalah ulama besar di masa lalu yang menulis banyak kitab, di antaranya Syarah Shahih Muslim. Kitab ini adalah kitab yang menjelaskan kitab Shahih Muslim. Beliau juga adalah penulis kitab hadits lainnya, yaitu ‎Riyadhus-Shalihin yang sangat terkenal ke mana-mana. Termasuk juga menulis kitab hadits sangat populer, Al-Arba’in An-Nawawiyah. Juga menulis kitab I’anatut-Thalibin dan lainnya.

Di dalam Syarah Shahih Muslim, beliau menuliskan pendapat:

وأما الأحاديث المطلقة بأن ما تحت الكعبين في النار فالمراد بها ما كان للخيلاء, لأنه مطلق, فوجب حمله على المقيد. والله أعلم

Adapun hadits-hadits yang mutlak bahwa semua pakaian yang melewati mata kaki di neraka, maksudnya adalah bila dilakukan oleh orang yang sombong. Karena dia mutlak, maka wajib dibawa kepada muqayyad, wallahu a’lam.

والخيلاء الكبر. وهذا التقييد بالجر خيلاء يخصص عموم المسبل إزاره ويدل على أن المراد بالوعيد من جره خيلاء. وقد رخص النبي صلى الله عليه وسلم في ذلك لأبي بكر الصديق رضي الله عنه, وقال, " لست منهم " إذ كان جره لغير الخيلاء

Dan Khuyala’ adalah kibir (sombong). Dan pembatasan adanya sifat sombong mengkhususkan keumuman musbil (orang yang melakukan isbal) pada kainnya, bahwasanya yang dimaksud dengan ancaman dosa hanya berlaku kepada orang yang memanjangkannya karena sombong. Dan Nabi SAW telah memberikan rukhshah (keringanan) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra seraya bersabda, "Kamu bukan bagian dari mereka." Hal itu karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong.

Maka klaim bahwa isbal itu haram secara mutlak dan sudah disepakati oleh semua ulama adalah klaim yang kurang tepat. Sebab siapa yang tidak kenal dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Imam An-Nawawi rahimahumallah. Keduanya adalah begawan ulama sepanjang zaman. Dan keduanya mengatakan bahwa isbal itu hanya diharamkan bila diiringi rasa sombong.

Maka haramnya isbal secara mutlak adalah masalah khilafiyah, bukan masalah yang qath’i atau kesepakatan semua ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Dan itulah realitasnya.

Pendapat mana pun dari ulama itu, tetap wajib kita hormati. Sebab menghormati pendapat ulama, meski tidak sesuai dengan selera kita, adalah bagian dari akhlaq dan adab seorang muslim yang mengaku bahwa Muhammad SAW adalah nabinya. Dan Muhammad itu tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlaq.

Pendapat mana pun dari ulama itu, boleh kita ikuti dan boleh pula kita tinggalkan. Sebab semua itu adalah ijtihad. Tidak ada satu pun orang yang dijamin mutlak kebenaran pendapatnya, kecuali alma’shum Rasulullah SAW. Selama seseorang bukan nabi, maka pendapatnya bisa diterima dan bisa tidak.

Bila satu ijtihad berbeda dengan ijtihad yang lain, bukan berarti kita harus panas dan naik darah. Sebaliknya, kita harus mawas diri, luas wawasan dan semakin merasa diri bodoh. Kita tidak perlu menjadi sok pintar dan merasa diri paling benar dan semua orang harus salah. Sikap demikian bukan ciri thalabatul ilmi yang sukses, sebaliknya sikap para juhala’ (orang bodoh) yang ilmunya terbatas.

Semoga Allah SWT selalu menambah dan meluaskan ilmu kita serta menjadikan kita orang yang bertafaqquh fid-din, Amin Ya Rabbal ‘alamin.

PENGAMALAN NABI DAN SAHABATNYA
Rasulallah shallallahu alaihi wasallam dan sahabatnya adalah tauladan dalam memahami dan mengamalkan Islam. Berikut adalah beberapa riwayat tentang pakaian mereka yang tidak isbal dan ini juga termasuk dalil akan wajibnya untuk tidak isbal.
Dari Utsman bin ‘Affaan rodhiAllahu anhu berkata, “Kain Nabi shallallahu alaihi wasalla sampai ke tengah betisnya.” (HR. Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى عَضَلَةِ سَاقَيْهِ، ثُمَّ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ، ثُمَّ إِلَى كَعْبَيْهِ، فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فِي النَّارِ »

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Kain seorang mukmin adalah sampai otot kedua betisnya, kemudian sampai pertengahan betisnya dan kemudian sampai kedua mata kakinya. Dan kain yang menjulur melebihi (mata kaki) adalah di Neraka.” (HR. Ahmad)

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:«إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ، لَا جُنَاحَ -أَوْ لَا حَرَجَ- عَلَيْهِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ »

Dari Abu Sa’id berkata: Saya telah mendengar Rasulallah shallallahu alaihi wasalla bersabda, “Kainnya seorang mu’min adalah sampai kedua betisnya, tidak mengapa antara betis dengan dua mata kaki.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِى إِزَارِى اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ « يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ ». فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ « زِدْ ». فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ إِلَى أَيْنَ فَقَالَ أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ.

Dari Ibn Umar radhiallahu anhu berkata: Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.” (HR. Muslim dan Ahmad)

عَنْ اِبْنِ عَبَاسٍ قَالَ:قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَم:الْبَسُوْمِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ؛ فَاِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِياَبِكُمْ, وَكَفِّنُوْافِيْهَا مَوْتاَكُمْ (اخرجه أبوداودوالترمذي والطبراني)

Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “pakailah pakaian berwarna putih. Karena pakaian putih adalah pakaian yang paling baik. Dan kafanilah orang yang meninggal dengan kain putih.”(H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

وَعَنْ اَبِيْ رِمْثَه رِفاَعَة التَّيْمِيْ ـ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ ـ, قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَم ـ وَعَلَيْهِ ثَوْبَانِ أخْضَرَانِ. (رواه أبو داودوالترمذي بإسنادصحيح)

Artinya: Dari Abu Rimtsah Rifaah at-taimiy R.A. Ia berkata: “saya pernah melihat Rasulullah SAW.memakai dua baju yang hijau”(H.R Abu Daud dan Tirmidzi)

وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ : أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم دَخَلَ عَامَ الْفَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَا مَةٌ سَوْدَاءُ (رواه داود)

Artinya: Dari Jabir R.A., ia berkata:”ketika Rasulullah SAW. memasuki kota makkah pada hari penaklukannya, beliau memakai sorban hitam”(H.R Abu Daud).

عَنْ عَبْدِالْعَزِيْزِبن اَبِيْ رَوَّادِ عَنْ سَاِلِم بن عَبْدِاللهِ عَنْ اَبِيْهِ عَنِ النَّبِيْ صَلَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم قَالَ: الْإِسْبَالُ فِيْ الْاِزَارِوَالْقَمِيْصِ وَالْعِمَا مَةِ مِنْ جَرَّمِنْهَا شَيأخيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرُاللهِ اَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ (اخرجه ابوداود)

Artinya: Dari Abdul Aziz bin Abu Ruwad, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Nabi SAW bersabda:” hendaknya dipanjangkaan sarung, baju, dan sorban, barang siapa memanjangkan sesuatu darinya karena sombong Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (H.R Abu Daud)
HUKUM WARNA-WARNA PAKAIAN
Hukum asal akan warna pakaian itu boleh-boleh saja selama tidak ada dalil yang mengharamkannya baik secara umum maunpun secara khusus. Namun, memang ada warna yang dilarang, di antaranya merah polos.
Dan dibolehkan bagi seorang muslim laki-laki menggunakan pakaian berwarna merah asalkan tidak polos (tidak seluruhnya berwarna merah). Namun jika pakaian tersebut seluruhnya merah, maka inilah yang terlarang. Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan lebih selamat dari khilaf (perselisihan) ulama.
Berkaitan dengan larangan pakaian merah polos dan boleh jika tidak polos, maka berikut dalil yang menerangkan tentangnya.

عَنِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَيَاثِرِ الْحُمْرِ وَالْقَسِّيِّ.

