Rabu, 25 November 2020

Hukum Membunuh Al Wazagh


Kali ini saya membahas tentang hadist yang sering dianggap konyol  oleh kaum kafir yaitu hadist tentang membunuh cicak, mereka mengejek Islam adalah agama yang aneh kenapa membunuh binatang kecil tidak bersalah itu.

Sering kita ketemui, terutama di tempat tinggal kita tidak akan lekang dengan hewan sejenis  ‎cicak. Makhluk ciptaan Allah ini selalu mengikuti di mana rumah itu berada maka ia pun akan menginap dan ‎berkembang biak disitu. Kita kadang dibuatnya naik pitam ketika melihat hewan yang pandai merayap ini. Jijik ‎dan geli kalau melihat hewan tersebut. 

Dalam pandangan Islam hewan ini salah satu hewan yang dianjurkan untuk di bunuh. Tidak hanya itu bagi ‎siapa yang dapat membunuhnya seketika sekali hempasan, maka bagi pelakunya akan medapatkan pahala ‎sebanyak 100 kebaikan. 

Tidak sedikit yang jijik dengan hewan kecil satu ini, ada juga yang bukan sekedar jijik tapi sampai ketakutan dengann hewan yang satu ini. Tahukah anda bahwa tarnyata ada sunnah dan perintah agar membunuh hewan ini.

Memang hewan ini ringan dan cepat bergerak tetapi bentuk dan struktur kulitnya menjijikan bagi sebagian orang sesuai dengan pengertiannya secara bahasa.

Memang benar bahwa ada nash-nash dari hadits nabawi yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAw memerintah kita untuk membunuh cecak. 

Hanya saja yang jadi masalah terkait dengan penerjemahan dari bahasa Arab aslinya. Nash aslinya bahwa Nabi SAW memerintahkan kita untuk membunuh hewan yang disebut sebagai wazagh. Ada dua masalah dalam hal ini :

Pertama : masalah cara penerjemahannya dari hewan wazagh ini, yang kadang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai cecak, dan kadang diterjemahkan sebagai tokek. Para ulama di Indonesia banyak berbeda pendapat ketika menterjemahkannya.

Kedua : apa 'illat di balik perintah untuk membunuh wazagh ini. Kenapa ujug-ujug Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk membunuh hewan ini? Sementara secara umum kita dilarang membunuh hewan tanpa alasan yang pasti. Disini para ulama memang berbeda pendapat.

Dalam kitab al-Qamus Al-Muhith dijelaskan,

الوَزَغَةُ ، مُحرَّكةً‏:‏ سامُّ ابْرَصَ ، سُمِّيَتْ بها لِخِفَّتِها وسُرْعَةِ حَرَكَتِها،

“Al Wazagh, (spesies  tokek) ,  dinamakan demikian karena ringannya dan cepat gerakannya”


Perintah agar membunuh Al Wazagh

Hadist terkait tentang ini adalah:

عن عامر بن سعد، عن أبيه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بقتل الوزغ. وسماه فويسقا.

Dari ‘Aamir bin Sa’d, dari ayahnya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan membunuh Al-wazagh, dan beliau menamakannya binatang fasiq” (HR.Muslim no. 2238, Abu Daawud no. 5262, Ibnu Hibbaan no. 5635, dan yang lainnya).

Membunuh Al-wazagh  mendapat 100 pahala kebaikan.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً وَمَنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الْأُولَى وَإِنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الثَّانِيَةِ حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ   حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ زَكَرِيَّاءَ حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ كُلُّهُمْ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَى حَدِيثِ خَالِدٍ عَنْ سُهَيْلٍ إِلَّا جَرِيرًا وَحْدَهُ فَإِنَّ فِي حَدِيثِهِ مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ زَكَرِيَّاءَ عَنْ سُهَيْلٍ حَدَّثَتْنِي أُخْتِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ سَبْعِينَ حَسَنَةً

Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya; Telah mengkhabarkan kepada kami Khalid bin 'Abdullah dari Suhail dari Bapanya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang membunuh wazagh (وَزَغَةً) satu kali pukul, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan. Dan barang siapa yang membunuhnya dua kali pukul, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan berkurang dari pukulan pertama. Dan siapa yang membunuhnya tiga kali pukul, maka pahalanya kurang lagi dari itu." Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Jarir; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabbah; Telah menceritakan kepada kami Isma'il iaitu Ibnu Zakaria; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan seluruhnya dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang semakna dengan Hadis Khalid dari Suhail. Kecuali Jarir dia mengatakan di dalam Hadisnya; 'Barang siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan, dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabbah; Telah menceritakan kepada kami Isma'il iaitu Ibnu Zakaria dari Suhail; Telah menceritakan kepadaku Saudara perempuanku dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahawa beliau bersabda: 'Pada pukulan pertama terdapat tujuh puluh kebaikan.'(HR.Muslim)

Bahkan Imam an-Nawawi rahimahullah mengklaim adanya ijma’ ulama, beliau berkata,

واتفقوا على أن الوزغ من الحشرات المؤذيات

“Para ulama sepakat bahwa wazagh termasuk hewan kecil yang mengganggu.”

Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh wazagh karena memiliki sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6:193)

Dan ini contohkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang juga ingin membunuh wazagh dengan tombak.

Dari saibah Maula Fakih bin Al-Mughirah ia menemui ‘Aisyah dan melihat beliau di rumahnya ada tombak yang diletakkan. Kemudia ia berkata:

يا أم المؤمنين ما تصنعون بهذا الرمح ؟ قالت هذا لهذه الأوزاغ نقتلهن به فإن رسول الله صلى الله عليه وسلم حدثنا أن إبراهيم صلى الله عليه وسلم حين ألقى في النار لم تكن في الأرض دابة إلا تطفىء النار عنه غير الوزغ فإنه كان ينفخ عليه فأمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بقتله ..

“Wahai Ummul Mukminin apa yang engkau perbuat dengan tombak tersebut?”

Beliau menjawab,

“Ini untuk para wazagh,kami membunuhnya karena Rasulullah shallallahu ’ala­ihi wasallam menceritkan kepada kami bahwa tatkala nabi Ibrahim dilemparkan ke api semua hewan melata dimuka bumi berusaha mematikan api kecuali wazagh, ia ikut meniupkan api maka Rasulullah shallallahu ’ala­ihi wasallam memerintahkan kita agar membunuh wazagh.”

Semakin cepat dibunuh semakin baik

Bahkan semakin cepat dibunuh semakin baik. Sebagaimana hadits membunuh sekali pukulan/serangan lebih banyak pahalanya dari pada dua kali.

Rasulullah shallallahu ’ala­ihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ“

“Barangsiapa yang membunuh wazagh  pada pukulan pertama maka ditulis baginya seratus kebaikan, jika dia membunuhnya pada pukulan kedua maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu, dan bila pada pukulan ketiga maka dia mendapatkan pahala yang kurang dari itu.”

Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan

وأما سبب تكثير الثواب في قتله بأول ضربة ثم ما يليها فالمقصود به الحث على المبادرة بقتله ، والاعتناء به ، وتحريض قاتله على أن يقتله بأول ضربة ، فإنه إذا أراد أن يضربه ضربات ربما انفلت وفات قتله

“Adapun sebab banyaknya pahala pada pembunuhan wazagh  pada pukulan/serangan pertama maka maksudnya adalah motivasi agar bersegera membunuhnya ,perhatian (serius) membunuhnya serta memberikan semangat agar membunuh sekali pukulan saja. Jika dipukul dengan beberapa pukulan bisa jadi wazagh  terhindar dari kematian (bisa mengelak dan bersembunyi dengan cepat, ).”


Tentang kisah nabi Ibrahim:

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام

Dari Ummu Syarik radiallahu 'anha bahawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh Al-wazagh. Dan Beliau bersabda: "Dahulu Al-wazagh ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim 'Alaihissalam." (HR.Bukhari)

Saya tidak menemukan tentang wazagh  dalam Alqur’an yang ada hanya Qishashul Anbiya’ ibrahim yang dilontarkan ke dalam api:

قَالُوا۟ ٱبْنُوا۟ لَهُۥ بُنْيَٰنًۭا فَأَلْقُوهُ فِى ٱلْجَحِيمِ

Mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu".
(QS.As-Shaffaat:97)

Lalu Allah menyelamatkannya:

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِۦٓ إِلَّآ أَن قَالُوا۟ ٱقْتُلُوهُ أَوْ حَرِّقُوهُ فَأَنجَىٰهُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلنَّارِ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يُؤْمِنُونَ

Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.
(QS.Al-Ankabuut:24)

Dalam HR.Bukhari, Nabi Ibrahim menyebut hasbunallahu wani’mal wakil sebelum dilontarkan ke dalam api. Kemudian beliau berdoa:


حَدَّثَنَا أَبُو هَاشِمٍ الرِّفَاعِيُّ ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، ثنا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَمَّا أُلْقِيَ إِبْرَاهِيمُ فِي النَّارِ قَالَ : اللَّهُمَّ إِنَّكَ فِي السَّمَاءِ وَاحِدٌ ، وَأَنَا فِي الْأَرْضِ وَاحِدٌ أَعْبُدُكَ

Abu Ya’la mengatakan Abu Hasyim ar-Rifa’iy, meriwayatkan daripadanya dari Ishak bin Sulaiman, dari Abu Jaafar ar-Razi, dari ‘Asim bin Bahdalah Abu Najud, dari Abi Sholeh, dari Abi Hurairah radiallahuanhu, sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; “Ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam api, beliau berkata, “Ya Allah Sesungguhnya Engkau di langit sendirian dan aku di bumi sendirian menyembahMu” (HR.Abi Sa’id)

Tetapi mereka tetap ingin membakarnya

قَالُوا۟ حَرِّقُوهُ وَٱنصُرُوٓا۟ ءَالِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَٰعِلِينَ

Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak".
(QS.Al-Anbiyaa’:68)

قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًۭا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ

Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",
(QS.Al-Anbiyaa’:69)

وَأَرَادُوا۟ بِهِۦ كَيْدًۭا فَجَعَلْنَٰهُمُ ٱلْأَخْسَرِينَ

mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.
(QS.Al-Anbiyaa’:70)

Manhal bin Amru berkata melalui kisah Israiliat bahwa Nabi Ibrahim berada di dalam api selama 40 -50 hari. Diceritakan dari Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ibu nabi Ibrahim pada kejadian itu, tidak henti-henti memandang anak kesayangannya itu dan dia memanggilnya, “Wahai Ibrahim anakku, aku ingin bersamamu. Doalah pada Allah agar aku dapat bersamamu dan menyelamatkan aku dari panasnya api di sekelilingmu”. Lalu ibunya masuk ke dalam api dan memeluk anaknya dan mencium anaknya. Setelah itu, ibunya keluar kembali, anaknya selamat.

Dalil tentang wazagh

 1.      Hadist dari Aisyah radiallahu 'anha 
Ummul Mukminin Aisyah radiallahu 'anha tidak menyuruh kita membunuh wazagh

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْوَزَغِ فُوَيْسِقٌ وَلَمْ أَسْمَعْهُ أَمَرَ بِقَتْلِهِ

Dari 'Aisyah radiallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "wazagh itu kecil bahayanya". Dan aku tidak mendengar Beliau memerintahkan untuk membunuhnya". (HR. Bukhari dan Ahmad)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْوَزَغِ الْفُوَيْسِقُ وَلَمْ أَسْمَعْهُ أَمَرَ بِقَتْلِهِ وَزَعَمَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِهِ

Dari 'Aisyah radiallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggelar wazagh dengan istilah fuwaisiq (binatang durhaka) dan aku tidak mendengar Beliau memerintahkan untuk membunuhnya sedangkan Sa'ad bin Abi Waqash beranggapan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan untuk membunuhnya".(HR. Bukhari dan Ahmad)

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْوَزَغِ الْفُوَيْسِقُ زَادَ حَرْمَلَةُ قَالَتْ وَلَمْ أَسْمَعْهُ أَمَرَ بِقَتْلِهِ
 
Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menamai Al-wazagh dengan Fuwaisiq. Harmalah menambahkan; 'Dan aku belum mendengar beliau menyuruh untuk membunuhnya.' (Hadis Sahih Riwayat Muslim dan Ahmad)

2. Hadist dari Ummu Syarik

Dalil hadist yang dibawa Ummu Syarik, kebanyakan menyuruh membunuh wazagh

أُمَّ شَرِيكٍ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا بِقَتْلِ الْأَوْزَاغِ

Ummu Syarik mengkhabarkan kepadanya bahawa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh Al-wazagh (HR.Bukhari, Ahmad dan Ibnu Majah)

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا بِقَتْلِ الْأَوْزَاغِ وَفِي حَدِيثِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ أَمَرَ

Dari Ummu Syarik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruhnya supaya membunuh semua Al-wazagh. Sedangkan di dalam Hadis Ibnu Abu Syaibah menggunakan lafazh 'Amara' (menyuruh) saja. (HR. Muslim)

أَنَّ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ أَخْبَرَهُ أَنَّ أُمَّ شَرِيكٍ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا اسْتَأْمَرَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَتْلِ الْوِزْغَانِ فَأَمَرَ بِقَتْلِهَا وَأُمُّ شَرِيكٍ إِحْدَى نِسَاءِ بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ اتَّفَقَ لَفْظُ حَدِيثِ ابْنِ أَبِي خَلَفٍ وَعَبْدِ بْنِ حُمَيْدٍ وَحَدِيثُ ابْنِ وَهْبٍ قَرِيبٌ مِنْهُ

Bahawa Sa'id bin Al Musayyab telah mengkhabarkan kepadanya, Ummu Syarik Telah mengkhabarkan kepadanya, bahwa dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang membunuh wazagh. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruhnya agar dibunuh saja. Ummu Syarik adalah salah seorang wanita dari Bani Amir bin Luay. Lafaz Hadis Ibnu Abu Khalaf sama dengan lafaz Hadis Abad bin Humaid demikian juga Hadis Ibnu Wahab mirip dengan Hadis tersebut. (HR.Muslim)

3. Hadist dari Amr bin Sa’d 

Selain itu, terdapat perawi lain yang menyebut tentang membunuh wazagh

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا


Dari 'Amir bin Sa'd dari Bapaknya bahawa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar membunuh Al Wazagh dan beliau memberi nama Fuwaisiq (si fasik kecil)."  (HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad)