Dari Al Baro’ bin ‘Azib radhiallahu anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang kami mengenakan ranjang (yang lembut) yang berwarna merah dan qasiy (pakaian yang bercorak sutera).”(HR. Bukhori)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata:
نُهِيتُ عَنْ الثَّوْبِ الْأَحْمَرِ وَخَاتَمِ الذَّهَبِ وَأَنْ أَقْرَأَ وَأَنَا رَاكِعٌ

“Aku dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah, memakai cincin emas dan membaca Al-Qur'an saat rukuk.” (HR. An-Nasai)
Al-Barro ibn‘Azib radhiallahu anhu ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مَرْبُوعًا ، وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِى حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ

“Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian (hullah) merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau” (HR. al-Bukhari)
Imam Ibn al-Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Yang dimaksud “hullah” berwarna merah adalah burdah (pakaian bergaris) dari Yaman dan burdah di sini bukanlah pakaian yang dicelup sehingga berwarna merah polos (merah keseluruhan).” (Fathul Bari, 16/415.)

عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا ».

Dari Abdullah ibn Amu bin al-Ash, dia berkata; Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” (HR. Muslim)

عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ التَّخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِّىِّ وَعَنِ الْقِرَاءَةِ فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ.

Ali ibn Abi Thalib berkata, "Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang berpakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera, memakai pakaian yang dicelup ‘ushfur, memakai cincin emas, dan membaca Al Qur'an saat ruku’." (HR. Muslim)
Ushfur adalah sejenis tumbuhan dan dominan menghasilkan warna merah.  Adapun hukum memakai pakaian warna merah, terlarang jika pakaiannya adalah merah polos. Sedangkan pakaian merah bercorak atau bergaris, maka tidaklah masalah mengenakannya. Sedangkan pakaian warna kuning tidaklah masalah.
Dibolehkan bagi wanita muslimah memakai pakaian berwarna terang yang tidak mencolok selama tidak menimbulkan fitnah. Namun sepantasnya meninggalkan pakaian berwarna terang yang menarik perhatian atau berwarna-warni yang menarik hati laki-laki. Karena tujuan perintah berjilbab adalah untuk menutupi perhiasan. Adapun jilbab atau pakaian yang dihiasi dengan renda, bros, aksesoris, warna-warni yang menarik pandangan orang, maka ini tidak dibolehkan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah para wanita Mukminat itu menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa terlihat darinya.” (Qs an-Nur: 31)
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata, “Ketika turun firman Allah “Hendaklah mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (Qs al-Ahzab:59)  wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena (warna hitam-red) kain-kain (mereka).” (HR. Abu Dawud)
Ummu Salamah menyamakan kain khimar yang ada di atas kepala-kepala para wanita yang dijadikan jilbab dengan burung-burung gagak dari sisi warna hitamnya.
Oleh karena itulah jika keluar rumah, hendaklah wanita memakai pakaian yang berwarna gelap, tidak menyala dan berwarna-warni agar tidak menarik pandangan orang. Namun tidak harus memakai pakaian berwarna hitam, terutama jika berada di daerah yang masyarakatnya memandang warna hitam itu menyeramkan.

Takhtimah
Perlu diketahui suatu kaedah yang biasa disampaikan oleh para ulama, “Hukum asal pakaian adalah mubah (artinya: dibolehkan)”. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)
Oleh karena itu, barangsiapa yang mengklaim bahwa pakaian warna tertentu itu haram atau terlarang dikenakan, tentu saja ia harus membawakan dalil. Jika tidak ada dalil, maka asalnya dibolehkan.
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum warna pakaian laki-laki dalam tiga masalah berikut.
1- Warna merah polos yang tidak bercampur dengan warna lainnya. Sedangkan jika warna merah pada pakaian tersebut bercampur dengan warna lainnya, maka ini dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama.
2- Warna yang dicelup dengan ‘ushfur (sejenis tumbuhan dan menghasilkan warna merah secara dominan‎). Adapun jika menghasilkan warna merah selain dengan ‘ushfur, maka termasuk dalam pembahasan nomor satu.
3- Warna yang dicelup dengan za’faron (sejenis tumbuhan yang menghasilkan warna kuning). Adapun jika dicelup dengan warna kuning dari selain za’faron, seperti ini dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama.‎

Satu hal penting yang perlu digarisbawahi dalam hal berpakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri adalah tidak mengandung keharaman.
Berkenaan dengan penjelasan para ulama di atas, maka nampaklah kekeliruan sebagian saudara kita yang melarang dan membenci berpakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri kita, baik dalam shalat ataupun di luar shalat. Kesesuaian pakaian dengan pakaian penduduk Saudi atau Pakistan dipandang sebagai bentuk kesesuaian terhadap Islam dan/atau manhaj salaf. Bahkan yang dianjurkan adalah berpakaian dengan pakaian penduduk negeri kita, seperti misal : kemeja, batik, sarung, songkok, celana panjang, kaos, dan yang lainnya sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur syari’at. Jika memang mengandung keharaman, maka kita dapat memodifikasinya agar sesuai dengan syari’at. Misalnya : celana/pantalon kita buat lebih longgar dan kita potong di atas mata kaki, motif batik kita pilih yang soft dan tidak bergambar makhluk hidup, kaos kita pilih yang longgar dan lebih tebal, dan yang lainnya.‎

Penjelasan Tentang Keutamaan Malam Dan Hari Jum'at

 

Hari Jumat adalah hari yang memiliki arti yang sangat istimewa bagi ummat Islam karena merupakan hari raya bagi mereka. Sangat banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan hari Jumat dibandingkan dengan hari-hari yang lain.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata:" Hari Jumat adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jumat seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan".

Apa sajakah keutamaan hari Jum'at?

Dalam hadits riwayat Muslim Nabi berkata:

خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة؛ فيه خلق آدم, وفيه أدخل الجنة, وفيه أخرج منها, ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة
Artinya: Hari terbaik adalah hari Jum'at. Pada hari itu Nabi Adam diciptakan. Orang masuk sorga, Dan keluar dari neraka. Hari kiamat terjadi pada hari Jum'at.
Hadits Bukhari, Nabi bersabda:

من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة ومن راح في الساعة الثانية فكأنما قرب بقرة ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرب كبشاً أقرن ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قرب دجاجة ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرب بيضة فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر
Artinya: Barangsiapa yang mandi seperti mandi junub pada hari Jum'at kemudian pergi ke masjid, maka seakan dia berkorban unta badanah. Barang siapa yang berangkat pada jam kedua, ia bagaikan berkorban sapi. Barang siapa berangkat Jumpat pada jam ketiga, ia bagaikan berkorban kambing. Barangsiapa berangkat Jum'at pada jam keempat, ia bagaikan berkorban ayam. Barangsiapa berangkat Jumpat pada jam keilma, ia bagaikan berkorban telor. Apabila imam keluar, maka datanglah malaikat mendengarkan dzikir.
Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasa'i dll Nabi bersabda:

إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة؛ فيه خلق آدم, وفيه قبض, وفيه النفخة, وفيه الصعقة, فأكثروا علي من الصلاة فيه, فإن صلاتكم معروضة علي،

Arti kesimpulan: Hari Jumat adalah hari yang paling utama. Maka, perbanyaklah shalat pada hari itu.

Hadits-hadits di atas membahas tentang keutamaan hari Jum'at.
Adapun keutamaan malam Jum'at menurut Ibnu Muflih Al-Hanbali itu ikut pada hari Jum'atnya. Artinya sama-sama disunnahkan untuk memperbanyak ibadah. Dalam Al-Furu' Ibnu muflih berkata:

وليلة القدر أفضل الليالي، وهي أفضل من ليلة الجمعة، للآية وذكره الخطابي إجماعاً وذكر ابن عقيل روايتين: إحداهما هذا، والثانية ليلة الجمعة أفضل، وعلله بأنها تتكرر، وبأنها تابعة لما هو أفضل الأيام وهو يوم الجمعة، قال صاحب المحرر: وهي اختيار ابن بطة وأبي الحسن الخرزي وأبي حفص البرمكي

Artinya: Malam lailatul qadr adalah malam yang paling utama. Ia lebih utama dibanding malam Jum'at karena ada dalil ayat Quran. Menurut Khattabi pendapat itu ijmak ulama. Ibnu Aqil menyebut dua pendapat. Pertama adalah pendapat ini dan ynag kedua adalah malam Jum'at lebih utama dibanding malam lailatul qadr. Alasannya karena malam Jum'at trjadi berulang-ulang dan karena malam Ju'mat mengikuti hari yang paling utama yaitu hari Jum'at. Penulis Al-Muharrar berkata "pendapat ini adalah opini dari Ibnu Battah, Abul Hasan Al-Kharazi dan Abu Hafsh Al-Barmaki.

Kesimpulan: Malam Jum'at dan hari Jum'at adalah hari istimewa. Dan memperbanyak ibadah pada malam Jumat dan hari Jum'at adalah sunnah secara ijmak.
Hari Jumat merupakan hari raya tiap pekan

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu, mandilah dan kalian harus menggosok gigi.” (H.r. Tabrani dalam ‎Mu’jam Ash-Shaghir)

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ يَوْمَ الْجُمْعَة يَوْمُ عِيدٍ ، فَلَا تَجْعَلُوا يَوْم عِيدكُمْ يَوْم صِيَامكُمْ , إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْله أَوْ بَعْده

“Sesungguhnya, hari Jumat adalah hari raya. Karena itu, janganlah kalian jadikan hari raya kalian ini sebagai hari untuk berpuasa, kecuali jika kalian berpuasa sebelum atau sesudah hari Jumat.” (H.r. Ahmad dan Hakim; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Hari Jumat merupakan “yaumul mazid” (hari tambahan) bagi penduduk surga

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أتاني جبريل وفي يده كالمرآة البيضاء فيها كالنكتة السوداء فقلت يا جبريل ما هذه قال الجمعة قال قلت وما الجمعة قال لكم فيها خير قال قلت وما لنا فيها قال يكون عيدا لك ولقومك من بعدك ويكون اليهود والنصارى تبعا لك قال قلت وما لنا فيها قال لكم فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله فيها شيئا من الدنيا والآخرة هو له قسم إلا أعطاه إياه أو ليس بقسم إلا ادخر له عنده ما هو أفضل منه أو يتعوذ به من شر هو عليه مكتوب إلا صرف عنه من البلاء ما هو أعظم منه قال قلت له وما هذه النكتة فيها قال هي الساعة هي تقوم يوم الجمعة وهو عندنا سيد الأيام ونحن ندعوه يوم القيامة ويوم المزيد قال قلت مم ذاك قال لأن ربك تبارك وتعالى اتخذ في الجنة واديا من مسك أبيض فإذا كان يوم الجمعة هبط من عليين على كرسيه تبارك وتعالى ثم حف الكرسي بمنابر من ذهب مكللة بالجواهر ثم يجيء النبيون حتى يجلسوا عليها وينزل أهل الغرف حتى يجلسوا على ذلك الكثيب ثم يتجلى لهم ربك تبارك وتعالى ثم يقول سلوني أعطكم قال فيسألونه الرضى فيقول رضائي أحلكم داري وأنيلكم كراسي فسلوني أعطكم قال فيسألونه قال فيشهدهم أنه قد رضي عنهم قال فيفتح لهم ما لم تر عين ولم تسمع أذن ولا يخطر على قلب بشر قال وذلكم مقدار انصرافكم من يوم الجمعة …. قال فليسوا إلى شيء أحوج منهم إلى يوم الجمعة ليزدادوا إلي ربهم نظرا وليزدادوا منه كرامة

Jibril pernah mendatangiku, dan di tangannya ada sesuatu seperti kaca putih. Di dalam kaca itu, ada titik hitam. Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, ini apa?” Beliau menjawab, “Ini hari Jumat.” Saya bertanya lagi, “Apa maksudnya hari Jumat?” Jibril mengatakan, “Kalian mendapatkan kebaikan di dalamnya.” Saya bertanya, “Apa yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Hari jumat menjadi hari raya bagimu dan bagi kaummu setelahmu. Sementara, orang Yahudi dan Nasrani mengikutimu (hari raya Sabtu–Ahad).” Aku bertanya, “Apa lagi yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Di dalamnya, ada satu kesempatan waktu; jika ada seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu tersebut, untuk urusan dunia serta akhiratnya, dan itu menjadi jatahnya di dunia, maka pasti Allah kabulkan doanya. Jika itu bukan jatahnya maka Allah simpan untuknya dengan wujud yang lebih baik dari perkara yang dia minta, atau dia dilindungi dan dihindarkan dari keburukan yang ditakdirkan untuk menimpanya, yang nilainya lebih besar dibandingkan doanya.” Aku bertanya lagi, “Apa titik hitam ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah kiamat, yang akan terjadi di hari Jumat. Hari ini merupakan pemimpin hari yang lain menurut kami. Kami menyebutnya sebagai “yaumul mazid”, hari tambahan pada hari kiamat.” Aku bertanya, “Apa sebabnya?” Jibril menjawab, “Karena Rabbmu, Allah, menjadikan satu lembah dari minyak wangi putih. Apabila hari Jumat datang, Dia Dzat yang Mahasuci turun dari illiyindi atas kursi-Nya. Kemudian, kursi itu dikelilingi emas yang dihiasi dengan berbagai perhiasan. Kemudian, datanglah para nabi, dan mereka duduk di atas mimbar tersebut. Kemudian, datanglah para penghuni surga dari kamar mereka, lalu duduk di atas bukit pasir. Kemudian, Rabbmu, Allah, Dzat yang Mahasuci lagi Mahatinggi, menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan berfirman, “Mintalah, pasti Aku beri kalian!” Maka mereka meminta ridha-Nya. Allah pun berfirman, “Ridha-Ku adalah Aku halalkan untuk kalian rumah-Ku, dan Aku jadikan kalian berkumpul di kursi-kursi-Ku. Karena itu, mintalah, pasti Aku beri!” Mereka pun meminta kepada-Nya. Kemudian Allah bersaksi kepada mereka bahwa Allah telah meridhai mereka. Akhirnya, dibukakanlah sesuatu untuk mereka, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati seseorang. Dan itu terjadi selama kegiatan kalian di hari jumat …. sehingga tidak ada yang lebih mereka nantikan, melebihi hari Jumat, agar mereka bisa semakin sering melihat Rabb mereka dan mendapatkan tambahan kenikmatan dari-Nya.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah, Thabrani dalam Al-Ausath, Abu Ya’la dalam Al-Musnad, dan statusnya hasan atau sahih, sebagaimana keterangan Abdul Quddus Muhammad Nadzir)
Terlarangnya puasa jika dilakukan pada hari Jumat saja

Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melakukan puasa di hari Jumat saja, padahal saat hari Kamis, dia tidak berpuasa, dan di hari Sabtu, dia juga tidak puasa.

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‎

لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إِلاَّ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika telah berpuasa sehari sebelumnya atau akan puasa sehari setelahnya.” (H.r. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,

نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يفرد يوم الجمعة بصوم

“Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyendirikan hari Jumat untuk berpuasa.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

3. Dari Junadah Al-Azdi; beliau mengatakan,

دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم في سبعة نفر من الأزد أنا ثامنهم يوم الجمعة ونحن صيام فدعانا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى طعام بين يديه فقلنا انا صيام قال هل صمتم أمس قلنا لا قال فهل تصومون غدا قلنا لا قال فافطروا ثم خرج إلى الجمعة فلما جلس على المنبر دعا بإناء من ماء فشربه والناس ينظرون إليه ليعلمهم أنه لا يصوم يوم الجمعة

“Saya menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat bersama tujuh orang dari suku Azd, dan saya adalah orang kedelapan. Saat itu, kami sedang berpuasa. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang kami untuk makan di depannya. Kami pun mengatakan, ‘Saya sedang puasa.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kemarin kalian puasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah besok kalian akan berpuasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Berbukalah!’ Lalu beliau berangkat shalat Jumat. Ketika beliau di atas mimbar, beliau minta dibawakan air, kemudian beliau minum dan orang-orang melihatnya, untuk mengajari mereka bahwa beliau tidak berpuasa di hari Jumat.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)
4. Dari Ummul Mukminin, Juwairiyah binti Al-Harits radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya di hari Jumat, sementara dia sedang berpuasa. Beliau bertanya, “Apakah kemarin kamu puasa?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah besok kamu mau puasa?” Beliau menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Berbukalah!” (H.r. Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Abi Syaibah)

5. Dari Laila, istri Basyir radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan, “Sesungguhnya, Basyir bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bolehkah saya berpuasa di hari Jumat dan tidak berbicara dengan seorang pun di hari itu?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لا تصم يوم الجمعة الا في أيام هو أحدها أو في شهر وأما أن لا تكلم أحدا فلعمرى لأن تكلم بمعروف وتنهى عن منكر خير من ان تسكت

‘Janganlah kamu berpuasa di hari Jumat, kecuali jika kamu berpuasa beberapa hari –salah satunya adalah hari Jumat– atau puasa sebulan. Adapun tentang dirimu yang tidak ingin berbicara dengan seorang pun maka sungguh engkau berbicara yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran itu lebih baik daripada engkau diam.” (H.r. Ahmad, Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, dan Baihaqi‎)

Tidak boleh mengkhususkan hari Jumat untuk shalat malam

Sebagian orang beranggapan bahwa kita dianjurkan untuk memperbanyak shalat tahajud di malam Jumat karena malam ini memiliki keutamaan yang banyak. Anggapan ini adalah anggapan yang salah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk mengkhususkan malam Jumat untuk ibadah.