أَنَّ نَافِعًا مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْتُلُوا الْوَزَغَ فَإِنَّهُ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام النَّارَ قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقْتُلُهُنَّ

Bahwasanya Nafi' budak Ibnu Umar mengkhabarkan kepadanya bahwasanya Aisyah telah mengkhabarkan kepadanya bahwasanya Nabi shallaallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bunuhlah Al-Wazagh, karena sesungguhnya ia meniupkan api kepada Nabi Ibrahim 'Alaihis salam." Dia berkata; "Sesungguhnya Aisyah membunuhAl-Wazagh tersebut." (HR. Ahmad)

5. Hadist dari Abu Hurairah 

مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِيْ أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةٌ وَمَنْ قَتَلَهَا فِيْ الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةٌ لِدُوْنِ الْأُوْلَى وَإِنْ قَتَلَهَا فِيْ الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةٌ لِدُوْنِ الثَّانِيَةِ
 
Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang membunuh Al-Wazagh satu kali pukulan, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan. Dan barang siapa yang membunuhnya dua kali pukulan, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan berkurang dari pukulan pertama. Dan siapa yang membunuhnya tiga kali pukulan, maka pahalanya kurang lagi dari itu (HR.Muslim)

Jadi hadis membunuh Al-Wazagh adalah hadist mutawatir karena diriwayatkan oleh perawi yang banyak,  umumnya dari Ummu Syarik dan hadist yang tidak menyebut membunuh Al-wazagh adalah hadist masyhur yang umumnya dari Ummul Mukminin Aisyah radiallahu’anha. 

Ibnu Hajar Al-Asqolani melabelkan Ummu Syarik sebagai  sahabiyah dari kalangan Al-Ansar. Menurut Ibn Abd Al-Bar, pandangannya banyak berbeda dari isteri nabi sendiri dan kebanyakan darinya memberi pandangan bahwa pandangannya tidak sahih. 

Ini merujuk kepada hadist yang diriwayatkan mengenai Al-wazagh. Hadist Ummu Syarik mengenai Al-wazagh banyak diriwayatkan melalui hadist di dalam Musnad Imam Ahmad berjumlah 10 hadist.

Sahabiyah yang meriwayatkan Hadist dan ditulis dalam Al-Kutub At-Tis’ah (Kitab hadist yang menepati ahlu sunah wal jamaah) berjumlah 132 orang. Periwayat terbanyak adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar, kemudian Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah). Keduanya merupakan istri Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Kemudian berturut-turut Asma’ binti Abu Bakar, Zainab binti Abu Salamah, Maimunah binti al-Harits, Hafshah binti Umar, Ramlah binti Abi Sufyan (disebut ketiga terakhir ini semua adalah para isteri Nabi). Disusul Ummu ‘Athiyah, Shafiyyah binti Syaibah, dan Fahitah binti Abi Thalib. Dari sepuluh periwayat perempuan yang meriwayatkan Hadist terbanyak di antaranya adalah para isteri Nabi, satu orang lainnya adalah anak tiri Nabi (Zainab binti Abu Salamah), satu orang sepupu Nabi (Fahitah binti Abu Thalib), dan satu orang kakak ipar Nabi (Asma’ binti Abu Bakar). Hanya dua orang di antaranya yang tidak ada hubungan keluarga dengan Nabi, yaitu Nasibah binti Ka’ab (Ummu ‘Athiyah) dan Shafiyyah binti Syaibah.

Hadist dari Aisyah mengatakan Al-Wazagh itu berbahaya sedangkan hadist dari Ummu Syarik menyuruh membunuhnya. Dalam hadis Abu Hurairah, membunuh wazagh (وَزَغَةً) mendapat pahala dan disepakati jumhur ulama tentang kelebihan membunuh wazagh. Tetapi ulama masih tidak sepakat mengenai bolehnya membunuh Al-wazagh karena ia meniup api pada saat nabi Ibrahim dibakar lantaran tidak ada dalam nash Al-Quran yang menjelaskan itu. Pendapat yang lebih rojih adalah karena Al-wazagh itu menimbulkan mudarat dan berbahaya seperti dalam hadist dari Aisyah.

Anda mungkin berpikir dari tadi kok saya bahas Al-Wazagh bukan cicak ya??
dalam semua hadist yang dituduh sebagai hadist nyeleneh menyuruh membunuh cicak ternyata menggunakan kata Al-Wazagh (الوزغ), sedangkan cicak dalam bahasa arab disebut dengan sahliat (سحلية),  sedangkan tokek yang di dalam bahasa Arab disebut wazaghat (وَزَغَةً), binatang ini berbeda dengan cicak atau tokek.

Cicak nama latinnya adalah Cosymbotus platyurus, sedangkan Wazagh nama latinnya adalah Cyrtopodion scabrum.Cicak bertemu dengan Al-wazagh pada tingkat Famili (Gekkonidae). Wazagh juga bukan tokek, karena tokek punya nama latin Gekko sp. Saya sendiri tidak tahu kira-kira apa nama bahasa Indonesia dari Al-wazagh ini, bagaimana bisa membunuhnya? jenis binatang ini saja tidak tahu harus dicari kemana kalau di Indonesia.

Jadi sangat tidak cocok jika perintah membunuh Al-wazagh diqiyaskan dengan perintah membunuh cicak atau tokek ? wong beda binatang kok -_-

Ini satu lagi kecerobohan dan kesoktahuan umat tentang hewan yang dianjurkan untuk dibunuh dalam hadist tersebut, jenis hewannya aja dia udah salah.

Rasulullah menyebut wazagh sebagai fuwasiqa ( الْوَزَغُ فُوَيْسِقٌ), fuwaisiq ditakrif dengan makna bahaya dan bahaya jenis kecil atau “si fasik kecil”.  fasik  yaitu menyimpang dari ajaran Islam atau mendurhakai Allah.
Perhatikan juga hadist ini

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَمْسٌ مِنْ الدَّوَابِّ كُلُّهُنَّ فَاسِقٌ يَقْتُلُهُنَّ فِي الْحَرَمِ الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada saya Ibnu Wahb berkata, telah menceritakan kepada saya Yunus dari Ibnu Syihab dari 'Urwah dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda: "Ada lima jenis hewan yang kesemuanya berbahayasehingga boleh dibunuh saat ihram, yaitu: burung gagak, burung rajawali, tikus, kala jengking dan anjing galak". (HR.Bukhari)

Dari hadist di atas dijelaskan adanya anjuran untuk membunuh binatang jika menimbulkan bahaya atau mudharat.