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi ‎shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تختصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat untuk tahajud dan meninggalkannya di malam yang lain. Jangan pula mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa, kecuali dalam rangkaian puasa kalian.” (H.r. Muslim)

2. Dari Muhammad bin Sirrin; beliau mengatakan,

Dahulu, Abu Darda’ menghidupkan malam Jumat dengan ibadah, dan beliau berpuasa di siang harinya. Suatu ketika, datanglah Salman –dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaudarakan keduanya– kemudian beliau tidur di rumahnya. Salman pun memperhatikan Abu Darda’ dan tidak membiarkannya, sampai Abu Darda’ tidur dan tidak berpuasa. Maka datanglah Abu Darda’ menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan perjumpaannya dengan Salman. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Uwaimir (nama asli Abu Darda’), Salman lebih tahu daripada kamu. Janganlah mengkhususkan malam Jumat untuk shalat dan siang harinya untuk puasa.” (H.r. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf)
Ayat al-Qur'an dan Hadits  tentang Memperbanyak Shalawat Di Malam Jum’at dan di Hari Jum’at.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Q.S Al-Ahzab [33] ayat 56)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jum'at dan malam Jum'at. Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kalim niscaya Allah bershalwat kepada sepuluh kali." (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro).

Dari Abu Umamah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti”. (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ يَعْنِي بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Ali dari 'Abdurrahman bin Jabir dari Abu Al Asy'ats Ash Shan'ani dari Aus bin Aus ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya hari yang paling utama dari hari-hari kalian adalah hari jum'at, pada hari itu Adam diciptakan, sangkakala ditiup dan di hari itu datang hari kiamat. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku. " Seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami bisa sampai kepadamu, sementara engkau telah tiada dan jasadmu telah hancur?" Beliau menjawab: "Allah telah mengharamkan bagi bumi untuk makan jasad para Nabi. " (HR. Ibnumajah No.1075)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَعْنِي بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Ali dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abul Asy'ats Ash Shan'ani dari Aus bin Aus ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang paling utama dari hari-hari kalian adalah hari jum'at, pada hari itu Adam diciptakan, sangkakala ditiup, dan manusia sadar dari pingsannya. Maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari itu, sebab shalawat kalian diperlihatkan kepadaku. " Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya shalawat kami diperlihatkan kepadamu, padahal dirimu telah meninggal?" beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi. " (HR. Ibnumajah No.1626)

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَيْمَنَ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَيٍّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّهُ مَشْهُودٌ تَشْهَدُهُ الْمَلَائِكَةُ وَإِنَّ أَحَدًا لَنْ يُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلَّا عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلَاتُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا قَالَ قُلْتُ وَبَعْدَ الْمَوْتِ قَالَ وَبَعْدَ الْمَوْتِ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ فَنَبِيُّ اللَّهِ حَيٌّ يُرْزَقُ

Telah menceritakan kepada kami Amru bin Sawad Al Mishri berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Amru bin Al Harits dari Sa'id bin Abu Hilal dari Zaid bin Aiman dari Ubadah bin Nusay dari Abu Darda ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari jum'at, sesungguhnya ia disaksikan, disaksikan para Malaikat. Sungguh, sekali-kali tidaklah salah seorang dari kalian bershalawat kepadaku kecuali shalawatnya akan ditampakkan kepadaku hingga dia selesai. " Abu Darda berkata: "Aku bertanya, "Setelah meninggal juga?" Beliau menjawab: "Ya, setelah meninggal, sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi untuk memakan tubuh para nabi, maka Nabi Allah akan selalu hidup dan diberi rizki. " (HR. Ibnumajah No.1627)

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَقُولُونَ بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Telah menceritakan kepada kami Harun bin ‎Abdullah telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'Ats Tsauri Ash Shan'ani dari Aus bin Aus dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya di antara hari-harimu yang paling utama adalah hari Jum'at, pada hari itu Adam di ciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu juga ditiup (sangkakala) dan pada hari itu juga mereka pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku -karena- shalawat kalian akan disampaikan kepadaku." Aus bin Aus berkata; para sahabat bertanya; "Wahai Rasulullah Shalallahu, bagaimana mungkin shalawat kami bisa disampaikan kepadamu, sementara anda telah tiada (meninggal)? -atau mereka berkata; "Telah hancur (menjadi tulang) "- Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Daud No.883)

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ قَالَ يَقُولُونَ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمْ

Telah menceritakan kepada Kami Al Hasan bin Ali, telah menceritakan kepada Kami Al Husain bin Ali Al Ju'fi dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'ats Ash Shan'ani dari Aus bin Aus, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Hari Jum'at adalah diantara hari-hari kalian yang terbaik, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku." Para sahabat bertanya; wahai Rasulullah, bagaimana shalawat Kami disampaikan kepadamu, sementara anda telah meninggal? Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta'ala telah mengharamkan jasad para nabi shallAllahu 'alaihim wa sallam atas tanah." (HR. Abu Daud No.1308)

أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ يَعْنِي بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Telah mengabarkan kepada kami Utsman bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Ali dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'ats Ash Shan'ani dari Aus bin Aus ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya hari kalian yang paling utama adalah hari Jum'at, padanya Adam di ciptakan, padanya ia diberi ruh, dan padanya terjadi Ash sha'qah (suara keras yang menyebabkan orang-orang pingsan). Maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari itu, sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku." Seorang laki-laki lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami diperlihatkan kepadamu, sementara anda telah meninggal? Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas tanah untuk memakan jasad para Nabi." (HR. Ad Darimi No.1526)

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْجُعْفِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ أَيْ يَقُولُونَ قَدْ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَّلَام

Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Manshur dia berkata; telah menceritakan kepada kami Husain Al Ju'fi dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abul Asy'ats Ash Shan'ani dari Aus bin Aus dari Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda: "Hari kalian yang paling utama adalah hari Jum'at -karena- pada hari itu Nabi Adam dicipta, pada hari itu beliau diwafatkan, pada hari itu ditiupnya terompet (menjelang kiamat), dan pada hari (mereka) dijadikan pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku -karena- shalawat kalian disampaikan kepadaku." Mereka (para sahabat) berkata; "Wahai Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, bagaimana mungkin shalawat kami bisa disampaikan kepada engkau, sedangkan engkau telah meninggal? -atau mereka berkata; "Telah hancur (tulangnya) "- Beliau Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam lalu berkata: "Allah Azza wa Jalla mengharamkan tanah untuk memakan jasad para Nabi 'Alaihimus Salam." (HR. An Nasa’I No.1357)

قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ عَلَيْكَ صَلَاتُنَا وَقَدْ أَرِمْتَ يَعْنِي وَقَدْ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ

Telah menceritakan kepada kami Husain bin 'Ali Al Ju'fi dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'ats As-Shan'ani dari Aus bin Aus berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Hari yang paling utama di antara kalian adalah Hari Jumat, karena pada hari itu Adam dicipta, diwafatkan, ditiupkan ruh, dan pingsan, maka perbanyaklah pada hari itu dengan shalawat terhadapku. Sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku." Kami berkata; "Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami sampai kepada engkau sedangkan engkau telah hancur?". Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza WaJalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi Shallallahu 'alaihiwasallam." (HR. Ahmad bin Hanbal No.15575)

Dan masih banyak lagi dalil-dalilnya yang lain kesunnahan untuk memperbanyak bersholawat kepada Nabi Muhammad saw. pada malam Jum’at dan hari Jum’at.