Imam Suyuthi menyebutkan didalam “Al Asbah an Nazhoir” bahwa Binatang-binatang itu terbagi menjadi empat macam :
1. Binatang yang didalamnya terdapat manfaat dan tidak berbahaya maka ia tidak boleh dibunuh.
2. Binatang yang mengandung bahaya didalamnya dan tidak bermanfaat maka dianjurkan untuk dibunuh seperti : ular dan binatang-binatang yang berbahaya.
3. Binatang yang mengandung manfaat didalamnya dari satu sisi namun berbahaya dari sisi lainnya, seperti : burung elang maka tidak dianjurkan dan tidak pula dimakruhkan untuk membunuhnya.
4. Binatang yang tidak mengandung manfaat didalamnya dan tidak pula berbahaya, seperti : ulat, serangga sejenis kumbang maka tidaklah diharamkan dan tidak pula dianjurkan untuk membunuhnya. (Al Asbah an Nazoir juz II hal 336)

Jadi  Al-Wazagh bukanlah cicak rumah yang sering kita temui setiap hari, jika memang hewan ini membahayakan manusia atau meracuni makanan maka dibolehkan bagi kita untuk membunuhnya, hukumnya hanya sunah tidaklah wajib, jadi sama sekali tidak ada yang aneh atau nyeleneh dari hadist ini toh memang ada alasan yang jelas untuk membunuhnya bukan tanpa sebab. Lagian kapan kita bisa sering-sering mau membunuh binatang ini jika ketemu aja susah, banyak amalan sunah lainnya yang bisa kita lakukan selain membunuh wazagh toh.

Kesimpulan 

Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa membunuh Al Wazagh hukumnya sunnah, tanpa pengecualian.

Sikap yang tepat dalam memahami perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan sebisanya. Demikianlah yang dicontohkan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum, padahal mereka adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan lebih berkasih sayang terhadap binatang, daripada kita. Di antara bagian dari sikap tunduk dan patuh sepenuhnya adalah menerima setiap perintah tanpa menanyakan hikmahnya. Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai pertanyaan sahabat tentang hikmah diperintahkannya membunuh Wazagh. Mereka juga tidak mempertanyakan status Wazagh zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan Wazagh  sekarang. Jika dibandingkan antara mereka dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?

Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahwa perintah membunuh Wazagh tersebut tidak ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak orang. Adapun terkait hikmah membunuh Wazagh, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa Wazagh  termasuk hewan kecil yang mengganggu.” (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh Wazagh karena memiliki sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6:193)

Hikmah yang disebutkan di atas, hanya sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam beramal, bukan sebagai dasar beramal, karena dasar kita beramal adalah perintah yang ada pada dalil dan bukan hikmah perintah tersebut. Baik kita tahu hikmahnya maupun tidak.

Segala sesuatu memiliki manfaat dan madarat. Kita–yang pandangannya terbatas– akan menganggap bahwa Wazagh memiliki beberapa manfaat yang lebih besar daripada madaratnya. Namun bagi Allah–Dzat yang pandangan-Nya sempurna–hal tersebut menjadi lain. Allah menganggap madarat Wazagh  lebih besar dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang serba kurang dan terbatas ataukah pandangan Allah yang sempurna?

Manakah yang lebih penting, antara mengamalkan perintah syariat atau melestarikan hewan namun tidak sesuai dengan perintah syariat? Orang yang kenal agama akan mengatakan, “Mengamalkan perintah syariat itu lebih penting. Jangankan, hanya sebatas Wazagh, bila perlu, harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu adalah jihad yang sunnah.”

Semoga perenungan ini bisa menjadi acuan bagi kita untuk tunduk dan patuh pada aturan syariat Allah. Allahu a’lam.

 

Hukum Tidak Boleh Membunuh Hewan Dengan Di Siksa


Bagaimana hukum membunuh semut dan kecoak jika mengganggu? Padahal dalam hadits disebutkan bahwa semut tidaklah boleh dibunuh. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
 
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ.
 
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh empat hewan: semut, lebah, burung Hudhud dan burung Shurad.” (HR. Abu Daud no. 5267, Ibnu Majah no. 3224 dan Ahmad 1: 332. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sedangkan dalam hadits lain ada keterangan mengenai hewan fasik yang boleh untuk dibunuh karena sifatnya mengganggu. Dari ‘Aisyah, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
 
“Ada lima jenis hewan fasik yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)
Apa yang dimaksud hewan yang fasik? Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (8: 114) menjelaskan bahwa makna fasik dalam bahasa Arab adalah al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram dan ketika ihram.
Kita lihat yang dimaksud dengan hewan fasik adalah hewan yang mengganggu sebagaimana keterangan dari ulama besar Syafi’iyah yaitu Imam Nawawi rahimahullah di atas.

Hukum membunuh binatang “secara sengaja” terbagi menjadi empat macam:
Pertama: Binatang yang boleh dibunuh dan tidak boleh dimakan, yaitu setiap hewan yang memiliki tabiat yang membahayakan atau menyakiti manusia maka boleh dibunuh, baik di tanah suci maupun di tempat lain. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ كُلُّهَا فَوَاسِقُ تُقْتَلُ فِى الْحَرَمِ الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْعَقْرَبُ وَالْفَارَةُ

“Lima hewan yang semuanya jahat, boleh dibunuh walau di tanah suci; burung gagak, burung rajawali, anjing yang suka melukai, kalajengking dan tikus.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]
Dalam riwayat yang lain: “juga ular.” Dan dikiaskan semua binatang yang berbahaya seperti harimau, singa dan lain-lain, termasuk yang ditanyakan yaitu nyamuk, hukumnya boleh dibunuh.
Dan dibolehkan membunuh hewan-hewan tersebut dengan cara apa saja selama tidak mengandung penyiksaan seperti dibakar, sehingga dibolehkan insya Allah denganmenyemprotkan insektisida.
Kedua: Binatang yang boleh dibunuh dan boleh dimakan, seperti unta, sapi, kambing, ayam dan lain-lain, hukumnya boleh dibunuh untuk dimakan dengan disembelih atau dibunuh dengan cara yang sesuai syari’at.

Ketiga: Binatang yang tidak boleh dibunuh, yaitu hewan yang tidak memiliki tabiat yang jelek dan tidak pula dibolehkan memakannya. Diantaranya yang disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,

إِنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang dari membunuh empat jenis hewan; semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurod.” [HR. Abu Daud, Al-Irwa’: 2490]

Juga dalam hadits Abdur Rahman bin Utsman radhiyallahu’anhu, beliau berkata

أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ قَتْلِهَا

“Bahwasannya seorang dokter bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang katak untuk dijadikan obat, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang dari membunuh katak.” [HR. Abu Daud, Shahihut Targhib: 2991]
Keempat: Hewan yang tidak boleh dibunuh namun menyakiti, seperti semut atau lebah yang menyakiti, hendaklah diusir, ditakut-takuti, dijauhkan dan semisalnya. Kalau terpaksa harus membunuh maka boleh dibunuh tanpa menyiksa.
Islam melarang kita untuk membunuh sesuatu dengan membakar, karena yang berhak membakar adalah Allah Ta'alaa saja sebagaimana sabda Rasulullah shallawahu 'alaihi wasallam:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ :بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْثٍ فَقَالَ إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا وَفُلَانًا فَأَحْرِقُوهُمَا بِالنَّارِ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَرَدْنَا الْخُرُوجَ إِنِّي أَمَرْتُكُمْ أَنْ تُحْرِقُوا فُلَانًا وَفُلَانًا وَإِنَّ النَّارَ لَا يُعَذِّبُ بِهَا إِلَّا اللَّهُ فَإِنْ وَجَدْتُمُوهُمَا فَاقْتُلُوهُمَا‎

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata : Rasulullah shallawahu  'alaihi wasallam mengutus kami dalam satu sariyah lalu Beliau berkata : " jika kalian menemukan fulan dan fulan maka bakarlah keduanya dengan api, kemudian ketika kami hendak berangkat Rasulullah shallawahu 'alaihi wasallam berkat : "sesungguhnya aku telah memerintahkan kalian untuk membakar fulan dan fulan, sesungguhnya api tidak pantas untuk menyiksa dengannya kecuali Allah, maka jika kalian menemukan mereka bunuhlah mereka berdua" HR Bukhari.