Hayo kita perbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. khususnya ‎malam Jum’at dan hari Jum’at.. Di dalam Cinta keheningan lebih berarti drpd percakapan, sebab Cinta itu di awali dengan rasa bukan kata.‎

Penjelasan Tentang Arwah Ahli Kubur Pulang Pada Malam Jum'at

 

Kematian adalah sesuatu yang pasti dialami oleh semua makhluk yang hidup. Dunia menjadi transit bagi manusia untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya bekal  menjalani kehidupan di akhirat. Jika ruh keluar dari jasad, maka urusan dunia terhenti, tugas selanjutnya adalah mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan selama menjalani kehidupan.

Namun ada kalanya ruh-ruh orang meninggal akan kembali ke rumah. Menurut hadist Nabi Muhammad SAW, ruh-ruh ini turun ke langit dunia dan berhenti di rumah keluarganya  setiap malam Jumat. Di sana ruh  meminta belas kasihan keluarga yang masih hidup di dunia agar mengirim doa dan ayat-ayat Al-Qur’an. Hanya inilah satu-satunya bekal tambahan ruh tersebut untuk menjalani kehidupan di alam barzah. 

Sering kita dengar bahwa arwah saudara kita pada setiap malam jum’at pulang ke rumah, sehingga kita dianjurkan membacakan al-fatihah dan surat-surat lain untuknya,  Apakah hal itu hanya mitos ataukah memang ada kitab yang mengatakan demikaian?

Dalam al Jami’ul kabir di jelaskan bahwa hal itu memang terjadi, dan semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita untuk melakukan yang terbaik untuk para arwah keluarga kita dan bahan introspeksi bagi kita dalam menghadapi hidup di alam arwah nanti:

وقال صلى الله عليه وسلم : { إن أرواح المؤمنين يأتون في كل ليلة إلى سماء الدنيا ويقفون بحذاء بيوتهم وينادي كل واحد بصوت حزين ألف مرة يا أهلي وأقاربي وولدي يا من سكنوا بيوتنا ولبسوا ثيابنا واقتسموا أموالنا هل منكم من أحد يذكرنا ويفكرنا في غربتنا ونحن في سجن طويل وحصن شديد ؟ فارحمونا يرحمكم الله ولا تبخلوا علينا قبل أن تصيروا مثلنا يا عباد الله إن الفضل الذي في أيديكم كان في أيدينا وكنا لا ننفق منه في سبيل الله وحسابه ووباله علينا والمنفعة لغيرنا ؛ فإن لم تنصرف أي الأرواح بشيء فينصرفون بالحسرة والحرمان } ا هـ من الجامع الكبير

Bersabda Nabi saw. :
“Sesungguhnya Arwah-arwah kaum mu’minin itu setiap malam mendatangi langit dunia dan mereka ( arwah ) berhenti atau berdiri dengan terompah mereka pada rumah rumah mereka ( selama masih hidup ),mereka memangil atau menyeru, setiap kali seruan dengan suara susah seribu kali seruan.
Wahai keluargaku, kerabatku dan anak anak ku ..
Wahai orang yang telah menempati rumahku, dan memakai baju tinggalanku dan yang telah membagi warisan hartaku, Adakah darimu seseorang yang ingat padaku dan memikirkan Rantauanku ( merantau ) Aku dalam penjara yang sangat lama, dan dalam benteng yang sangat kuat.
Maka Kasianilah aku,maka Allah akan menghasihi kalian dan jangan lah kamu pelit terhadapku sebelum kalian menjadi seperti aku ( mati ) wahai hamba hamba Allah.
Sesungguhnya apa yang utama di tanganmu itu juga di tanganku. Dan aku tidak menafkahkan nya di jalan Allah dan aku tidak menghitungnya serta perduli terhadapnya( harta ) dan sekarang manfaat nya terhadap selain ku.
Maka bila kamu tidak memberikan sesuatu pada arwah arwah tadi dengan sesuatu, maka mereka para arwah akan pergi dengan kerugian dan dia akan tercengah”.

Dalil lain yang lebih jelas bahwa mereka datang pada malam jum'at adalah Hadits Rasulullah SAW. Dalam kitab Hadiyatul Ahya’ lil Amwat hlm: 184-185, karya Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Yusuf bin Ja’far Al-Hakkari (w=486 H) disebutkan:

ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ» : ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﺄﺗﻮﻥ ﻛﻞ ﺟﻤﻌﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻴﻘﻔﻮﻥ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺩﻭﺭﻫﻢ ﻭﺑﻴﻮﺗﻬﻢ ﻓﻴﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ: ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻭﺃﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ ﻭﻗﺮﺍﺑﺎﺗﻲ، ﺍﻋﻄﻔﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺸﻲﺀ، ﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺍﺫﻛﺮﻭﻧﺎ ﻭﻻ ﺗﻨﺴﻮﻧﺎ، ﻭﺍﺭﺣﻤﻮﺍ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ، ﻭﻗﻠﺔ ﺣﻴﻠﺘﻨﺎ، ﻭﻣﺎ ﻧﺤﻦ ﻓﻴﻪ، ﻓﺈﻧﺎ ﻗﺪ ﺑﻘﻴﻨﺎ ﻓﻲ ﺳﺤﻴﻖ ﻭﺛﻴﻖ، ﻭﻏﻢ ﻃﻮﻳﻞ، ﻭﻭﻫﻦ ﺷﺪﻳﺪ، ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺪﻋﺎﺀ ﺃﻭ ﺻﺪﻗﺔ ﺃﻭ ﺗﺴﺒﻴﺢ، ﻟﻌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺮﺣﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻧﻮﺍ ﺃﻣﺜﺎﻟﻨﺎ، ﻓﻴﺎ ﺣﺴﺮﺗﺎﻩ ﻭﺍﻧﺪﺍﻣﺎﻩ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ، ﺍﺳﻤﻌﻮﺍ ﻛﻼﻣﻨﺎ، ﻭﻻ ﺗﻨﺴﻮﻧﺎ، ﻓﺄﻧﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻔﻀﻮﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ، ﻭﻛﻨﺎ ﻟﻢ ﻧﻨﻔﻖ ﻓﻲ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻣﻨﻌﻨﺎﻫﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﺼﺎﺭ ﻭﺑﺎﻻً ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﻣﻨﻔﻌﺘﻪ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ، ﻭﺍﻟﺤﺴﺎﺏ ﻭﺍﻟﻌﻘﺎﺏ ﻋﻠﻴﻦ ﺍ« ، ﻗﺎﻝ: » ﻓﻴﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓٍ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺀ، ﺍﻋﻄﻔﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺪﺭﻫﻢ ﺃﻭ ﺭﻏﻴﻒ ﺃﻭ ﻛﺴﺮﺓ « ﻗﺎﻝ: ﻓﺒﻜﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﻜﻴﻨﺎ ﻣﻌﻪ، ﻓﻠﻢ ﻧﺴﺘﻄﻊ ﺃﻥ ﻧﺘﻜﻠﻢ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ » : ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺇﺧﻮﺍﻧﻜﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﻧﻌﻴﻢ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻓﺼﺎﺭﻭﺍ ﺭﻣﻴﻤﺎً ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻨﻌﻴﻢ ﻭﺍﻟﺴﺮﻭﺭ « ، ﻗﺎﻝ» : ﺛﻢ ﻳﺒﻜﻮﻥ ﻭﻳﻨﺎﺩﻭﻥ ﺑﺎﻟﻮﻳﻞ ﻭﺍﻟﺜﺒﻮﺭ ﻭﺍﻟﻨﻔﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ: ﻳﺎ ﻭﻟﻴﺘﻨﺎ ﻟﻮ ﺃﻧﻔﻘﻨﺎ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻣﺎ ﺍﺣﺘﺠﻨﺎ ﻓﻴﺮﺟﻌﻮﻥ ﺑﺤﺴﺮﺓ ﻭﻧﺪﺍﻣﺔ

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya ruh-ruh orang mukmin datang setiap malam jumat pada langit dunia. Lalu mereka berdiri di depan pintu-pintu rumah mereka. Masing-masing mereka memanggil-manggil dengan suara yang memelas: “Wahai isteriku (suamiku), anakku, keluargaku, dan kerabatku! Sayangilah kami dengan sesuatu, maka Allah akan merahmati kalian. Ingatlah kami, jangan kalian lupakan! Sayangilah kami dalam keterasingan kami, minimnya kemapuan kami dan segala apa yang kami berada di dalamnya. Sesungguhnya kami berada dalam tempat yang terpencil, kesusahan yang yang panjang dan duka yang dalam. Sayangilah kami, maka Allah akan menyayangi kalian. Jangan kalian kikir kepada kami dengan memberikan doa, shadaqah dan tasbih. Semoga Allah memberikan rasa nyaman kepada kami, sebelum kalian sama seperti kami. Sungguh rugi!, Sungguh menyesal! Wahai hamba Allah! Dengarkanlah ucapan kami, dan jangan lupakan kami. Kalian tahu bahwa keutamaan yang berada di tangan kalian sekarang adalah keutamaan yang sebelumnya milik kami. Sementara kami tidak menafkahkannya untuk taat kepada Allah. Kami tidak mau terhadap kebenaran, hingga ia menjadi musibah bagi kami. Manfaatnya diberikan kepada orang lain, sementara pertanggungjawaban dan siksanya diberikan kepada kami”.
Masing-masing mereka memanggil-manggil sebanyak 1000 kali: “Kasihanilah kami dengan satu dirham atau sepotong roti!” Lalu Rasulullah menangis, dan kamipun (para sahabat) menangis. Dan kami tidak mampu bicara. Rasulullah bersabda: Mereka adalah saudara-saudara kalian yang sebelumnya berada dalam kenikmatan dunia. Dan kini mereka menjadi debu setelah sebelumnya berada dalam kenikmatan dan kegembiraan. Rasulullah SAW bersabda: Lalu mereka menangis dan mengucapkan kutukan kepada mereka sendiri dan berkata: “Celakalah kita! Jika kami menafkahkan apa yang kita miliki, maka kita tidak akan membutuhkan ini”. Lalu mereka pulang dengan penyesalan”.

Dan juga diterangkan dalam I'anah Atthalibiin :

ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ (142 /2) ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺗﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﻘﻒ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺑﻴﻮﺗﻬﺎ ﻭﻳﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﺃﻗﺎﺭﺑﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻳﺎ ﻣﻦ ﺳﻜﻨﻮﺍ ﺑﻴﻮﺗﻨﺎ ﻭﻟﺒﺴﻮﺍ ﺛﻴﺎﺑﻨﺎ ﻭﺍﻗﺘﺴﻤﻮﺍ ﺃﻣﻮﺍﻟﻨﺎ ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﺬﻛﺮﻧﺎ ﻭﻳﺘﻔﻜﺮﻧﺎ ﻓﻲ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ ﻭﻧﺤﻦ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ ﻃﻮﻳﻞ ﻭﺣﺼﻦ ﺷﺪﻳﺪ ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﻳﺮﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻴﺮﻭﺍ ﻣﺜﻠﻨﺎ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻭﻛﻨﺎ ﻻ ﻧﻨﻔﻖ ﻣﻨﻪ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺴﺎﺑﻪ ﻭﻭﺑﺎﻟﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻨﺼﺮﻑ ﺃﻱ ﺍﻷﺭﻭﺍﺡ ﺑﺸﻲﺀ ﻓﺘﻨﺼﺮﻑ ﺑﺎﻟﺤﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺎﻥ ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ ﻗﺒﺮﻩ ﺇﻻ ﻛﺎﻟﻐﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻐﻮﺙ ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺩﻋﻮﺓ ﺗﻠﺤﻘﻪ ﻣﻦ ﺍﺑﻨﻪ ﺃﻭ ﺃﺧﻴﻪ ﺃﻭ ﺻﺪﻳﻖ ﻟﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﻟﺤﻘﺘﻪ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ

Ada hadis juga sesungguhnya arwahnya orang mukmin datang disetiap malam jum'at kelangit dunia dan berdiri dekat rumah mereka dan memanggil-manggil penghuni rumah dengan suara yangg sedih sampai 1000x
"wahai keluargaku,wahai kerabatku,wahai anakku wahai orang yang menempati rumahku dan memakai pakaianku dan membagi harta-hartaku apakah salah satu diantara kalian ada yang ingat pada kami.adakah yang memikirkan ketidak adanya kami,,kami berada dalam penjara yang panjang/lama dan benteng yang kuat,kasihilah kami maka Allah akan mengasihi kalian dan janganlah kalian kikir sebelum kalian menjadi seperti kami wahai hamba-hamba Allah sesungguhnya anugrah yang kalian raih/ terima itu juga ada pada kami dan kami tidak menginfakkannya dijalan Allah sedangkan hisab dan cobaan itu menimpa kami sedangkan kemanfaatan itu untuk selain kami"
maka jika arwah-arwah tersebut tidak memperoleh apa-apa maka arwah-arwah tersebut memperoleh kerugian.‎
Juga ada hadis dari Nabi SAW sesungguhnya beliau berkata:
"tidaklah ada seorang mayyit dikuburannya kecuali seperti orang yang tenggelam yang minta pertolongan dia menanti kiriman doa dari anaknya,saudaranya atau temannya,ketika ia mendapatkannya maka ia sungguh bahagia mengalahkan kebahagiaan dunia seisinya.

Berdasar hadis tersebut diatas dan berdasar pernyataan dari kalangan Ulama’ diberbagai literatur dari kitab-kitab klasik yang mu’tabar diantaranya Imam Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syata Al-Dimyati didalam Kitab karyanya I’anah Al-Thalibin, Imam Al-Qurthubi dan Ulama’-Ulama’ yang lain bahwa kepulangan arwah orang-orang mu’min pada hari-hari tertentu seperti yang diyakini oleh kalangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah benar dan tidak diragukan lagi. Wallahu a’lam bisshawab.

Pembaca setia, mungkin saat ini kita masih sehat walafiat, maka doakanlah mereka dan kirim meski hanya Al-fatiha. Karena pastinya nanti, kita akan melalui hal yang sama jika tidak membekali diri dari sekarang. Semoga informasi ini menambah ilmu baru untuk anda. Menambah keimanan di dalam diri, serta selalu mengingat orang yang telah mendahului dengan doa. 

Untuk itu marilah kita doakan, bacakan surat Fatihah dan lainnya agar mereka tenang. pada setiap malam dan khususnya malam jum'at.

Semoga Bermanfaat 

Penjelasan Tentang Hati Yang Bersih


Sesungguhnya perkara hati merupakan perkara agung dan kedudukannya pun sangat mulia, sehingga Allah subhanahu wata’aala menurunkan kitab-kitab suci-Nya untuk memperbaiki hati, dan Dia utus para rasul untuk menyucikan hati, membersihkan dan memperindahnya. Demikianlah Allah menuturkan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh dari penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Yunus: 57).

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (Ali Imran: 164).‎

Masalah hati menjadi hal krusial jika tidak mampu melakukan management terhadapnya. Alasannya, hati itu merupakan penentu. Penentu apa? Bisa dua hal yang ditentukan hati, yaitu kondisi fisik dan nilai akhir amal.

Orang yang hatinya tenang, tentram, dan bersih lebih dekat dengan kesehatan fisik. Ini disinggung oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadits bahwa hati merupakan mudlghah (sekerat daging) yang jika baik maka baiklah seluruh tubuh; jika fasad, maka fasadlah seluruh tubuh.

Selain sebagai sumber kebaikan fisik, hati juga menjadi penentu nilai akhir amal. Jika hati tidak selamat dari kotoran dan penyakit, maka nilai akhir amal yang akan didapatkan adalah nihil. Termasuk ke dalam masalah ini adalah niat hati dalam melakukan amal. Maka, orang yang hatinya selamat (qalbun salim), dialah yang akan mendapat nilai akhir amal yang baik, dialah yang akan menghuni surga Allah swt.. Semoga kita termasuk di dalamnya.