Demikian pula hadis dari Hamzah bin Amr Al-Aslami, beliau bercerita:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّرَهُ عَلَى سَرِيَّةٍ قَالَ: فَخَرَجْتُ فِيهَا، وَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا فَأَحْرِقُوهُ بِالنَّارِ». فَوَلَّيْتُ فَنَادَانِي فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا فَاقْتُلُوهُ وَلَا تُحْرِقُوهُ، فَإِنَّهُ لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ ».

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah mengutusnya bersama pasukan perang, ketika hendak berangkat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Jika kalian menjumpai si A, bakarlah dia dengan api.” Kemudian aku berangkat. Lalu beliau memanggilku dan aku kembali dan beliau berpesan, “Jika kalian menangkap si A, bunuhlah dan jangan kalian bakar. Karena tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Tuhannya api (yaitu Allah).” (HR. Abu Daud 2673 dan dishahihkan Al-Albani)‎‎

- عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحْرِقْهُمْ لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ وَلَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ

Dari Ikrimah berkata : telah dihadapkan kepada Ali radhallahu anhu orang-orang zindiq lalu beliau membakar mereka, namun berita tersebut sampai kepada Ibnu Abbas radhiallahu anhu lalu beliau berkata : " seandainya aku, tentu aku tidak akan membakar mereka karena Rasulullah shallawahu 'alaihi wasallam melarangnya dalam sabda beliau : "janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah" tapi tentulah aku akan membunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu 'alaihi wasallam : " barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah".

ما أخرج البزّار في مسنده عن عثمان بن حبّان قال : " كنت عند أمّ الدّرداء رضي الله عنها ، فأخذت برغوثاً فألقيته في النّار ، فقالت : سمعت أبا الدّرداء يقول : قال رسول اللّه صلى الله عليه وسلم : لا يعذّب بالنّار إلاّ ربّ النّار ".

Dikeluarkan oleh Al-Bazzar dalam musnadnya dari Utsman bin Hibban berkata: ketika itu aku ditempat Ummu Darda' radhiallahu anha, lalu aku mengambil seekor kutu lalu aku melemparkannya kedalam api, maka beliau berkata : aku mendengar Abu Darda' berkata: Rasulullah shallawahu  'alaihi wasallam bersabda : " tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Robbnya api".

Riwayat- riwayat diatas menunjukkan dilarangnya membunuh atau menyiksa dengan api, dalam hal ini para sahabat berbeda pendapat:

1- Sebagian ada yang melarangnya termasuk Ibnu Abbas dan Umar bin Khatthab radhiallahu anhum berdasarkan riwayat-riwayat diatas.

2- Sebagian lain ada yang membolehkannya termasuk Ali bin Abi Thalib dan Khalid bin Walid radhallahu anhum berdasarkan beberapa riwayat :

- Diantaranya ketika ada golongan Saba'iyyah yang menganggap Ali sebagai Robb beliau membakar mereka.

عن عَبْد اللَّه بْن شَرِيك الْعَامِرِيّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قِيلَ لِعَلِيٍّ إِنَّ هُنَا قَوْمًا عَلَى بَاب الْمَسْجِد يَدَّعُونَ أَنَّك رَبّهمْ ، فَدَعَاهُمْ فَقَالَ لَهُمْ وَيْلكُمْ مَا تَقُولُونَ ؟ قَالُوا : أَنْتَ رَبُّنَا وَخَالِقنَا وَرَازِقنَا . فَقَالَ : وَيْلكُمْ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ مِثْلُكُمْ آكُلُ الطَّعَام كَمَا تَأْكُلُونَ وَأَشْرَبُ كَمَا تَشْرَبُونَ .... ، وَجَاءَ بِالْحَطَبِ فَطَرَحَهُ بِالنَّارِ فِي الْأُخْدُود وَقَالَ : إِنِّي طَارِحكُمْ فِيهَا أَوْ تَرْجِعُوا ، فَأَبَوْا أَنْ يَرْجِعُوا فَقَذَفَ بِهِمْ فِيهَا حَتَّى إِذَا اِحْتَرَقُوا قَالَ : إِنِّي إِذَا رَأَيْت أَمْرًا مُنْكَرًا أَوْقَدْت نَارِي وَدَعَوْت قَنْبَرَا
وَهَذَا سَنَد حَسَن

Dari Abdullah bin Syarik Al-'amiriy dari ayahnya berkata : diberitakan kepada Ali bahwa ada satu kaum di depan pintu masjid mendakwa dirimu sebagai Robb mereka, lalu beliau memanggil mereka dan berkata : celaka kalian apa yang kalian katakan ? mereka berkata : Engkau adalah Robb kami dan Pencipta kami dan Pemberi kami, lalu beliau berkata : celaka kalian, aku hanyalah hamba seperti kalian makan sebagaimana kalian makan dan minum sebagaimana kalian minum,.....lalu beliau memerintah seseorang untuk membawa kayu bakar dan dilemparkan kedalam parit dalam keadaan menyala, lalu beliau berkata: sesungguhnya aku akan melempar kalian kedalamnya atau kalian bertaubat, namun mereka enggan bertaubat dan Alipun melempar mereka kedalam api sampai terbakar.

2- Begitu pula riwayat yang menceritakan ketika Rasulullah shallawahu alaihi wasallam menusuk mata orang-orang 'Urainiyyin dengan besi yang dibakar.

3- Begitu pula ketika Abu Bakar membakar golongan murtaddin.

4- Begitu juga Khalid bin Walid yang membakar golongan murtaddin, ini semuanya menunjukkan bolehnya membunuh dengan api.

Berkata Muhallab :  larangan dalam hadits tidak menunjukkan pengharamannya tetapi sebagai bentuk sikap tawadhu', yang menunjukkan bolehnya membakar adalah perbuatan para sahabat. Dan sebagian ulama Madinah membolehkan membakar benteng-benteng dan kapal-kapal seperti yang dikatakan Imam nawawi dan 'Auzai.

Adapun membunuh nyamuk dengan raket nyamuk, maka sepengetahuan kami, nyamuk tidak mati karena terbakar, tapi karena kesetrum, lalu terbakar dalam keadaan sudah mati, jadi tidak termasuk dalam hal menganiaya nyamuk

Namun pendapat yang kuat adalah dilarang membunuh dengan membakar berdasarkan hadits Nabi diatas, adapun riwayat dari sebagian sahabat mansukh dengan larangan Nabi shallawahu 'alaihi wasallam, dan riwayat membakar benteng dan kapal itu karena darurat,demikian juga sebagian sahabat mengingkarinya, seperti Ibnu Abbas ketika mengingkari perbuatan Ali radhiallahu anhu.