Hati dalam bahasa Arab disebut al-qalbu, al-fu`adu,ash-shadru, dan albab. Disebut al-qalbu karena dua sebab. Pertama, merupakan pusat sesuatu seperti halnya Kota Mekah disebut Qalbul Ardli (pusat bumi) karena letaknya di tengah-tengah bumi. Kedua, karena sifatnya bolak-balik (dinamis) sebagaimana hadits Rasulullah saw.:

لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلاَبًا مِنَ الْقَدَرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيًا

“Sungguh hati manusia itu lebih cepat bolak-baliknya daripada periuk ketika sedang sangat mendidih”(H.R. Ahmad).

Kedua, disebut al-fu`adu karena hati merupakan tempat bergolaknya pikiran, perasaan, dan keyakinan. Kata al-fu`adu ini bisa ditemukan dalam al-Quran Surat al-Isra ayat 36:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”

Berdasarkan ayat tersebut, hati sebagai tempat pikiran, perasaan, dan keyakinan akan diminta pertanggungjawannya. Apakah pikirannya, perasaannya dan keyakinannya benar? Apakah pikiran, perasaan dan keyakinannya tunduk patuh terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya?

Ketiga, dinamakan ash-shadru (dada secara non fisik), menurut Amir an-Najr,  karena merupakan tempat masuknya segala macam godaan nafsu, penyakit hati, dan juga hidayah Allah. Selain itu, ash-shadr juga merupakan tempat masuknya ilmu pengetahuan ke dalam diri manusia. Kata shadr itu sendiri seakar dengan kata akal.

Keempat, hati disebut albab. Kata albab merupakan bentuk plural (jamak) dari kata lubb yang berarti racun, akal, hati, inti dan sari. Dalam tasawuf, lubbberarti hati yang terdalam.

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).”(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Hati dalam bahasa arab قلب dapat digunakan untuk dua hal, yaitu :

Menunjukkan bagian yang paling murni dan paling mulia dari sesuatu.
Bermakna merubah dan membalik sesuatu dari satu posisi ke posisi lain.
Kedua makna tersebut sesuai dengan makna hati secara istilah. Dimana hati adalah bagian paling mulia dan murni dari seluruh bagian tubuh manusia, sehingga benarlah kiranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Dan hati juga merupakan bagian tubuh manusia yang paling rawan terkena fitnah syubhat dan syahwat, sehingga mudah terbolak-balikkan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu] (HR. Muslim no. 2654).

Bebaskan Hati dari Dosa dan Maksiat

Bersih berarti tidak kotor. Kotor berarti tidak bersih. Dari kalimat inilah kita memulai. Jika ada kalimat membersihkan hati berarti ada kotoran yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, kiat pertama adalah bebaskan hati dari kotoran-kotoran hati.

Pertanyaannya adalah, apa saja hal-hal yang dapat mengotori hati? Merujuk pada hadits Rasulullah, yang mengotori hati adalah dosa dan maksiat. Maka, hal pertama agar hati kita bersih adalah bebaskan hati dari dosa dan maksiat. Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ مِنْهَا قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَا قَلْبَهُ ، فَذَلِكَ الرَّانُ " قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sesungguhnya seorang mukmin, jika ia melakukan dosa, di hatinya ada noktah hitam. Jika ia bertobat, … dan meminta ampunan (istighfar), maka hatinya akan cemerlang  kembali. Namun jika bertambah dosanya, maka bertambah pulalah noktah tersebut. Itulah yang disebut ‘ran’. Allah swt. berfirman, ‘sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’ (Q.S. al-Muthaffifin [83]: 14)”. (H.R. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah).

Maka tidak ada cara untuk menyucikan dan memperbaiki hati kecuali cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Hal yang menekankan pentingnya memperhatikan hati dan batin adalah bahwasanya Allah subhanahu wata’aalamenjadikan hati, sesuai hikmah dan ilmu-Nya, sebagai tempat bagi cahaya dan petunjuk-Nya. Dan untuk hal itu, Allah subhanahu wata’aala telah memberikan perumpamaan di dalam kitab suci Alquran, sebagaimana firman-Nya,

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nur :35).

Hati adalah tempat ilmu pengetahuan; melalui hati, seseorang dapat mengenal Tuhannya, dan dengannya pula ia dapat mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, serta dengan hati pulalah ia dapat menghayati ayat-ayat syar’iyahAllah subhanahu wata’aala sebagaimana Dia firmankan,

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 24).

Maksudnya, hatinya terkunci hingga tidak dapat memperhatikan dan merenungkannya. Dan dengan hati pulalah seseorang dapat merenungkan ayat-ayat kauniyah, yaitu ciptaan Allah yang ada di jagad raya ini dan yang ada di dalam jiwa. Allah subhanahu wata’aala berfirman,

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46).

Melalui ayat ini Allah menjelaskan bahwa yang menjadi sandaran di dalam mengambil pelajaran terhadap ayat-ayat kauniyah Allah di jagat raya dan di jiwa adalah kecerdasan dan kesadaran hati. Dan hal lain yang menekankan pentingnya menjaga hati adalah bahwasanya hati merupakan kendaraan yang dengannya seseorang dapat menempuh perjalanan menuju akhirat, karena sesungguhnya perjalanan menuju Allah subhanahu wata’aala adalah perjalan hati, bukan perjalanan jasad.“Menempuh jarak perjalanan menuju-Nya itu dengan hati, bukan dengan berjalan mengendarai kendaraan.”

Imam Al-Bukhari dalam kitab shahihnya, meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan, ”Suatu ketika kami pulang dari perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, maka beliau bersabda,

إِنَّ أَقْوَامًا خَلْفَنَا بِالْمَدِيْنَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ

“Sesungguhnya ada beberapa orang yang kita tinggalkan di Madinah, kita tidak menelusuri suatu jalan di perbukitan atau di suatu lembah melainkan mereka bersama-sama kita, mereka terhalang oleh udzur.”

Di dalam riwayat Imam Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu terdapat redaksi,

إِلاَّ شَرِكُوْكُمْ فِي اْلأَجْرِ حَبَسَهَا الْمَرَضَ

“Melainkan mereka sama-sama mendapat pahala seperti kalian, mereka terhalang karena sakit.” (Bukhari, no. 4423; Muslim, no. 1911)

Mereka yang dimaksud adalah beberapa orang sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang jasad mereka tertahan di Madinah disebabkan suatu uzur atau sakit, hingga mereka tidak dapat bersama Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dalam peperangan tersebut, namun mereka keluar dengan hati dan niat keras mereka. Jadi ruh dan jiwa mereka keluar bersama Nabi ‎shallallahu ‘alahi wasallam padahal jasad mereka ada di Madinah.

Ini adalah termasuk jihad dengan hati. Ibnu Qayyim (seorang ulama kesohor) berkata (dalam Zaadul Ma’ad, 3/571), “Inilah yang termasuk jihad dengan hati, dan ia merupakan salah satu tingkatannya dari yang empat, yaitu ‎hati, lisan, harta dan jasad. Di dalam sebuah hadits disebutkan,

جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَبِأَلْسِنَتِكُمْوَقُلُوْبِكُمْوَأَمْوَالِكُمْ

“Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan lisan, hati dan harta benda kalian.” (Abu Dawud no.2504, an-Nasa’i 6/7 dan Ahmad 3/124,153)

Beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tersebut tidak ikut keluar dari Madinah (untuk berjihad) karena sakit atau uzur lainnya, namun mereka mendapat pahala sama dengan orang-orang yang keluar berperang dengan raga dan harta bendanya. Yang demikian itu adalah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.

Jadi, meraih karunia dan pahala dari Allah itu sesungguhnya dapat diperoleh dengan kemauan keras, ketulusan kehendak dan kebulatan tekad sekalipun tidak bisa beramal karena suatu uzur.

Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Keutamaan itu tidak diraih dengan banyaknya amal jasmani, akan tetapi diraih dengan ketulusan niat kepada Allah subhanahu wata’aala, benar lagi sesuai dengan sunnah (Nabi shallallahu ‘alahi wasallam) dan dengan banyaknya pengatahuan dan amalan hati.” (Al-Mahajjah fii Sairid Dajlah, halaman 52).

Maka dari itulah Bakar bin Abdullah Al-Muzani rahimahullah pernah mengatakan tetang rahasia di balik terdepannya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu atas semua sahabat Nabi,

“Abu Bakar terdepan atas semua mereka bukan karena puasa atau shalat (yang ia lakukan), akan tetapi karena sesuatu yang terpancang kokoh di dalam dadanya.”

“Kenapa aku tidak seperti perjalananmu yang begitu mudah, engkau berjalan lambat, namun engkau lebih dahulu tiba.”

Sesungguhnya takwa itu pada hakikatnya adalah ketakwaan hati, bukan ketakwaan anggota tubuh. Hal itu dapat kita perhatikan pada firman Allah berikut ini, tentang binatang sembelihan dan kurban yang disembelih karena Allah,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang mencapainya.” (Al-Hajj: 37).

Ketakwaan hatilah yang akan mencapai Allah subhanahu wata’aala sebagaimana firman-Nya di dalam ayat lain,

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal shalih dinaikkan-Nya.” (Fathir: 10).

Yang dimaksud dari semua amal itu adalah ketakwaan hati kepada Allah, yaitu penghambaannya kepada-Nya semata penuh dengan rasa cinta dan rasa pengagungan.

“Karunia di sisi Allah itu bukan dengan bentuk amal perbuatan, akan tetapi dengan hakikat iman

Perbedaan kualitas amal ibadah tergantung kepada kesucian hati sang pelaku, hingga dua orang beramal tampak bagi kita dengan jelas, keduanya setingka

Ternyata antara satu dengan yang lainnya berbeda seperti beda antara langit dengan bumi dalam mendapatkan karunia dan besar-kecilnya pahala.”

Hal lain yang menegaskan pentingnya kita memperhatikan kondisi hati, memperbaiki, menyucikan dan membersihkannya dari berbagai penyakit dan noda serta menghiasinya dengan keutamaan-keutamaan adalah bahwa Allah subhanahu wata’aala menjadikan hati sebagai pusat perhatian-Nya. Abu Hurairah ‎radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah ‎shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصْبَعِهِ إِلَى صَدْرِهِ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad atau bentuk kamu, akan tetapi Dia melihat kepada hati kamu”, beliau menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya.” (Muslim, no. 2564)

Dasar keimanan atau kekufuran, dasar hidayah dan kesesatan, dan dasar keberuntungan dan kenistaan tergantung pada apa yang tertanam di dalam hati seorang hamba. Maka dari itu, mayoritas ulama berkeyakinan bahwa siapa saja yang dipaksa untuk menyatakan “kekufuran”, maka ia tidak berdosa selagi hatinya masih tetap teguh beriman kepada Islam dan tetap dalam kondisi tenang beriman, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’aala,

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٠٦) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah ia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (An-Nahl: 106-107).

Ayat ini diturunkan, sebagaimana pendapat mayoritas ahli tafsir, mengenai ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, di mana di saat ia masuk Islam disiksa oleh orang-orang musyrik di Mekkah dan ia benar-benar mendapat cobaan yang sangat besar hingga beliau mau mengucapkan semacam ucapan kafir kepada Allah dan cacian terhadap Nabi Muhammad ‎shallallahu ‘alahi wasallam sebagaimana yang mereka kehendaki. Kemudian, di lain kesempatan Ammar melaporkan peristiwa itu kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam sambil menangis. Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Bagaimana kondisi hatimu?” Ia menjawab, “Aku masih tenang dalam beriman.” Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda untuk menggembirakannya dan memberinya kemudahan, “Kalau mereka kembali menyiksa kamu, maka silakan lakukan lagi”. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/ 357) dan dishahihkannya sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Segala puji bagi Allah Yang Maha Terpuji dan Mahamulia. Dan hal lain yang menekankan pentingnya kita memperhatikan masalah hati, bahwa hati manusia merupakan raja yang berkuasa, dia adalah pemimpin yang dipatuhi. Maka, kebaikan, keselamatan dan keistiqamahannya adalah modal segala kebaikan, faktor utama untuk meraih segala kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits yang bersumber dari Nu’man bin Basyir ‎radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Rasulullah ‎shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluruh jasad ini, dan apabia rusak, maka rusaklah seluruh jasad ini. Ketahuilah, ia adalah hati.” (Al-Bukhari, nomor 52; Muslim, nomor 1599)

Uraian di atas tadi secara gamblang menjelaskan, bahwa ibadah (penghambaan) hati itu adalah fundamen yang semua bentuk ibadah ditegakkan di atasnya. Maka dari itu,

“Kebaikan jasad sangat tergantung kepada kebaikan hati. Apabila hati baik dengan ketakwaan dan iman, maka seluruh jasad menjadi baik untuk melakukan ketaatan dan kepatuhan.”

Imam Ahmad, telah meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia bertutur, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ

“Iman seseorang tidak akan lurus (benar) sebelum hatinya lurus.” (Al-Musnad, haditsno.13079)

Jadi, iman seseorang tidak akan lurus dan tidak akan baik kecuali jika hatinya lurus dan baik. Maka dari itulah Allah Yang Maha Mengetahui menggarisbawahi bahwa keselamatan di hari Kiamat kelak sangat tergantung kepada keselamatan, kebersihan dan kebaikan hati. Dia berfirman,

يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ (٨٨) إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

 “Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syu’ara’: 88-89).

Hal lain lagi yang menekankan pentingnya kita menjaga hati adalah bahwa di antara sifat hati dan karakter utamanya yang menonjol adalah mudah berbalik dan suka berubah.

“Manusia tidak dinamai manusia melainkan karena kejinakannya, dan tidak pula hati melainkan karena hati selalu mudah berubah.”

Hati sangat mudah berubah, gampang berbuat dan tidak menentu. Imam Ahmad telah meriwayatkan di dalam kitab Musnad-nya, hadits yang bersumber dari Miqdad bin Al-Aswad radhiyallahu ‘anhu. Ia bertutur, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلاَ بًا مِنَ الْقَدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيَانًا

“Sungguh, hati anak Adam (manusia) itu sangat (mudah) berbolak-balik daripada bejana apabila ia telah penuh mendidih.” (Al-Musnad, hadits no.24317)

Kemudian Al-Miqdad berkata, “Sesungguhnya orang yang beruntung (bahagia) itu adalah orang yang benar-benar terhindar dari berbagai fitnah (dosa).” Ia mengulangi ucapannya itu tiga kali, sambil memberikan isyarat bahwa sebab berbolak-balik dan berubahnya hati itu adalah dosa-dosa yang berdatangan menodai hati. Maka dari itu, doa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang sering beliau ucapkan adalah,

اَللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

“Ya Allah, Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku ini pada agama-Mu”

Dan di antara doa beliau juga adalah,

وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيْمًا

“Aku memohon kepada-Mu hati yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Ahmad [4/123, 125]; At- Tirmidzi, nomor 3407 dan An-Nasa’i, nomor 1305)

Semua itu karena terpelesetnya hati merupakan perkara yang sangat besar dan menyimpangnya hati sangat berbahaya. Yang paling ringan berupa berpaling (menjauh) dari Allah subhanahu wata’aala dan ujungnya adalah tertutup, terkunci, menjadi tabiat dan kematian. Allah berfirman,

كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.” (Ar- Rum: 59).

Firman-Nya,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ

“Maka, apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan penutup atas penglihatannya? Maka siapa yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (Al-Jatsiyah: 23).

Semua itu menunjukkan kedudukan dan martabat hati, bahaya yang mengancamnya dan pengaruhnya bagi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Kalau begitu, tidakkah hati berhak untuk direnungkan? Tidakkah ia berhak untuk diteliti dan diintrospeksi? Tidakkah ia berhak untuk dibersihkan, diuji dan diuji?!

Sehingga Anda bisa mengetahui apa yang ada di dalam dada Anda dan apa yang terpancang di dalam hati Anda sebelum semua rahasia ditampakkan, di mana segala yang rahasia menjadi nampak.

أَفَلا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (٩) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (١٠) إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ

“Maka, apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.” (Al-‘Adiyat: 9-11).

Bersungguh-sungguhlah Anda di dalam menjaga hati Anda dan membersihkannya, serta pandai mengawasinya dengan tidak jemu ataupun bosan, karena sesungguhnya hati Anda merupakan anggota tubuh Anda yang paling besar bahayanya, dan ia paling mudah dan banyak pengaruhnya, dan paling rumit mengurusnya serta paling sulit memperbaikinya.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...