Adapun membunuh nyamuk dengan raket nyamuk, maka sepengetahuan kami, nyamuk tidak mati karena terbakar, tapi karena kesetrum, lalu terbakar dalam keadaan sudah mati, jadi tidak termasuk dalam hal menganiaya nyamuk, oleh karenanya hukumnya diperbolehkan, apalagi nyamuk termasuk serangga yang mengganggu dan juga menyebabkan beberapa penyakit yang berbahaya, jadi syariat mengizinkan kita untuk membunuhnya dengan cara apapun yang memudahkan, apalagi kalau jumlahnya banyak.

Syeikh Hamid bin Abdullah Al-'Ali  ketika ditanya apakah boleh membunuh nyamuk dengan alat yang ada arus listriknya? Lalu beliau menjawab: tidak mengapa karena nyamuk mati sebelum terbakar.

Pendapat ini juga kami rujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh website Thariqul Islam dari Syeikh Hamid bin Abdullah Al-'Ali  ketika ditanya apakah boleh membunuh nyamuk dengan alat yang ada arus listriknya? Lalu beliau menjawab: tidak mengapa karena nyamuk mati sebelum terbakar.

Akan tetapi ada perbedaan antara penyiksaan dengan setruman yang menyebabkan kematian yang dilakukan alat ini dengan sebab masuknya serangga ke dalamnya sebagaimana ia masuk ke dalam api saat ia menyala. Sebagaimana masuknya serangga-serangga itu ke dalam api tidak mengharamkan penyalaan api dan mengambil manfaat darinya, maka begitu juga masuknya serangga-serangga itu ke dalam alat setrum dengan sendirinya membolehkan penggunaannya untuk melepaskan diri dari gangguan nyamuk dan lalat yang bila banyak maka sangat susah melepaskan diri dari gangguannya dengan selain cara ini.

Bahkan dalil telah menunjukan akan kebolehan membakar hewan yang menyakiti untuk menolak gangguannya bila ia tidak tertolak kecuali dengan cara itu, sebagaimana dalam kisah seorang nabi yang digigit seekor semut, maka ia memerintahkan agar membakar kampung semut itu semuanya, maka Allah mewahyukan kepadanya:

هلا نملة واحدة
“Kenapa tidak seekor semut saja”.

Maksudnya kenapa engkau tidak membakar seekor semut saja yang menggigitmu… ini adalah dalil yang menunjukan bahwa bial tidak mungkin melepaskan diri dair gangguan sebagian hewan kecuali dengan api, maka sesungguhnya hal itu adalah tidak apa-apa namun tanpa melampaui batas, sedangkan alat ini tidak menyetrum kecuali lalat atau nyamuk yang menerobosnya, persis seperti api yang dinyalakan untuk penerangan dan penghangatan badan atau untuk memasak dan yang lainnya…

Dan juga penyiksaan itu adalah dengan melakukan hal itu secara langsung oleh orang, sedangkan alat ini hanyalah dimasuki oleh nyamuk yang mengganggu manusia dan bukan manusia yang sengaja melemparkan nyamuk ke dalamnya untuk mereka siksa…

Dan dalam bab ini sangat berfaedah mengingat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membakar pohon-pohon kurma Bani An Nadlir, sedangkan pohon kurma itu biasanya tidak kosong dari burung atau serangga atau hal serupa itu, dan sangat sulit menghindari dari keterbakarannya dalam kondisi ini. Dan ini masuk dalam apa yang dikatakan olehh fuqoha “sah atau terbukti secara keterikutan apa yang tidak terbukti (sah) secara menyendiri”…. Di mana dalam pembakaran pohon-pohon kurma itu tidak aada maksud dan penyengajaan membakar hewan-hewan yang ada di pohon-pohon itu, akan tetapi tatkala sulit menghindari hal itu maka ada rukhsahah di dalamnya, sebagaii bagian dari kaidah (Bila kondisi menyempit maka urusan jadi lapang). Dan An Nawawi menghikayatkan ijma prihal kebolehan membunuh hal-hal yang menyakiti…

Adapun sikap mempersulit dan fatwa pengharaman dari sebagian mufti resmi (pemerintah) dalam hal ini dengan klaim bahwa itu adalah penyiksaan, maka ia adalah tergolong hal aneh yang paliing mengherankan terutama bahwa mayoritas mereka itu berpura-pura buta dari penyiksaan kaum muslimin, para duat dan mujahidin di sel-sel penjara ulil amri mereka dan pembakaran mereka dengan rokok-rokok mereka yang mereka padamkan di badan-badan bahkan di aurat-aurat kaum mu’minin yang disiksa. Sikap tasyaddud (terlalu mempersulit) dalam membakar dan menyiksa nyamuk ini beserta sikap tasahul (terlalu memperenteng) dan berpura-pura buta dari pembakaran muwahhidin dan mujahidin ini mengingatkan saya dan sangat pas dengannya apa yang dikatakan ibnu Umar radliyallahu ‘anhu di tengah mereka, maka ia berkata kepada mereka:

تسألون عن دم البعوضة وقد قتلتم الحسين بن علي ؟! وقد سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول عن الحسن والحسين:  هما ريحانتاي في الدنيا

“Kalian bertanya tentang darah seekor nyamuk sedangkan kalian telah membunuh Al Husen ibnu Ali?! Sungguh saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang Al Hasan dan Al Husen: (Keduanya adalah buah hatiku di dunia).” Dikeluarkan oleh Al Bukhari.

Dan saya katakan: Mereka itu mengharamkan penyiksaan dan pembakaran nyamuk dan mereka tasyaddud di dalamnya; namun mereka tidak menoleh kepda penyiksaan dan pembakaran Ansharuddien yang dilakukan siang malam oleh wali-wali mereka, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata:
لا يبغض الأنصار رجل يؤمن بالله واليوم الآخر

“Tidak membenci anshar (pembela agama Allah) seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (HR Muslim)

   Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ، اشْتَرَكُوا فِي دَمِ مُؤْمِنٍ، لأَكَبَّهُمُ اللَّهُ فِي النَّارِ

“Seandainya penduduk langit dan penduduk bumi semua mengambil bagian dalam menumpahkan darah seorang mukmin, maka Allah akan menelungkupkan mereka (semua) dalam neraka.” (HR At Tirmidzi)

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا، أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

(Sungguh lenyapnya dunia adalah lebih ringan di sisi Allah dari pembunuhan seorang muslim). (HR Muslim)

Dari Abdullah ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma berkata: (Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf di Ka’bah dan berkata:

مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالِهِ وَدَمِهِ، وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ إِلاَّ خَيْراً

Alangkah wanginya engkau dan alangkah wanginya aromamu, alangkah agungnya engkau dan alangkah agungnya kehormatanmu. Demi Dzat Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya sungguh kehormatan orang mu’min itu lebih agung di sisi Allah dari kehormatanmu, hartanya dan darahnya, dan kami tidak mengira padanya kecuali kebaikan). (HR Ibnu Majah).

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

سباب المسلم فسوق وقتاله كفر

(Mencerca orang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran). (Muttafaq ‘alaih)
Wallohu A'lam.‎

 

Hukum Dilarangnya Membunuh Tanpa Hak


Sebuah isu mutaakhir di dalam Islam adanya pengkleiman bahwa Islam itu agama yang brutal, agama yang begitu mudahnya membunuh seseorang yang berlainan keyakinan dengan dalil kafir, sehingga darahnya halal dan tidak ada dosa bagi pelaku. Akibatnya muncullah sebuah pengkleiman terhadap Islam sebagai agama teroris. Namun perlu digaris bawahi, itu hanyalah sekelompok orang yang mempunyai penafsiran yang menyimpan di dalam Islam. Karena pada kenyataannya tidaklah seperti itu ajaran Islam yang sebenarnya.
Larangan membunuh tanpa haq dan perintah menjaga jiwa manusia‎
 
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ [٣٢]  سورة المائدة

"oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Qs.al Maidah : 32)

Sungguh sangat menyedihkan dewasa ini, kerap kali ditemukan pembunuhan terhadap jiwa-jiwa yang tidak berdosa demi kepentingannya sendiri. Sedang dalam Islam ditegaskan bahwa membunuh jiwa yang tidak berdosa itu sama halnya dengan membunuh semua manusia, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jikalau membunuh seorang muslim yang tidak berdosa. Dosanya seperti apa? Atau mungkin sama halnya ketika membunuh Malaikat, atau membunuh manusia suci seperti Nabi.

Dengan mudahnya pertumpahan darah terjadi, permasalahan kecil berujung pada perpecahan dan pembantaian. Kita saksiskan konflik syi’ah-sunni, yang hingga akhirnya menelang banyak korban, berapa banyak anak yang cacat, perempuan-perempuan banyak yang jadi janda dan lain-lain. Hanya sebuah kesalahpahaman di antara mereka sehingga melupakan aturan agama.

Jikalau kita menyaksikan pembunuhan atas nama agama Islam tanpa ada alasan benar, maka itu hanyalah penumpang gelap dalam Islam. Sesungguhnya dia itu bukan umat Muhammad, bukanlah seorang Muslim. Karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Misalnya kasus pemboman Bali, ini bukan sebuah perbuatan membela agama, justru ini melecehkan agama. Pada kenyataannya korban pemboman tersebut juga menelan banyak Muslim yang tidak berdosa. Kalau ingin berjihad kenapa tidak membom tentara Izrael yang begitu jelas membantai umat Islam di Palestina, kenapa hanya menjadi saksi atas peristiwa yang menimpah saudara-saudara kita di sana. Sedang di Bali itu tidak memberi pengaruh terhadap agama Islam. Kalau berdalih bahwa di sana banyak yang melakukan perbuatan dosa, semestinya tidak membunuh, beri peringatan dan pengajaran serta jangan ikutkan saudara kita menderita. Ini sebuah kekeliruan besar tentang pengamatan dan pemaknaan jihad yang sebenarnya.

Saya ingin kembali mengingat peristiwa pembunuhan manusia pertama. Kisah tentang Qabil dan Habil. Semoga peristiwa tersebut bisa menjadi contoh buat manusia saat ini. Di dalam al-Qur’an telah diceritakan bahwa setelah Qabil membunuh saudaranya Habil, dia sangat menyesal.

“Karena itu jadilah dia di antara orang-orang yang menyesal.” (QS. al-Maaidah : 31)

Dari peristiwa tersebut mengingatkan bahwa setiap masalah tidak harus diselesaikan dengan cara pembunuhan. Berapa banyak sadara kita menjadi korban pembunuhan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara yang lain. Islam sendiri sangat mengharagai nyawa seseorang dan harus dipelihara, bukan hanya itu harus dijaga pula. Ini dapat kita lihat terhadap keringanan yang diberikan pada orang sedang berpuasa boleh berbuka dan tidak berpuasa ketika berada dalam perjalanan. Tidak hanya itu ketika merasa lapar dan bisa menyebabkan kematian sedang tidak ada makanan yang haram seperti anjing dan babi. Maka makanan yang haram tersebut tidak menjadi masalah demi mempertahankan kehidupan atau menyabung nyawa. Islam sendiri menghimbau kepada kita agar tidak membawa diri sendiri kepada hal-hal yang dapat membinasakan:‎
Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana dengan hukuman yang djatuhkan kepada pelaku pembunuhan yang hukamannya juga harus dibunuh, pelaku zina muhson dan orang yang murtad.

 Penyelesaian masalah dengan cara membunuh adalah solusi terakhir, setelah mencari berbagai macam solusi ternyata tidak ada selain harus membunuh. Dan membunuh dalam hukuman yang saya sebutkan di atas mempunyai tujuan pencegahan, agar tidak terjadi lagi. Dan inipun sangat dipersulit dalam Islam tidak serta-merta kemudian menjatuhkan hukuman. Misalnya untuk menjatuhkan hukuman pelaku zina, harus ada saksi lima orang dan harus menyaksikan langsung. Jika tidak memenuhi syarat maka hukuman tidak bisa dijalankan.
Dan hukum qishash terhadap pelaku pembunuh, masih bisa terselamatkan apabilah keluarga korban mau memaafkan dan pelaku harus mebayar denda sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum Islam. Dan sebenarnya memaafkan itu sendiri lebih dinjurkan.

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)
 
Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan: 
1.      Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin) 
2.      Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati) 
3.      Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin) 
Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi. 
Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.
[Larangan Membunuh Kafir Dzimmi yang Telah Menunaikan Jizyah]
 
Allah Ta’ala berfirman,‎
 
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
 
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29) 
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
 
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)
[Larangan Membunuh Kafir Mu’ahad yang Telah Membuat Kesepakatan untuk Tidak Berperang]
Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”.Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‎
 
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
 
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166) 
 
[Larangan Membunuh Kafir Musta’man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin]
Allah Ta’ala berfirman,
 
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ
 
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ
 
“Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmahdalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)
Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak  sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya,
 
وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
 
“Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)

Orang yang bunuh diri

Alloh Ta'ala Berfirman 

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).

أَنَّ رَجُلا قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا أَنَا فَلا أُصَلِّي عَلَيْه

“Ada orang yang bunuh diri dengan pisau, maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Kalau saya, maka saya tidak shalatkan dia.” (HR. An Nasa’i no. 1964)

من قتل نفسه بحديدة فحديدته فى يده يتوجأ بها فى بطنه فى نار جهنمخالدا مخلدا فيها أبدا ومن شرب سما فقتل نفسه فهو يتحساه فى نار جهنم خالدا مخلدافيها أبدا ومن تردى من جبل فقتل نفسه فهو يتردى فى نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا
 
[ Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan besi, maka tangannya akan melukai perutnya sendiri dengan besi itu di nerakajahanam dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengancara minum racun, maka ia akan terus meminumnya di neraka jahanam dan ia kekaldi dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa melompat dari tebing untuk bunuhdiri, maka ia akan terus terjatuh di neraka jahanam dan ia kekal di dalamnyaselama-lamanya ] [HR. Muslim ; 313 ]

الدنياسجن المؤمن وجنة الكافر
[Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir ] [ HR.Muslim ; 2956, at-Tirmidzi ; 2324 ]

1. Haram hukumnya bunuh diri, baik itu membunuh diri sendiri ataupun juga menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin yang lain dengan sebab perbuatannya itu.

a. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلَا تَقْتُلُواأَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah sangat menyayangi kalian.” [QS An Nisa`: 29]

b. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلَا تَقْتُلُواالنَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Janganlah kalian membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan (oleh syariat).” [QS Al An’am: 151]

Di antara hal-hal yang menghalalkan darah seorang muslim untuk ditumpahkan adalah: hukum rajam bagi yang orang berzina setelah dia menikah, hukum qishash (balas bunuh) terhadap seorang pembunuh, hukum bunuh bagi orang yang murtad dari Islam, dll.

c. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:

وَمَنْ يَقْتُلْمُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُعَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka Jahannam (dan dia) kekal di dalamnya, Allah akan marah kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan untuknya siksaan yang dahsyat.” [QS An Nisa`: 93]

2. Jangankan membunuh kaum muslimin, membunuh orang kafir mu’ahad (yang sedang dalam ikatan perjanjian damai dengan kaum muslimin), kafir dzimmi (yang berada di dalam kekuasaan kaum muslimin), dan musta`man (yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin) saja diharamkan di dalam Islam meskipun mereka masih berstatus kafir.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمbersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْرَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad maka dia tidak bisa mencium aroma surga, padahal aromanya tercium dari jarak empat puluh tahun perjalanan.” [HR Al Bukhari (3166)] 

3. Allah menganggap pembunuhan satu orang mukmin sama seperti membunuh seluruh manusia.

Allah berfirman:

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَكَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍأَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاالنَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّكَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (qishash), atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh telah melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” [QS Al Maidah: 32]

Ayat di atas bukan hanya berlaku bagi bangsa Israil tapi juga berlaku bagi umat Muhammad صلى الله عليه وسلم .

4. Orang yang membunuh diri dengan menggunakan suatu benda atau cara, kelak di hari kiamat akan dihukum dengan benda atau cara tersebut di dalam neraka.

Dalilnya adalah:

a. Hadits Tsabit bin Dhahhak radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  bersabda:

مَنْ حَلَفَبِمِلَّةٍ غَيْرِ الْإِسْلَامِ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَمَنْ قَتَلَنَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِكَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ

“Barangsiapa yang bersumpah dusta atas nama agama selain Islam, maka dia seperti apa yang diucapkannya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka Jahannam. Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya. Barangsiapa yang menuduh seorang mukmin sebagai kafir maka dia seperti telah membunuhnya.” [HR Al Bukhari (6105) dan Muslim (110)]

b. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  bersabda:

الَّذِي يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِي النَّارِ وَالَّذِي يَطْعُنُهَا يَطْعُنُهَا فِيالنَّارِ

“Orang yang mencekik dirinya (bunuh diri) maka dia akan mencekik dirinya di neraka, dan orang yang menusuk dirinya maka dia akan menusuk dirinya di neraka.” [HR Al Bukhari (1365)]

5. Membunuh diri adalah termasuk dari dosa-dosa besar.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم :

الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِوَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ

“(Di antara) dosa-dosa besar adalah: Berbuat syirik terhadap Allah, durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu.” [HR Al Bukhari (6675)]

Yang dimaksud dengan kalimat “membunuh diri” di atas termasuk membunuh diri sendiri dan juga termasuk membunuh diri orang lain. Kedua-duanya adalah dosa besar.

Demikianlah beberapa dalil yang menunjukkan akan keharaman melakukan bunuh diri dam membunuh diri orang lain dengan cara apapun. Orang-orang yang nekat melakukan ini kebanyakan menyandarkan perbuatannya kepada beberapa hadits dan kisah yang sebenarnya dan pada hakikatnya bukan merupakan dalil bagi mereka karena mereka memahami hadits-hadits dan kisah-kisah tersebut tidak dengan pemahaman yang benar yang berlandaskan pemahaman ulama generasi terdahulu (salaf) umat ini.

والحمد لله رب العالمين
Hukum Menyolatkan Orang yang mati bunuh diri

Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu':

من قتل نفسه أو غل في الغنيمة يغسل ويصلى عليه عندنا وبه قال أبو حنيفة ومالك وداود وقال احمد لا يصلى عليهما الامام وتصلى بقية الناس

"Siapa yang bunuh diri atau curang (menilep) ghanimah, menurut madhab kami, ia dimandikan dan dishalatkan. Ini juga madhab Abu Hanifah, Malik Dawud. Imam Ahmad berkata: Imam tidak menyalatkan keduanya sementara kaum muslimin yang lainnya tetap menyalatkannya."

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ في الدُّنْيا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Siapa yang membunuh dirinya dengan cara tertentu di dunia maka dia akan disiksa pada hari kiamat dengan cara yang sama.” (HR. Ahmad 16041 dan Muslim 164)

Dalam hadis yang lain dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

“Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.” (HR. Bukhari 5778 dan Muslim 109)

Semua kejadian di atas menunjukkan betapa mengerikannya dosa bunuh diri. Sementara mereka yang telah ‘sukses’ bunuh diri, tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk bertaubat, karena telah menjemput ajalnya.

Kedua, seorang manusia tidak mendapatkan beban syariat sebelum dia menginjak usia baligh. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena catatan amal diangkat (tidak ditulis amalnya) untuk tiga orang: Orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila sampai dia sadar.” (HR. Abu Daud 4403, Turmudzi 1423

Ketika menjelaskan hukum anak kecil yang murtad, Ibnu Qudamah mengatakan,

الصبي لا يُقتل ، سواء قلنا بصحة ردته أو لم نقل ؛ لأن الغلام لا يجب عليه عقوبة ، بدليل أنه لا يتعلق به حكم الزنا والسرقة في سائر الحدود ، …

“Anak kecil tidak dihukum bunuh, baik kita anggap sah murtadnya atau tidak sah. Karena anak kecil tidak wajib dihukum, dengan dalil hukum zina, mencuri atau pelanggaran lainnya, tidak terkait dengannya…” (al-Mughni, 9:16).
 
Beliau juga bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

“Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.”

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih .” (Al-Baqarah : 178)‎
 
Karena termasuk bunuh diri. Allah melarangnya dalam Ayat,

وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisaa` : 29).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ في الدُّنْيا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Siapa yang membunuh dirinya dengan cara tertentu di dunia maka dia akan disiksa pada hari kiamat dengan cara yang sama.”‎‎
 
ولا يجوز قتلها ، أي : البهيمة ، ولا ذبحها للإراحة ، لأنها مال ، ما دامت حية , وذبحها إتلاف لها ، وقد نهي عن إتلاف المال ، كالآدمي المتألم بالأمراض الصعبة أو المصلوب بنحو حديد ؛ لأنه معصوم مادام حيا

“tidak boleh membunuhnya, yaitu hewan ternak (yang sakit), tidak boleh juga menyembelihnya untuk mengistirahatkannya (dari rasa sakit), karena ia adalah harta selama ia masih hidup dan menyembelihnya merupakan membuang-buang harta. Kita dilarang menyia-nyiakan harta.

ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق [١٥١] سورة الأنعام


Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” ( Al-An’aam : 151)

ما مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ
 
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya “[4]

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ، حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.”

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...